Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 1, No. 3 Juli 2019

 


PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANGKAL� BAHAYA RADIKALISME AGAMA DI SMK NEGERI 1 GUNUNG DJATI

 

Abdullah

Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon (IAI BBC)

Email : [email protected]

 

Abstrak

Gerakan radikalisme di Indonesia khusunya tentu sangat berdampak diberbagai� kalangan salah satunya adalah di kalangan anak-anak� pelajar. Peran orang tua dan Guru menjadi sangat penting untuk dapat mencegahnya pergerakan radikalisme ini. Pergerakan ini tentu dapat mempengaruhi ideologi dan identitas kita� sebagai bangsa� Indonesia juga membahayakan bagi� persatuan dan kesatuan� bangsa. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kendala apa saja dan solusi yang diterapkan guru pendidikan agama Islam dalam upaya menagkal bahaya radiklisme agama di SMK Negeri 1 Gunung Djati. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriftif kualitatif. Penelitian ini digunakan agar dapat mengetahui dan menggambarkan apa saja yang terjadi dilapangan dengan� jelas peranan guru PAI disekolah sangatlah penting dalam menangkal bahaya yang ditimbulkannya, mendidik dan menjaganya agar tidak terjerumus dan ikut-ikutan dalam pahamnya yang salah, Selain itu juga� seorang Guru PAI berperan untuk melakukan perubahahan social dengan amar ma�ruf nahi munkar, guru PAI harus memposisikan diri sebagai model atau sentral identifikasi diri serta konsultan bagi peserta didik atau meneurut Stanley, tokoh yang berperan sebagai �Shaper of new society, transformational leader, change agent, architect of the new social order� yakni membentuk masyarakat baru, pemimpin dan pembimbing serta pengarah transformasi, agen perubahan, serta arsitek dari tatanan social yang baru selaras dengan ajaran dan nilai-nilai ilahi, Untuk mengurangi atau memberantas kelompok radikalisme ini guru dan kepala sekolah sepakat bahwa perlunya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat terutama para ulama dan para da�i untuk terus melakukan kegiatkan-kegiatan yang sifatnya membendung tersebarnya paham radikal itu, juga keterlibatan dari pihak keluarga terutama orang tua yang harus menjaga putra-puterinya untuk dididik dengan benar dilingkungan keluarganya.

 

Kata kunci : Radikalisme, Transformasi, Peran Guru

 

Pendahuluan

Praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama dari fundamentalisme, radikalisme, hingga terorisme, semakin marak terjadi di tanah air. Kesatuan dan persatuan bangsa saat ini sedang diuji eksistensinya, dibuktikan beberapa tahun belakangan pada berbagai daerah banyak terjadi aksi pengeboman yang telah dilakukan oleh para kaum penganut paham radikal yaitu terrorisme yang sudah menjangkit dan mewabah virus pemahamanya yang keras di negara Indonesia salah satunya dan bahkan seluruh belahan negara di dunia.

Gerakan radikal yang dilakukan oleh para teroris dengan mengatas namakan� agama Islam ini tentu sangat berdampak di berbagai kalangan mulai dari masyarakat awam, pelajar SMA sederajat hingga mahasiswa sampai� negara sekalipun, dikarenakan gerakan ini dapat melumpuhkan dan menghancurkan pemahaman masyarakat tentang Islam. Indonesia negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Pemahaman masyarakat tentang Islam di Indonesia ini berbagai macam cara, dengan disesuaikan oleh pemahaman dan keilmuannya tentang Islam.

Islam hadir dengan misi suci yaitu menauhidkan manusia. Secara sederhana, tauhid berarti keyakinan dan pengakuan akan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai utus-Nya. Dengan konsep ini sebenarnya manusia berada dalam derajat yang sama. Hakikatnya manusia itu sendiri berkedudukan sebagai makhluk (hamba) yang berketuhanan. Karena pengakuan dan keyakinan akan Tuhan-Nya secara sadar seseorang akan mengikatkan diri dengan aturan-aturan yang terkandung didalam makna� dan Hakikat Tauhid (Muzadi & Sabirin, 2005). Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat Al-Quran yaitu surat Al-Ikhas ayat 1-4 berikut:

قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ )١( ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ )٢(� لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ )٣( وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ)٤(. (سورة الاخلص)

 

Artinya: Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia" (Departemen Agama, 2006).

Ayat yang sering kita dengar dan kita baca ini dari sekian banyak ayat yang menjelaskan tentang tema yang sama. Seseorang yang bertauhid berarti mengakui keesahan Tuhan, menggantungkan dirinya hanya kepada-Nya. Melalui tauhid Islam berupaya membersihkan agama dari semua keraguan menyangkut transendensi dan keesahan Tuhan. Seperti halnya Hasyim Muzadi mengemukakan dalam bukunya bahwa seseorang yang bertauhid paling tidak mendapatkan dua tuntutan utama agar tauhidnya tetep suci dan murni. Pertama, dituntut agar membersihkan diri dari� segala bentuk singkretisme atau hal-hal yang merusak kemurnian tauhid. Dalam bahasa Al-Quran, keyakinan kepada Tuahn itu harus bebas dari kemusyrikan. Kedua, ditutut untuk mengaplikasikan keyakinannya dalam kehidupannya berinteraksi terhadap sesama manusia (Muzadi & Sabirin, 2005).

Islam itu adalah agama rahmatan lil �alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-Anbiya:107 yang berbunyi:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَة لِّلۡعَٰلَمِينَ (سورة ا لآنبياء).� ������

Artinya : �Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam� (Departemen Agama, 2006).

Ayat Al Quran diatas dijelaskan bahwa Nabi� Muhammad SAW diutus kedunia tidak lain adalah membawa ajaran Islam. Islam� adalah agama yang rahmatalil�alamin, yaitu agama yang membawa rahmat bagi seluruh manusia, atau bisa diakatakan Islam merupakan agama yaang mengajarkan kasih sayang terhadap sesama. Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil �alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek memahami agama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah Islamiyah.

Salah satu kecenderungan kaum radikalis adalah skripturalis atau literalis dalam menafsirkan teks-teks keagamaan (baca: Al-Qur�an dan Hadis). Mereka menolak adanya studi kritis terhadap teks-teks keagamaan tersebut, seperti hermeneutika, sebuah kajian yang berangkat dari tradisi filsafat bahasa yang mengasumsikan bahwa teks Al-Qur�an dan teks Hadis harus dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan dan didialogkan dalam rangka menafsirkan realitas social kekinian (Mansur, 2017). Studi kasus tersebuat yang sering mereka lakukan adalah salah dalam menafsirkan teks keagamaan yang mereka pahami dan ditafsirkan oleh mereka sendiri secara harfiyah.

Pemahaman secara harfiyah ini kemudian meraka menjustifikasi atau legitimasi dalam melakukan tindakan-tindakan kekerasan, seperti terorisme dan anarkisme yang merajalela pada berbagai penjuru Negara tak terlepas di Negara Indoensia. Dengan keberanianya merasa bahwa dirinya dan kelompoknya yang paling benar juga pemahaman-pemahaman yang tekstual ini banyak dilakukan oleh orang-orang awam yang berpengetahuan sedikit namun dengan mudahnya� mengkafirkan dan membid�ah-bid�ahkan kelompok lain. Oleh karenanya inilah yang kemudian menjadi bahaya bagi generasi muda anak bangsa jikalau hal ini terus dibiarkan berkembang di Negara Indosnesia khususnya. Contohnya pemahaman tentang teks Al Quran kaitanya dengan Jihad. Banyak orang salah paham dengan konsep jihad ini, sehingga mereka keliru ketika menafsirkan makna Jihad, apa yang dilakukan adalah rentan dengan perbedaan dan menimbulkan tindakan kekerasan yang merugikan banyak orang.�

Berangkat dari kasus-kasus yang telah terjadi, sebetulnya masalah gerakan radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme ini bukan sekedar politis ataupun ideologis yang mudah akan lapuk oleh zaman. Akan tetapi ini lebih terkait dengan pemahaman yang sempit terhadap agama yang dipeluk oleh seseorang yang mempunyai semangat keagamaan sangat tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pemahaman keagamaan yang benar, seperti pemahaman �konsep jihad seperti yang sudah disinggung diatas. Selain itu juga banyak faktor yang menyebabkan tindakan kekerasaan ini muncul antara lain secara historis padan jaman orde baru masyarakat Islam dikesampingkan oleh pemerintahan, apriori aparat hukum atas pembiaran tempat-tempat kemunkaran atau penyakit sosial. Dari beberapa hal tersebut sehingga memunculkan gerakan-gerakan main hakim sendiri. Dengan pemahaman agama yang sempit dan tekstualis, hal ini dianggap oleh mereka tentang pemaknaan jihad dijalan Allah.

Kalau permasalahan utama dalam gerakan radikalisme itu berujungnya adalah aksi teror dan kekerasan dengan motif pemahaman agama yang sempit, yang mengakibatkan mudah mentakfirkan orang lain di luar kelompoknya, maka dalam menanggulanginya perlu ada pelurusan pemahaman melalui program pengajian, seminar, workshop, dan tentu pendidikan sebagaimana yang digagas oleh banyak tokoh-tokoh NU seperti KH Hasyim Muzadi. Menurut Hasyim, bahwa kalau teror dihadapi dengan keamanan intelijen, represi punishment, dunia yang kelabakan. Oleh karena itu, perlu adanya pendidikan yang dapat menangkal isme yang menumbuhkan teror. Dengan demikian pertanyaannya adalah bagaimana meramu pendidikan agama berbasis antiradikkalisme dan terrorisme.� �����������������������������������

Tindakan Terorisme menggunakan ancaman atau kekerasan terencana yang dilakukan individu atau kelompok sub-Nasional yang bertujuan politik atau social, melalui intimidasi terhadap sejumlah masyarakat selain korban langsung. Hal ini menunjukan bahwa gerakan ini sangat berbahaya, kita tidak tahu kapan terjadinya tindakan terorisme ini dan kitapun tidak tahu apakah pemuda-pemuda disekeliling kita ternyata teroris, kita tidak tahu apakah disekolahpun dapat di masuki oleh jaringan-jaringan terorisme yang mengincar siswa, merekrut hingga menjadi anggota. Jangan sampai pelajar kita yang bakalan menjadi penerus bangsa terseret oleh kelompok-kelompok teroris. Menaurut pendapat lain terdapat dua alasan utama yang mendasari munculnya gerakan-gerakan radikalisme. Pertama, dorongan ideology. Maka berwujud pada kebencian terhadap pihak yang menindas kelompok mereka,� serta pihak-pihak yang menghalangi usaha mereka untuk mencapai tujuan, sehingga nyawapun rela dikorbankan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Selain dorongan ideologi, aksi terorisme dapat pula terjadi karena alasan ekonomi. Tekanan ekonomi yang dialami oleh teroris, terutama bagi orang yang melakukan bom bunuh diri, bisa menjadi latar belakang dipilihnya jalan untuk mengakhiri hidup (Djelantik, n.d.).

Para pendidik Islam perlu menyadari betapa pentingnya pemahaman agama Islam dikemukakan dengan jelas dan rasional kepada peserta didik, khususnya dalam bidang akidah agar kepercayaan mereka terhadap bahaya ektrimisme ini dapat mereka pahami sehingga siswa tidak mudah untuk terdoktrin oleh organisai-organanisasi yang berpaham radikal dan juga dapat mencegah apabila di sekeliling mereka ada golongan-golongan tersebut khususnya disekolah. Karena pada hakikatnya pendidik tidak hanya melaksanakan peran sebagai penyampai ilmu pengetahuan, namun dituntut pada arah yang lebih penting, yakni mengantarkan peserta didik pada nilai-nilai (value) (Marpuah, 2017). Sehingga ini terbukti bahwa agama Islamlah yang menjadi kambing hitam menurut pandangan Negara-Negara Non Islam, terorisme dikaitkan dengan Islam yang mengatasnamakan jihad sebagai akar pemikiran, padahal Islam bukanlah agama kekerasan dan fundamentalis radikalis, Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang selalu menjaga segala yang ada di bumi ini dengan baik bukan malah merusak, dalam peperanganpun, yang secara logis menuntut tindakan-tindakan kekerasan terhadap lawan, Islam memberikan batasan-batasan agar tidak terjadi perlakuan yang semena-mena.

Selain ideologi dan ekonomi, kelompok-kelompok kaum radikal ini tidak lepas dari keyakinan berjihad, bisa jadi menurut kelompoknya jihad adalah satu-satunya cara untuk dapat meyakini orang agar dapat terdoktrin untuk menjadi bagian dari mereka. Setelah itu diperintahkan untuk mengorbankan diri dengan cara apapun, diantaranya yaitu bom bunuh diri (Hendropriyono, 2009). Hal ini menjadi pertanyaan penting bagi masyarakat awam yang pemahaman agamanya belum cukup banyak, apa betul Islam mengajarkan hal tersebut, lalu apakah� guru agama Islam di sekolah pun mengajarkan ideologi radikali yang telah di canangkan oleh para teroris dengan melatar belakangi jihad sebagai alasan untuk menjadi teroris.

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriftif kualitatif. Penelitian ini digunakan agar dapat mengetahui dan menggambarkan apa saja yang terjadi dilapangan dengan� jelas.� Menurut� Bog dan dan Taylor dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif dijelaskan bahwa metode� kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2017)

Dari pengertian tersebut sehingga penulis dapat mengumpulkan data mengenai peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menangkal bahaya radikalisme agama di SMK Negeri Gunung Jati. Adapun subyek penelitian ini adalah guru-guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah.

 

Hasil dan Pembahasan

I.          Peranan Guru PAI

Seperti yang telah diketahui bahwa masalah radikalisme agama ini adalah masalah yang memang masih ramai diperbincangkan dan selalu menjadi topik hangat dalam berbagai forum diskusi. Karena keberadaan paham radikal ini memang sering diidentikkan dengan kekerasan. Ironinya kekerasaan mengatasnamakan �agama �yang sering muncul dan berkembang di belahan dunia adalah agama Islam. Maka hal ini tentunya menjadi keprihatinan bersama, bagaimana bisa agama yang diturunkan sebagai rahamatan lil alamin bisa sering muncul dan dicap sebagai agama yang keras dan radikal oleh agama lain, hanya karena sebagian kelompok Islam yang berfaham radikal Di mana sebenarnya letak kesalahan keberagamaan seseorang atau kelompok tersebut. Karena masalah ini kaitannya dengan perilaku beragama, maka peran seorang guru pun menetukan karena tugaasnya adalah mendidik dan menyapiakan ilmu pembelajaran kepada anak-anak didiknya terlebih ini kaitannya dengan pendidikan agama Islam disekolah. Pengaruh� guru dalam pendidikan agama menjadi faktor kedua� setelah orang tua yang memebrikan pendidikanya di lingkungan rumah (Informal). Peran penting seorang guru pendidik Agama Islam disekolah akan dituntut eksistensinya ketika menyampiakan materi tentang ilmu gama. Dalam penyampaian materi agama seorang guru bukan hanya ditunutut sebatas menyampaikan materi tetapi harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik dengan apa yang diajarkan. Tanggung jawabnya pun bukan hanya di dunia meliankan sampai nanti diakhirat. Oleh karenanya� untuk menjdi seorang guru PAI tentu tidak semudah yang dibayangkan konsekuensi dan tanggung jawabnya adalah dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti. Sebagaimana yang disampaikan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam M, sebagai berikut;

�Tanggung jawab guru PAI itu tidak mudah seperti apa yang disangka, konsekusnsi dan tanggung jawabnya adalah bukan saja di duania,tetapi sampai ke akhirat akan diminta pertanggung jawabannya. Terkait dengan pertanyaan peran seorang guru PAI kaitanya dengan menangkal bahaya radiklisme agama, ya tentu guru� PAI berperan sangat penting. Dalam menangkal isu-isu juga dampak dari penyebaran paham yang radikal yang mengatasnamakan agama�

 

Berdasarkan wawancara diatas dengan salah seorang guru PAI kelas XII yaitu ibu M menjelaskan bahwa seorang guru pendidik terutama guru PAI sebenarnya menjadi Central Of Education di dalam sebuah lembaga pendidikan� sekolah. Karena pendidikan yang pertama dan utama diterapkan di sebuah lembaga pendidikan adalah pendidikan agamanya. Apabila dalam keberagamaanya peserta didik memahaminya dengan baik dan benar, berarti seorang guru berhasil dalam menyampaikan materi pembelajaranya. Karena tujuan sebenarnya dari sebuah pendidikan agama adalah membenarkan akhlak seorang peseta didik. Guru menjadi sentral penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang bertanggung jawa dan menentukan arah pendidikan tersebut. Seorang guru memang menempati kedudukan yang terhormat dalam masyarakat karena kewibawaannya. Juga hal ini membuktika bahwa guru mempunyai kelebihan yang tidak dimilki oleh orang sembarang. Tugas seorang guru bukan hanya sebatas menyampaikan� informasi saja. Senada dengan yang dismapikan oleh Imam Cahyadi bahwa Tugas guru bukan hanaya semata pemberian informasi kepada murid, selain mengajr dan membekali dengan ilmu juga harus menyiapkan mereka untuk mendiri dan mengembangkan bakatnya, mendisiplinkan mereka, membimbing hasrat dan menanmkan kebjaikan dalam jiwanya. Termasuk membina mental dan sikap seorang peserta didik agar bisa mencapai derjat manusia yang muttaqien (Imam, 2012). Bisa disimpulkan dari hasil wawancara diatas bahwa Apabila dalam menyapaikan pemahaman agama kepada siswa salah maka tujuan dari pendidkan itu sendiri tidak akan tercapai. Oleh karena itu disini peran seoarnag guru menjadi sangat menentukan akan kebarhasilan terutama pemahaman keberagmaan peserta didik yang benar��

Berkaitan dengan gerakan radikalisme, Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PAI M, maka dapat diketahui persepsi guru terhadap radikalisme agama. Menurut M yaitu:

�radikalisme agama itu adalah pemahaman terhadap agama yang bersifat kekerasan. Radikal itu kan keras, isme itu kan paham, jadi radikalisme itu paham yang ingin melakukan perubahan dengan cara kekerasan�.

Dari wawancara di atas, dapat di ketahui pandangan M bahwa radikalisme agama adalah paham keagamaan yang bersifat keras. Sehingga pada prakteknya mereka ingin menutut perubahan di bidang apa saja terutama di bidang agama, tetapi dengan cara-cara kekerasan yang meurut mereka dan golongannaya adalah dibenarkan. Menjadi sangat prihatin� efek yang ditimbulkan dari faham ajaran yang keras dan keluar dari ajaran�ajaran yang sesuai dengan syari�at Islam.

Sebagaimana diungkapkan oleh K.H Muzadi bahwa Islam hadir sebagai agama yang rahmat dengan misi suci yaitu menauhidkan manusia. Melalui tauhid Islam berupaya menyangkut transendensi dan keseahan Tuhan. Tujuannya yaitu pengakuan bahwa Tuhan sebagai satu-satunya pencipta alam semesta dan penyamaan semua manusia sebagai makhluk Tuhan yang dianugrahi sifat-sifat manusiawi tanpa ada pembedaan, hanya satu yang membedakan yaitu drjat ketaqwaannya kepada Tuhan. Islam sangat damai dan tidak mengajarkan kekerasan.

Dalam wawancara lain dengan seoarang guru agama kelas X� TA juga mengatakan:

�Radikalisme agama adalah pemahaman agama �yang menuju pada kekerasan dan pemahaman bahwa hanya kelompok dan aliran mereka yang paling benar�.

Dari hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa TA berpandangan kalau radikalisme agama merupakan pemahaman yang mengarah pada kekerasan. Pendapat ini hampir sama dengan pandangan yang dikemukakan oleh M di atas, namun M menambahkan kalau paham radikalisme agama ini juga menganggap bahwa hanya kelompok atau aliran merekalah yang paling benar. Sehingga tidak jarang menimbulkan sikap penolakan dengan cara-cara kekerasan bahkan teror terhadap golongan atau paham yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka. seperti yang dilakukan kelompok ISIS.� Adapun persepsi AR megenai radikalisme agama yaitu:

�Kalau yang dimaukan itu adalah usaha orang mempelajari agama untuk mencari akarnya atau sampai ke akar-akarnya, nah �itu maknanya bisa positif, sama juga asalnya ketika orang memaknai fundamental berati memahami agama sampai ke pondasainya. jadi radikalisme ini ada yang mengatakan positif tatkala ingin memkanai agama sampai ke akarnya, bisa juga negatif tatkala orang menjadi radikal �dengan �pemahamn �agama �yang �tidak �toleran, �fanatisme berlebihan dan seterusnya�.

 

Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa radikalisme agama menurut AR adalah pengertian sebuah istilah yang bisa bermakna positif dan negatif. Kalau orang yang ingin menggali ilmu pengetahuan terutama pengetahuan agama secara mendalam sampai ke akar-akarnya, maka radikalisme �ini �maknanya �menjadi �positif. Sebaliknya �makna �radikalisme agama ini mejadi negatif tatkala orang menjadi radikal, tidak toleran, fanatisme agama yang secara berlebihan dan seterusnya. Jadi pada intinya radikalisme agama itu konotasinya tidak hanya negatif tetapi bisa juga positif.

Banyak pandangan tantang radiklaisme, K.H Hasyim Muzadi berpendapat dinamika pemikiran Islam luar biasa hebatnya. Umat Islam begitu dinamis dalam menghadapi dan mencari solusi atas berbagai persoalan kemanusiaan dari sudut pandang agama.� Menurut beliau juga sebenarnya yang dikhawatirkan bukan pada pengelompokkanya, tetapi hubungan antar kelompok yang rentan konflik akibat kecurigaan yang berlebihan satu sama lain. Dalam kenyataanya dilapangan, perbedaan paham dan keyakinan keagamaan terkadang dan bahkan sering mempengaruhi toleransi dan mengancam hak-hak asasi manusia. Gagasam pluralisme yang dianggap sebagai jalan tengah dalam , mengurangi ketegangan-ketegangan dikalangan ummat, takkan tumbuh berkembang bila tidak bijak dalam mengahdapi perbedaan. Toleransi seagama maupun antar umat beragama akan terancam punah. Hal demikian serupa dengan yang dismapaikan Abdul Aziz Sachedina dalam Hasyim Muzadi� melaului bukunya Kesetaraan Kaum Beriman, Akar Pluralisme dan Demokratis dalam Islam, Menyatakan bahwa akar ketegangan dan intolertansi baik karena perbedaan paham diantara kaum muslim maupun karena perbedaan agama, disebabkan pola pikirnya yang telah terperngkap oleh formula kebaikan dan kebenaran yang materialistic, yang terbagi habis hanya bagi kelompok sendiri (Muzadi & Sabirin, 2005). Sementara itu Na memberikan pandangan bahwa:

�Yang saya tahu radikalimse agama itu orang memeluk agama tertentu, terutama Islam. Orang itu pemahamannya terhadap agama masih dangkal. Memahami Islam itu tidak secara kaffah. Sehingga dia mudah melakukan tindakan yang kadang-kadang keluar dari garis Islam. �Seperti �misalnya �salah �mengartikan �makna �jihad �dan �lain-lain�.

Pandangan Na ini dapat dipahami bahwa setiap pemeluk agama apapun terutama Islam yang pemahaman agamanya tidak secara kaffah atau dangkal dan perilakunya sering keluar dari garis Islam, maka paham ini bisa disebut radikalisme agama. terlalu sempit memaknai jihad maka yang terjadi adalah sikap tidak toleran dan permusuhan terhadap pemeluk agama lain atau paham yang tidak sepemikiran dengan mereka. Lebih ekstrim lagi kalau makna jihad ini salah memahami maka yang terjadi adalah bom bunuh diri, aksi terorisme dan sebagainya.

Terkait dengan konsep pluralisme agama, Ali Maksum dalam bukunya Plurlisme dan Multikulturlaisme Paradigma Baru,� sikap toleransi sebagai sikap hidup dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Kalo pluralism lebih menekankan kepada pengakuan adanya perbedaan dan kesediannya mengakui kebenaran agama lain, maka dalam toleransi menekankan pada sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama sehingga tercipta adat dan tatacara pergaulan yang harmonis antara berbagai kelompok yang berbeda-beda (Maksum, 2011).

 

Semua guru dan siswa yang penulis wawancara hampir sama menyebutkan bahwa radikalisme agama itu adalah paham keagamaan yang menginginkan perubahan secara totalitas dengan cara-cara kekerasan. Hal ini senada dengan ungkapan Harun Nasution bahwa radikalisme agama adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka (Nasution, 1995).

a.       Faktor Penyebab Munculnya Radikalisme Agama

Sikap seseorang atau kelompok yang cenderung mengarah pada sifat- sifat radikal memang meresahkan bagi masyarakat terlebih mengatasnamakan agama. Kekerasan dengan mengatasnamakan agama tersebut yang kita kenal dengan radikalisme agama tentunya mempunyai faktor-faktor tertentu yang menjadi penyebab orang atau kelompok tesebut melakukan tindakan kekerasan yang pada hakikatnya menyimpang dengan ajaran yang disyariatkan. Sudah banyak kita ketahui di berbagai media inforamasi baik cetak maupun elektronik tantang tindakan-tindakan kekerasan seperti pengeboman, terror, pembunuhan, da aksi-aksi keras lainnya yang sangat jauh bertentangan dengan etika dan adab orang muslim. Berikut�� ini�� disajikan �pandangan �mereka �terhadap �faktor �penyebab radikalisme agama. Menurut M, dia mengatakan:

�Sebenarnya dalam Islam tidak ada itu sebenarnya. Dalam Islam itu tidak mengenal ajaran radikal, mencapai sesuatu dengan kekerasan itu tidak ada dalam Islam. Islam itu tawasuth (petengahan), tasammuh (toleran), tawazzun (seimbang). Jadi mereka yang menganut paham ini sebenarnya tidak memahami Islam secara menyeluruh�.

 

Dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa menurut M, seseorang atau kelompok yang melakukan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama itu karena faktor tidak memahami Islam secara menyeluruh. Dalam Islam itu tidak mengenal ajaran-ajaran yang radikal. Karena kata beliau Islam itu agama yang toleran, pertengahan, dan seimbang.

Menurut Azyumardi Azra Radiklisme agama dikalangan Islam disebabkan oleh faktor penyebab antara lain (Munip, 2012)

a.       Pengetahuan agama yang setengah-setengah melalui proses belajar yang doktriner.

b.      Literal dalam memahami teks-teks agama sehingga kalangan radikal hanya memahami Islam dari kulitnya saja tetapi minim wawasan tentang esensi agama.

c.       Bacaan yang salah terhadap sejarah umat Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap umat Islam pada masa tertentu. Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan salafi, khususnya dalam spectrum sangat radikal seperti wahabiyah yang mncul disemenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal sampai pada abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini. Tema pokok kelompok dan sel salafi ini adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang sebagai bid`ah, yang tidak jarang mereka lakukan dengan cara-cara kekerasan.

d.      Melalui internet, selain menggunakan media kertas, kelompok radial juga memanfaatkan dunia maya untuk menyebarkan buku-buku dan informasi tentang jihad.

e.       Lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa-fatwa mereka sering bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat, dan semangat zaman.

f.       Radikalisme tidak jarang muncul sebagai reaksi terhadap bentuk- bentuk radikalisme yang lain seperti sikap radikal kaum sekular yang menolak agama.

g.      Perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik di tengah-tengah masyarakat. Radikalisme tidak jarang muncul sebagai ekspresi rasa frustasi dan pemberontakan terhadap ketidakadilan sosial yang disebabkan oleh mandulnya kinerja lembaga hukum. Kegagalan pemerintah dalam menegakkan keadilan akhirnya direspon oleh kalangan radikal dengan tuntutan penerapan syari�at (Zada, 2002).

Adapun menurut Zada Khammami, kemunculan radikalisme Agama (Islam Radikal) di Indonesia ditengarai oleh dua faktor. Pertama, faktor internal dari dalam umat Islam sendiri. Faktor ini terjadi karena adanya penyimpangan norma-norma agama. Kehidupan sekuler dalam kehidupan masyarakat mendorong mereka untuk kembali pada otentitas (fundamen) Islam. Faktor ini ditopang dengan pemahaman agama yang totalistic (kaffah) dan formalistik yang bersikap kaku dalam memahami teks-teks agama. Kajian terhadapa agama hanya dipandang dari satu arah yaitu tekstual, tidak melihat dari faktor lain, sehingga tindakan-tindakan yang mereka lakukan harus merujuk pada perilaku Nabi secara literal. Kedua, faktor eksternal di luar umat Islam yang mendukung terhadap penerapan syari`at �Islam dalam sendi-sendi kehidupan (Zada, 2002).

��������� Sementara itu AR mempunyai pandangan bahwa:

� faktor paling utama yang memepengaruhi munculnya gerakan radikal ini adalah kesenjangan sosial, jadi sebenarnya yang menjadi faktor utama adalalah kesenjagangan sosisal dengan tuntuntan ekonomi yang lebih besar sedang kemampuan yang sedikit, akhirnya orang dengan mudahnya ikut terjerumus kedalam pemahaman yang salah.�.

 

Berdasarkan wawancara dengan guru BK tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab utama kenapa seseorang mudah dan gampang menerima paham yang baru di ketahuinya,dengan pengeathuan yang dangkal tidak sedikit orang atau kelompok ini dengan mudahnya terpengaruh dengan pemhaman yang salah, menurutnya apa yang dilakukannya adalah benar. Itulah salah satu faktor penyebab utama munculnya gerakan-gerakan radiklaisme yang mengatasnamakan agama.

������������� Sedangkan menurut� TA guru agama yang lain berpendapat bahwa:

�Pemahaman yang kurang mendalam terhadap agama, cenderung memahami Al-Qur�an dan Hadits secara tekstual, kurang bertanya dengan ulama yang benar-benar diakui keilmuannya�

 

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa menurut TA faktor penyebab radikalisme agama adalah memahami agama yang kurang mendalam, Sehingga dalil yang mereka gunakan cenderung dipahami berdasarkan pemikiran sendiri tanpa mau bertanya dengan para ulama yang betul-betul paham. Padahal penggunanaan Al-Qur�an maupun hadits itu perlu dipejarari secara historis dan kontekstual, sehingga pada pengaplikasiannya menjadi tepat sesuai dengan kebutuhan zaman.

Hasyim muzadi mengungkapkan bahwa agar Islam benar-benar menjadi agama yang rahmat bagi seluruh alam, maka kini kaum muslim dituntut untuk mengevaluasi pemahaman dan praktik keberagamaanya. Kita perlu intrispeksi atau mawas diri atas segala sikap dan tindakan yang memiliki kaitan erat dengan praktik beragama kita. Jangan memahami agama secara sepotong-sepotong dan terpaku secara tekstual.� Menurut beliau juga orang akan menaruh simpati yang dalam jika kita mampu bersikap ramah dan toleran dalam segala hal. Ketika sebagian orang lebih banyak menemouh cara-cara dengan kekerasan dalam mengatasi persoalan, maka sebagiannya perlu juga menggunakan cara-cara yang lunak. Pendekatan ini hanya bisa dilakukan dengan sikap dewasa dan� kepala dingin. Melalui pola seperti itu diharapkan Islam akan bisa dirasakan bersama tanpa memerlukan dan menggunakan sikap kekerasan (Muzadi & Sabirin, 2005).� Berkaitan erat dengan hal ini tentunya metode dakwah pun menjadi faktor penting yang harus diperhatikan, K.H Hasyim juga menyampaikan. Agar pelaksanaan dakwah berjalan dengan efektif dan tepat sasaran, tentu saja harus menempuh cara yang tepat. Diantara landasan umum mengenai cara dakwah itu dalam surat An-Nahl:16, yang isinya dalam pelaksanaan dakwah, kita bisa menempuh tiga cara: hikmah, nsihat, dan dialog (Muzadi & Sabirin, 2005).

a.     Keberadaan Radikalisme Agama

Gerakan radikalisme itu muncul seiring dengan berjalannya waktu dan dinamika sosial yang terus mengalami perubahan secara dinamis. Radikalisme dan terrorisme yang menggunakan symbol agama merusak citra kemanusiaan,citra agama, dan menempatkan kaum muslimin pada posisi yang sulit. Terlebih gerakan paham radikal ini sudah mulai masuk keberbgai instansi, lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, organisasi maupun sembunyi-sembunyi. Menjadi sangat miris ketika paham radikalisme yang mengatasnamakan agama ini sudah masuk kesekolah-sekolah. biasanya sekolah tingkat menengah atas yang merupakan generasi penerus cita-cita bangsa dan agama menjadi sasaran empuk bagi para kaum radikalis. Tentu hal ini menjdi PR besar khususnya bagi para guru pendidikan Agama Islam untuk memberikan bimbingan dan upaya guna menaggulangi bahaya yang akan ditimbulkan dari masuknya paham radikal kesekolah. Oleh karenanya sudah seharusnya bagi guru Pendidik untuk mengantisipasi jangan sampai paham ini masuk dan mrusak peserta didik yang sedang belajar khususnya disekolah SMK Negeri 1 Gunung Jati.�

Berdasarkan hasil wawancara dengan M guru pendidikan Agama Islam bahwa menurut beliau adalah:

�berkaitan dengan masuk dan ada tidaknya paham radikal di SMK Negeri 1 Gunung Jati, disini Alhamdulillah tidak ada. Baik itu dari pihak guru pendidik maupun dari siswa itu sendiri, karena secara umum siswa dan guru pengajar disini semuanya berpemahaman NU/ Ahlussunnah waljama�ah�.

 

Dalam wawancara tersebut dismpulkan bahwa, disekolah SMK Negeri 1 Gunung Jati khususnya tidak ditemukan adanya indikasi yang menagrah ke ciri � ciri yang berpemahaman radikalisme dalam agama baik itu dari pihak guru taupun siswa. Selama ini proses pembelajran yang sudah berjalan itu berjalan sesuai dengan sesuai juklak dan silabus yang ada dan materi yang disampoaikannyapun tidak ada materi yang bertentangan dengan pemhaman yang ada disekolah tersebut. Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh bapak AR selaku Guru BP yaitu: �Disampaikan dengan tegas bahwa disekolah SMK Negri 1 Gunung Jati itu tidak ada pemahaman yang masuk mengajarkan pemahaman-pemahaman yang radikal juga keras sebagaimana yang disebutkan dan dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam tadi�

Pendapat AR diatas sudah mempertegas bahwa khususnya di SMK Negeri 1 Gunung Jati, tidak ada gerakan apapun yang masuk memberikan pengajaran dan menyebarkan paham tentang pemahamn yang salah ataupun paham radikal yang merusak akhlak dan moral peserta didik. Namun, ada penambahan pendapat dari guru PAI lain TA bahwa memang benar disekolah ini tidak ada pemahaman yang masuk kaitannya dengan paham radikal tapi pernah melihat ada beberapa anak yang memang dari ciri dan gerak gerik sikapnya berbeda dari anak-anak pada umumnya. Anak ini lebih banyak menyendiri dan tidak banyak bergaul dengan yang lain.

Senada hasil wawancara dengan siswa yang sudah peneliti lakukan dengan cara mengambil beberapa siswa sesuai dengan kebutuhan (purposife sampling) bahwa menrut Safari kelas XII secara umum guru pendidkan agama Islam dalam� menyampaikan materi pembelajaran agama sesuai dengan silabus yang ada. Dalam proses dan model pembelajrnnya memang masing-masing guru berbeda-beda tergantung guru yang mengajarkan dan juga tentu kempuan guru yang berbeda-beda.

Demikian pula disampaikan Riyani siswa kelas XII DPKT bahwa guru PAI dalam hal penyampaian materi yang disampaikan tidak ada materi dan pembekajaran PAI yang mengajarkan dan menyampaikan pemahaman yang radikal. Proses pembelajrannya pun masing-masing guru mempunyai karakteristik tersendiri. Namun kaitannya dengan pertanyaan tentang apakah ada upaya yang dilakukan oleh guru PAI dalam hal menangkal bahaya radikalisme agama baik dari Guru PAI langsung maupun dari Guru BP memang ada dan biasanya penyampaiannya dilakukan setiap hari jumat pagi sebelum pembelajran dimulai, yaitu pas kegiatan kultum jumat pagi.

 

  II.          Upaya/Tindakan Preventive Bahaya Radikalisme Agama

Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Keterlibatan berbagai pihak dalam menangani masalah radikalisme dan terorisme sangat diharapkan. Tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak radikalisme dan terorisme, serta kalau� perlu� menghilangkan sama sekali. Dalam konteks di atas, peran sekolah dan lembaga pendidikan sangat penting dalam menghentikan laju radikalisme Islam.

Pendidikan dan lembaga pendidikan sangat berpeluang menjadi penyebar benih radikalisme dan sekaligus penangkal Islam radikal. Studi-studi tentang radikalisme dan terorisme mensinyalir ada-nya lembaga pendidikan Islam tertentu (terutama yang nonformal, seperti pesantren) telah mengajarkan fundamentalisme dan radikalisme kepada para peserta didik (Rohkmad, 2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam dan juga BP bahwa upaya yang dilakukan oleh sekolah khususnya SMK Negeri 1 Gunung Jati dalam rangka menangkal bahaya radikalisme agama antara lain;

a.    Mengadakan kegiatan imtak di hari jumat dilanjut sholat berjamaah dan dilanjut kultum

b.    Memberikan nasihat dan bimbingan dari guru BK / BP, dilakukan setiap sabtu pagi.

c.    Guru PAI dan BP juga kesiswaan selalu aktif dan mengawasi murid-muridnya dengan ketat. Penerapan disiplin tinggi setiap jam masuk dan keluar sekolah.

d.   Guru PAI selalu menghimbau setiap masuk jam mata pelajaran untuk tidak ikut -ikutan dalam hal kekerasan baik tawuran, dan sikap anarkis lainnya

e.    Latihan-latihan beragama seperti sholat berjamaah dimushollah

f.     Menyampaikan agar selalu membiasakan puasa sunnah

g.    Membiasakan membaca sholawat pagi dan petang

h.    Hafalan surat-surat pendek

i.      Mempunyai aturan yang ketat terhadap guru-guru yang seenaknya sendiri

j.      Memberikan SP baik kepada guru maupun siswa yang tidak nurut dengan aturan sekolah.

Kendati demikian menurut beliau guru PAI, hal itu dilakukan tetapi tidak sert langsung merubah semuanya. Banyak diantara siswa yang masih berlaku kuranng baik.

 

III.          Kendala Yang Dihadapai Dalam Upaya Menangkal Bahaya Radikalisme Agama

Dari wawancara dengan guru M, bahwa kendala yang dihadapi dalam upaya menangkal bahaya radiklisme agama ini adalah� seperti berikut;

��������� �Memang tidak sedikit siswa yang masih kurang sekali menhormati guru-gurnya disekolah ini, baik dari ucapan dan sikap siswa ke guru. Motivnya bermacam-macam ada yang memeng sudah bawaan anaknya susah diatur, ada juga karena ikut-ikutan sama teman yang badung�.

������

Berdasarkan wawancara tersebut bisa dijelaskan kesimpulannya bahwa siswa-siswi yang sekolah di SMK Negeri 1 Gunung Jati� itu dari berbagai macam kalangan. Sehingga karakter asal yang dibawa ketika masuk kesekolahpun bervariasi, ada yang karakternya keras dan ada juga yang karaketrnya prilakunya lembut. Pengaruh lingkungan sangat menentukan. Kendala yang dihadapi secara umum masih kategori bisa untuk ditangani oleh guru-guru dari pihak intern sendiri. Misalnya seperti contoh tidak mengikuti pelajaran tertentu, masuk telat, bersikap kurang sopan terhadap guru dan juga menggannggu salah satu temannya� yang sedang belajar. Jadi kendala yang serius mungkin selama ini masih belum ada hanya masih sebatas sewajarnya sebagaimana ditiap sekolah pasti ada seperti itu.

 

Dalam sebuah perjuangan tentunya ada namanya hambatan dan rintangan yang dihadapi, yang membedakan adalah tingkat kerumitan hambatan dan proses penyelesaiannya. Oleh karena seorang guru harus pandai dan mampu membaca karakter anak didiknya seperti apa dan bagaiamana harus menghadapinya ketika nak tersebut sedang bermaslah.

Membangun kounikasi yang baik sangat penting dan harus dilakukan oleh seorang pendidik, terlebih oleh guru Pendidikan Agama Islam yang mempunyai misi besar yaitu ikut berdakwah melanjutkan dakwahnya Rasulullah ialah memperbaiki akhalak.

 

Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan dalam skripsi ini, maka peneliti dapat menyimpulkannya sebagai berikut:

1.  Gerakan radikal adalah gerakan paham yang keras, biasanya pemahaman ini� hanya memandang secara garis besarnya saja dan menurut golongannya adalaha paling benar. Penyebarannya sangat cepat dan terorganisir, efek yang ditimbulkannya pun mendatangkan bahaya disemua kalangan tidak terkecuali kalangan anak muda dan pelajar. Sasaran anak muda dan pelajar menjadi sasaran empuk yang selalu mengintai untuk merekrut anggota baru dalam melakukan aksinya melalui pemberian paham dan doktrin yang keras dengan dalih mengatasnamakan agama yaitu berjihad dijalan Allah. Oleh karena itu peranan guru PAI disekolah sangatlah penting dalam menangkal bahaya yang ditimbulkannya, mendidik dan menjaganya agar tidak terjerumus dan ikut-ikutan dalam pahamnya yang salah. Walaupun memang sekolah SMK Negeri 1 Gunung Djati ini tidak terindikaasi adanya gerakan radikalisme agama, tetapi perlu diwaspadai gerakan ini sangat berbahaya karena terorisme itu berawal dari gerakan yang radikal gerakan radikal itu muncul karena adanya pemahaman yang tekstualis.� Kendati pun para teroris sudah banyak yang tertangkap polisi dan dihukum mati, maka bisa jadi masih banyak meninggalkan pemahaman-pemahaman tentang konsep �jihad yang menyimpang di segala sektor sekitar Cirebon khususnya. Hal ini �di hawatirkan bisa mempengaruhi pemahaman orang banyak khususnya para pelajar di SMK Negeri 1 Gunung Jati, maka dengan ini perlu adanya pencagahan sedini mungkin, menangkal bahaya radikalisme agama.

Selain itu juga� seorang Guru PAI berperan untuk melakukan perubahahan social dengan amar ma�ruf nahi munkar, guru PAI harus memposisikan diri sebagai model atau sentral identifikasi diri serta konsultan bagi peserta didik atau meneurut Stanley, tokoh yang berperan sebagai �Shaper of new society, transformational leader, change agent, architect of the new social order� yakni membentuk masyarakat baru, pemimpin dan pembimbing serta pengarah transformasi, agen perubahan, serta arsitek dari tatanan social yang baru selaras dengan ajaran dan nilai-nilai ilahi. �Agar peranan guru lebih efektif, maka guru harus menjadi aktivis sosial yang senantiasa mengajak� orang� lain� tanpa� bosan� dan� lelah� kepada� kebajikan atau� petunjuk-petunjuk� ilahi, menyuruh masyarakat kepada yang ma�ruf dan mencegah dari yang munkar.

2.  Cukup banyak upaya yang sudah dilakukan disekolah kaitanya dengan mennagkal bahaya radikalisme agama diantaranya mengadakan kegiatan imtak setiap hari jumat dialanjut dengan kultum, selalu mebagdakan sholat dzuhur berjamaah, menagdakan ektrakurikuler Rohis agar siswa dibiasakan bersholawat kepada nabi, menghimbau agar selalu dekat dengan ulama juga setiap hari sabtu ada bimbingan dari guru BP agar tidak iku-ikutan tindakan-tindakan anarkis dan kekerasan seperti tawuran dan sejenisnya.� Kegiatan itu semua merupakan beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh sekolah terkait dengan bahaya radikalisme agama.

Untuk mengurangi atau memberantas kelompok radikalisme ini guru dan kepala sekolah sepakat bahwa perlunya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat terutama para ulama dan para da�i untuk terus melakukan kegiatkan-kegiatan yang sifatnya membendung tersebarnya paham radikal itu, juga keterlibatan dari pihak keluarga terutama orang tua yang harus menjaga putra-puterinya untuk dididik dengan benar dilingkungan keluarganya. Namun dalam kenyataannya peran orang tua seperti kurang perhatianya dalam mengawasi putra-puterinya, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang kurang baik sikapnya terhadap guru juga sering mengganggu temannya yang sedang belajar. Sementara kendala yang dihadapi di sekolah ini masih sama seperti disekolah-sekolah lain. Artinya kendala yang cukup serius untuk dihadapi sementara adalah masih bisa di tangani oleh pihak intern/sekolah sendiri.

BIBLIOGRAFI

 

Departemen Agama, R. I. (2006). Al-Qur�an Tajwid dan Terjemahnya. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media.

 

Djelantik, S. (n.d.). TERORISME: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=39_5DQAAQBAJ

 

Hendropriyono, A. M. (2009). Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Penerbit Buku Kompas.

 

Imam, C. (2012). Peran Guru Pendidikan Agama Islam. El Hikmah, 6.

 

Maksum, A. (2011). Pluralisme dan multikulturalisme: paradigma baru pendidikan agama Islam di Indonesia. Aditya Media Pub.

 

Mansur, M. (2017). DEKONSTRUKSI PAHAM KEAGAMAAN ISLAM RADIKAL. IN RIGHT: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 5(1).

 

Marpuah, M. (2017). KRITERIA PENDIDIK DALAM SUDUT PANDANG AL QURAN SURAT AL-MUDDATSTIR AYAT 1-7. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(11), 91�105.

 

Moleong, L. J. (2017). Metodologi penelitian kualitatif (Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Munip, A. (2012). Menangkal radikalisme agama di sekolah. Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 159�181.

 

Muzadi, H., & Sabirin, R. (2005). Radikalisme hancurkan Islam. Center for Moderate Muslim [s](CMM).

 

Nasution, H. (1995). Islam rasional: gagasan dan pemikiran. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=vK_XAAAAMAAJ

 

Rohkmad, A. (2017). Radiklisme Agama dan Upaya Deradiklaisme Agama dalam Islam.

 

Zada, K. (2002). Islam radikal: pergulatan ormas-ormas Islam garis keras di Indonesia. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=ByTYAAAAMAAJ