How to cite:
Astiti,N,W,A,A., Wiriana, Retnoningtias,D,W., (2022) Rancangan Screening Anak Berkebutuhan
Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling, (4) 11, https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Idea: pISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 4, No. 11, November 2022
RANCANGAN SCREENING ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA INSAN
MANDIRI HOMESCHOOLING
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
Universitas Dhyana Pura Bali, Indonesia
Abstrak
Perbedaan yang dimiliki antara Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan anak
pada umumnya terlihat dari perbedaan fisik, intelektual, emosional, mental, dan
social. Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat screening anak berkebutuhan
khusus sebagai upaya mengenali apakah seorang anak memiliki kebutuhan khusus
atau tidak, sebagai dasar penempatan siswa (placement) serta pembuatan program
pembelajaran individual di Insan Mandiri Homeschooling. Tipe penelitian yang
digunakan yaitu Research and Development (R&D) level 1. Teknik pengumpulan
data menggunakan wawancara, kuesioner, dan dokumentasi. Penelitian ini hanya
menguji validitas internal berupa judgement experts oleh ahli dan praktisi. Hasil
wawancara menunjukan rancangan screening terdiri dari halaman sampul, kata
pengantar, daftar isi, tata cara pelaksanaan dan skoring, identitas anak, susunan
keluarga, tujuan identifikasi, riwayat kesehatan, pola asuh, lingkungan sosial anak
yang bersangkutan, checklist perkembangan anak dari usia 2-17 tahun meliputi
perkembangan fisik, kognitif dan bahasa, serta psikososial. Lima aspek penilaian
yaitu aspek isi atau materi, aspek kebahasaan, aspek keterpaduan, aspek penyajian,
serta aspek kegrafisan. Adapun hasil penilaian dari ahli dan praktisi menunjukkan
bahwa semua komponen nilainya lebih dari 75, artinya semua aspek penilaian
valid. Terdapat tiga hal yang harus diperbaiki yaitu setiap pernyataan dapat dibuat
lebih spesifik lagi sesuai tingkatan usia, penyederhanaan bahasa pada aitem
perkembangan kognitif, dan kesalahan pengetikan.Kesimpulannya, rancangan alat
identifikasi yang disusun berdasarkan hasil wawancara secara berurutan yaitu
halaman sampul, kata pengantar, daftar isi, tata cara pelaksanaan dan skoring,
identitas anak, susunan keluarga, tujuan identifikasi, riwayat kesehatan, pola asuh,
lingkungan sosial anak yang bersangkutan, checklist perkembangan anak dari usia
2-17 tahun masing-masing meliputi perkembangan fisik, kognitif dan bahasa, serta
psikososial. Pembuatan setiap aitem mempertimbangkan teori perkembangan serta
alat-alat tes perkembangan anak yang telah ada sebelumnya.
Kata Kunci: Identifikasi (Screening); Anak Berkebutuhan Khusus; Perkembangan
Anak hingga Remaja
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
1642 Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022
Abstract
The differences between Children with Special Needs (ABK) and children are
generally seen from physical, intellectual, emotional, mental, and social
differences. This study aims to design a screening tool for children with special
needs as an effort to recognize whether a child has special needs or not, as a basis
for placement and making individual learning programs at Insan Mandiri
Homeschooling. The type of research used is Research and Development (R&D)
level 1. Data collection techniques use interviews, questionnaires, and
documentation. This research only tests the internal validity of judgement experts
by experts and practitioners. The results of the interview showed that the screening
design consisted of a cover page, foreword, table of contents, procedures for
implementation and scoring, child identity, family structure, identification goals,
medical history, parenting, social environment of the child concerned, a checklist
of child development from the age of 2-17 years including physical, cognitive and
language development, and psychosocial. The five aspects of assessment are the
content or material aspect, the linguistic aspect, the integration aspect, the
presentation aspect, and the graphic aspect. As for the assessment results from
experts and practitioners, it shows that all components of the value are more than
75, meaning that all aspects of the assessment are valid. There are three things that
must be corrected, namely that each statement can be made more specific
according to age level, language simplification in cognitive development systems,
and typing errors. In conclusion, the design of identification tools that are
compiled based on the results of interviews in order are the cover page, foreword,
table of contents, procedures for implementation and scoring, identity of the child,
family structure, purpose of identification, medical history, parenting, social
environment of the child concerned, checklist The development of children from
the age of 2-17 years includes physical, cognitive and language development,
respectively, as well as psychosocial. The creation of each aitem considers
developmental theories as well as pre-existing child development test kits.
Keywords: Identification (Screening); Children with Special Needs; Child Development
to Adolescents
Pendahuluan
Perbedaan yang dimiliki antara Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan anak
pada umumnya terlihat dari perbedaan fisik, intelektual, emosional, mental, dan social
(Sukadari, 2020). Salah satu contoh dari perkembangan fisik anak usia 2 hingga 6 tahun
sudah menunjukkan peningkatan pada pertumbuhan tubuh misal tinggi dan berat badan,
kekuatan tubuh yang dapat menunjang anak untuk lebih aktif mengembangkan
keterampilan fisiknya serta mengeksplorasi lingkungan tanpa bantuan orang tuanya
(Murni, 2017) Selain itu, Piaget seperti dikutip dari (Murni, 2017) menjabarkan bahwa
perkembangan kognitif anak dari usia 2 sampai dengan 7 tahun telah melewati tahap
pra-operasional konkret, yang mana konsep berpikir anak mulai stabil seperti
merepresentasikan imajinasinya melalui kata-kata, tulisan, dan gambar. Dengan
demikian, perkembangan yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus akan terlihat
berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya.
Rancangan Screening Anak Berkebutuhan Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling
Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022 1643
Menurut (Triyanto & Permatasari, 2017), pendidikan juga berhak diberikan
kepada anak berkebutuhan khusus. Menurut Permendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 3
ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan inklusif yang disediakan oleh satuan pendidikan
tertentu berhak untuk diberikan kepada setiap peserta didik yang mengalami kendala
dalam keadaan fisik, emosional, mental dan sosial serta memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya. Di
sisi lain, pasal 3 ayat 2 menyebutkan bahwa sesuai dengan yang dimaksudkan dalam
ayat 1, jenis peserta didik yang juga memiliki hak pendidikan yang layak diantaranya
tunawicara, tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, tunarungu, autis, yang
memiliki gangguan motorik, lamban belajar, berkesulitan dalam belajar, korban
penyalahgunaan narkoba, obat-obatan terlarang, dan zat adiktif, tunaganda, serta
kelainan lainnya.
Insan Mandiri Homeschooling merupakan salah satu wadah bagi anak
berkebutuhan khusus untuk menempuh pendidikan khusus, yang mana sekolah ini
bernaung di bawah PKBM Dharma Wangsa. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) merupakan suatu wadah masyarakat untuk menempuh pendidikan yang mana
didalamnya terdapat kegiatan belajar sepanjang hayat (Raharjo & Suminar, 2019). Pusat
kegiatan belajar masyarakat tercantum pada uu nomor 20 tahun 2003, yang berisi
tentang Sistem Pendidikan Nasional tepatnya pada Pasal 26 ayat 4 bahwa: “PKBM
adalah sebagai satuan pendidikan nonformal”. pusat kegiatan belajar masyarakat yang
dimaksud di sini yaitu pendidikan nonformal dengan model homeschooling.
Homeschooling merupakan salah satu model pendidikan nonformal atau pendidikan
alternatif, yang mana orang tua atau keluarga berperan penting dalam menentukan
pendidikan anak agar sesuai kebutuhannya (Giawa & Sianipar, 2018). Dalam sistem
pembelajarannya, model pendidikan homeschooling tidak hanya melibatkan orang tua
atau keluarga saja. Orang tua dapat memanggil guru privat, menambahkan kegiatan
anak magang, kursus, dan sebagainya untuk menunjang pengembangan pendidikan anak
(Giawa & Sianipar, 2018). Selain itu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat juga
menangani seluruh hal yang berkaitan dengan pengelolaan Insan Mandiri
Homeschooling seperti kurikulum, ujian kesetaraan, dan legalitas kelulusan. Insan
Mandiri Homeschooling terdiri dari empat jenjang pendidikan yaitu TK, SD, SMP, dan
SMA. Selain itu, dalam jenjang tersebut juga dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu
kelas vokasi, transisi, dan regular. Penempatan jenjang dan kategori kelas disesuaikan
dengan kemampuan atau kebutuhan dari masing-masing siswa. Penempatan pada kelas
transisi yiatu anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan sedang ke ringan.
Pada kelas vokasi, anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan yang berat.
Selain itu, penempatan kelas reguler juga berlaku pada anak yang bukan berkebutuhan
khusus tetapi mengalami kendala dalam proses pembelajaran.
Sebelum dikelompokkan dalam kelas-kelas tersebut, anak berkebutuhan khusus
harus melalui proses asesmen dan identifikasi terlebih dahulu. (Mirnawati, 2020)
menjelaskan dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, ada 3 cara yaitu
observasi tentang karakteristik dan perkembangan siswa, wawancara lebih lanjut pada
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
1644 Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022
anak yg beraangkutan atau orang terdekat, kemudian anak diberikan tes psikologi untuk
mengetahui apakah anak memiliki kebutuhan khusus atau tidak. Proses asesmen dan
identifikasi dibantu oleh profesional seperti psikolog (dari biro-biro tertentu) yang
diajak kerjasama dengan pihak sekolah. Rangkaiannya observasi dan wawancara
dilakukan oleh pihak sekolah, sedangkan tes psikologi untuk mengetahui diagnosa
kebutuhan khusus yang dimiliki anak dilakukan oleh psikolog.
Berdasarkan proses identifikasi dan asesmen, kemudian pihak sekolah
memutuskan siswa daitempatkan di kelas yang sesuai baik kelas regular, transisi,
maupun vokasi. Pada tahun 2020, pernah terjadi kesalahan penempatan siswa. Hal
tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman pihak sekolah mengenai perbedaan
anak yang berkebutuhan khusus dengan anak normal.
Proses asesmen dan identifikasi merupakan tahapan yang paling awal sebelum
diterapkannya suatu pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, yang mana biasanya
proses ini disebut prosedur screening awal untuk mengenali kategori disabilitas serta
karakteristiknya (Irvan, 2020). (Irvan, 2020) juga menjelaskan bahwa proses asesmen
dan identifikasi dilakukan untuk mengukur baseline aspek perkembangan anak, yang
tentunya hal tersebut akan memengaruhi ketepatan program pembelajaran anak. Selama
ini, proses screening yang dilakukan oleh profesional yang diajak bekerjasama oleh
lembaga lebih memberikan masukan mengenai jenis kebutuhan khusus seperti autisme,
retardasi mental, attention deficit hyperactivity disorder, dsb. Pihak profesional belum
memberikan saran konkret terkait pembelajaran serta penempatan kelas. Tujuan dari
proses screening yaitu memantau pertumbuhan dan perkembangan anak serta untuk
menangkap kemungkinan gangguan pada tumbuh kembangnya (Raharjo & Suminar,
2019). Oleh karena itu, sebelum penegakkan diagnosa seperti apakah anak termasuk
kategori autisme, attention deficit hyperactivity disorder, dsb oleh pihak profesional
sangat diperlukan proses screening untuk mengetahui baseline perkembangan anak.
Setelah dilakukannya proses screening dan penegakkan diagnosa, anak akan
mendapatkan Program Pembelajaran Individual (PPI). Menurut (Farisia, 2017) program
pembelajaran individual berupa dokumen tertulis yang berisi suatu rencana mengenai
program pembelajaran masing-masing anak. Program pembelajaran tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan khusus anak yang memiliki gangguan, perkembangan,
serta minat anak (Farisia, 2017). Insan Mandiri Homeschooling juga menggunakan
program pembelajaran individual dalam sistem pembelajarann yang masih perlu
dikembangkan.
Proses penyusunan program pembelajaran individual secara tertulis, biasanya
dilakukan tujuh tahap sebagai berikut (Dwimarta, 2016) Pertama, adanya kerjasama
antara guru dengan orang tua. Kedua, penjelasan dan persetujuan mengenai penyusunan
program pembelajaran individual. Ketiga, asesmen dan identifikasi kebutuhan khusus
anak. Keempat, membentuk tim program pembelajaran individual. Kelima,
mengembangkan tujuan program pembelajaran dari tujuan jangka pendek dan panjang.
Keenam, merancang metode, prosedur, dan materi pembelajaran. Ketujuh, menetapkan
metode evaluasi untuk mengukur kemajuan anak. Selain itu, tujuh tahap penyusunan
Rancangan Screening Anak Berkebutuhan Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling
Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022 1645
program pembelajaran individual yaitu rujukan, asesmen, identifikasi, deskripsi layanan
yang dibutuhkan, penempatan, pengambilan keputusan tentang program pembelajaran,
dan evaluasi.
Insan Mandiri Homeschooling hanya sampai pada tahap rujukan, asesmen, dan
identifikasi, sedangkan tahap selanjutnya belum dilakukan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, pada tahapan asesmen dan identifikasi pun mengalami permasalahan yang
berpengaruh pada kesalahan penempatan siswa. Dengan demikian, hal pertama yang
diperlukan Insan Mandiri Homeschooling untuk mengembangkan program
pembelajaran individual adalah screening atau proses asesmen dan identifikasi
kebutuhan anak.
Selain itu, proses screening yang lebih menekankan pada jenis kebutuhan khusus,
bukan pada pemberian saran konkret terkait pembelajaran serta penempatannya,
menyebabkan lembaga merasa perlu memiliki alat identifikasi (screening) untuk
penempatan anak berkebutuhan khusus. Peneliti mencoba merancang alat screening
anak berkebutuhan khusus untuk Insan Mandiri Homeschooling. Alat screening yang
dimaksud ditujukkan untuk mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut
didasari oleh adanya kebutuhan dari pihak pengguna (user) di sekolah.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and
Development (R&D) level 1. Menurut (Fahyuni & Wahyuni, 2021) menyatakan bahwa
tujuan dari penelitian R&D dapat menjadi analisis front-end yang terdiri dari
perancangan (planning), produksi (production), dan evaluasi (evaluation). Dalam
penelitian ini menggunakan metode penelitian R&D level 1, yang mana peneliti hanya
membuat rancangan produk, kemudian menguji rancangan produk tersebut secara
internal (Hasanah, Wirawati, & Sari, 2020). Data primer yang digunakan adalah data
yang diperoleh langsung dari responden berupa hasil wawancara dan kuesioner dari ahli
tumbuh kembang (dosen psikologi perkembangan dan bidan), ahli bidang pendidikan
(konsultan pendidikan), dan praktisi yang biasa mengoperasikan alat untuk identifikasi
atau screening perkembangan anak seperti psikolog atau terapis anak berkebutuhan
khusus, serta pihak pengguna di Insan Mandiri. Data sekunder yang digunakan adalah
segala dokumen yang dimiliki pihak sekolah mengenai proses screening anak
berkebutuhan khusus, dokumen alat screening perkembangan yang tersedia dari
kementrian pendidikan dan kebudayaan serta dari ahli tumbuh kembang, serta dokumen
tahap perkembangan anak hingga remaja. Penelitian R&D level 1, teknik pengumpulan
data dijabarkan melalui tiga cara yaitu wawancara, dokumentasi dan kuesioner. Analisis
data hasil wawancara dan dokumentasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu data
reduction, data display dan conclusion drawing. Analisis data kuesioner dilakukan
menggunakan analisis deskriptif. Menurut (dalam Sugiyono, 2017) rata-rata nilai dan
nilai setiap komponen yang diberikan oleh para ahli dan praktisi dapat diketahui melalui
statistik deskriptif, dengan grading pass yaitu 75.
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
1646 Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022
Hasil dan Pembahasan
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini meliputi partisipan yang menjadi
sumber data dalam teknik pengumpulan data dengan wawancara dan kuesioner.
Partisipan yang menjadi sumber data dalam wawancara berjumlah empat orang, tiga
partisipan sebagai ahli (expert) dan satu partisipan sebagai pihak pengguna (user) dari
Insan Mandiri Homeschooling. Peneliti menggunakan tiga ahli yang berprofesi sebagai
psikolog atau terapis anak berkebutuhan khusus, dosen psikologi, dan bidan sebagai
upaya menggali data yang berkaitan dengan penyusunan alat identifikasi. Selain itu,
pihak user juga diperlukan dalam penyusunan alat identifikasi, tepatnya untuk
menyesuaikan alat identifikasi disusun agar sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Selain itu, partisipan yang menjadi sumber data dalam kuesioner berjumlah enam
orang, tiga partisipan menjadi ahli (expert) dan tiga partisipan lagi menjadi praktisi.
Peneliti menggunakan tiga ahli yang sudah memiliki pengalaman dan pernah
menjalankan alat identifikasi serta berprofesi sebagai ahli tumbuh kembang (dosen
psikologi perkembangan dan bidan) dan ahli bidang pendidikan (konsultan pendidikan).
Selain itu, tiga praktisi merupakan orang yang biasa atau berpengalaman dalam
menggunakan alat identifikasi, berpofesi sebagai terapis anak berkebutuhan khusus, dan
pihak user Insan Mandiri Homeschooling (kepala sekolah dan wakil kepala sekolah
kurikulum).
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa dalam membuat
rancangan alat identifikasi secara berurutan yaitu: identitas anak, riwayat kesehatan,
pola asuh, lingkungan sosial anak yang bersangkutan, checklist perkembangan anak dari
usia 2-17 tahun masing-masing meliputi perkembangan perkembangan fisik, kognitif
dan bahasa, serta psikososial. Pembuatan setiap aitem harus mempertimbangkan teori
perkembangan serta alat-alat tes perkembangan anak yang telah ada sebelumnya. Selain
itu, peneliti juga menambahkan petunjuk pelaksanaan dan cara skoring pada bagian
awal.
Nilai dari keseluruhan ahli dan praktisi merupakan nilai yang diberikan oleh
seluruh ahli dan praktisi terhadap rancangan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus
di Insan Mandiri Homeschooling untuk mengetahui apakah rancangan alat identifikasi
dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak. Berikut adalah tabel nilai rancangan
alat identifikasi dari seluruh ahli dan praktisi.
Tabel 1
Nilai tiap komponen rancangan alat identifikasi anak berkebutuhan
khusus dari seluruh ahli dan praktisi
No
Nama Komponen
Ahli
Praktisi
Keterangan
Nilai
Nilai
1
Kesesuaian isi atau materi dengan teori
perkembangan.
80
93
Komponen
disetujui
2
Kebenaran dan ketepatan konsep isi
atau materi yang digunakan.
80
87
Komponen
disetujui
3
Kesesuaian contoh-contoh yang
80
93
Komponen
Rancangan Screening Anak Berkebutuhan Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling
Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022 1647
No
Nama Komponen
Ahli
Praktisi
Keterangan
Nilai
Nilai
disajikan dari masing-masing tema.
disetujui
4
Kesesuaian tata cara pelaksanaan dan
skoring
93
93
Komponen
disetujui
5
Bahasa dalam alat identifikasi
(screening) mudah dipahami.
87
93
Komponen
disetujui
6
Kalimat yang digunakan benar dan
efektif.
93
93
Komponen
disetujui
7
Bahasa yang digunakan sesuai dengan
kemampuan pihak pengguna (kepala
sekolah dan staf).
87
93
Komponen
disetujui
8
Konsistensi penggunaan istilah, simbol,
nama ilmiah/ bahasa asing.
93
87
Komponen
disetujui
9
Pemilihan tema sesuai dengan
kebutuhan identifikasi.
93
93
Komponen
disetujui
10
Kesesuaian indikator dengan tujuan
dilakukannya identifikasi anak
berkebutuhan khusus yaitu placement.
93
100
Komponen
disetujui
11
Penyajian alat screening dilakukan
secara runtut/sistematis.
87
100
Komponen
disetujui
12
Alat screening yang disajikan lengkap.
87
87
Komponen
disetujui
13
Desain bagian isi dan tampilan alat
screening.
87
87
Komponen
disetujui
14
Kesesuaian ukuran tabel dengan
paparan.
87
80
Komponen
disetujui
15
Kesesuaian pemilihan font (jenis dan
ukuran huruf).
87
93
Komponen
disetujui
87,6
91,47
Valid
Berdasarkan tabel 1 Setiap nilai komponen yang dihasilkan kemudian
dibandingkan dengan grading pass dari yaitu 75. Komponen dapat dinyatakan valid
apabila nilai yang dihasilkan lebih dari 75, namun jika nilai yang dihasilkan dihasilkan
kurang dari 75 maka komponen tersebut tidak valid. Berdasarkan penilaian dari ahli dan
praktisi nilai setiap komponen disetujui nilai tersebut lebih besar dari 75 sehingga dapat
dikatakan semua komponen dari rancangan alat identifikasi valid. Adapun komponen
yang perlu diperbaiki menurut kritik dan saran dari seluruh ahli dan praktisi yaitu:
1. Komponen nomor 1: Setiap pernyataan bisa dibuat lebih spesifik sesuai tingkatan
usia.
2. Komponen nomor 12: Bahasa yang digunakan dalam instrumen sudah cukup mudah
dipahami bagi pengguna jika memiliki latar belakang sebagai pendidik. Namun, jika
instrumen akan diterapkan kepada masyarakat awam dengan latar belakang
pendidikan yang lebih beragam, maka beberapa istilah dalam perkembangan kognitif
dapat disederhanakan.
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
1648 Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022
3. Komponen nomor 15: Perlu diperbaiki kesalahan pada pengetikan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian R&D level 1. Pertama, data hasil
wawancara dan dokumentasi ditujukan untuk menyusun rancangan alat identifikasi.
Kedua, hasil data kuesioner ditujukan untuk mendapat penilaian dari ahli dan praktisi
mengenai rancangan yang telah dibuat. Jika hasilnya valid maka alat identifikasi dapat
dilanjutkan ke uji eksternal dan kemudian dijadikan produk baku yang bisa disahkan
dan dapat diuji coba atau diterapkan pada lembaga yang bersangkutan. Namun, jika
tidak valid maka rancangan alat identifikasi tersebut harus direvisi kembali (dalam
Sugiyono, 2017)
Berdasarkan hasil wawancara dengan para ahli (expert) identifikasi atau
screening merupakan suatu proses untuk mengenali, melihat, atau mendeteksi gejala
gangguan atau ada tidaknya hambatan dalam tahap perkembangan anak. Hal tersebut
bahwa identifikasi merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan dalam proses
menentukan sesuatu dan memberikan tanda apakah adanya kelainan atau masalah di
dalamnya sebagai upaya awal dalam mendeteksi anak-anak yang diduga berkebutuhan
khusus.
Menurut hasil wawancara, manfaat dari proses screening yaitu untuk membantu
proses asesmen, diagnosis, serta penanganan atau intervensi yang sesuai dengan
kebutuhan anak seperti yang dinyatakan (Rapisa, 2018) bahwa proses screening dapat
membantu penanganan anak secara lebih lanjut seperti rujukan atau referral,
penempatan atau klasifikasi pendidikan anak, serta penetapan program pembelajaran
individual anak yang bersangkutan. Hasil wawancara dapat diketahui bahwa screening
dapat dilakukan oleh orang tua, guru, tenaga profesional (terapis, konselor, dokter anak
atau ahli tumbuh kembang, dan psikolog). Hal tersebut juga tertulis dalam
(Kismawiyati, 2018) bahwa selain guru dan orang tua, identifikasi juga dapat dilakukan
sedini mungkin dengan tenaga profesional.
Semakin cepat kebutuhan khusus anak diketahui, maka semakin cepat pula dapat
ditentukan pelayanan yang tepat bagi anak. Hal itu ditujukan agar dapat meminimalisir
kekurangan serta memaksimalkan potensi yang dimiliki anak. Untuk menentukan
sesuatu dan memberikan tanda apakah anak mengalami kelainan atau masalah dapat
dilihat dari berbagai aspek perkembangan yang telah dialami, seperti perkembangan
fisik, kognitif, sosial, emosional, motorik, bahasa, dsb. Dalam menyusun alat
identifikasi (screening), peneliti mengelompokkan aspek perkembangan sesuai hasil
wawancara menjadi tiga diantaranya perkembangan fisik (motorik halus dan kasar),
perkembangan kognitif dan bahasa, perkembangan psikososial. Hal tersebut sejalan
dengan teori (Papalia & Feldman, 2014), yang menjelaskan tiga aspek perkembangan
manusia yaitu perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial. Perkembangan fisik
merupakan pertumbuhan dari otak dan badan seperti kemampuan sensoris, motorik, dan
kesehatan. Perkembangan kognitif meliputi kemampuan mental seperti atensi, belajar,
memori, bahasa, berpikir, kreativitas, dan penalaran. Perkembangan psikososial
berkaitan dengan kepribadian, emosi, dan hubungan sosial.
Rancangan Screening Anak Berkebutuhan Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling
Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022 1649
Selain itu, menurut hasil wawancara prosedur screening dapat dilakukan sebagai
berikut: Pertama, melihat riwayat kesehatan anak. Kedua, observasi fisik, perilaku,
serta psikis anak dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru. Misal: perilaku anak
dibandingkan dengan kelompok anak seusianya. Ketiga, jika daitemukan perbedaan
atau muncul perilaku yang menunjukkan adanya hambatan dalam perkembangan anak.
Maka selanjutnya anak dirujuk ke ahli. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Mirnawati,
2020) yang menjelaskan bagaimana teknik mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus,
antara lain: Pertama, melakukan observasi tentang karakteristik dan perkembangan
siswa yang berbeda dengan anak normal seusianya. Kedua, melakukan wawancara lebih
lanjut pada anak yang bersangkutan, orang tua, maupun orang terdekat anak. ketiga,
anak diberikan tes psikologi untuk mengetahui apakah anak memiliki kebutuhan khusus
atau tidak.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terdapat 6 alat tes yang berkaitan untuk
mengukur perkembangan anak seperti DDST II (Denver Developmental Screening Test
II), Tes Binet, Tes Wechsler (WPPSI / Wechsler Preschool and Primary of Intelligence
dan WISC / Wechsler Intelligence Scale for Children), KPSP (Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan), KPAP (Kuesioner Perilaku Anak Prasekolah), dan SDIDTK (Simulasi,
Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang). Selain alat tes tersebut, dalam teori juga
terdapat alat tes lain seperti Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK).
Selain itu, hasil wawancara dengan pihak pengguna (user) menyebutkan bahwa
alat screening yang perlu dibuat disesuaikan dengan kebutuhan Insan Mandiri
Homeschooling seperti checklist perkembangan anak dibuat dari usia 2-17 tahun untuk
siswa TK, SD, SMP, SMA. Di dalamnya dapat ditambahkan mengenai identitas anak,
riwayat kesehatan, pola asuh, serta lingkungan sosial anak yang bersangkutan. Pihak
pengguna menyarankan agar menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Checklist perkembangan dari usia 2-17 tahun disusun melalui penerjemahan
aspek perkembangan dari berbagai teori seperti teori kognitif Piaget, psikososial
Erikson, psikosesksual Freud, bahasa dari buku (Tunggadewi & Indriana, 2018), fisik
dari buku (King, 2016), kemudian dijadikan aitem-aitem pada alat skrining. Selain itu,
peneliti juga mempertimbangkan aitem-aitem yang ada pada alat tes SDIDTK, DDTK,
dan DDST II untuk dijadikan aitem pada alat skrining yang disusun. Adapun caranya
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Perkembangan psikososial menurut (King, 2016) pada usia 2-3 tahun yaitu
Autonomy vs Shame and Doubt dikatakan bahwa anak dapat mengembangkan rasa
kontrol diri.
Aitem pada alat skrining usia 2-3 tahun:
- Aitem nomor 5: "Dapat menerima ketidakhadiran orang tua meskipun
rewel sejenak".
- Aitem nomor 7: "Dapat berbagi benda atau makanan dengan orang lain".
2. Perkembangan kognitif menurut Piaget (King, 2016), pada tahap Operasional
Konkret (7-11 tahun) anak mulai bisa berpikir secara rasional dan terorganisir.
Artinya, anak sudah mulai berpikir secara logis saat mengalami atau melihat sesuatu
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
1650 Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022
di sekitarnya.
Aitem pada alat skrining usia 7-8 tahun:
- Aitem nomor 5: "Mengerti perbedaan minggu, hari, jam, menit".
- Aitem nomor 8: "Mampu memahami bahwa satu kata mungkin memiliki
lebih dari satu makna".
3. Perkembangan bahasa pada buku (Tunggadewi & Indriana, 2018), bahwa pada usia
remaja penggunaan kata-kata lebih efektif, kemampuan dalam memahami metafora,
sindiran, karya sastra, dan menulis.
Aitem pada alat skrining usia 16-17 tahun:
- Aitem nomor 6: "Bisa membedakan intonasi dan pemilihan bahasa untuk
berbicara dengan teman sebaya dan orang tua".
4. Perkembangan fisik dari dokumen SDIDTK, menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2016) pada usia 24-36 bulan anak dapat naik tangga sendiri,
dapat bermain dan menendang bola kecil.
Aitem pada alat skrining usia 2-3 tahun:
- Aitem nomor 8: "Berjalan naik tangga".
- Aitem nomor 13: "Menendang bola".
5. Perkembangan fisik dari dokumen DDTK, menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2012) bahwa usia 60 bulan diinstruksikan menggambar garis
vertikal dan horizontal.
Aitem pada alat skrining usia 5-6 tahun:
- Aitem nomor 9: "Menghubungkan satu titik ke titik yang lain"
6.Perkembangan bahasa dari DDST II pada usia 4 tahun mengartikan 5 kata.
Aitem pada alat skrining usia 4-5 tahun:
- Aitem nomor 10: "Sudah bisa bicara dengan menggunakan 5 kata"
Alat screening yang telah disusun peneliti berdasarkan teori perkembangan,
hasil wawancara dengan para ahli dan pihak pengguna, serta mempertimbangkan alat
tes yang telah ada sebelumnya kemudian dinilai oleh para ahli dan praktisi. Berdasarkan
hasil penilaian dari para ahli dan praktisi dilihat dari aspek isi atau materi, aspek
kebahasaan, aspek keterpaduan, aspek penyajian, serta aspek kegrafisan, nilai yang
dihasilkan pada setiap komponen lebih dari 75. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa penilaian alat screening dari para ahli dan praktisi dapat dikatakan valid.
Terdapat tiga hal yang harus diperbaiki sesuai saran ahli dan praktisi yaitu setiap
pernyataan dapat dibuat lebih spesifik lagi sesuai tingkatan usia, penyederhanaan
bahasa pada aitem perkembangan kognitif, dan kesalahan pengetikan. Menurut (dalam
Sugiyono, 2017) rancangan produk yang dapat digunakan yaitu rancangan yang tidak
memerlukan revisi, memerlukan revisi, atau memerlukan revisi total. Oleh karena itu,
rancangan produk dalam penelitian ini memerlukan revisi sesuai saran ahli dan praktisi
agar dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu penelitian R&D level 2.
Kesimpulan
Rancangan Screening Anak Berkebutuhan Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling
Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022 1651
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa
rancangan alat identifikasi yang disusun berdasarkan hasil wawancara secara berurutan
yaitu halaman sampul, kata pengantar, daftar isi, tata cara pelaksanaan dan skoring,
identitas anak, susunan keluarga, tujuan identifikasi, riwayat kesehatan, pola asuh,
lingkungan sosial anak yang bersangkutan, checklist perkembangan anak dari usia 2-
17 tahun masing-masing meliputi perkembangan fisik, kognitif dan bahasa, serta
psikososial. Pembuatan setiap aitem mempertimbangkan teori perkembangan serta
alat-alat tes perkembangan anak yang telah ada sebelumnya. Rancangan alat
identifikasi dinilai dari lima aspek yaitu aspek isi atau materi, aspek kebahasaan, aspek
keterpaduan, aspek penyajian, serta aspek kegrafisan. Kelima aspek tersebut terdiri
dari 24 komponen. Adapun hasil penilaian dari ahli dan praktisi menunjukkan bahwa
semua komponen nilainya lebih dari 75 pada semua aspek penilaian dapat disimpulkan
bahwa penilaian alat screening dari para ahli dan praktisi dapat dikatakan valid. Selain
itu, terdapat tiga hal yang harus diperbaiki sesuai saran ahli dan praktisi yaitu setiap
pernyataan dapat dibuat lebih spesifik lagi sesuai tingkatan usia, penyederhanaan
bahasa pada aitem perkembangan kognitif, dan kesalahan pengetikan. Saran untuk
peneliti selanjutnya yaitu sebaiknya dapat melanjutkan penelitian ini dengan R&D
level 2. Saran kepada pihak sekolah yaitu rancangan alat skrining yang dihasilkan dari
penelitian ini dan jika dapat dilanjutkan oleh peneliti selanjutnya, sebaiknya digunakan
untuk jenjang TK dan SD saja. Hal tersebut dikarenakan proses deteksi dini pada
tumbuh kembang sebagai upaya menemukan adanya hambatan pada perkembangan
anak hanya efektif digunakan pada jenjang usia TK sampai SD saja.
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias
1652 Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022
BIBLIOGRAFI
Dalam Sugiyono, Suriasumantri. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan
R&D. Bandung: Alfabeta, Cv.Google Scholar
Dwimarta, Rahmasari. (2016). Rancangan Iep (Individualized Educational Program)
Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Pendidikan Inklusif. Prosiding Ilmu
Pendidikan, 1(2). Google Scholar
Fahyuni, Eni Fariyatul, & Wahyuni, Akhtim. (2021). Penelitian Manajemen Pendidikan
Islam. Google Scholar
Farisia, Hernik. (2017). Strategi Optimalisasi Kemampuan Belajar Anak Berkebutuhan
Khusus (Abk) Melalui Program Pembelajaran Individual (Ppi). Seling: Jurnal
Program Studi Pgra, 3(2), 117. Google Scholar
Giawa, Hasan Nadir, & Sianipar, Desi. (2018). Penggunaan Model Homeschooling
Dalam Pembelajaran Pak Di Pkbm Wesley Pelita Bangsa School (Wpbs). Jurnal
Shanan, 2(2), 91105. Google Scholar
Hasanah, Huswatun, Wirawati, Sri Mukti, & Sari, Fitri Aida. (2020). Pengembangan
Bahan Ajar Matematika Berbasis Stem Pada Materi Bangun Ruang. Indonesian
Journal Of Learning Education And Counseling, 3(1), 91100. Google Scholar
Irvan, Muchamad. (2020). Urgensi Identifikasi Dan Asesmen Anak Berkebutuhan
Khusus Usia Dini. Jurnal Ortopedagogia, 6(2), 108112. Google Scholar
King, Laura A. (2016). The Science Of Psychology: An Appreciative View. Mcgraw-Hill
Education. Google Scholar
Kismawiyati, Renalatama. (2018). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah
Paud Kabupaten Jember. Helper: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 35(1), 110.
Google Scholar
Mirnawati, Mirnawati. (2020). Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah
Inklusi. Deepublish (Grup Penerbitan Cv Budi Utama). Google Scholar
Rancangan Screening Anak Berkebutuhan Khusus Pada Insan Mandiri Homeschooling
Syntax Idea, Vol. 4, No. 11, November 2022 1653
Murni, Murni. (2017). Perkembangan Fisik, Kognitif, Dan Psikososial Pada Masa
Kanak-Kanak Awal 2-6 Tahun. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 3(1), 1933.
Google Scholar
Papalia, Diane E., & Feldman, Ruth Duskin. (2014). Menyelami Perkembangan
Manusia. Jakarta: Salemba Humanika, 20154. Google Scholar
Raharjo, Tri Joko, & Suminar, Tri. (2019). Model Pemberdayaan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat Dalam Pengelolaan Program Pendidikan Kesetaraan Berbasis
Life Skills Dan Kewirausahaan. Edukasi, 13(2). Google Scholar
Rapisa, Dewi Ratih. (2018). Kemampuan Guru Dalam Melakukan Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus. Pedagogia: Jurnal Ilmu Pendidikan. Google Scholar
Sukadari, Sukadari. (2020). Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pendidikan
Inklusi. Elementary School: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Ke-Sd-An, 7(2).
Google Scholar
Triyanto, Triyanto, & Permatasari, Desty Ratna. (2017). Pemenuhan Hak Anak
Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan
Praktik Pendidikan, 25(2), 176186. Google Scholar
Tunggadewi, Titis Pramesti, & Indriana, Yeniar. (2018). Hubungan Antara Dukungan
Sosial Dengan Motivasi Belajar Pada Santri Di Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an
Jawa Tengah. Jurnal Empati, 6(3), 313317. Google Scholar
Copyright holder:
Ni Wayan Ari Ayu Astiti, Wiriana, Diah Widiawati Retnoningtias (2022)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: