Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X

Vol. 4, No. 10, Oktober 2022

 

TINJAUAN YURIDIS PERSYARATAN PERMOHONAN PENERBITAN
PASPOR TERHADAP ANAK YANG LAHIR DARI ORANGTUA STATELESS DI INDONESIA

 

Oktinardo Mandira Dulage Kansil, Hedwig Adianto Mau, Mardi Candra

Politeknik Imigrasi, Jakarta

Email: [email protected]

 

Abstrak

Etnis Rohingya datang ke Indonesia sebagai pencari suaka dimana status mereka adalah stateless person. Apabila para pencari suaka memiliki anak yang lahir di Indonesia, berdasarkan pasal 4 huruf i dan k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, anaknya merupakan Warga Negara Indonesia, tetapi tidak ada bukti tertulis berupa dokumen kependudukan yang dapat diperoleh bagi anak dari orang tua berstatus stateless person. Dengan tidak adanya bukti tertulis, berakibat pada tidak dimungkinkannya menerbitkan paspor bagi anak, padahal kepemilikan paspor merupakan salah satu hak bagi seorang warga negara. Penelitian ini menggunakan metode normatif, yaitu mengkaji ketentuan-ketentuan hukum dan menarik asas-asas hukum yang ada dalam masyarakat serta apa dampak dan akibat yang timbul dari ketentuan hukum tersebut dalam kehidupan masyarakat. Dari undang-undang maupun peraturan-peraturan pendukung undang-undang dapat terlihat bahwa di Indonesia sudah diatur mengenai status kewarganegaraan anak dari orang tua berstatus stateless person tetapi tidak ada aturan dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan lain yang mengatur mengenai bentuk dokumen tertulis kependudukan atau kewarganegaraan untuk kondisi seperti ini. Tidak adanya dokumen tersebut maka prosedur penerbitan paspor tidak dapat terpenuhi sehingga pemenuhan hak seseorang untuk memiliki paspor tidak dapat dilakukan.

 

Kata Kunci: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006; Warga negara Indonesia; Masalah Paspor

 

Abstract

Rohingyas come to Indonesia as asylum seekers where their status is stateless person. If asylum seekers have children who were born in Indonesia, based on article 4 letters i and k of Law Number 12 of 2006, the child is an Indonesian citizen, but there is no written evidence in the form of residence documents that can be obtained for children from stateless person parents. In the absence of written evidence, it is impossible to issue passports for children, even though a passport ownership is one of the citizen rights. This research uses a normative method, which examines legal provisions and draws on legal principles that exist in society and what are the impacts and consequences arising from these legal provisions in people's lives. From the laws and regulations supporting the law, it can be seen that in Indonesia it has been regulated regarding the citizenship status of children from stateless person parents, but there are no rules in the form of laws or other regulations that regulate the form of written residence documents or citizenship for this kind of condition. In the absence of these documents, the procedure for issuing a passport cannot be fulfilled, so that the fulfillment of a person's right to have a passport cannot be carried out.

 

Keywords: Law Number 12 Year 2006; Indonesian Citizen; Passport Issuance

 

Pendahuluan

Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata-tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu, bagaimana bentuk dan coraknya, negara selalu merupakan organisasi kekuasaan, organisasi kekuasaan ini selalu mempunyai tata pemerintahan, dan tata pemerintahan ini selalu melaksanakan tata tertib atas suatu umat/rakyat di daerah tertentu (Tutik & SH, 2016) Umat atau rakyat yang terdapat di daerah tertentu tersebut dapat disebut sebagai warga negara. Dalam konstitusi Indonesia warga negara diatur dalam Undang-Undang Dasar Pasal 26 Ayat (1) yang artinya orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Selain itu isi Pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 Ayat (1) tersebut tertuang kembali pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.

Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Status kewarganegaraan seseorang merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Dalam kewarganegaraan seseorang memegang peranan dalam bidang hukum publik. Dalam hubungan antar negara dan perseoranganlah diperlihatkan betapa pentingnya status kewarganegaraan seseorang. Seseorang termasuk warga negara atau warga negara asing besar konsekuensinya dalam kehidupan publik ini. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu negara, secara sederhana dapat diumpamakan negara merupakan suatu perkumpulan atau organisasi tertentu. Suatu organisasi tentunya memerlukan orang-orang yang dapat dipandang merupakan inti dari suatu organisasi tersebut. Setiap organisasi harus mempunyai anggota. Demikianlah sebuah negara perlu juga memiliki anggota. Anggota dari negara dapat disebut dengan warga negara.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 merupakan undang-undang yang memberi definisi mengenai warga negara dan kewarganegaraan. Warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewarganegaraan mempunyai definisi yang berbeda dengan warga negara dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara.Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh undangundang tersebut memang definisi dari warga negara dan kewarganegaraan berbeda tetapi satu sama lain memiliki keterkaitan tetapi memiliki perbedaan hak dan kewajiban. Kewarganegaraan adalah suatu persoalan pokok yang mendasar tentang bagaimana seseorang hidup sebagai warga negara pada suatu negara tertentu dimana pada masingmasing negara memiliki aturan hukum masing-masing (Marliyanto & Indrayati, 2011). Hak dan kewajiban seseorang atas kewarganegaraanya akan terus terikat selama seseorang tersebut masih mempunyai status sebagai warga negara suatu negara tertentu dimanapun ia berada baik ketika ia di dalam wilayah negara aslinya atau ketika tinggal di wilayah negara lain (Kusnardi & Ibrahim, 1983)

Orang yang disebut sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) didefinisikan dalam Pasal 4 Undang-Undang 12 Tahun 2006. WNI dan Warga Negara Asing (WNA) yang ada di Indonesia disebut juga penduduk. Salah satu bentuk bukti kependudukan adalah dengan kewajiban kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi WNI dan WNA pemegang Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang telah berumur 17 tahun. Bentuk administrasi kependudukan lainnya dapat berupa surat keterangan tempat tinggal, kutipan akta kelahiran, kutipan akta kematian, kutipan akta perkawinan, kutipan akta perceraian, kutipan akta pengakuan anak dan kutipan akta pengesahan anak.

Berkaitan dengan hal tersebut kemudian timbul permasalahan yakni mengenai status anak yang lahir di Republik Indonesia tetapi pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya serta orang tua yang tidak mempunyai kewarganegaraan sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 Huruf I dan Huruf K Undang-Undang 12 Tahun 2006. Persoalan tanpa kewarganegaraan seseorang seharusnya dapat diatasi dengan berbagai instrumen. Instrumen yang dapat digunakan salah satunya adalah instrumen hukum. Intrumen hukum tersebut dapat berbentuk konvensi internasional yang secara khusus membahas persoalan tanpa keweraganegaraan ataupun melalui aturan hukum nasional suatu negara hasil ratifikasi konvensi internasional yang dimaksud. Salah satu kasus nyata yang terjadi adalah mengenai etnis rohingnya di Myanmar. Negara Myanmar adalah tempat tinggal bagi etnis rohingnya. Etnis ini adalah etnis beragama Islam dan telah mendiami kota di utara negara bagian Rakhiang. Pemerintah Myanmar mengakui etnis Rohingya sebagai orang Bengali (Bangladesh) yang tinggal di Myanmar bukan sebagai salah satu etnis dari 135 etnis Uni Myanmar (I. D. Rismayanti, 2009). Kemudian setelah diberlakukannya Burma Citizenship Law 1982, yang menyatakan bahwa etnis Myanmar tidak termasuk salah satu etnis yang diakui Myanmar sebagai warga negara, maka etnis rohingnya kehilangan kewarganegaraannya dengan tidak diakuinya kewarganegaraan mereka. Tidak diakuinya kewarganegaraan etnis rohingnya, maka etnis tersebut dapat dianggap sebagai orang-orang tanpa kewarganegaraan (Stateless Persons). Stateless Persons menurut Black�s Law Dictionary berdasarkan hukum internasional adalah A natural person who is not considered a nation by any country (Orang yang tidak dianggap sebagai bangsa oleh negara mana pun) (Bowen et al., 2009)

Dengan begitu secara hukum, orang Rohingya tidak mendapatkan hak yang sama dengan warga Myanmar lainnya. Sejalan dengan kebijakan tersebut, Pemerintah Myanmar memberlakukan berbagai pembatasan di bidang ekonomi, sosial dan politik bagi etnis Rohingya. Fakta lainnya adalah dari hasil penyelidikan diketahui bahwa mereka meninggalkan Myanmar untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik di negara lain atau dengan kata lain faktor ekonomilah yang menjadi motif pendorong utama (D. Rismayanti, 2009) Pencarian suaka dan kegiatan pengungsian dilakukan oleh etnis rohingnya ke negara-negara sekitar

Beberapa etnis rohingya telah berada di negara Thailand, Malaysia dan juga Indonesia. Status Stateless Persons yang disandang oleh para pencari suaka dari etnis rohingnya menjadi suatu hal yang patut menjadi perhatian karena pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan pada Pasal 4 HurufI dan K yang pada pokoknya menyatakan bahwa WNI adalah anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya, atau apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya. Hal tersebut berkaitan dengan, apabila para pencari suaka seperti etnis rohingnya tersebut mencari suaka di Indonesia dan mereka mempunyai anak yang dilahirkan di wilayah Republik Indonesia. Menurut Pasal 4 Huruf i dan k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, anak tersebut merupakan WNI. Akan tetapi dalam peraturan-peraturan di Indonesia yang berkaitan dengan kependudukan, tidak ada aturan atau hukum yang mengatur mengenai bagaimana dokumen kependudukan yang dapat diperoleh kepada seorang anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia tetapi memiliki ayah dan ibu (orang tua) yang memiliki status Stateless Person. Dikarenakan tidak adanya aturan yang mengatur dokumen kependudukan bagi anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia yang memiliki orang tua berstatus Stateless

Person, maka anak tersebut juga tidak dapat memenuhi persyaratan untuk dapat membuat paspor. Padahal dalam prosedur penerbitan paspor dokumen kependudukan sangat diperlukan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 8 Tahun 2014 setidaknya disebut syarat permohonan paspor harus melampirkan dokumen persyaratan beberapa diantaranya yaitu, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran. Beberapa persyaratan penerbitan paspor tersebut merupakan bentuk dokumen yang menjadi bukti kependudukan

 

 

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah metode normatif, yaitu mengkaji ketentuan-ketentuan hukum dan menarik asas-asas hukum yang ada dalam masyarakat serta apa dampak dan akibat yang timbul dari ketentuan hukum tersebut dalam kehidupan masyarakat (Soekanto, 2006) dengan menggunakan sumber data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier yang dikumpulkan dengan tenik kepustakaan. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif yang bersifat deskriptif (Soekanto, 2006)

 

Hasil dan Pembahasan

a.   Status hukum anak dari orang tua berstatus stateless yg lahir di Indonesia

Salah satu definisi dari negara adalah asosiasi tertinggi manusia yang ada di suatu wilayah tertentu, memiliki pemerintahan sah dan berdaulat, memiliki sistem dan aturan yang berlaku bagi seluruh masyarakatnya, serta berdiri secara independent. Terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk berdirinya suatu negara, salah satunya adalah adanya rakyat yang memiliki makna sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Fungsi dari negara adalah memberikan suatu kepastian hukum bagi rakyatnya atau bagi warganya. Definisi kepastian dapat diartikan bahwa ada kejelasan dan ketegasan terhadap penerapan hukum dalam masyarakat agar tidak menyebabkan banyak salah tafsir(Wijayanta, 2014).

Kewarganegaraan seseorang merupakan salah satu bentuk pemberian atau implementasi negara terhadap prinsip kepastian hukum. Kewarganegaraan seseorang memiliki peran penting dalam bidang hukum publik. Hubungan antara negara dan individu yang menunjukkan pentingnya status kewarganegaraan seseorang. Apakah seseorang adalah warga negara atau orang asing memiliki konsekuensi besar dalam kehidupan publik ini. Kebangsaan adalah keanggotaan suatu negara. Sederhananya, negara adalah asosiasi atau organisasi tertentu. Suatu organisasi tentu membutuhkan orang yang dapat dilihat sebagai inti dari suatu organisasi. Setiap organisasi harus memiliki anggota. Dengan demikian suatu negara juga harus memiliki anggota. Anggota negara dapat disebut warga negara.

Mengenai status kewarganegaraan itu sendiri merupakan suatu bentuk hak dari setiap orang sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (Indonesia, 2002) pada Pasal 28D Ayat (4). Dengan adanya hak atas kewarganegaraan tersebut maka negara mempunyai kewajiban untuk melindungi setiap orang sebagai warga negaranya dan menjamin perlindungan atas hak-hak lainnya yang dimiliki seorang warga negara. Penentuan kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh 2 (dua) asas yaitu Ius Sangunis (hukum darah) yang didasarkan pada keturunan atau tidak berdasarkan tempat lahir dan Ius Soli (hukum tanah) yang didasarkan pada negara kelahiran yang tidak dipengaruhi oleh kewarganegaraan orang tuanya.

Peraturan yang mengatur tentang kewarganegaraan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Undang- undang ini menganut asas Ius Soli (hukum tanah) terbatas, artinya kewarganegaraan ditentukan berdasarkan tempat kelahiran tetapi diperuntukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh undang-undang. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menyatakan WNI adalah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

Status kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh melalui beberapa cara. Seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu (1) Atas dasar kelahiran yang tercermin dalam Pasal 4 Huruf b, Huruf c, Huruf d, Huruf e, Huruf f, Huruf g, Huruf i, Huruf j, Huruf k, Huruf l; (2) Mengajukan permoho nan Pewarganegaraan (Naturalisasi) yang tercermin dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 18; (3) Anak WNA yg diangkat anak oleh orang tua WNI yang tercermin dalam Pasal 21 Ayat (2); Menyampaikan pernyataan yang tercermin dalam Pasal 19; dan Pemberian Kewarganegaraan kepada orang asing yang berjasa kepada Negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan Negara yang tercermin dalam Pasal 20; dan Mendaftarkan diri untuk memperoleh WNI yang tercermin dalam Pasal 41 dan Pasal 42.

Untuk menjadi WNI dapat terjadi secara otomatis (karena keturunan atau karena tempat kelahiran Indonesia) dan dapat terjadi karena pewarganegaraan (permohonan dan pemberian). Dengan kewarganegaraan otomatis artinya seseorang dapat menjadi warga negara dengan sendirinya secara otomatis, yang menjadi WNI secara otomatis ini dibagi dua yakni karena sudah memiliki status itu dan karena kelahiran. WNI terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu Warga negara by Operation Law atau Stelsel Pasif yang memperoleh kewarganegaraan dengan berlakunya suatu ketentuan tertentu dan Warga negara by Registration atau Stelsel Aktif yaitu warga negara asing yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui Naturalisasi (pewarganegaraan).

Setiap WNI harus memiliki bukti kependudukan. Bukti kependudukan tersebut dimulai dari pencatatan kelahiran WNI yang merujuk pada Pasal 33 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Penentuan status kewarganegaraan di Indonesia terdapat suatu anomali, dimana status kewarganegaraan seseorang tersebut telah diatur dalam undang-undang tetapi negara dalam hal ini tidak dapat memberikan suatu kepastian terhadap status kewarganegaraan tersebut. Anomali tersebut yakni pemberian status kewarganegaraan bagi anak yang lahir diwilayah Republik Indonesia, tetapi memiliki orang tua berstatus stateless person. Stateless person adalah istilah hukum mengenai hilangnya kewarganegaraan, atau tidak adanya hubungan pengakuan antara individu dan negara. Stateless person juga dapat diartikan sebagai sebuah kondisi dimana seseorang tidak diakui sebagai warga negara di setiap negara yang ada di dunia (Weis, 1961).

Status stateless person dalam hal ini berkaitan dengan dengan para pencari suaka dari etnis Rohingya. Etnis Rohingya kehilangan status kewarganegaraannya karena negara Myanmar tidak menganggap etnis Rohingya sebagai salah satu dari 135 etnis Uni Myanmar, karena hal itu menyebabkan etnis Rohingya melakukan pencarian suaka dan kegiatan pengungsian ke negara-negara sekitar salah satunya ke Indonesia. Kedatangan etnis Rohingya ke Indonesia untuk mencari suaka tidak menutup kemungkinan mereka untuk memperoleh anak. Anak yang lahir tersebut walaupun dilahirkan dari orang tua berstatus stateless merupakan Warga Negara Indonesia. Pendapat penulis didukung oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 pada Pasal 4 Huruf i dan k. Unsur esensial dalam ketentuan di Pasal tersebut yaitu ketidakjelasan status kewarganegaraan atau tanpa kewarganegaraan orang tua dari anak yang lahir di wilayah Indonesia. Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh asas cara memperoleh kewarganegaraan di Indonesia yaitu berdasarkan tempat kelahiran (Ius Soli) dan berdasarkan teori, anak tersebut memperoleh kewarganegaraannya dengan cara Operation Law atau Stelsel Pasif yang memperoleh kewarganegaraan dengan berlakunya suatu ketentuan tertentu yang dalam hal ini kelahiran anak tersebut dikualifikasikan sebagai WNI diatur dalam Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada Pasal 4 Huruf i dan k (I. D. Rismayanti, 2009).

Akan tetapi dengan kedatangan pencari suaka dengan status stateless person seperti etnis Rohingya ke Indonesia membawa suatu hal yang dilematis karena apabila para pencari suaka etnis Rohingya ini memiliki anak yang lahir di Indonesia maka anak tersebut merupakan WNI berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 pada Pasal 4 Huruf i dan k, tetapi negara belum dapat memberikan suatu kepastian hukum mengenai status anak tersebut sebagai WNI karena tidak ada peraturan perundang-undangan ataupun aturan dibawahnya yang mengatur bagaimana bukti kependudukan dalam bentuk dokumen tertulis yang menyatakan bahwa anak dari orang tua berstatus stateless yang lahir di Indonesia tersebut benar-benar secara sah dan meyakinkan merupakan WNI walaupun secara undang-undang, asas, maupun teori anak tersebut merupakan WNI.

Anak yang lahir dari orang tua berstatus stateless hanya sah secara undang-undang tetapi tidak sah secara administrasi kependudukan karena apabila mengacu pada Pasal 33 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 menyatakan bahwa pencatatan kelahiran WNI harus memenuhi syarat, yaitu surat keterangan kelahiran, buku nikah/kutipan akta perkawinan, kartu keluarga, dan KTP-elektonik dimana hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh orang-orang dengan status stateless person karena tidak memiliki KTP ataupun kartu keluarga. Selain itu, mengacu pada Pasal 33 Ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 apabila orang berstatus stateless person dianggap sebagai orang asing maka pencatatan kelahiran anaknya di Indonesia harus memenuhi syarat, yaitu surat keterangan lahir, dokumen perjalanan, KTP-elektronik atau izin tinggal tetap atau kartu izin tinggal terbatas atau visa kunjungan, hal tersebut juga akan sulit dipenuhi karena mengingat orang berstatus stateless person yang datang ke Indonesia seperti pengungsi dari etnis Rohingya tidak memiliki dokumen perjalanan ataupun izin tinggal di Indonesia (El-Sakka, 2016)

Akibat terbenturnya syarat formal yang telah ditentukan tersebut maka anak dari orang tua berstatus stateless yang lahir di Indonesia tersebut lahir tanpa kejelasan, tidak ada bukti tertulis yang menyatakan bahwa anak tersebut merupakan WNI dengan bukti sekurang-kurangnya berbentuk akta kelahiran atau dokumen lain yang berisi pernyataan bahwa anak tersebut adalah WNI. Penerapan Pasal 4 Huruf i dan k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 belum terdapat suatu aturan khusus atau prosedur perolehan kewarganegaraan bagi kasus seperti ini. Dalam hal ini negara harus dapat memberikan kepastian hukum mengenai status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dengan orang tua berstatus stateless karena kepastian status kewarganegaraan seseorang di Indonesia merupakan suatu hak yang dijamin dan tertuang dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Marliyanto & Indrayati, 2011)

b.   Prosedur penerbitan paspor terhadap pemenuhan hak bagi anak dari orang tua berstatus stateless

Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Kusuma, 2014) Dokumen Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas Paspor dan Surat Perjalanan Laksana Paspor. Berdasarkan pengertian KBBI, Paspor adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk seorang warga negara yang akan mengadakan perjalanan ke luar negeri. Sedangkan Paspor menurut Pasal 1 Ayat (16) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada WNI untuk melakukan perjalanan antar negara yang berlaku selama jangka waktu tertentu (Hikmah, 2017)

Permohonan paspor Republik Indonesia hanya dapat diajukan oleh WNI baik yang berada di wilayah Indonesia maupun diluar wilayah Indonesia. Paspor sebagai dokumen resmi suatu negara merupakan keterangan autentik bagi pemegangnya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran data-data yang ada di dalamnya. Sebagai dokumen resmi paspor berfungsi sebagai Surat Perjalanan antar negara yang memiliki fungsi utamanya sebagai identitas pemegangnya yang berarti dengan memperlihatkan paspornya, seseorang akan dikenal siapa dia, seperti, kebangsaannya, umurnya, kadang-kadang tertera tinggi badan, warna kulit, alamat dan keterangan lain dari pemegang paspor tersebut. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 menjelaskan bahwa Paspor terdiri dari Paspor Diplomatik, Paspor Dinas, dan Paspor Biasa (Alwasilah, 2002).

Bentuk paspor yang umum dimiliki oleh WNI adalah paspor biasa. Permohonan penerbitan paspor biasa dapat diajukan oleh WNI di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Pasal 49 dan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor Pasal 4 Ayat (1), permohonan paspor dilakukan di Kantor Imigrasi maupun di kantor perwakilan Indonesia yang berada di luar negeri dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagai berikut:

1.   Kartu tanda penduduk yang masih berlaku;

2.   Kartu keluarga;

3.   Akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis

4.   Surat pewarganegaraan Indonesia bagi Orang Asing yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian pernyataan untuk memilih kewargangeraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;

5.   Surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama;

6.   Paspor biasa lama, bagi yang telah memiliki paspor biasa.

Disamping itu, dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 dinyatakan persyaratan permohonan paspor bagi anak-anak dapat diajukan dengan melengkapi dokumen sebagai berikut:

1.   Kartu tanda penduduk ayah atau ibu yang masih berlaku;

2.   Kartu keluarga;

3.   Akta kelahiran atau surat baptis;

4.   Akta perkawinan atau buku nikah orang tua;

5.   Surat penetapan ganti dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama;

6.   Paspor biasa lama bagi yang telah memiliki paspor biasa;

Selanjutnya dalam kelengkapan persyaratan pada akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis harus memuat nama, tanggal lahir, tempat lahir, dan nama orang tua. Berdasarkan peraturan-peraturan yang telah disampaikan mengenai prosedur penerbitan paspor, pada saat ini prosedur penerbitan paspor untuk memperoleh paspor Republik Indonesia bagi anak dari orang tua berstatus stateless masih belum ada. Padahal aturan semacam ini sangat diperlukan di Indonesia mengingat dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 pada Pasal 4 Huruf i dan k yang pada pokoknya menyatakan bahwa anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir ayah dan ibunya tidak jelas status kewarganegaraan atau tidak mempunyai kewarganegaraan juga merupakan WNI. Pernyataan kewarganegaraan Indonesia oleh undang-undang tersebut tidak berbanding lurus dengan fakta yang ada sebenarnya, dalam hal ini menyangkut peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan status kewarganegaraan seseorang. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya aturan mengenai prosedur penerbitan paspor untuk anak dari orang tua berstatus stateless, dimana semua orang yang menjadi WNI dijamin hak-haknya oleh negara termasuk haknya untuk memiliki paspor.

Timbulnya kekosongan ini berkaitan juga dengan tidak adanya satupun produk hukum yang mengatur prosedur pemberian status WNI dengan bukti dokumen tertulis bagi anak yang lahir di Indonesia dari orang tua berstatus stateless padahal, secara undang-undang anak tersebut merupakan WNI sehingga mengakibatkan tidak adanya instrumen untuk menempatkan status seorang anak yang lahir di Indonesia dengan orang tua berstatus stateless tersebut sebagai WNI melalui asas Ius Soli terbatas. Tidak adanya bukti dokumen tertulis tersebut yang kemudian membuat tidak dimungkinkannya dilakukan penerbitan paspor bagi anak yang lahir di Indonesia dengan orang tua yang berstatus stateless tersebut, dimana dokumen tertulis kependudukan atau kewarganegaraan seseorang sangat dibutuhkan dalam pemenuhan syarat penerbitan paspor (Marliyanto & Indrayati, 2011)

Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor, syarat-syarat untuk penerbitan paspor untuk anak-anak yaitu dengan melengkapi dokumen yakni, kartu tanda penduduk ayah atau ibu yang masih berlaku, kartu keluarga, akta kelahiran dan lain- lain dimana dokumen-dokumen persyaratan tersebut merupakan dokumen kependudukan yang berisi identitas diri yang didalamnya terdapat informasi kewarganegaraan seseorang. Beberapa dokumen yang dipersyaratkan untuk dapat diterbitkannya paspor tersebut tidak dapat dipenuhi oleh anak dari orang tua berstatus stateless tersebut karena Negara Republik Indonesia tidak memiliki instrument yang mengatur untuk penerbitan dokumen tertulis tersebut bagi orang dengan status stateless dan juga anak dari orang yang berstatus stateless tersebut (Garner, 2009)

Peristiwa hukum kewarganegaraan bagi anak yang lahir di Indonesia dengan orang tua berstatus staleless person seperti anak dari orang tua beretnis Rohingya yang lahir di Indonesia merupakan suatu peristiwa hukum yang baru. Tidak adanya instrumen yang mengatur hal tersebut menimbulkan tidak berjalannya asas kepastian hukum, padahal asas kepastian hukum itu sendiri dijamin oleh negara. Kasus khusus seperti ini memerlukan suatu aturan khusus, jika masih berdasarkan tata cara, prosedur dan persyaratan perolehan paspor terdahulu, maka pihak Imigrasi tidak dapat menerbitkan paspor bagi anak etnis Rohingya yang lahir di Indonesia padahal anak tersebut berdasarkan Undang-undang Kewarganegaraan Indonesia merupakan WNI yang memiliki hak yang sama dengan WNI lainnya, salah satu haknya yaitu memiliki paspor (Hikmah, 2017)

 

Kesimpulan

Status kewarganegaraan anak dari orang tua berstatus stateless yang lahir di Indonesia hanya sah secara peraturan undang-undang tetapi tidak sah secara administrasi kependudukan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya peraturan perundang-undangan atau aturan lain dibawahnya yang mengatur mengenai bukti kependudukan dalam bentuk dokumen tertulis yang menyatakan bahwa anak dari orang tua berstatus stateless yang lahir di Indonesia tersebut benar-benar secara sah dan meyakinkan merupakan WNI. Kekosongan hukum tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai status kewarganegaraan seseorang yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28D. Selain itu, Prosedur penerbitan paspor dalam ketentuan peraturan perundang-undangan saat ini terhadap pemenuhan hak untuk memperoleh paspor Republik Indonesia bagi anak dari orang tua berstatus stateless masih belum ada.

 

BIBLIOGRAFI

Alwasilah, A. C. (2002). Pokoknya kualitatif: Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Pustaka jaya.Google Scholar

Bowen, S., Chawla, N., Collins, S. E., Witkiewitz, K., Hsu, S., Grow, J., Clifasefi, S., Garner, M., Douglass, A., & Larimer, M. E. (2009). Mindfulness-based relapse prevention for substance use disorders: A pilot efficacy trial. Substance Abuse, 30(4), 295�305. Google Scholar

El-Sakka, S. M. F. (2016). Self-Regulated Strategy Instruction for Developing Speaking Proficiency and Reducing Speaking Anxiety of Egyptian University Students. English Language Teaching, 9(12), 22. Google Scholar

Garner, B. A. (2009). Black Law Dictionary, United State America: Thomson Reuters. West Publishing Co. Google Scholar

Hikmah, M. (2017). Sudah Saatnya Indonesia Memiliki Kodifikasi Hukum Perdata Internasional. Jurnal Hukum & Pembangunan, 33(2), 300�305. Google Scholar

Indonesia, R. (2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI. Google Scholar

Kusnardi, M., & Ibrahim, H. (1983). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti. Google Scholar

Kusuma, N. M. W. (2014). Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Mengenai Tanggung Jawab Penjamin Atas Keberadaan dan Kegiatan Orang Asing di Bali. Udayana University. Google Scholar

Marliyanto, R., & Indrayati, R. (2011). Analisis Yuridis Status Kewarganegaraan terhadap Orang yang Tidak Memiliki Kewarganegaraan (Stateless) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Google Scholar

Rismayanti, D. (2009). Analisis Portofolio Kredit (Konsumtif dan Produktif) Dan Pengaruhnya Terhadap Laba (Studi Kasus PT Bank X Tbk). Google Scholar

Rismayanti, I. D. (2009). Manusia Perahu Rohingya: Tantangan Penegakan HAM di ASEAN. Opinio Juris, 16. Google Scholar

Soekanto, S. (2006). Pengantar penelitian hukum. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Google Scholar

Tutik, T. T., & SH, M. H. (2016). konstruksi hukum tata negara Indonesia pasca amandemeTutik, T. T., & SH, M. H. (2016). konstruksi hukum tata negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Prenada Media.n UUD 1945. Prenada Media. Google Scholar

Weis, P. (1961). The convention relating to the status of stateless persons. International & Comparative Law Quarterly, 10(2), 255�264. Google Scholar

Wijayanta, T. (2014). Asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dalam kaitannya dengan putusan kepailitan pengadilan niaga. Jurnal Dinamika Hukum, 14(2), 216�226. Google Scholar

 

 

Copyright holder:

Oktinardo Mandira Dulage Kansil, Hedwig Adianto Mau, Mardi Candra (2022)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: