Syntax
Idea : p�ISSN:
2684-6853�
e-ISSN : 2684-883X�����
Vol.
1, No. 3 Juli 2019
STUDI DESKRIPTIF PROGRAM TAHSIN AL-QUR�AN METODE
TASHILI DI LEMBAGA PENGEMBANGAN DAKWAH (LPD) AL-BAHJAH KABUPATEN CIREBON
Taufik Ridwan dan Akhmad Lutfy
Institut
Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC)
Email : taufikridwan98@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pelaksanaan tahsin Al-Qur�an dengan menggunakan metode Tashili di LPD Al-Bahjah
Cirebon, berkaitan dengan materi, langkah-langkah, metode, pendekatan, dan
evaluasi pembelajarannya. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian lapangan
dengan mengambil tempat penelitian di LPD Al-Bahjah yang berada di kelurahan
Sendang kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon provinsi Jawa Barat. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam dengan
beberapa narasumber. Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, lalu
penyajian data, dan akhirnya data yang sudah terkumpul dapat ditarik
kesimpulan. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan menggunakan
triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran tahsin Al-Qur�an
dengan menggunakan metode Tashili terdiri dari 5 jilid, yaitu jilid 1, jilid 2,
jilid 3, jilid 4, dan jilid 5. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Individual, Klasikal Individual, Kalsikal Baca Simak, Klasikal Baca
Simak Murni, Dan Klasikal Baca Simak Menirukan. Tahapan pembelajaran dilakukan
dengan 7 hal, yaitu infitah, Gali, Tanam, Siram, Subur, Panen, dan Penutup.
Evaluasi yang digunakan adalah tes masuk atau placement test, tes harian, dan
tes kenaikan jilid.
Kata
kunci : Program Tahsin Al-Qur�an, Metode Tashili
Sebuah
proses pendidikan diawali dari interaksi antara seorang pendidik dengan peserta
didik. Pendidik yang lazim disebut sebagai guru, adalah orang yang melakukan
proses pendidikan yang berperan sebagai orang yang memberikan ilmu yang
dikuasai kepada para peserta didik. Seorang pendidik harus mampu menciptakan
sebuah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan. Proses pendidikan yang
dilaksanakan dalam kondisi yang nyaman dan menyenangkan maka akan dapat
menghasilkan kuaslitas pendidikan seperti yang diharapkan.
����������� Dalam pandangan umat Islam,
pendidikan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Nabi Muhammad SAW diutus
menjadi rasul diawali dari sebuah proses pendidikan, yaitu transfer ilmu berupa
bacaan Al-Qur�an dari malaikat Jibril kepada nabi Muhammad SAW. Proses tersebut
sekaligus menjadi poin bahwa pendidikan mempunyai porsi yang sangat penting
dalam memulai sebuah langkah yang baru.
����������� Proses pendidikan yang dialami oleh
nabi Muhammad SAW adalah bagaimana Al-Qur�an sampai dari Allah SWT melalui
perantara malaikat Jibril. Sebagaimana kita ketahui Bersama bahwa Al-Qur�an
merupakan mukjizat terbesar yang keasliannya terjaga sampai dengan hari kiamat
kelak.
Al-Qur�an
adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT untuk umat nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibril yang berisi petunjuk dan pedoman hidup di
dunia dan di akhirat (Maimori, 2017).
Selain mukjizat yang paling besar, Al-Qur�an adalah sumber dari segala sumber
hukum dalam Islam. Bagi umat Islam, mempelajari Al-Qur�an hukumnya wajib, dan
tentunya dari kewajiban tersebut terdapat banyak sekali keutamaan yang akan
didapat bagi siapa saja yang mau mempelajarinya.
Al-Qur�an
dianjurkan untuk bisa dibaca, dihafal, dipelajari, dan difahami makna dan
kandungannya.����������� Sebagai seorang
muslim, maka segala perilaku dalam kehidupan sehari-hari harus mencerminkan isi
dari Al-Qur�an. Mengamalkan isi dari Al-Qur�an adalah sebuah kewajiban bagi
setiap muslim, baik itu untuk dirinya sendiri lebih-lebih untuk orang lain.
Untuk dapat mengamalkan Al-Qur�an, tentunya ada beberapa tahapan yang harus
dipelajari diantaranya adalah membaca Al-Qur�an.
Membaca
adalah perintah pertama dalam Al-Qur�an ketika nabi Muhammad SAW untuk pertama
kalinya menerima wahyu dari Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril,
sebagaimana ayat yang pertama turun dalam surat Al-�Alaq ayat 1-5
ٱقۡرَأۡ
بِٱسۡمِ
رَبِّكَ
ٱلَّذِي
خَلَقَ ١� خَلَقَ
ٱلۡإِنسَٰنَ
مِنۡ عَلَقٍ ٢�
ٱقۡرَأۡ
وَرَبُّكَ
ٱلۡأَكۡرَمُ
٣�
ٱلَّذِي
عَلَّمَ
بِٱلۡقَلَمِ
٤ عَلَّمَ
ٱلۡإِنسَٰنَ
مَا لَمۡ
يَعۡلَمۡ ٥
�
1.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan 2. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah 4.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya
Perintah
membaca secara jelas dituliskan dalam ayat ini. Nabi Muhammad SAW sebagai
seorang yang ummi atau tidak bisa
membaca diberikan perintah pertama kali untuk membaca. Dari ayat tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa membaca sangatlah penting bagi kehidupan umat manusia.
Membaca juga merupakan kebutuhan yang mendasar saat kita mau mempelajari
Al-Qur�an.
Kemampuan
membaca Al-Qur�an dipengaruhi oleh bebrapa faktor, salah satunya adalah metode
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Seperti halnya pembelajaran di
sekolah, dalam proses pembelajaran Al-Qur�an, seorang guru Al-Qur�an harus
mampu menyampaikan materi yang disampaikan dengan metode yang sesuai. Dalam
pelaksanaannya tidak jarang penggunaan metode yang sudah sesuai namun hasil
yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini merupakan ujian bagi seorang
guru Al-Qur�an untuk bisa berinovasi lebih baik lagi supaya mampu menghasilkan
seorang peserta didik yang mampu membaca Al-Qur�an dengan kualitas yang baik.
Disamping itu, guru juga dituntut supaya lebih bersabar dalam melakukan
kegiatan pembelajaran ketika hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Penggunaan metode yang tepat oleh seorang guru Al-Qur�an akan dapat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas pembelajaran dan
menghasilkan kualitas bacaan yang baik sesuai dengan apa yang diharapkan.
Salah
satu metode membaca Al-Qur�an kontemporer adalah Tashili. Tashili adalah metode
membaca Al-Qur�an yang dibuat dan dikembangkan oleh Lembaga Pengembangan Dakwah
(LPD) Al-Bahjah Cirebon,sebagai upaya lembaga dalam menghadirkan para penghafal
Al-Qur�an dengan bacaan yang berkualitas sesuai dengan kaidah baca dan hukum
tajwidnya. Metode Tashili adalah sebuah metode cara cepat membaca Al-Qur�an
yang disusun secara sistematis dimulai dari bacaan yang paling sederhana hingga
terus meningkat sampai dengan bisa membaca Al-Qur�an. Untuk memudahkan
pengunaan metode ini, maka pembelajaran diklasifikasikan menjadi 5 (lima)
kelompok sesuai dengan jumlah buku panduan atau jilid yang tersedia. Buku
panduan atau jilid tersebut sekaligus sebagai penanda capaian yang sudah
dikuasai oleh masing-masing peserta didik.
Sebagai
lembaga yang memiliki konsentrasi dibidang pendidikan, perlu dibuat sebuah
standarisasi khususnya dalam bidang bacaan Al-Qur�an sebagai ciri utama dari
proses pembelajaran di LPD Al-Bahjah. Standarisasi sangat penting untuk
diciptakan mengingat bacaan Al-Qur�an adalah sesuatu yang sakral dan tidak
boleh diucapkan dengan sembarangan. Standarisasi juga yang menjadi latar
belakang utama dibuatnya metode Tashili.
Pada
awalnya, LPD Al-Bahjah menggunakan beberapa metode membaca Al-Qur�an di
beberapa lembaga pendidikan yang berada dibawah naungannya. Penggunaan beberapa
metode tersebut menjadikan perbedaan bacaan, baik dari segi kuantitas
lebih-lebih secara kualitas. Beberapa metode yang digunakan sebelumnya
mempunyai panduan atau kurikulum yang berbeda-beda. Inilah yang membuat
kualitas dan kuantitas bacaan Al-Qur�an menjadi berbeda meskipun berada dalam
satu naungan lembaga.
�Atas dasar itulah akhirnya dirasa perlu untuk
menjadikan bacaan Al-Qur�an yang standar. Dimulailah pembuatan metode membaca
Al-Qur�an yang dilakukan oleh LPD Al-Bahjah dengan membuat tim khusus untuk
merealisasikan pembuatan metode tersebut.
Dalam
implementasinya, LPD Al-Bahjah yang merupakan sebuah lembaga berbasis agama
Islam, yang didalamnya juga terdapat pondok pesantren, menjadikan metode
Tashili ini sebagai ujung tombak keberhasilan dalam rangka menghadirkan para
penghafal Al-Qur�an yang berkualitas. Beberapa lembaga dibawah naungan LPD
Al-Bahjah yakni pondok pesantren anak dan dewasa, serta sekolah formal
menggunakan metode Tashili sebagai metode wajib, sehingga terdapat kesamaan
yang identik dari setiap bacaan Al-Qur�an yang dibacakan. Tashili sebagai
metode yang baru lahir tentu memiliki banyak hal yang dapat dijadikan sebagai
bahan penelitian. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis merasa perlu
untuk membuat suatu kajian yaitu tentang �Studi Deskriptif Program Tahsin
Al-Qur�an Metode Tashili Di Lembaga Pendidikan Dakwah Al-Bahjah Kabupaten
Cirebon�.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Pada dasarnya, metode penelitian kualitatif ditujukan
untuk penelitian yang bersifat mengamati kasus (Indrawan &
Yaniawati, 2016). Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian
lapangan, oleh karena itu objek kajiannya adalah objek di lapangan yang mampu
memberikan data dan informasi yang valid sesuai dengan kajian yang sedang
dilakukan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa
pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang berupa data deskriptif
berupa kata-kata yang tertulis dan lisan dari penelitian yang diamati (Moleong &
Surjaman, 1991)
Dalam penelitian kualitatif ini, penulis akan
menganalisis tentang pelaksanaan program tahsin Al-Qur�an dengan menggunakan
metode Tashili di LPD Al-Bahjah kelurahan Sendang kecamatan Sumber kabupaten
Cirebon.
Hasil dan Pembahasan
Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah atau yang lebih dikenal
dengan Al-Bahjah lahir diawali dengan serangkaian perjalanan dakwah Buya Yahya. ulama muda karismatik yang kemudian menjadi
pendiri dari lembaga dakwah yang terletak di jalan Pangeran Cakrabuana no. 179
blok Gudang Air kelurahan Sendang kecamatan Sumber kabupaten Cirebon Jawa
Barat. Nama Al-Bahjah dipilih sebagai nama lembaga lebih banyak melihat dari
sisi makna Al-Bahjah itu sendiri. Al-Bahjah menurut bahasa berarti kegembiraan
atau kesenangan (Munawwir, 1997). Sedangkan menurut makna yang dikehendaki dalam pemberian nama tersebut
berarti kemilau sinar atau cahaya yang memiliki harapan, yaitu harapan agar
pondok pesantren Al-Bahjah menjadi penerang bagi umat baginda nabi Muhammad SAW.
Buya Yahya, sebuah nama yang tidak asing dalam dunia dakwah Islam di
Indonesia bahkan mancanegara. Seorang ulama muda kharismatik yang memiliki nama
lengkap Yahya Zainul Ma�arif ini terbilang sangat fenomenal dalam menjalankan
program dakwah Islam. Pria kelahiran Blitar ini memulai pendidikan dasar dan
SMP di kota kelahirannya. Disamping itu beliau juga belajar ilmu agama di
madrasah diniyah yang diasuh oleh
guru beliau yaitu KH. Imron Mahbub Blitar. Setelah selesai SMP, Buya Yahya
melanjutkan pendidikan dengan masuk ke sebuah pesantren di daerah Bangil,
Pasuruan yaitu pondok pesantren Darullughoh Wadda�wah (Dalwa) yang diasuh
langsung oleh guru mulia beliau Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun, yaitu pada
rentang waktu 1988-1993. Selesai belajar di pondok pesantren Dalwa, pada tahun
1993-1996, Buya Yahya mendapat mandat untuk mengajar di pesantren tersebut
sebagai masa khidmah atas ilmu yang
didapat dari tempat tersebut. Atas perintah dari sang murobbi, pada tahun 1996 Buya Yahya berangkat ke universitas
Al-Ahgaff Yaman untuk melanjutkan pendidikannya, hingga tahun 2005.
Adapun A Bahjah ini mempunyai visi �Membangun masyarakat berakhlak mulia bersendikan
Al-Qur�an dan sunnah Rasulullah SAW� dengan perwujudan misi diantaranya �Mengamalkan nilai-nilai Al-Qur�an dan ajaran
Rasulullah SAW sesuai dengan manhaj
Islam ahlusunnah waljama�ah Asy�ariyah
sufiyah/ maturidiyah sufiyah dan bermadzhab�
1. Kepengurusan Yayasan
LPD Al-Bahjah dikelola oleh yayasan yang ditunjuk
dan disahkan oleh Buya Yahya secara langsung. Yayasan sebagai kepanjangan
tangan dari Buya Yahya dalam melaksanakan operasional LPD Al-Bahjah. Ketua
yayasan Al-Bahjah membentuk beberapa divisi yang memiliki fungsi dan tujuan
untuk membantu yayasan dalam melakukan tata kelola LPD Al-Bahjah agar rapi dan
sesuai. Berikut
struktur kepengurusan yayasan Al-Bahjah:
Tabel 1
Struktur
Kepengurusan Yayasan Al-Bahjah
Pendiri dan Pembina |
K.H. Yahya Zainul Ma�arif, Lc, M.A. |
Dewan Penasehat |
1. Habib Usman Al-Kaff 2. H. Suwardi 3. H. Imron 4. H. Samsuri |
Ketua Umum Yayasan |
Ust. Sayf Abu Hanifah (Syaiful Rizal) |
Ketua Yayasan Bid. Pendidikan |
Ust. M. Syamsul Ma�arif |
Ketua Yayasan Bid. Wakaf dan Infrastruktur |
Ust. Toto Haryanto |
Ketua Yayasan Bid. Umum dan Diplomasi |
Ust. Muhammad Nur |
Ketua Yayasan Bid. Ekonomi |
Ust. Alfan Nasuha |
Ketua Yayasan Bid. Media dan Dakwah |
Ust. M. Ramli Jamali |
Sekretaris Yayasan |
Ust. Nur Sobarie (Haris) |
Bendahara Yayasan |
Usth. Ina Karsina |
2. Program-program LPD Al-Bahjah
a. Pendidikan
LPD Al-Bahjah menyelenggarakan 2 (dua) model
pendidikan, yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal berbasis
sekolah berupa SDIQu Al-Bahjah, SMPIQu Al-Bahjah, dan SMAIQu Al-Bahjah.
Pendidikan formal memiliki sasaran mencetak para lulusan professional yang
beriman dan bertakwa. Sementara pendidikan non formal di Al-Bahjah yaitu
pendidikan berbasis pondok pesantren yang memiliki sasaran mencetak lulusannya
menjadi ulama yang memiliki integritas dan kualitas keilmuan yang mumpuni.
Pendidikan non formal terdiri atas pesantren Tahfidz usia dini dan pesantren
Tafaqquh.
b. Media Dakwah
LPD Al-Bahjah memiliki infrastruktur media yang
terbilang cukup lengkap. Media-media tersebut meliputi media elektronik seperti
radioQu dan Al-Bahjah TV, media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube,
dan lain sebagainya, dan media cetak berupa pustaka Al-Bahjah.
c. Ekonomi
Divisi ekonomi adalah organ dalam yayasan Al-Bahjah
yang memiliki fungsi dan peran untuk melakukan pengelolaan sumber-sumber
ekonomi yang bisa dioptimalkan untuk mendukung pendanaan untuk kegiatan
operasional LPD Al-Bahjah. Beberapa unit usaha dalam divisi ekonomi antara lain
Al-Bahjah tour and travel, AB Mart, AB Chicken, Laundry, dan lain-lain yang
akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan kegiatan di LPD Al-Bahjah.
d. Komunitas Pengusaha dan Profesional Al-Bahjah
(KPPA)
KPPA adalah perhimpunan para pengusaha dan
profesional yang memiliki sambung hati dan ikhtiar mulia untuk mendukunr syiar
dakwah Islam yang dilaksanakan di LPD Al-Bahjah. Anggota komunitas ini adalah
para pengusaha dan profesional ataupun praktisi baik dari dalam maupun luar
negeri.
e. Infaq Center
Infaq center adalah sebuah wadah yang dibentuk
untuk mengakomodir keinginan masyarakat yang ingin turut serta dalam membantu
kegiatan di LPD Al-Bahjah. Dana yang dihimpun dari masyarakat melalui infaq
center ini dialokasikan untuk pembiayaan pendidikan gratis, operasional LPD
Al-Bahjah, dan juga untuk pembangunan. Infaq center dikelola secara mandiri
dengan memisahkan dana yang berasal dari infaq ataupun dana yang lain.
Pengelolaan infaq center dilakukan secara transparan dan pertanggungjawabannya
dilakukan secara rutin setiap hari.
f. Sosial
LPD Al-Bahjah juga aktif dalam beberapa program
sosial berskala nasional maupun internasional melalui wadah Al-Bahjah Peduli.
Al-Bahjah Peduli merupakan bagian dakwah riil untuk membangun kepedulian sosial
dan kemanusiaan. Beberapa program sosial diantaranya bantuan untuk korban
gempa, banjir, dan bencana alam yang lain ataupun kegiatan sosial dan
kemanusiaan yang lain.
3. Metode Tashili
a. Sejarah Tashili
Tashili lahir dari ide Buya Yahya untuk membuat
sebuah metode seragam yang digunakan untuk seluruh lembaga dibawah naungan LPD
Al-Bahjah, baik pusat maupun cabang. Lahirnya metode Tashili merupakan sebuah
proses yang sangat Panjang dimana cita-cita tersebut sudah dipikirkan lama oleh
Buya Yahya. Ide itu akhirnya benar-benar terealisasi setelah Buya Yahya bertemu
dengan salah seorang sesepuh di daerah Tulungagung, Jawa Timur. Saat itu Buya
Yahya dikenalkan oleh sesepuh tersebut kepada ustadz Habibi, yaitu seorang
ustadz yang banyak sekali melahirkan metodologi, baik metode Tahsin Al-Qur�an,
metode Nahwu, dan beberapa metode belajar yang lain.
Tahun 2015 adalah dimulainya rencana perumusan
metode Tashili, saat itu belum resmi menggunakan nama Tashili. Perumusan
tersebut melibatkan tim perumus, yakni ustadz Habibi, ustadz Bambang, dan
ustadz Asror, tiga orang inilah yang kelak menjadi pencetus lahirnya metode
Tashili. Perumusan dilakukan di Kediri, Jawa Timur, dimana merupakan tempat
tinggal dari para ustadz tersebut.
Proses pembuatan metode Tashili berlangsung kurang
lebih 6 (enam) bulan, terhitung singkat untuk membuat sebuah metodologi.
Setelah selesai, dilakukan kajian internal oleh tim sebelum dilakukan launching metode tersebut.
Setelah dirasa cukup melakukan kajian. Akhirnya
metode tersebut rilis. Rilisnya metode tersebut tidak serta merta digunakan
dalam sebuah proses pembelajaran. Tahap awal dari lahirnya metode tersebut
adalah melakukan training terhadap calon tenaga pengajar dengan menggunakan
metode tersebut. Training tahap awal dilakukan dengan mendatangkan sekitar 20
(dua puluh) guru dari Al-Bahjah Cirebon, untuk mengikuti training selama 20
(dua puluh) hari di Kediri, Jawa Timur.
b. Pengertian
Tashili secara bahasa berasal dari akar kata sahhala-yusahhilu-tashilan(Munawwir, 1997) yang berarti
mudah, sedangkan makna yang diharapkan dari lahirnya metode Tashili adalah
mudahnya membaca Al-Qur�an dengan benar dan cepat. Tashili memiliki tujuan
membuat para peserta didik mampu belajar membaca Al-Qur�an dengan cepat, sesuai
kaidah baca Al-Qur�an yang baik dan benar.
Dari berbagai metodologi tahsin Al-Qur�an, Tashili
merupakan pendatang baru, dan penggunaannya masih terbatas di lingkup internal
LPD Al-Bahjah. Meski begitu, keberhasilan metode Tashili sudah bisa dirasakan,
terbukti dari beberapa cabang LPD Al-Bahjah yang ada di seluruh Indonesia yang
sudah menggunakan metode Tashili, sudah berhasil menelurkan para penghafal
Al-Qur�an dengan bacaan yang baik sesuai kaidah baca Al-Qur�an.
c. Ciri Khas Tashili
Seperti metode pada umumnya, Tashili juga memiliki
titik berat pembahasan dari tiap tingkat atau jilidnya. Yang unik dan menjadi
pembeda dari Tashili adalah, sistematika pengenalan huruf hijaiyah. Di beberapa
metode sebelum Tashili, pengenalan huruf hijaiyah selalu dikenalkan berurutan,
seperti alif, ba�, ta� tsa� dan
seterusnya, namun dalam metode Tashili, pengenalan huruf hijaiyah didasarkan
pada kelompok makhrajnya. Huruf yang tergolong makhraj bagian tenggorokan
dikelompokkan dalam satu kelompok, begitupun seterusnya. Jadi pengenalan huruf
hijaiyah tidak berurutan, contohnya alif
dan ha�, ba� dengan mim, dan seterusnya. Tashili terdiri dari 5 (lima) jilid, dimana
tiap-tiap jilid memiliki pokok bahasan masing-masing, dimulai dari yang paling
mudah hingga paling sukar.
d. Tujuan Metode Tashili
Tashili secara umum memiliki tujuan yang secara
umum hampir sama dengan beberapa metode tahsin Al-Qur�an yang lain, hanya ada
sedikit penekanan yang berbeda dengan metode yang lain. Setelah peserta didik
tuntas menyelasikan 5 jilid Tashili dan mampu membaca Al-Qur�an dengan baik,
maka program lanjutannya adalah program hafalan Al-Qur�an.
4. Implementasi Metode Tashili
a. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam sebuah proses pembelajaran tentunya memiliki
tujuan yang menjadi acuan keberhasilan dari proses tersebut. Tujuan adalah
sesuatu yang sangat penting karena merupakan tolak ukur kesuksesan dari sebuah
program, khususnya pembelajaran. Dalam menetapkan sebuah tujuan tentunya kita
juga harus mengukur bagaimana tujuan itu akan dicapai, tidak serta merta
menetapkan tujuan atau target yang sekiranya tidak mampu untuk direalisasikan.
Sebuah tujuan dapat ditetapkan dengan membuat sebuah rancangan terprogram, agar
arah dari sebuah proses pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk
itu, dalam dunia pendidikan pemerintah memiliki undang-undang khusus pendidikan
sebagai acuan sebuah pendidikan agar bisa berjalan dengan baik sesuai dengan
apa yang diharapkan.
Tashili sebagai sebuah metodologi tentunya memiliki
panduan yang baik sebagai acuan dari pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan metode tersebut. Sebagaimana metode pada umumnya, segala hal yang
berkaitan dengan proses pembelajaran diatur sedemikian rupa agar proses
pembelajaran berlangsung dengan tertib dan nyaman serta memperoleh hasil yang
memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam metodologi Tashili, semua
proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
memiliki panduan baku, sehingga memudahkan para guru dalam penyampaian materi
pembelajaran tersebut.
Sebelum masuk kepada materi pembelajaran, dimuali
dulu dengan pengelompokan belajar, dalam LPD Al-Bahjah khususnya pendidikan
formal dikenal dengan istilah grade. Tujuan
dari pengelompokan ini ialah untuk memudahkan proses pembelajaran, dimana
pengelompokan didasarkan pada capaian masing-masing peserta didik, sehingga
setiap grade memiliki peserta didik
dengan capaian yang seragam. Dengan keseragaman capaian ini, diharapkan dapat
memudahkan peserta didik ataupun guru untuk dapat melewati proses pembelajaran
dengan mudah dan tuntas. Pengelompokan tersebut berlaku bagi peserta didik yang
sudah lanjut dari capaian sebelumnya, sementara bagi peserta didik baru,
pengelompokan dilakukan dengan melaksanakan placement
test. Placement test dilakukan pada saat awal masuk sekolah atau awal tahun
ajaran berjalan. Placement test dilakukan
sebagai upaya penyeragaman dalam setiap kelompok belajar, seperti halnya
pengelompokan peserta didik yang sudah ada. Satu kelompok belajar atau grade terdiri dari 8 (delapan) sampai 15
(lima belas) peserta didik. Kuantitas ditentukan dari tingkat kemampuan peserta
didik dalam memahami materi yang dikenalkan dalam placement test. Meskipun capaian dalam setiap kelompok sudah
seragam, namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan
kelompok-kelompok tersebut. Keseragaman tidak hanya dilihat dari aspek capaian
saja, namun ada 3 (tiga) aspek penting yang dijadikan landasan dalam menentukan
kelompok belajar. Ke tiga aspek tersebut sekaligus sebagai tolak ukur penilaian
dalam evaluasi belajar yang dilakukan dengan menggunakan metode Tashili. Ke
tiga aspek tersebut adalah fashohah, kelancaran,
dan tawazun atau tajwid.
Fashohah adalah tingkat kefasihan peserta didik dalam
melafalkan huruf hijaiyah sesuai dengan makharijul
huruf. Fashohah menjadi sebuah
hal yang sangat penting, mengingat dalam membaca Al-Qur�an diperlukan bacaan
yang pas, sesuai dengan kaidah makharijul
huruf. Pelafalan huruf yang kurang fasih dapat membuat makna dari Al-Qur�an
mengalami perubahan. Dalam proses pengelompokan, kefasihan melafalkan huruf
menjadi acuan utama dalam menentukan tingkat kelompok atau grade.
Kelancaran adalah sebuah tingkatan baca, dimana
kemampuan membaca huruf hijaiyah menjadi acuan kedua setelah fashohah dalam penentuan sebuah
kelompok. Seperti halnya fashohah, kelancaran
baca peserta didik juga beragam, sehingga perlu dilakukan pengelompokan sebagai
upaya memudahkan proses pembelajaran yang akan berlangsung.
Tawazun atau tajwid, adalah kemampuan anak dalam membaca
huruf hijaiyah menjadi indah. Tajwid menjadi acuan terakhir dalam sebuah
pengelompokan belajar, karena memang kemampuan tajwid bukanlah kemampuan dasar,
melainkan kemampuan lanjutan, sehingga kemampuan tajwid dapat diperoleh setelah
peserta didik mampu membaca dengan fasih dan lancar.
Setelah mendapatkan sebuah kelompok yang ideal
berdasarkan kriteria diatas, maka proses pembelajaran sudah bisa dilaksanakan.
Pelaksanaan proses pembelajaran juga tidak lepas dari acuan yang ditetapkan
oleh metode Tashili. Acuan yang dimaksud adalah serupa kurikulum dalam
pendidikan umum. Dalam UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Nasional, 2003). Tashili sebagai sebuah metodologi mengatur semua
proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, materi, evaluasi
bahkan sampai dengan penilaian.
Proses pembelajaran dilaksanakan dengan mengikuti
acuan yang diatur dalam metodologi, mulai dari alokasi waktu, langkah-langkah
pembelajaran, evaluasi, penilaian sampai dengan penutup. Alokasi waktu dari
setiap sesi belajar adalah 70 (tujuh puluh) menit. Dari tujuh puluh menit
tersebut diberikan alokasi masing-masing waktu untuk setiap kegiatan belajar,
yaitu 5 (lima) menit pertama untuk pembukaan, berisi salam, sapa, dan doa, 10
(sepuluh) menit ke dua untuk proses apersepsi, yaitu mengulang pelajaran yang
sudah diajarkan, 10 (sepuluh) menit berikutnya, untuk melakukan pembelajaran
dengan cara klasikal disertai alat peraga, 30 (tiga puluh) menit berikutnya
untuk dilakukan penilaian, dan 5 (lima) menit terakhir adalah penutup. Untuk
lebih jelasnya digambarkan dalam sebuah tabel berikut:
Tabel 2
Alokasi Waktu Pembelajaran
Waktu |
Kegiatan |
Keterangan |
Tahapan
Pembelajaran |
5 Menit |
Infitah |
Salam-Sapa-Doa |
|
10 Menit |
Hafalan |
|
Gali, Tanam, Siram, Subur, Panen |
10 Menit |
Klasikal |
Peraga/ Jilid |
Gali, Tanam, Siram, Subur |
30 Menit |
Panen |
Evaluasi |
|
5 Menit |
Preview dan Doa |
Preview klasikal dan hafalan |
|
Yang unik dari metode Tashili adalah penggunaan
istilah cocok tanam dalam setiap tahapan belajarnya. Istilah-istilah tersebut
menjadi pembeda metode Tashili dengan metode membaca Al-Qur�an yang lain.
Istilah-istilah tersebut adalah:
1)
Gali, yaitu tahapan awal dalam setiap proses pembelajaran. Gali dalam
bahasa pendidikan secara umum memiliki makna apersepsi, yaitu mengulang sekilas
materi yang sudah diajarkan sebelum memasuki materi baru.
2)
Tanam, yaitu tahapan dimana konsep materi baru mulai ditanamkan, dalam
bahasa yang lebih sederhana dinamakan penanaman konsep. Tahapan ini dilakukan
dengan cara mengenalkan materi baru sampai peserta didik betul-betul mengerti
konsep yang akan dipelajari dari materi tersebut.
3)
Siram, yaitu tahapan dimana konsep yang sudah ditanamkan mulai dipahami
oleh peserta didik, dalam bahasa yang lebih sederhana dinamakan pemahaman
konsep. Pada tahap ini peserta didik sudah tidak membutuhkan penjelasan dari
konsep atau materi yang dipelajari, karena secara umum sudah paham terhadap
konsep tersebut.
4)
Subur, yaitu tahapan dimana peserta didik mulai terampil dalam
membacakan materi. Pada tahapan ini peserta didik membaca dengan terampil,
yaitu membaca lancer tanpa dieja dan sesuai dengan kaidah makhraj dan tajwid.
5)
Panen, yaitu tahapan dimana peserta didik mulai diberikan penilaian atas
materi yang disampaikan, dalam bahasa pendidikan dinamakan evaluasi. Evaluasi
dilakukan setelah tahapan-tahapan sebelumnya sudah dikuasai dengan baik,
sehingga hasil evaluasi sangat menentukan capaian peserta didik, apakah dia
melanjutkan materi berikutnya, atau harus mengulang materi yang lama.
Istilah-istilah tersebut menjadi istilah baku
dalam metode Tashili, dan harus dihafalkan oleh setiap tenaga pendidik yang mengajar
dengan metode tersebut.
b. Pendekatan Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, metode, strategi,
pendekatan ataupun teknik pembelajaran memiliki peran yang sangat signifikan
dalam mengukur efektifitas pembelajaran. Sebuah proses pembelajaran yang tidak
dilakukan dengan tata cara tersebut bisa dipastikan dalam prosesnya akan
mengalami kejenuhan, sehingga akan dapat berpengaruh terhadap hasil yang
diharapkan. Pendekatan yang dilakukan dalam proses tahsin Al-Qur�an dengan
menggunakan metode Tashili hampir sama dengan metode yang lain, meskipun
kesamaan tersebut tidak identik, karena setiap metode pasti mempunyai ciri khas
yang ditampakkan sebagai nilai tambah.
Tashili mempunyai beberapa pendekatan pembelajaran
dalam pelaksanaan tahsin Al-Qur�an di LPD Al-Bahjah. Pendekatan-pendekatan
pembelajaran tersebut adalah:
1)
Individual, yaitu pendekatan yang dilakukan pada
pembelajaran jilid 1 (satu) sampai jilid 5 (lima),
apabila peserta didik dalam satu grade capaiannya
tidak seragam, atau jilidnya berbeda. Pendekatan ini dilakukan dengan cara peserta didik maju satu per satu setor bacaan kepada
guru, lalu guru memberikan penilaian dan setelah itu guru memberikan tugas agar
tetap kondusif.
2)
Klasikal Individual, yaitu pendekatan yang
dilakukan apabila dalam satu grade jilidnya
berbeda namun tidak terlampau jauh, contoh jilid 1 (satu) dan 2 (dua).
Pendekatan ini dilakukan dengan cara peserta didik
membaca secara bersama-sama menggunakan alat peraga dengan dipandu oleh guru,
lalu kemudian guru melakukan penilaian secara individu dengan cara maju satu
per satu, sementara yang lain diberikan tugas agar tetap kondusif.
3)
Klasikal Baca Simak, yaitu pendekatan yang
dilakukan apabila dalam satu grade capaian
jilidnya sama namun halamannya berbeda. Pendekatan ini
dilakukan dengan cara peserta didik membaca
bersama-sama menggunakan alat peraga dengan dipandu oleh guru, kemudian guru
melakukan evaluasi dengan memperhatikan bacaan peserta didik satu demi satu,
peserta didik tetap duduk di tempat. Satu peserta didik membaca capaiannya sedangkan
peserta didik yang lain menyimak bacaan temannya
sesuai dengan capaian.
4)
Klasikal Baca Simak Murni, yaitu pendekatan yang
dilakukan apabila dalam satu grade capaian
jilid dan halaman semuanya sama. Penerapannya sama seperti klasikal baca simak, yang membedakan hanya
capaian masing-masing peserta didik.
5)
Klasikal Baca Simak Menirukan, yaitu pendekatan
yang dilakukan sama seperti klasikal baca simak yang
lain, yang membedakan adalah pada pendekatan ini semua peserta didik menirukan
setiap bacaan temannya yang sedang dinilai oleh guru, terus berjalan sampai
semua selesai di evaluasi.
Itulah pendekatan-pendekatan dalam implementasi metod Tashili dalam
sebuah proses pembelajaran.
5. Evaluasi Pembelajaran Metode Tashili
Jenis-jenis evaluasi yang dilaksanakan dalam metode Tashili ada 3, yaitu:
a. Plcement Test, yaitu tes yang dilakukan pertama kali sebelum
proses pembelajaran. Model tes ini digunakan untuk membuat kelompok belajar
atau grade yang sesuai dengan kemampuan dasar peserta didik dalam bidang
membaca Al-Qur�an.
b. Evaluasi harian, berupa setoran bacaan peserta
didik setiap hari. Keberhasilan dari evaluasi jenis ini ditandai dengan
meningkatnya capaian bacaan peserta didik setelah menyelesaikan dengan baik
materi yang disampaikan.
c. Evaluasi kenaikan jilid, yaitu evaluasi yang
dilakukan setelah peserta didik menuntaskan satu jilid secara keseluruhan.
Keberhasilan dari evaluasi jenis ini adalah ditandai dengan perpindahan jilid
capaian peserta didik ke tingkat yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tahsin Al-Qur�an
dengan menggunakan metode Tashili, evaluasi didasarkan pada konsistensi tahapan
pembelajaran yang dilakukan. Tahapan pembelajaran dalam metode Tashili
merupakan ruh mengajar dari metode tersebut. Tahapan pembelajarannya adalah
sebagai berikut:
a) Infitah, adalah tahapan pembukaan,
dimana dalam tahapan pembukaan berisi salam, sapa, dan
doa.
b) Apersepsi, sebuah tahapan dimana
dilakukan pengulangan kembali materi yang diajarkan, dalam metode Tashili
digunakan istilah bercocok tanam yaitu gali.
c) �Penanaman
konsep, pemberian materi baru untuk ditanamkan sampai betul-betul paham, dalam
metode Tashili dikenal dengan istilah Tanam.
d) Pemahaman konsep, konsep atau materi baru
yang sudah ditanamkan kepada peserta didik sudah mulai dipahami, dalam metode
Tashili dinamakan Siram.
e) Terampil, setelah peserta didik
memahami konsep yang disampaikan, maka peserta didik sudah mampu membaca dengan
terampil, tidak mengeja dan tidak membaca dengan terbata-bata, dalam metode
Tashili disebut subur.
f)
Evaluasi, setelah mampu membaca
dengan terampil, guru melakukan penilaian terhadap bacaan peserta didik,
evaluasi dalam metode Tashili disebut panen.
g) Penutup, setelah semua tahapan
dilaksanakan dengan baik, tahapan terakhir adalah penutup yang berisi motivasi,
pengulangan kembali materi yang disampaikan dan ditutup dengan doa.
Dengan memperhatikan tahapan mengajar diatas, maka diharapkan mampu
menjadi sarana penialaian yang objektif terhadap proses pembelajaran dan
perbaikan kedepan. Tujuan dari evaluasi adalah:
1)
Mengetahui sejauh mana materi yang telah
disampaikan
2)
Mengetahui seberapa efektif pembelajaran tahsin
Al-Qur�an
Adapun dengan dilaksanakannya evaluasi
setidaknya memiliki beberapa manfaat yang dapat dirasakan, baik itu buat
lembaga, guru, ataupun bagi peserta didik. Berikut beberapa manfaat
evaluasi:
a)
bagi lembaga, dapat menjadi
tolak ukur keberhasilan lembaga dalam melaksanakan program tahsin Al-Qur�an
dengan menggunakan metode Tashili.
b)
bagi guru, sebagai upaya para
guru untuk meningkatkan kembali potensi yang dimiliki, disamping sebagai tolak
ukur keberhasilan guru dalam mengantarkan peserta didik mampu membaca Al-Qur�an
dengan baik dan benar sesuai kaidah tajwid.
c)
bagi peserta didik, hasil evaluasi dapat menjadi
motivasi pagi peserta didik untuk terus semangat mempelajari Al-Qur�an sampai
ke jenjang berikutnya
6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tashili
Sebagai sebuah metode
pembelajaran yang masih dilakukan pengembangan bahkan cenderung masih baru,
Tashili tidak lepas dari beberapa kekurangan yang sekaligus menjadi kendala
dalam pelaksanaannya. Banyak hal yang masih bisa dikembangkan dalam metode
Tashili dalam upaya penyempurnaannya, tentunya beberapa hal tersebut
dilatarbelakangi oleh evaluasi yang menjadi sebuah ukuran kesuksesan
implementasi metode Tashili.
Berdasarkan temuan di lapangan
dan diskusi yang dilakukan bersama beberapa pihak yang memiliki kepentingan
terhadap Tashili, ditemukan beberapa kelebihan dan kekurangan Tashili sebagai
metodologi belajar membaca Al-Qur�an. Berikut adalah beberapa kelebihan dan
kekurangan metode Tashili berdasarkan temuan selama penelitian.
a.
Kelebihan Metodologi Tashili
1)
Penggunaan yang relatif mudah, karena
digunakan dalam satu lembaga dengan standarisasi yang sama.
2)
Seluruh guru yang mengajar mempunyai lisensi
dalam mengajar dengan menggunakan metode Tashili, sehingga kualitas bacaan yang
dihasilkan merata.
3)
Kontrol yang mudah, karena berada dalam satu
lingkup lembaga sehingga mudah dilakukan kontrol dan evaluasi.
4)
Klasifikasi huruf yang diajarkan berdasarkan makhraj
atau tempat keluarnya huruf, sehingga memudahkan peserta didik dalam
mempelajari bacaan Al-Qur�an berdasarkan makhrajnya.
b.
Kekurangan Metodologi Tashili
1)
Berbeda dengan metode yang lain yang
mengenalkan huruf sesuai dengan urutan huruf hijaiyah, Tashili mengenalkan
huruf sesuai dengan makhrajnya, maka bagi peserta didik yang sudah
pernah belajar sebelumnya merasa aneh dengan kondisi tersebut.
2)
Proses standarisasi yang tidak sebentar,
terkadang membuat kekosongan jumlah pengajar pada waktu tertentu sehingga
sedikit menghambat proses pembelajaran.
3)
Penyesuaian pergantian metode yang dilakukan
secara serentak, membuat peserta didik merasa kurang nyaman dengan hal yang
dipelajari.
Tashili sebagai metode
Tahsin Al-Qur�an masih memiliki beberapa kekurangan sebagaimana penjelasan
diatas. Tentunya kelebihan dan kekurangan tidak
terbatas pada keterangan diatas saja, hanya saja selama penelitian, hal-hal
diatas merupakan keterangan yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Kesimpulan
Setelah membahas seluruh bab yang ada dalam
penelitian ini, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tashili dibuat berdasarkan pertimbangan dan
perencanaan yang matang. Materi yang diajarkan dalam metode Tashili terdiri
dari 5 jilid dengan masing-masing pokok bahasan di tiap jilidnya.
2. Implementasi pembelajaran tahsin Al-Qur�an dengan
menggunakan metode Tashili dilakukan dengan memperhatikan 7 tahapan belajar,
yaitu:
a. Pembukaan (infitah)
b. Gali (Apersepsi)
c. Tanam (penanaman konsep)
d. Siram (pemahaman konsep)
e. Subur (terampil)
f. Panen (evaluasi)
g. Penutup
3. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan adalah:
a. Tes awal masuk (placement
test)
b. Tes kenaikan halaman (tes harian)
c. Tes kenaikan jilid
4. Kelebihan dan kekurangan Metode Tashili adalah
sebagai berikut:
a. Kelebihan Metode Tashili
1) Penggunaan yang mudah karena digunakan dalam satu
lembaga secara serentak.
2) Adanya lisensi guru yang mengajar sehingga menjaga
kualitas bacaan.
3) Mudah dikontrol dan dievaluasi karena berada dalam
satu lembaga.
4) Klasifikasi pengenalan huruf berdasarkan makhraj
memudahkan peserta didik mengenal makharijul huruf
b. Kekurangan Metode Tashili
1) Pengenalan huruf berdasarkan makhraj
terkadang menyulitkan bagi yang sudah pernah belajar sesuai urutan huruf
hijaiyah.
2) Standarisasi terlalu lama sehingga rawan terjadi
kekosongan guru dalam proses pembelajaran.
3) Pergantian metode membutuhkan waktu untuk
beradaptasi
BIBIOGRAFI
Indrawan, R., & Yaniawati, P. (2016). Metodologi
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Campuran. PT REFIKA Aditama. Bandung.
Maimori, R. (2017). Efektifitas Program Syar�i: Hafalan
Alquran Dengan Menggunakan Metode One Day Three Lines Pada Siswa Mtsn 01
Limapuluh Kota. JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah), 15(2), 201�212.
Moleong, L. J., & Surjaman, T. (1991). Metodologi
penelitian kualitatif. Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Munawwir, A. W. (1997). Kamus al-Munawwir. Surabaya:
Pustaka Progressif.
Nasional, S. P. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta, Depertemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia.