How to cite:
Pratama, A, M., (2022) Tasawuf Underground: Menumbuhkan Self-Awareness Anak Jalanan dalam
Kesadaran Melaksanakan Ibadah, (4) 10, https:// 10.36418/syntax-idea.v4i10.1975
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Idea: pISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 4, No. 10, Oktober 2022
TASAWUF UNDERGROUND: MENUMBUHKAN SELF-AWARENESS ANAK
JALANAN DALAM KESADARAN MELAKSANAKAN IBADAH
Agustina Norma Pratama
Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Salatiga Jawa Tengah, Indonesia
Email: agustinanormapra[email protected]
Abstrak
Anak merupakan generasi penerus yang mewarisi cita-cita perjuangan bangsa yang
memiliki peran penting dalam kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Kesadaran Ibadah Anak Jalanan
dalam Sufisme Bawah Sadar. (2) Upaya Tasawuf Bawah Sadar dalam menumbuhkan
kesadaran diri anak jalanan dalam menjalankan ibadah. (3) Implikasi pembentukan
kesadaran diri terhadap kesadaran anak jalanan dalam tasawuf bawah sadar. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dan penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan
studi kasus. Subyek penelitian ini adalah para pendiri tasawuf bawah tanah dan anak
jalanan binaan tasawuf bawah tanah. Lokasi penelitian berada di bawah Jembatan Tebet,
Jakarta Selatan. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran anak jalanan beribadah
dalam tasawuf bawah tanah pada awalnya sangat rendah. Ditunjukkan dengan tidak
diinginkan untuk beribadah, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, mengamen di jalanan,
dan gelandangan. Langkah-langkah yang dilakukan oleh tasawuf bawah tanah untuk
menumbuhkan kesadaran diri dalam beribadah adalah melakukan pendekatan dengan
mengacu pada teori konsentrasi sosial dalam lima tahap 1) Tahap orientasi 2) Pertukaran
eksplorasi afektif 3) Pertukaran afektif 4) Pertukaran stabil 5) Depenetrasi. Kemudian
dilanjutkan dengan mengenalkan ibadah kepada anak jalanan dengan tahapan 1)
memahami dakwah 2) memahami haraki 3) memahami tandzhimi Implikasi dari upaya
tasawuf bawah tanah dalam menumbuhkan kesadaran diri anak jalanan adalah dengan
melaksanakan ibadah bahwa ada perubahan perilaku pada anak jalanan di bawah
bimbingannya yang meliputi, mau beribadah, berdzikir, belajar Al-Qur'an. sebuah, dan
ingin pergi ke sekolah.
Kata Kunci: Sufi Bawah Tanah; Anak Jalanan; Kesadaran Beribadah
Abstract
Children are the next generation who inherit the ideals of the nation's struggle which have
an important role in the continuation of the existence of the nation and state in the future.
Thisstudy aims to find out (1) The Worship Consciousness of Street Children in
Subconscious Sufism. (2) Efforts of Subconscious Sufism in fostering the self-awareness of
street children in carrying out worship. (3) Implications of the formation of self-awareness
on the consciousness of street children in subconscious Sufism. This research is a
qualitative research and field research using a case study approach. The subjects of this
study were the founders of underground Sufism and street children of underground Sufism.
The research location is under the Tebet Bridge, South Jakarta. Data collection
techniques through observation, interviews and documentation. The results showed that
Agustina Norma Pratama
Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022 1472
the awareness of street children worshipping in underground Sufism was initially very
low. It is shown by being undesirable to worship, consume illegal drugs, busk in the
streets, and be homeless. The steps taken by underground Sufism to cultivate self-
awareness in worship are to approach with reference to the theory of social concentration
in five stages 1) Orientation stage 2) Affective exploration exchange 3) Affective exchange
4) Stable exchange 5) Depenetration. Then continued by introducing worship to street
children with stages 1) understanding proselytizing 2) understanding haraki 3)
understanding tandzhimi The implication of the efforts of underground Sufism in
cultivating the self-awareness of street children is to carry out worship that there is a
change in behavior in street children under his guidance which includes, wanting to
worship, thinking, learning the Qur'an. a, and want to go to school.
Keywords: Underground Sufi; Street Children; Worship Awareness
Pendahuluan
Anak merupakan generasi penerus yang mewarisi cita-cita perjuangan bangsa yang
memiliki peran penting dalam kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Maka dari itu, seorang anak harus disiapkan masa pertumbuhannya penuh dengan perhatian
dan kasih sayang yang utuh. Termasuk hak mendapatkan pendidikan yang layak (Nugraha,
2019).
Namun dalam kenyataannya, banyak anak tidak mendapatkan fasilitas yang layak
dalam proses pertumbuhannya seperti pendidikan yang layak, perhatian yang maksimal dari
keluarga, lingkungan masyarakat yang kurang mendukung dan pendidikan yang sesuai
dengan potensinya. Misalnya, adanya anak jalanan karena rendahnya ekonomi orang tua,
diharmonis dalam keluarga, rendahnya pendidikan orang tua, keluarga urban yang tidak
memperoleh sumber ekonomi, dan presepsi yang keliru dari orang tua terhadap kedudukan
anak.
Ironisnya di Indonesia, dalam penelitian Muslimin di Kota Makassar tahun 2013
mayoritas anak jalanan adalah beragama Islam dan hampir semuanya memiliki pengetahuan
ke Islaman yang teramat minim, termasuk dalam hal pengamalan ibadah. Dengan adanya
situasi yang sedemikian rupa, untuk membantu proses pendewasaannya maka perlu
dibutuhkan pembentukan kesadaran diri masing-masing anak untuk bisa menerima
keadaannya dan memotivasinya untuk mau menjalankan tugasnya sebagai anak, peserta
didik, dan generasi penerus yang akan memajukan Bangsa (Nugraha, 2019).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yakni peneliti
menggunakan lapangan, berupa penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif (Rahardjo, 2018)
Jadi prosedur penelitian ini, akan menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati di Tasawuf Underground. Penelitian
deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-
fenomena secara apa adanya.
Dalam penelitian ini diperoleh data dengan mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dan dialami oleh subjek penelitian yaitu pendiri Tasawuf Underground dan anak
Jalanan binaan Tasawuf Underground, dan berusaha memahami arti dan memberikan
Tasawuf Underground: Menumbuhkan Self-Awareness Anak Jalanan dalam Kesadaran
Melaksanakan Ibadah
1473 Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022
interprestasi dari peristiwa-peristiwa berupa kegiatan yang ada di dalamnya (Idris, 2018)
Teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara dan dokumentasi kemudian
mengambil kesimpulan (Nilamsari, 2014).
Penelitian ini akan dilaksanakan di tasawuf underground yang bertempat di kolong
jembatan depan stasiun Tebet, Jakarta Selatan. Pemilihan pada lokasi tersebut karena
memiliki kriteria yang tepat untuk menemukan informan dan partisipan yang akan
dijadikan sebagai sumber penelitian, yaitu anak jalanan dan pendampingnya guna
mendapatkan data tentang perilaku beragama terutama dalam melaksanakan ibadah mahdhah
(Sarason et al., 1994)
Hasil dan Pembahasan
Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau
tempat-tempat umum. Mereka biasanya memiliki ciri-ciri pakaian kusam, tidak terurus, serta
mobilitas yang tinggi. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang
kehidupan yang akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang.
Sehingga memberatkan jiwa dan berperilaku negatif (Amin & Harianto, 2005)
Diberbagai sudut kota, sering terjadi anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-
cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima oleh masyarakat umum,
sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya.
Tidak jarang juga mereka dicap sebagai pengganggu ketertiban lalu lintas kota, sehingga
sering adanya razia untuk memberantas mereka. Marginal, rentan, dan eksploitatif merupakan
istilah-istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan.
Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang
dihargai, dan umumnya tidak menjanjikan prospek apa pun di masa depan. Rentan karena
resiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari segi
kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena mereka biasanya
memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang sangat lemah, tersubordinasi, dan
cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau oknum
aparat yang tidak bertanggung jawab (Sirajuddin & Tamsir, 2019)
Begitupun yang terjadi di Tasawuf Underground, anak jalanan di sana pada awalnya
tidak memiliki pemahaman agama yang baik, mereka berasal dari berbagai latar belakang
kondisi, ada yang berasal dari anak yang tidak dipedulikan oleh keluarganya, ada yang awal
mulanya merasa nyaman melihat anak jalanan di jalan dan akhirnya ia ingin mengikuti
kegiatan-kegiatan anak jalanan. Tetapi sebagian besar alasan mereka menjadi anak jalanan
karena merasa kecewa dengan kehidupannya sehingga menimbulkan keinginan-keinginan
untuk melakukan perbuatan yang negatif (Naqqiyah, 2021).
Kesadaran merupakan hal penting dalam proses pendewasaan. Kesadaran adalah
kondisi tau, mau dan mengerti dengan dirinya sendiri. Pengertian ini dipahami sebagai
kondisi mengenal diri sendiri, relaksasi diri, mawas diri, dan penemuan jati diri. Kesadaran
merupakan pemahaman secara utuh mengenai jati diri yang memberikan ruang seluas-
luasnya untuk bertindak dan berperilaku sejalan dengan kemampuan dan batasan-batasan
yang melekat dalam diri seseorang.
Menurut Listyowati (2008) menyatakan bahwa self-awareness adalah keadaan dimana
individu dapat memahami diri sendiri dengan setepat-tepatnya. Individu mempunyai
Agustina Norma Pratama
Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022 1474
kesadaran mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi diri. Individu yang memiliki self-
awareness yang baik maka ia memiliki kemampuan mengontrol diri, yakni mampu membaca
situasi sosial dalam memahami orang lain dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya
(Makmun, 2017)
Self-awareness merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau
emosi dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman
diri. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan berusaha menyadari ketika emosi
menguasai dirinya. Sebaliknya self-awareness adalah keadaan ketika seseorang dapat
menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikirannya akibat permasalahan-permasalahan
yang dihadapi untuk selanjutnya ia dapat menguasainya. Karena ia mempunyai kepekaan
yang lebih tinggi akan emosi mereka yang sesungguhnya. Orang yang kesadaran dirinya
bagus maka ia mampu untuk mengenal dan memilih-m ilah perasaan, memahami hal yang
sedang dirasakan dan mengapa hal itu dirasakan dan mengetahui penyebab munculnya
perasaan tersebut (Goleman,1996). Menurut (Glenn, 2008), ciri-ciri individu yang mempunyai
self-awareness yang baik adalah sebagai berikut :
a. Memahami diri sendiri. Individu dapat memahami keadaan dirinya, apa yang menjadi
keinginannya ke arah yang baik. Misalnya, ia dapat mengambil keputusan terbaik
bagi kehidupannya, apa pun yang dilakukannya merupakan gambaran dirinya
sendiri, sehingga ia pun dapat bertanggungjawab pada dirinya sendiri.
b. Menyusun tujuan hidup dan karir dengan tepat. Individu dapat melakukan
perencanaan mengenai tujuan hidup dan karir di masa depan sesuai dengan bakat dan
minat yang ia miliki.
c. Membangun relasi dengan orang lain. Individu dapat membangun dan mengembangkan
hubungan interpersonal secara lebih baik.
d. Membangun nilai-nilai keberagamaan. Individu menjadikan agama sebagai salah satu
pedoman yang akan menuntun hidupnya lebih bermakna, menyadari tujuan ia
diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
e. Mampu menyeimbangkan antara tuntutan kebutuhan diri dengan kebutuhan
komunitas. Individu tidak melulu dikuasai oleh egoisitas pribadi, tetapi juga dapat
memahami kepentingan orang lain.
f. Mengembangkan kontrol diri terhadap stimulus dengan tepat. Individu mampu
mengontrol dirinya sendiri terhadap stimulus dengan kesadaran penuh mengenai
baik dan buruknya stimulus tersebut terhadap dirinya. Life skill self-awareness sebagai
upaya membentengi diri dari perbuatan negative, seperti penyalahgunaan narkoba,
korupsi, minuman keras, perkelahian, penganiayaan, pembunuhan, pergaulan bebas,
pencurian, penipuan dan lain sebagainya. Kesadaran diri merupakan pondasi awal
pembentukan karakter insan kamil. Peran kesadaran diri dalam proses pembentukan
karakter adalah sebagai “the mother of change” (induknya perubahan), yakni sebagai
pembentuk karakter. Kesadaran hati dalam proses pembentukan karakter menjadi aspek
rohani (Farida, 2016)
Salah satu aspek yang perlu dikenali dalam life skill self-awareness yaitu mengenali
peran diri sendiri sebagai abdi Allah/ciptaan Allah, mengenali diri sebagai ciptaan Allah
bukan hanya sekedar keharusan, tetapi lebih kepada sebuah kebutuhan. Mengenali peran
ini sangat penting, agar bisa menghayati apa saja tujuan Allah menciptakan diri kita.
Tasawuf Underground: Menumbuhkan Self-Awareness Anak Jalanan dalam Kesadaran
Melaksanakan Ibadah
1475 Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022
Allah menciptakan setiap diri dengan tujuan yang jelas dan pasti. Peran diri sebagai abdi
Allah ini menjadi sangat penting untuk dikenali/dipahami agar menumbuhkan kesadaran
menyembah/mengabdi/tunduk/takut/taat/patuh kepada Allah. Peran diri sebagai abdi
Allah sangat penting, agar tumbuh kesadaran apa yang seharusnya dikerjakan bagi
pengabdi Allah.
Dukungan sosial adalah kondisi yang diliputi dengan informasi atau tindakan
menyebabkan individu merasa diperhatikan, mendapat pertolongan pada saat
membutuhkan. Individu dengan dukungan sosial tertentu cenderung merasa aman,
nyaman, terlindungi, lega, damai karena merasa diperhatikan dan disenangi. Adanya
dukungan sosial yang positif menjadikan anak (khususnya anak jalanan) lebih
mendapatkan pemenuhan hak-hak sosialnya sehingga dapat meminimalisir
penyimpangan perilaku. Dukungan sosial yang diberikan secara tepat dapat dijadikan
sebagai salah satu energi positif seseorang dalam meningkatkan potensi internalnya,
salah satunya dalam hal beragama. Sebaliknya, individu tanpa dukungan sosial
cenderung merasa dirinya tidak berharga, cenderung anarkis dan menganggap dirinya
sebagai orang tidak berguna. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab orang
lebih suka dan terpaksa tinggal di jalan demi mendapatkan perhatian dan dukungan dari
kelompoknya (Asmani, 2011).
Dalam rangka memenuhi hak-hak anak jalanan sebagai warga negara terutama
dalam hal pembinaan dan pendidikan agama, beberapa LSM berupaya mengatasi
anak jalanan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan memfungsikan
dirinya sebagai pendamping dan menyediakan rumah singgah bagi anak jalanan. Di
kota Jakarta, ada beberapa relawan yang memberikan pembinaan terhadap anak jalanan,
salah satunya adalah Tasawuf Underground yang didirikan oleh seorang ustadz yang
bernama Halim Ambiya.
1. Kondisi Awal Anak Jalanan
Seperti pada umumnya sebagai anak jalanan yang lain, mereka tidak memiliki
tempat tinggal, pakaian yang layak, makanan, pendidikan, maupun pekerjaan yang
layak. Sehingga kehidupan mereka bergantung pada pencaharian dijalanan,
mengemis, ngamen, ataupun mengumpulkan rongsokan sampah yang ada di jalan.
Dengan adanya hal itu mereka merasa tidak ada yang peduli. Bahkan sebagian dari
mereka tidak mengetahui dimana dan siapa keluarganya. Meski ada juga yang
sebagian dari mereka menjadi anak jalanan karena terjerumus dalam kesalahan
bergaul. Menjadi kehilangan arah, merasa dirinya tidak berguna hidup di dunia,
bahkan keresahan juga kesedihan mendalam. Saat mereka bertemu dengan Ustadz
Halim, juga adanya pembicaraan dari hati ke hati, maulah mereka bergabung di
Komunitas Tasawuf Underground.
2. Tahapan Pendekatan dengan Melakukan Penetrasi Sosial Terhadap Anak
Jalanan
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menganalisis bahwa langkah Ustadz
Halim dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan untuk menumbuhkan
kesadaran beribadah, dengan melakukan langkah awal berupa pendekatan
terlebih dahulu dengan mengacu pada Teori Penetrasi Sosial yang memiliki lima
tahap.
Agustina Norma Pratama
Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022 1476
a. Orientasi (Orientation Stage)
Ustadz Halim melakukan tahapan orientasinya dengan cara tatap muka
langsung menanyakan kabar, nama, dan juga pertanyaan lainnya yang tidak
menyinggung perasaan anak jalanan tersebut. Dia juga melakukan komunikasi
yang bersifat non verbal dengan menganggap, bahwa anak jalanan tersebut
adalah sahabatnya sendiri.
b. Pertukaran Penjajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange)
Ustadz Halim dan anak jalanan berada di tahap pertukaran informasi
mengenai hobi satu sama lain. Terdapat sedikit spontanitas dari ucapan Ustadz
Halim kepada anak jalanan dalam komunikasi karena individu-individu sudah
sama-sama merasa nyaman dan mereka sudah tidak terlalu hati-hati jika apa
yang akan ia sampaikan salah. Mereka mulai membuka diri dengan informasi
yang bersifat lebih pribadi.
c. Pertukaran Afektif (Affective exchange stage)
Ustadz Halim meningkatkan perolehan informasi menyangkut pengalaman
pribadi masing-masing, dia akan menanyakan soal keluarga ataupun
permasalahan hidup anak jalanan secara mendalam. Walaupun keterbukaan anak
jalanan baru terlihat saat mereka merasa bahwa Ustadz Halim dapat dipercaya
dan mereka merasa nyaman.
d. Pertukaran Stabil (Stable Stage)
Berdasarkan tahap keempat ini yang merupakan tahap akhir atau lapisan
inti sudah bersifat sangat intim dan memungkinkan Ustaz Halim Ambiya dan
anak jalanan untuk memprediksi tindakan-tindakan dan respons masing-masing
dengan baik. Sehingga, anak jalanan berhasil menjadi pribadi yang baik mulai
mengaji, menghapus tato, bahkan sudah bekerja menjadi Barber Batch
sehingga anak jalanan sudah kembali ke jalan-Nya.
e. Depenetrasi (Depenetration Stage)
Tahapan ini merujuk pada tahapan ketika sebuah hubungan mulai jatuh
sehingga mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Pada tahapan ini terjadi
penarikan pengungkapan diri yang dapat mengakibatkan berakhirnya suatu
hubungan. Hal ini menunjukkan, bahwa hubungan antara Ustadz Halim dengan
anak jalanan mengalami tahap depenetrasi. Proses ini tidak bersifat eksplosif
atau meledak secara sekaligus, tetapi lebih bersifat bertahap. Di antara lima
tahapan penetrasi sosial yang digunakan Ustadz Halim. Masing-masing
digunakan dengan baik sesuai porsinya untuk membuat anak-anak jalanan
kembali kejalan yang benar. Namun, tahap awal merupakan tahap penentu untuk
menentukan keberhasilan penetrasi sosial di tahap-tahap selanjutnya dan tahap
keempat merupakan inti dari teori ini.
3. Tahapan-tahapan Tasawuf Underground dalam Mengenalkan Ibadah
Kepada Anak Jalanan
Setelah mengunakan pendekatan-pendekatan komunikasi untuk mengajak
anak jalanan kembali ke jalan Allah kemudian mau beribadah, proses komunikasi
yang dilakukan Ustadz Halim ada tahapan-tahapan yang dilakukan. Tahapan yang
Tasawuf Underground: Menumbuhkan Self-Awareness Anak Jalanan dalam Kesadaran
Melaksanakan Ibadah
1477 Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022
penulis amati dalam proses komunikasinya adalah tahapan dakwah fardiyah.
Tahapan dakwah fardiyah itu sendiri terdiri dari tiga tahap yang akan peneliti
jelaskan.
a. Mafhum Da’wah (seruan atau ajakan)
Ustadz Halim melakukan dakwah tanpa harus menyuruh anak jalanan
untuk berhenti di jalanan. Ustadz Halim lebih mengutamakan untuk mengajak
mereka untuk sholat dan berzikir. Selepas berzikir Ustadz Halim memberikan
tausyiah agama serta melakukan terapy melepaskan mereka dari narkoba.
Ustadz Halim selanjutnya membawa mad’u kepada keimanan, ketaatan,
kesatuan, komitmen pada sistem kehidupan Islam dan adab-adabnya.
b. Mafhum Haraki (gerakan)
Pengertian haraki (gerakan) dalam dakwah ini, Ustadz Halim
mengarahkan keinginan penerima dakwah dengan baik. Ustadz Halim
memperhatikan kepentingan anak jalanan dengan menyingkirkan gangguan
terhadap satpol PP dan mengusahakan kemaslahatan untuk mereka, memberi
nasihat dan pertolongan kepada setiap anak jalanan, mencintai dan
menampakkan cintanya kepada mad’u, dan bergaul dengan penerima dakwah
secara bijak dan bertukar pikiran dengan cara yang baik.
Berdasarkan hal di atas, Ustadz Halim tidak menyerukan dakwah dengan
tujuan agar anak jalanan mengikuti orang yang berjasa atau mengikuti pribadi
Ustadz Halim.
c. Mafhum Tanzhimi (Pengorganisasian)
Dakwah dalam mafhum tanzhimi adalah pengelompokan penerima
dakwah berdasarkan segi kepribadiannya agar da’i mengetahui cara
menempatkan penerima dakwah dalam lingkungan pergaulan dan
mengetahui amalan serta pengetahuan apa yang sesuai. Mad’u dalam
dakwah juga memerlukan pengaturan, penugasan, dan pengarahan
(Littlejohn & Foss, 2009).
Ustadz Halim melakukan penugasan terhadap anak jalanan sehingga
para anak jalanan dapat menunaikan tugas dengan baik dan sesuai sasaran.
Ustadz Halim dalam hal ini mencurahkan seluruh kemampuannya untuk
membimbing anak jalanan dengan memberikan tugas-tugas tertentu. Dia
juga meminta kepada para anak jalanan agar dapat mengatakan
kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga para anak
jalanan dapat melaksanakan amalan secara berkelanjutan dan tidak berbalik
haluan (Riyadi & Hasanah, 2015)
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Anak Jalanan Terhadap Kesadaran
Melaksanakan Ibadah
Anak jalanan selama ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Mereka
dianggap sebagai “sampah” yang mengotori masyarakat. Bahkan keberadaannya
dianggap mengancam keamanan masyarakat, biang kerok, dan kriminal jalanan.
Muncullah seorang tokoh yang tadinya hanya berdakwah di dunia maya
Agustina Norma Pratama
Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022 1478
memutuskan untuk berdakwah di kalangan anak-anak jalanan Yaitu Ustadz
Halim Ambiya. Dalam proses dakwah beliau merangkul dan menyadarkan anak
jalanan untuk kembali ke jalan Allah banyak membuahkan hasil yang positif
(Putro, 2016) Anak jalanan di Tasawuf Underground mulai terlihat ciri
mempunyai kesadaran beribadah yang baik. Meskipun belum semuanya, tetapi
sudah terdapat peningkatan dalam kesadaran beribadahnya (Mahmud, 1995)
Beberapa ciri anak jalanan memiliki kesadaran ibadah yang baik salah satunya
dengan adanya perubahan secara mental jelas terlihat dalam diri mereka yang
telah mengikuti rangkaian pembinaan Tasawuf Underground memiliki perubahan
perilaku seperti :
1. Meninggalkan Narkoba dan obat-obatan psikotropika yang bisa mereka
konsumsi;
2. Mulai menjalankan shalat lima waktu;
3. Aktif mengikuti acara dzikir dan shalawat;
4. Meninggalkan jalanan dan berhenti mengamen serta menemukan lapangan
kerja baru;
5. Membuka usaha sendiri dengan membuat bengkel, membuat warung kopi,
menjadi barista, membuka sablon, dll;
6. Semangat belajar dan mengaji mengejar ketertinggalan pendidikan mereka;
7. Memutuskan diri untuk mondok di kantor yang disediakan Tasawuf
Underground;
8. Membantu melakukan rekrutmen anak-anak jalanan untuk bergabung bersama
komunitas Tasawuf Underground (Setyaningrum, 2017)
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ada beberapa hasil yang
didapat: (a.) Kesadaran beribadah anak jalanan yang dibina Tasawuf Underground
mulanya sangat rendah. Diukur dari aspek sistem nilai, car.a pandang positif, serta
konsistensi perilaku atas ajaran agamanya. Karena pada awalnyan anak jalanan
tersebut tidak memiliki pemahaman agama yang baik. Tidak mau sholat,
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, tidak sekolah, mengamen di jalanan dan
tidak pulang ke rumah. (b.) Langkah yang dilakukan Ustadz Halim selaku pendiri
Tasawuf Underground dalam menumbuhkan self-awareness melaksanakan ibadah
pada anak jalanan yaitu dengan melakukan penetrasi sosial yang tahapannya
sebagai berikut: 1) Tahap Orientasi (orientation stage), Komunikasi dengan tatap
muka langsung, menanyakan kabar, nama, juga pertanyaan lain yang tidak
menyinggung perasaan anak jalanan. 2.) Pertukaran Penjajajakan Afektif
(exploratory affective exchange) Mencari informasi kesenangan masing-masing
seperti kesenangan dari segi makanan, hobi, maupun musik yang disukai anak
jalanan tersebut. 4.) Pertukaran afektif (affective exchange stage), Meningkatkan
perolehan informasi menyangkut pengalaman pribadi masing-masing anak
jalanan. Contoh soal keluarga ataupun permasalahan hidup masing-masing. 5.)
Pertukaran Stabil (stable stage). Pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku
secara terbuka. Contohnya ada yang bercerita masalah pribadi dan saling
Tasawuf Underground: Menumbuhkan Self-Awareness Anak Jalanan dalam Kesadaran
Melaksanakan Ibadah
1479 Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022
memberikan solusi. 6.) Tahap Depenetrasi (depenetration stage), Tahapan ketika
sebuah hubungan mulai jauh sehingga timbul kemungkinan untuk terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan seperti perselisihan atau perbedaan pendapat satu sama
lain.Setelah berhasil melakukan pendekatan, Ustadz Halim mengenalkan anak
binaannya tentang ibadah dengan metode dakwah fardiyah yang meliputi; 7.)
Mafhum Da’wah Untuk mencapai sasaran dakwah, Ustadz Halim membina
ppersaudaraan dengan anak jalanan. Ustadz Halim mengutamakan untuk
mengajak mereka untuk sholat dan dzikir tanpa harus menyuruh mereka berhenti
ngamen. 8.) Mafhum Haraki (Gerakan), Ustadz Halim mengarahkan keinginan
penerima dakwah dengan baik. Ustadz Halim memperhatikan kepentingan anak
jalanan dengan menyingkirikan gangguan terhadap satpol PP dan mengusahakan
kemaslahatan untuk mereka, memberi nasihat kepada setiap anak jalanan dan
menampakkan cintanya kepada mereka. 9.) Mafhum Tandzhimi
(pengorganisasian). Ustadz Halim melakukan penugasan terhadap anak jalanan
sehingga mereka memiliki kesibukan yang positif dan sesuai sasaran. Beliau juga
meminta kepada anak jalanan agar dapat mengatakan kesulitan-kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya.
Agustina Norma Pratama
Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022 1480
BIBLIOGRAFI
Amin, M., & Harianto, E. (2005). Psikologi Kesempurnaan. Yogyakarta: Ar Ruzz
Media.Google Scholar
Asmani, J. M. (2011). Tuntunan lengkap metodologi praktis penelitian pendidikan.
Jogjakarta: DIVA Pres. Google Scholar
Farida, S. (2016). Pendidikan karakter dalam prespektif islam. KABILAH: Journal of Social
Community, 1(1), 198207. Google Scholar
Idris, M. A. (2018). Dakwah PCNU Pamekasan melalui program ngaji kitab kuning di Radio
Ralita FM untuk penguatan paham ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah. UIN Sunan
Ampel Surabaya. Google Scholar
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Encyclopedia of communication theory (Vol. 1).
Sage. Google Scholar
Mahmud, A. A. H. (1995). Dakwah Fardiyah: Mbntk Pribadi Muslim. Gema Insani. Google
Scholar
Makmun, H. (2017). Life Skill Personal Self Awareness (Kecakapan Mengenal Diri).
Deepublish. Google Scholar
Naqqiyah, M. S. (2021). Transformasi teknologi komunikasi dakwah pesantren Sunan Drajat
Lamongan menuju era industri. UIN Sunan Ampel Surabaya. Google Scholar
Nilamsari, N. (2014). Memahami studi dokumen dalam penelitian kualitatif. Wacana: Jurnal
Ilmiah Ilmu Komunikasi, 13(2), 177181. Google Scholar
Nugraha, B. E. (2019). Perubahan perilaku konsumtif pada mahasiswa perantauan (studi
kasus mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial)Nugraha, B. E. (2019).
Perubahan perilaku konsumtif pada mahasiswa perantauan (studi kasus mahasiswa
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial). Google Scholar
Putro, B. I. E. (2016). Peran rumah singgah dalam pembinaan agama Islam bagi anak jalanan
usia dasar: Studi kasus di Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur Kota Malang. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Google Scholar
Rahardjo, M. (2018). Studi Teks dalam Penelitian Kualitatif. Google Scholar
Riyadi, A., & Hasanah, H. (2015). Pengaruh kesadaran diri dan kematangan beragama
terhadap komitmen organisasi karyawan RSUD Tugurejo Semarang. Psympathic: Jurnal
Ilmiah Psikologi, 2(1), 102112. Google Scholar
Tasawuf Underground: Menumbuhkan Self-Awareness Anak Jalanan dalam Kesadaran
Melaksanakan Ibadah
1481 Syntax Idea, Vol. 4, No. 10, Oktober 2022
Sarason, I. G., Sarason, B. R., & Pierce, G. R. (1994). Relationship-specific social support:
Toward a model for the analysis of supportive interactions. Google Scholar
Setyaningrum, N. (2017). Upaya Anak Jalanan dalam Memperoleh Pendidikan Islam. Tapis:
Jurnal Penelitian Ilmiah, 1(01), 154172. Google Scholar
Sirajuddin, S., & Tamsir, T. (2019). Rekonstruksi Konseptual Kepemilikan Harta Perspektif
Ekonomi Islam (Studi Kritis Kepemilikan Harta Sistem Ekonomi Kapitalisme). Laa
Maisyir: Jurnal Ekonomi Islam, 6(2), 211225. Google Scholar
Copyright holder:
Agustina Norma Pratama (2022)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: