Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853e-ISSN : 2684-883X

Vol. 2, No. 5 Mei 2020

 


MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (STUDI PADA UKM PEMBUAT KOPI MURIA)

 

Maulana Mahrus Syadzali

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Jawa Tengah

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian dilaksanakan di 4 desa kecamatan dawe Kota Kudus, Desa Colo, Lau, Japan dan Desa Ternadi. Penelitian ini berlangsung selama bulan Juni 2019 sampai pertengahan November 2019 di waktu ini adalah musim panen raya buah kopi dan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan sebagai responden adalah UKM pembuat kopi muria, dengan variabel penelitian antara lain profil usaha, tingkat keberhasilan serta karakteristik pemilik UMKM pembuat kopi muria, adapun sampel penelitian ini berjumlah 40 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara ekonomi UKM pembuat kopi muria memiliki kontribusi yang nyata bagi ekonomi keluarga, masyarakat sekitar dan hal ini tidak berarti UKM berjalan mulus, banyak permasalahan di hadapi oleh UKM dalam menjalankan usahanya. Beragamnya masalah UKM secara lemahnya perikonomian mikro dan lemahnya komitmen pemerintah dalam membangun UKM. Selama ini program pengembangan UKM yang sebatas, tidak keberlanjutan, dan intinya UKM harus bias menjadi: UKM, kemandirian dan ekonomi rakyat.

 

Kata kunci: Pemberdayaan Rakyat, Ekonomi Lokal dan UKM

 

Pendahuluan

Krisis yang menimpa Indonesia tahun 1997 diawal dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan krisis moneter yang berdampak pada perekonomian Indonesia yakni resesi ekonomi. Hal ini merupakan pelajaran yang sangat penting untuk kembali mencermati suatu pembangunan ekonomi yang benar-benarmemiliki struktur yang kuat dan dapat bertahan dalam situasi apapun (Anggraini & Nasution, 2013).

Ketika krisis ekonomi menerpa dunia otomatis memperburuk kondisi ekonomi diIndonesia, kondisi krisis terjadi priode tahun 1997 hingga 1998, hanya sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang mampu tetap berdiri kokoh. Pengalaman tersebut telah menyadarkan banyak pihak, untuk memberikan porsi lebih besar terhadap bisnis skala mikro, kecil, danmenengah (BI, 2015).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ialah sebuah usaha yang berjalan di beragam bidang usaha yaitu, usaha perdagangan, usaha pertambangan, usaha industri, usaha jasa pendidikan, real estate dan lain-lain. Di Indonesia, UMKM adalah salah satu langkah yang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan serta pengangguran. Dari data statistik yang dilakukan, UMKM mewakili jumlah kelompok usaha terbesar. UMKM ialah himpunan dari beragam eksekutor ekonomi terbesar dalam perekonomian di Indonesia dan menjadi aspek perkembangan ekonomi pasca krisis ekonomi. Selain menjadi penyumbang besar dalam pembangunan nasional, UMKM juga bisa menjadi kesempatan kerja yang cukup besar untuk tenaga kerja di Indonesia yang pastinya memerlukan pekerjaan di sulitnya mendapat pekerjaan di era globalisasi ini. UMKM menjadi perhatian lebih pemerintah untuk lebih lagi mengembangkan unit-unit UMKM. Karena keberhasilan UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar utamanya bagi perekonomian Indonesia, membuat masyarakat eksekutor UMKM lebih mandiri, membuat masyarakat lebih aktif serta kreatif dalam berpikir gagasan-gagasan baru untuk perluasan usahanya (Siagian & Indra, 2019).

Karena dari itu pembangunan UKM sangatlah penting bertujuan mengangkat perekonomian rakyat, konsep pembangunan mencakup berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat yang multidimensional dengan berpusat pada kesejahteraan masyarakat. Membangun kesejahteraan masyarakat bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidupnya, dan menghasilkan kemajuan (progress), berkonotasi dan memandang jauh ke depan. Konsepsi pembangunan kesejahteraan perlu dipahami sebagai suatu proses yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut, karena itu, dalam dinamika membangun masyarakat yang sejahtera diperlukan pemahaman secara holistik, agar di dalam praktiknya tidak hanya dipandang sebagai �aktivitas dan untuk kepentingan ekonomi� (Sanim, 2000).

Secara umum, tujuan atau sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang tangguh dan mandiri yang memiliki daya saing tinggi dan berperan utama dalam produksi dan distribusi kebutuhan pokok, bahan baku, serta dalam permodalan untuk menghadapi persaingan bebas.

Diakui, bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memainkan peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di negara maju, UMKM sangat penting, tidak hanya kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar (UB), seperti halnya di negara sedang berkembang, tetapi juga kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar (Tambunan, 2012).

Adanya pengaruh positif pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dimana kondisi dan kemajuan penduduk sangat erat terkait dengan tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi kependudukan, data dan informasi kependudukan akan sangat berguna dalam memperhitungkan berapa banyak tenaga kerja akan terserap serta kualifikasi tertentu yang dibutuhkan dan jenis-jenis teknologi yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Di pihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu, akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro, 2003).

Dari hasil program dan keinginan masyarakat, saat ini usaha kecil dan menengah yang ada di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Dari pertambahan UMKM yang ada di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus tidak luput dari kendala dan masalah yang bisanya menyerang UMKM, sehingga pengembangan UMKM menjadi lambat perkembangannya. Hingga saat ini perkembangan dari UMKM maupun produk apa yang menjadi unggulan serta bagaimana UMKM yang ada bisa bertahan menghadapi persaingan global masih belum diketahui.

Oleh karena itu, maka perlu dilakukan studi untuk mengetahui bagaimana perkembangan Sentra Bisnis UKM yang ada di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, faktor pendukung dan kendala-kendala pengembangan UMKM (Rustiana, Sjaifudian, & Gunawan, 1997) saat ini dihadapi, keberhasilan usaha untuk merumuskan bentuk model pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang efektif. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka studi ini dilakukan dan dirumuskan ke dalam judul: "Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi pada UKM pembuat kopi Muria)"

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan UMKM (khususnya pengrajin) yang ada di Kecamatan dawe kabupaten kudus; (2) Menganalisis permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM (khususnya pembuat kopi ) dalam menjalankan usaha melalui pendekatan sosioekonomi dan menganalisis akses UMKM (khususnya pembuat kopi) terhadap industri keuangan di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dilihat dari kebutuhan modal, kemampuan membayar dan jaminan usaha.

 

Metode Penelitian

Kajian ini secara empiris meneliti tentang model pemberdayaan dan penciptaan kemandirian ekonomi rakyat dan UKM khususnya pembuat kopi di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi dan kelembagaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif terutama grounded research. Melalui pendekatan ini diperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam mengenai makna, kenyataan dan fakta yang relevan. Tentu saja, sesuai dengan pandangan bahwa pendekatan kualitatif antara lain bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata dari pada angka. Populasi penelitian adalah pengusaha kerajinan di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain survei.

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Perkembangan UMKM di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, secara umum meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja untuk memasuki wilayah UMKM. Kondisi tersebut sebagian dari potensi yang dimiliki oleh UMKM. Walaupun secara ekonomi UMKM memiliki kontribusi yang nyata bagi ekonomi keluarga tidak berarti UMKM berjalan mulus, berbagai permasalahan juga banyak dihadapi oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Beragamnya permasalahan UMKM secara eksternal tidak terlepas dari berbagai masalah yang sedang melilit perekonomian kita secara makro dan masih lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam pengembangan UMKM. Selama ini program pengembangan UMKM yang sebatas program, tanpa keberlanjutan yang nantinya dapat membantu kemandirian UMKM tersebut.

Namun secara internal, berdasarkan hasil pemetaan dapat dilihat berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh UMKM pengrajin. Berdasarkan hasil pemetaan menunjukkan bahwa sejumlah 70,4% mengalami berbagai masalah internal dalam menjalankan usahanya, sedangkan sejumlah ada yang lain seperti UMKM belum mengalami permasalahan yang berarti dalam menjalankan usahanya. Sedangkan masalah yang dihadapi oleh UMKM dalam menjalankan usahanya terbanyak yakni sejumlah 41,88% dari jumlah UMKM yang mengalami masalah diakibatkan dari sisi permodalan dan berikutnya diikuti oleh permasalahan internal lainnya di antaranya persaingan sebanyak 19,46% dan sepi pelanggan 15,65%.

Berdasarkan konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan ekonomi lokal, maka bagian-bagian yang harus menjadi perhatian penting dan selalu menjadi pijakan dalam melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Kondisi UMKM, dalam pengembangan ekonomi lokal, maka hal yang menjadi dasar adalah potensi dan kelemahan suatu wilayah; a) Potensi antara lain adalah; Sumberdaya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang mampu, sosial lingkungan, ekonomi yang mendukung.; b) Adapun kelemahan adalah; Keterbatasan pengetahuan dan teknologi, Keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan aksibilitas 2) Perencanaan, dalam pengembangan ekonomi lokal, maka dibutuhkan kelembagaan/ institusi yang diharapkan menjadi inisiator/ perencana program pengembangan ekonomi lokal antara lain keterkaitan pemerintah, pihak swasta dan kelompok masyarakat; 3) Program Intervensi, dalam percepatan pengembangan ekonomi lokal, maka diperlukan program intervensi yang diharapkan dapat memacu tumbuh dan berkembangnya aktivitas ekonomi berbasis lokal (UMKM) dalam program intervensi haruslah melakukan peningkatan inovasi dan kewirausahaan, meningkatkan kapasitas SDM, meningkatkan produk lokal unggulan, dan harus menjadikan membangun pengelolaan sosial ekonomi, dan harus didukung dengan permodalan usaha, Pengembangan pemasaran dan kemitraan usaha; 4) Metode kegiatan, dibutuhkan strategi intervensi dalam rangka pengembangan ekonomi lokal (UMKM) antara lain adalah bantuan teknis (pelatihan dan pendampingan) dan membangun jaringan teknis, akses pasar dan promosi; 5) Keluaran, adapun keluaran yang diharapkan dari pengembangan ekonomi lokal (UMKM), antara lain: a) Produk unggulan wilayah bernilai ekonomi tinggi; b) Jaringan pemasaran produk; c) Tumbuhnya usaha mikro yang handal; d)Manajemen pengelolaan usaha yang baik; e) Pertumbuhan ekonomi wilayah.

Dalam hal pemberdayaan ekonomi masyarakat, faktor kunci yang harus dilakukan yakni bagaimana menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi masyarakat (UMKM). Langkah konkrit yang nampaknya perlu dilakukan antara lain dengan: pelatihan dan pendampingan masyarakat dalam menciptakan atau mengelola usaha ekonomi di pedesaan, memikirkan bentuk-bentuk kemitraan usaha bagi usaha ekonomi, memfasilitasi akses permodalan usaha, penggunaan teknologi tepat guna dan peningkatan kualitas.

Berdasarkan model pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan ekonomi lokal melalui pengusaha mikro (UMKM), maka tahapan Pengembangan Ekonomi Lokal terbagi dalam 4 tahap. Setiap tahapan merupakan bagian program yang harus diselesaikan dengan baik dan utuh, sehingga menjadi dasar bagi tahapan selanjutnya. Adapun keempat tahap tersebut adalah: 1) Tahap Perencanaan, a) Identifikasi Prioritas Kegiatan Ekonomi yang Memiliki Daya Saing; b) Identifikasi Prioritas dalam Menciptakan Lingkungan Usaha yang Kondusif; c) Perumusan Rencana Pengembangan Ekonomi Kawasan; d) Penyusunan Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Operasional; 2) Tahap Pelaksanaan dan Penguatan, a) Sosialisasi Program di Tingkat Kabupaten; b) Musyawarah Desa (Musdes); kegiatan ini merupakan; c) Peningkatan kapasitas kelembagaan; d) Menfasilitasi dan mendampingi masyarakat; e) Membentuk Kemitraan Stakeholders; f) Mempromosikan Klaster; g) Penguatan Kelembagaan Pengelola Pengembangan Ekonomi Lokal; 3) Tahap Pemandirian, Tahap pemandirian adalah tindak lanjut dari tahapan pelaksanaan dan penguatan yang bertujuan untuk mendorong kinerja kelembagaan ekonomi masyarakat agar dapat menjalankan kegiatan pengembangan ekonomi kawasan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara optimal. Tahap pemandirian difokuskan pada pengembangan SDM, modal usaha dan jaringan pemasaran produk. Pengelolaan pada tahap ini dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat, dengan pembinaan dan pengawasan berkala dari pemerintah daerah; 4) Pengendalian Program, pengendalian program dilaksanakan untuk memastikan bahwa kegiatan berjalan sesuai dengan prinsip, sistem dan prosedur yang telah ditetapkan, berhasil secara optimal, dan mempunyai dampak yang cukup strategis. Pengendalian program meliputi pelaporan, pengawasan publik, monitoring dan evaluasi. 5) Pendampingan, pendampingan dilaksanakan untuk memfasilitasi pengelolaan program sehingga dapat berjalan secara optimal sesuai dengan mekanisme, sistem dan prosedur yang ada.

Dengan tujuan, keluaran, prinsip pendekatan dan tahapan yang telah disebutkan di atas, pengembangan ekonomi lokal masih memerlukan beberapa hal berikut ini agar bisa diterapkan dengan baik, 1) Komitmen yang kuat dari bupati/ walikota dan pemimpin pemerintahan dan usaha di tingkat lokal; 2) Semangat dan upaya yang keras dari pemerintah dan bisnis dalam menerapkannya; 3) Kemauan stakeholders untuk membentuk kemitraan dan menyerahkan sepenuhnya waktu dan upaya yang tersedia; 4) Adanya Participatory Planning Advisor (PPA) untuk mengkoordinir kegiatan dan mendukung kemitraan stakeholders; 5) Adanya profesional atau tenaga ahli selaku pendamping dalam bidang pengembangan ekonomi lokal dalam mendampingi stakeholders dan memfasilitasi proses; 6) Adanya dukungan dana untuk kegiatan kemitraan stakeholders berikut dana untuk merekrut PPA dan profesional yang dibutuhkan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi sampel penelitian di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi, masalah dan peluang usaha bagi UMKM khususnya pengrajin yang ada di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, dan dalam pengelolaan usaha khususnya dalam memproduksi barang yang akan dihasilkan UMKM tidak terlepas dari sentuhan teknologi yang akan digunakan, hal ini dilakukan untuk membantu UMKM setiap aktivitas produksi sehingga kegiatan bisa dilakukan dengan cepat, tepat, efektif dan efisien, dan selanjutnya didalam penyerapan tenaga kerja senantiasa diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja yang ada dan disesuaikan dengan teknologi yang akan digunakan, sehingga dalam aplikasinya tenaga kerja yang ada tidak bingung lagi atau membutuhkan penyesuaian waktu, karena bila hal ini terjadi maka kegiatan usaha akan mengalami gangguan. Sehingga penyediaan modal juga memengaruhi dimana bahan baku yang akan dibeli, seperti bila modal yang akan dibelikan bahan baku besar maka bahan baku akan dibeli secara banyak (dalam skala) besar, namun bilapenyertaan modal untuk membeli bahan baku sedikit maka bahan baku akan dibeli secara tentatif di daerah sekitar dan permasalahan yang sedang dihadapi oleh UMKM seperti masalah internal dalam menjalankan usahanya, masalah diakibatkan dari sisi permodalan kebutuhan akan modal bagi para UMKM menunjukkan kebutuhan modal usaha dalam bentuk bantuan kredit. Namun terdapat UMKM yang teridentifikasi yang tidak membutuhkan kredit dengan berbagai alasan antara lain kesulitan untuk membayar, kesulitan akses terhadap lembaga keuangan, masih tingginya suku bunga lembaga keuangan serta keinginan untuk mendapatkan bantuan modal lunak (dengan bunga ringan).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anggraini, Dewi, & Nasution, Syahrir Hakim. (2013). Peranan kredit usaha rakyat (KUR) bagi pengembangan UMKM di Kota Medan (studi kasus Bank BRI). Ekonomi Dan Keuangan, 1(3).

 

BI, LPPI dan. (2015). Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Mengengah (UMKM). Retrieved from http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/Profil Bisnis UMKM.pdf (diakses 22/1/2017).

 

Rustiana, Frida, Sjaifudian, Hetifah, & Gunawan, Rimbo. (1997). Mengenal usaha pertanian kontrak (contract farming). Akatiga.

 

Sanim, B. (2000). Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi dalam Mewujudkan Sistem Ekonomi Kerakyatan Menanggulangi Krisis Nasional. MMA-IPB. Bogor.

 

Siagian, Ade Onny, & Indra, Natal. (2019). Pengetahuan Akuntansi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Terhadap Laporan Keuangan. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(12), 17�35.

 

Tambunan, Tulus. (2012). Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: isu-isu penting. Lp3es.

 

Todaro. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.