Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����

Vol. 2, No. 4 April 2020

 


BADAN HUKUM PERSEROAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS (UUPT) DAN NIEUW BURGERLIJK WETBOEK (NBW) DI ERA BISNIS DIGITAL

 

Rita Nurnaningsih dan Dadin Solihin

Sekolah Tinggi Ekonomi Islam LPPM (STEI LPPM) Padalarang

Email: [email protected] dan [email protected]

 

Abstrak

Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT), sebagai satu diantara pilar pembangunan perekonomian nasional harus diberikan landasan hukum legalitas pendiriannya. Diharapkan berimplikasi terhadap dunia usaha dan pembangunan nasional, serta memacu bergerak positifnya dunia usaha yang dapat mendongkrak tingkat kehidupan masyarakat. Metode penulisan makalah ini, mempergunakan metode penulisan secara normative, dimana data-data empirik sebagai faktor pendukung dan dianalisa secara yuridis dari regulasi yang ada di Indonesia dan dikaitkan dengan perkembangan NBW Belanda sebagai studi komparatif. Penulisan makalah ini, untuk menelaah badan hukum perseroan terbatas (PT) menjadi badan hukum perseroan dengan berbasis pada modal para pemegang saham dengan batas ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam regulasi Pemerintah Indonesia yakni Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Perihal Perseroan Terbatas dan regulasi terkait lainnya. Sedangkan untuk badan hukum usaha diuar PT, mengenai katentuan batas nominal modal, hanya diperjanjikan oleh para pesero sebagai pemegang saham. Potret legalitas perseroan di Indonesia, tentunya mengacu pada UUPT, adapun ketentuan yang ditetapkan didalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW) hanya sebatas studi komparatif saja. Proses legalitas badan usaha di Indonesia, sudah jauh mengalami kemajuan dimulai sejak tahun 2007 dan 2015. Kini, di era digital antara Pemerintah pusat dan daerah, mengenai proses legalitas badan hukum sudah bisa diakses secara online yaitu melalui Online Single Submission (OSS) yang teritegrasi dengan dinas Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) disetiap kabupaten/kota. Menelaah KUH Perdata (BW) sebagai hukum warisan kolonial, Indonesia masih tetap mengacu pada BW dan KUHD untuk mengatur badan hukum. Padahal sejak tahun 1992 di Belanda sendiri telah melakukan berbagai perubahan hukum yang jauh lebih maju, hal ini ditandai dengan adanya NBW sebagai reformasi hukum acara kebaruan yang diterapakan oleh Belanda dalam mengikuti perkembangan dunia usaha, khususnya di benua Eropa.

 

Kata kunci: Badan Hukum, UUPT, NBW, Bisnis Digital

 

Pendahuluan

Badan atau organisasi usaha yang kokoh adalah turut mendukung dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian nasional yang digelar atas dasar demokrasi ekonomi sebagai prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, mandiri, dan dengan menjaga keseimbangan kemajuan.

Badan usaha yang survive dapat meningkatkan pembangunan perekonomian nasional, juga memberikan landasan yang kuat untuk dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia, era revolusi industri, dan kemajuan teknologi informasi, perlu mengacu pada regulasi yang mengatur tentang Perseroan Terbatas (PT) yang bisa menjamin terlaksananya iklim dunia usaha yang tertib dan legal.

Perseroan Terbatas sebagai satu diantara pilar pembangunan perekonomian nasional memerlukan landasan hukum dalam hal prosedur pendiriannya untuk lebih memacu dunia usaha dan pembangunan nasional yang tersusun menjadi usaha bersama berasaskan kekeluargaan (Konsideran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Perihal Perseroan Terbatas (UUPT).

Berdasarkan motivasi tersebut, perihal mendirikan perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) diperlukan suatu proses atau tahapan yang harus ditempuh.Apabila semua tahapan sebagaimana ketentuan tentang PT tersebut sudah dilalui, maka barulah PT tersebut berdiri dan memperoleh status sebagai Badan Hukum yang sah sepadan didalam peraturan perundang-undangan yang ada. Dalam hal ini, penulis mencoba mengetengahkan materi dengan permasalahan berikut : Bagaimanakah tinjauan Perseroan Terbatas (PT) menjadi badan hukum perseroan modal? Dan Bagaimanakah potret legalitas PT berdasarkan UUPT serta Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW)?

 

Metode Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi permasalahan sebagaimana disebutkan diatas, penulis membahas penelitian hukum secara normatif dengan studi kepustakaan serta regulasi yang sah di Indonesia. Metode penulisan makalah ini, mempergunakan metode penulisan secara normatif dengan memerhatikan data-data empirik sebagai faktor pendukung yang dipaparkan secara yuridis normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sah di Indonesia (Soemitro, 1990).

 

Hasil dan Pembahasan

Perkembangan Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT), menjadi satu diantara pilar pembangunan perekonomian nasional yang memerlukan landasan hukum legalitas. Landasan legalitas sangat berperan dalam yurisdiksi domisili dan kontestasi bisnis di era digital serta meraih pangsa pasar yang lebih mangkus dan sangkil. Secara empirik, hal ini diharapkan berimplikasi terhadap dunia usaha dan pembangunan nasional, serta memacu bergerak positifnya dunia usaha yang dapat mendongkrak tingkat kehidupan masyarakat.

1.    Perseroan Terbatas (PT)

Perkembangan dunia bisnis kini semakin pesat, para pengusaha memerlukan tempat dalam mewujudkan perbuatan hukum serta bertransaksi. Sarana usaha yang lebih dominan digunakan yaitu Perseroan Terbatas (PT), sebab mempunyai sifat, ciri khas serta keistimewaan yang tidak dipunyai dalam bentuk badan usaha lainnya. Dimana Perseroan Terbatas seperti badan hukum yaitu persekutuan modal, berdiri atas dasar perjanjian, melaksanakan aktivitas usaha menggunakan modal dasar yang semuanya terbagi dalam saham serta memenuhi persyaratan yang terdapat didalam Undang-Undang dengan tata pelaksanaannya (Pasal 1 Ayat 1, UUPT). Perseroan Terbatas, adalah bentuk persekutuan berbadan hukum, merupakan kumpulan modal/saham, mempunyai kekayaan yang terbagi atas kekayaan para perseronya, pemegang saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, berupa pemisahan fungsi antar pemegang saham dengan pengurus atau direksi, mempunyai komisaris yang merangkap sebagai pengawas, serta kekuasaan tertinggi ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Widjaya, n.d.).

Regulasi Perseroan Terbatas sebagaimana telah tertuang didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Perihal Perseroan Terbatas yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial, namun dalam perkembangannya ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 itu dianggap tidak lagi sesuai kebutuhan hukum masyarakat, dimana kondisi ekonomi, politik, serta kemajuan teknologi serta informasi sudah berkembang pesat, khususnya di era globalisasi saat ini. Prinsip-prinsip penyelenggaraan usaha yang baik menuntut perlunya penyempurnaan atau pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Perihal Perseroan Terbatas (PT), kemudian pada tahun 2007 disahkanlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT) menggantikan Undang-Undang terdahulu, dengan maksud agar lebih sesuai dengan perkembangan hukum saat ini agar dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat (Rambing, 2013).

Subjek hukum dan/atau badan hukum adalah istilah teknis yuridis yaitu segala pendukung hak serta kewajiban dalam bidang hukum. Perseroan Terbatas (PT), ialah satu diantara badan hukum yang tertuang di dalam UUPT. Di dalam UUPT secara rinci tidak dijelaskan apa maksud dari badan hukum tersebut, sebagaimana termaktub kedalam Pasal 1 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa:

Perseroan Terbatas, berikutnya dikenal dengan Perseroan, merupakan badan hukum yang disebut persekutuan modal, didirikan atas dasar perjanjian, melaksanakan aktivitas usaha menggunakan modal dasar yang semuanya terbagi kedalam saham serta sesuai persyaratan yang ditentukan didalam Undang-Undang ini beserta peraturan pelaksanaannya.�

Deskripsi perseroan termaktub Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Perihal Wajib Daftar Perusahaan, yang meyatakan bahwa:

�Perusahaan merupakan setiap bentuk badan usaha yang melaksanakan berbagai kasifikasi usaha yang sifatnya tetap serta terus menerus didirikan, bekerja serta mempunyai kedudukan di Indonesia dengan tujuan mendapatkan keuntungan/laba.� Perusahaan harus memperhatikan pendapatan yang diperoleh serta pengeluaran yang dilakukan selama kegiatan operasi berlangsung supaya perusahaan bisa memperoleh laba yang diharapkan demi kelangsungan usahanya (Pasca, 2019).

Secara teoretis, mengenai badan hukum, hanya dapat dianalisa dari gejala hukum yakni adanya suatu organisasi yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dengan orang. Di satu pihak, hanya oranglah yang bisa mengatakan kehendaknya, namun di lain pihak wajib diakui adanya bentuk kerjasama atau kesatuan yang memiliki hak serta kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang yang melakukan tindakan hukum atas nama kesatuan tersebut (Budiono, 2012).

R. Ali Ridho menjelaskan tentang unsur-unsur suatu badan hukum, dalam hal ini apabila dilihat dari suatu doktrin para ahli hukum hingga kini masih diterima, yaitu: 1. berupa harta kekayaan yang terpisah; 2. adanya organisasi yang teratur; 3. mempunyai tujuan tertentu; 4. mempunyai kepentingan tersendiri; (Ridho, 1986).

Berpijak dari unsur badan hukum diatas, perlu diingat bahwa dalam proses permohonan legalitas perseroan terbatas, ketika akses secara online perihal pengajuan pesan nama perseroan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. ditulis dengan huruf latin; b. tidak digunakan dengan sah seperti Perseroan lain atau berbeda dengan pokoknya terkait Nama Perseroan lain; c. tidak bersisihan terkait ketertiban umum dan/atau kesusilaan; d. tidak sama atau tidak persis terkait nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, apabila memperoleh ijin dari lembaga yang berkaitan; e. tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; f. tidak memiliki arti atas Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata; g. Bukan hanya menggunakan maksud serta tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan; h. sesuai dalam maksud serta tujuan serta aktivitas usaha Perseroan, dalam hal maksud serta tujuan serta aktivitas usaha akan befungsi seperti bagian dari Nama Perseroan (Pasal 5 ayat (1), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor43 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengajuan serta Pemakaian Nama Perseroan Terbatas).  ��  

2.    Ragam Perseroan Terbatas (PT) dalam Perspektif Regulasi Indonesia dan NBW.

Pendirian PT, kalau dilihat dari besarnya modal, jumlah para pemegang saham, serta perolehan sahamnya dapat dibedakan menjadi:

a.    PT. Tertutup (Private)/PMDN

�� Perseroan terbatas tertutup yaitu perseroan terbatas yang modalnya berasal dari wilayah tertentu seperti pemegang sahamnya hanya dari kerabat serta keluarga saja atau kalangan orang terbatas dimana sahamnya tidak dijual kepada umum/public (https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas, diunduh tanggal 5 Oktober 2019).

Perihal modal perseroan sebagaimana diatur dalam UUPT yakni modal dasar Perseroan terbagi atas semua nilai nominal saham, dengan Modal Dasar Perseroan kurang lebih Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan alokasi modal disetor dan ditempatkan minimal 25% dari modal dasar (Pasal 32 dan Pasal 33 UUPT).

PT. Tertutup yaitu perseroan terbatas yang berdiri dengan tidak bermaksud menjual sahamnya kepada kalayak umum. Bentuk perseroan terbatas ini dikenal sebagai perseroan keluarga, walaupun pada kenyataannya tidak setiap PT. yang tertutup adalah PT. keluarga dan tidak selalu diantara pemegang saham PT. Tertutup terbatas hanya keluarga.

PT. Terbuka yaitu jenis perseroan terbatas yang sahamnya dijual ke masyarakat luas melalui bursa, sebagai cara pemupukan modal untuk investasi. Kondisi terkini, PT. Terbuka dikenal sebagai PT. Go Public (Imas Rosidawati Wiradirja, Juli Asril, 2015) NBW, sebagai hukum acara Belanda yang sifatnya kebaruan melansir perihal ketentuan perseroan yaitu: (Article 2:3 Private Legal Persons, Book 2 (two), Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW)/The Dutch Civil Code. Lihat: http://www.dutchcivillaw.com/civilcodegeneral.htm, 5 Oktober 2019).

�Associations ('verenigingen'), Cooperatives ('co�peraties'), Mutual Insurance Societies ('onderlinge waarborgmaatschappijen'), Open Corporations*) ('naamloze vennootschappen'), Closed Corporations**) 'besloten vennootschappen') and Foundations ('stichtingen') have legal personality.�

*)   Open Corporations are the equivalent of public limited companies under English law, i.e. companies with free tradable shares.

**) Closed Corporations are the equivalent of private limited companies under English law, i.e. companies with restricted tradable shares.

b.   PT. Terbuka (Public)

Deskripsi Perseroan Terbuka (Tbk.) yaitu perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi sahamnya dipasarkan kepada umum, diperdagangkan melalui bursa saham (Widjaya, n.d.). Dengan kata lain, yang dimaksud Perusahaan Terbuka merupakan Emiten yang membuat Penawaran Umum Efek sifatnya Ekuitas atau Perusahaan Publik (Pasal 1 ayat (1), Salinan POJK Nomor 32/POJK.04/2014 Perihal Rencana serta pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka). Ketentuan lebih lanjut tertuang didalam Undang-Undang Nomor8 Tahun 1995 Perihal Pasar Modal yang menegaskan bahwa Perusahaan Publik merupakan Perseroan yang sahamnya sudah mencapai kurang lebih 300 (tiga ratus) pemegang saham serta mempunyai modal diberikan kurang lebih Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham serta modal disetor yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 1 ayat 22, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Perihal Pasar Modal/UUPM).

Perihal yang dimaksud dengan pemegang saham pada Perseroan Terbuka yaitu �pemegang saham pada jenis saham yang terkena dampak atas perubahan hak atas saham pada jenis saham tertentu� yakni:

1.    Dalam hal perubahan hak berupa pengurangan hak, pemegang saham yang terkena dampak ialah pemegang saham pada jenis saham yang akan dilakukan pengurangan hak.

2.    Dalam hal perubahan hak berupa penambahan hak, pemegang saham yang terkena dampak ialah pemegang saham dalam jenis saham yang tidak dilakukan penambahan hak. (Penjelasan Pasal 29 A, Salinan POJK Nomor 10/POJK.04/2017 Perihal Perubahan Atas POJK Nomor 32/POJK.04/2014 Tentang Rencana serta Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka).

Berdasarkan ketentuan nominal saham sebagaimana tertuang didalam Undang-Undang Tentang Pasar Modal tersebut, apabila suatu ketika para pemegang saham berkehendak menyelenggarakan RUPS, maka permintaan penyelenggaraan RUPS harus a). dilaksanakan dengan niat baik; b). mempertimbangkan kepentingan Perusahaan Terbuka; c). adalah permintaan yang memerlukan keputusan RUPS; d.) beserta dengan alasan serta bahan yang berkaitan dengan hal yang dapat diputuskan dalam RUPS; e.) tidak bersitegang dengan peraturan perundang-undangan serta anggaran dasar Perusahaan Terbuka. (Pasal 3 ayat (3), Salinan POJK Nomor 32/POJK.04/2014).

Menelaah terminologi PT terbuka tersebut, dapat dibagai menjadi dua macam PT Terbuka, diantaranya:

1.    PT. yang Go Public sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Perihal Undang-undang Perseroan Terbatas.

2.    Perseroan Publik yaitu PT yang tidak melakukan penawaran umum di pasar modal. Dalam arti tidak menjual sahamnya di melalui bursa (tidak Go Public), namun modalnya sangat besar dan terbadi atas sejumlah pemegang saham yang jumlahnya besar (Imas Rosidawati Wiradirja, 2015).

Regulasi Indonesia menegaskan perihal implikasi PT. Terbuka, sebagaimana ditetapkan didalam pasal 1 ayat (6) UUPT:

1.    Perseroan Terbuka merupakan perseroan yang modal serta jumlah pemegang sahamnya sesuai kriteria tertentu; atau

2.    Perseroan yang melaksanakan penawaran umum, selaras dengan peraturan
perundang-undangan dalam bidang pasar modal (Pasal 1 ayat (6) UUPT).

3.    Permohonan Pengesahan Badan Hukum Online

Tahapan pendirian perseroan terbatas, prosedurnya yaitu diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), sebagaimana dipaparkan berikut:

a.    Akta perseroan itu harus dibuat dalam bentuk otentik, sesuai dengan Pasal 38 KUHD. Perseroan Terbatas ialah badan hukum yang mendirikan atas azas �perjanjian�. Karena merupakan �perjanjian� maka ada pihak-pihak yang membuat perjanjian, artinya ada lebih dari satu atau minimal ada dua belah pihak didalam perjanjian itu, sama hal yang tertuang didalam Ayat 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. �Perjanjian� pendirian Perseroan Terbatas yang dilaksanakan dengan para pendiri tersebut tertuang didalam suatu akta notaris yang dikenal dengan �Akta Pendirian�. Akta Pendirian umumnya mengatur berbagai jenis hak-hak serta kewajiban dengan pihak pendiri perseroan untuk mengelola serta melaksanakan Perseroan Terbatas itu. Hak-hak serta kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian berikutnya dinamakan dengan �Anggaran Dasar� perseroan, sebagaimana dituangkan kedalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas.

b.    Memperoleh persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM RI c.q. Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum), sesuai dengan Pasal 36 KUHD serta lebih detail diatur dengan Peraturan Menteri Hukum serta HAM RI NomorM.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 Perihal Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum serta Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Pengajuan Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas, Tanggal 22 Maret 2011, dimana dalam Peraturan Menteri Hukum serta HAM RI tersebut disebutkan bahwa setiap permohonan pengesahan badan hukum serta persetujuan perubahan Anggaran Dasar perseroan harus melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH), yaitu sistem pelayanan administrasi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan mengakses laman website https://www.ahu.go.id/ yang diakses secara online melalui format isian yakni berupa bentuk pengisian data yang dibuat secara elektronik sebagai permohonan pengajuan penggunaan nama Perseroan, penetapan badan hukum serta pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, penyampaian pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data Perseroan (Lihat: Pasal 1 ayat (3), Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011). Proses akses data perseroan tersebut terintegrasi dengan regulasi UU ITE, sebagaimana disebutkan bahwa setiap Penyelenggaraan Sistem Elektronik ialah penggunaan Sistem Elektronik dari penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, serta masyarakat. Dan Penyelenggara Sistem Elektronik yaitu semua Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, serta masyarakat yang menyediakan, mengelola, serta mengaplikasikan Sistem Elektronik, baik individu ataupun bersama-sama dengan pengguna Sistem Elektronik perihal keperluan dirinya baik keperluan pihak lain. (Pasal 1 ayat (6) dan (6a), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perihal Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008).

Lebih jauh, penyelenggaraan sistem elektronik juga memproteksi mengenai keabsahan setiap dokumen perseroan yang diakses, hal ini selaras dengan ketentuan bahwa Dokumen Elektronik merupakan seluruh Informasi Elektronik yang dibentuk, dilanjutkan, dikirimkan, diterima, ataupun disimpan kedalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, serta lainnya, yang bisa dilihat, dimunculkan, serta didengar dari komputer ataupun Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas terhadap tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau yang lainnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang mempunyai makna atau arti atau bisa dimengerti oleh orang yang dapat memahaminya (Lihat: Pasal 1 ayat (6) dan (6a), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perihal Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008).

Setelah proses akses pengesahan dan/atau pelaporan selesai, kemudian Badan Hukum perseroan yakni diumumkan kedalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI), sebelum UU PT disahkan prihal pengumuman BNRI ini diatur dalam ketentuan Pasal 38 KUHD, kemudian tahapan pengumuman dalam BNRI tetap berlaku, sebagaimana ditindaklanjuti oleh UU Nomor 1 Tahun 1995, selanjutnya pengumuman BNRI itu adalah kewajiban Direksi PT yang bersangkutan. Akan tetapi, setelah disahkannya UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang PT, kewenangan pengumuman BNRI tersebut diubah menjadi wewenang/kewajiban Menteri Hukum serta HAM RI.

Setelah tahap tersebut dilalui, dengan itu perseroan sudah sah menjadi badan hukum serta perseroan terbatas menjadi bendiri sendiri baik hak-hak dan/atau kewajiban-kewajibannya sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar perseroan, dapat melakukan berbagai perjanjian-perjanjian, dan kekayaan (asset) perseroan terbagi atas kekayaan pemiliknya.

Kemudian terkait proses dokumen perizinan lain yang perlu dilengkapi oleh badan hukum perseroan, perseroan mengajukan permohon kepada pejabat yang berwenang dimana perseroan tersebut berkedudukan hukum. Hal ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Perihal Wajib Daftar Perusahaan serta Pasal 6 dan 18 KUHD yang bisa dijadikan dasar hukum kebiasaan dan Jurisprudensi. Pasal 6 KUHD menyatakan bahwa:

�Setiap orang yang mendirikan perusahaan diharuskan untuk mempunyai catatan-catatan sesuai persyaratan perusahaannya perihal keadaan hartanya serta tentang apa yang berkaitan dengan perusahaannya, melalui cara yang sedemikian rupa dari catatan-catatan yang dijalankan itu sewaktu-waktu bisa diketahui semua hak serta kewajibannya�.

Pasal 18 KUHD menyebutkan juga:

�Dalam perseroan firma tiap-tiap persero bertanggung jawab dengan tanggung renteng untuk sepenuhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. (KUH Perdata 1282, 1642, 1811.)� Dokumen Perseroan lain yang perlu dilengkapi diantaranya: 1). Domisili Usaha; 2). IMB (Izin Mendirikan Bangunan); 3). NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak); 4). SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan); 5). TDP (Tanda Daftar Perusahaan); 6). Dan/atau dokumen terkait lain sesuai dengan kegiatan usaha dari perseroan; (Lihat juga laman : https://www.oss.go.id/oss/).

Artikel dalam NBW sebagai hukum acara di Belanda menyebutkan perihal badan hukum komersil untuk didaftarkan legalitas dari unsur pemerintah terkait dimana domisili badan usaha tersebut didaftarkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1.    The Directors are responsible for the registration of the Open Corporation ('naamloze vennootschap') in the commercial register, and must deposit at the office of that register (Chamber of Commerce) an authentic extract of the notarial deed of incorporation and of the documents attached to it pursuant to Article 2:93a, 2:94 and 2:94a as well as a copy of the documents compiled pursuant to Article 2:94a, paragraph 4, last sentence. They must, at the same time, report to the keeper of the commercial register for registration the total of the real and estimated costs made or to be made for account of the Corporation in connection with its formation (incorporation).

2.    The Directors are jointly and severally liable, in addition to the Open Corporation ('naamloze vennootschap'), for any juridical act performed during their directorship through which the Corporation has been committed (bound) in a period prior to the moment on which: 

a.         the application for the initial registration in the commercial register was lodged, together with the to be deposited extracts and copies;

b.         the paid up share capital amounts at least the minimum capital required for the formation (incorporation) of an Open Corporation ('naamloze vennootschap'), and; 

c.         at least one quarter of the nominal value of the share capital issued at the formation (incorporation) has been paid up. 

3.    The liability referred to in paragraph 2, under point (b) and (c), does not apply if Article 2:94a, paragraph 4, last sentence, has been applied and the payments, necessary to comply with Article 2:67, paragraph 3, and Article 2:80, paragraph 1, have been called up on behalf of the Corporation immediately after the accountant certificate (auditor's report) was given. (Lihat: Article 2:69 Registration in the Commercial Register, Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW)/The Dutch Civil Code, Book 2 (Two)).

4.    Penyetoran dan Penempatan Modal Badan Usaha

Mengenai ketentuan permodalan dalam perseroan terbatas terbagi menjadi modal dasar perseroan yaitu sejumlah modal yang tercantum didalam akta pendirian hingga jumlah maksimal, apabila seluruh saham dikeluarkan 100% (seratus persen). Selain modal dasar, didalam perseroan terbatas juga ada modal yang ditempatkan serta modal yang disetorkan. Modal yang ditempatkan adalah jumlah yang bersedia untuk dimasukkan pada waktu pendirian PT badan hukum dan adalah jumlah yang disertakan kepada para persero pendiri. Sedangkan modal yang disetor ialah modal yang dimasukkan didalam perusahaan yang diwujudkan dalam jumlah uang. Lebih lanjut ketentuan modal PT sebagaimana termaktud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Perihal Perseroan Terbatas mengatakan bahwa:

Pasal 31

(1).   Modal Dasar Perseroan terbagi atas semua nilai nominal saham.

(2).   Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terbagi atas saham tanpa nilai nominal.

Pasal 32

(1)     Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2)     Undang-Undang yang mengatur aktivitas usaha tertentu bisa menetapkan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih dominan dibandingkan ketentuan modal dasar.

(3)     Perubahan besarnya modal dasar dapat ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

(1)     Lebih sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana terdapat dalam Pasal 32 wajib ditempatkan serta disetor menyeluruh.

(2)     Modal ditempatkan serta disetor penuh dan dinyatakan melalui bukti penyetoran yang valid.

(3)     Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilaksanakan setiap kali agar menambah modal yang ditempatkan wajib disetor penuh.

Pasal 34

(1)     Penyetoran atas modal saham bisa dilaksanakan kedalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.

(2)     Dalam hal penyetoran modal saham dilaksanakan dalam bentuk lain), maka penilaian setoran modal saham ditetapkan sesuai nilai wajar yang ditentukan selaras dari harga pasar atau kepada ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.

(3)     Penyetoran saham berupa benda tidak bergerak wajib diberitahukan kedalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dengan kurun waktu 14 (empat belas) hari sesudah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

5.    Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menjalankan kegiatan usaha yang berbadan hukum, tentunya harus sesuai regulasi yang berlaku, sesuai dengan tugas dan kewenangan para persero, juga mengetahui tentang hak serta kewajiban para pihak dalam sebuah organisasi perseroan untuk mencapai visi serta misi perseroan secara bersama-sama. Untuk hal itu, tidak lepas dengan adanya putusan kuorum yang wajib dituangkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), ketentuan RUPS ini lebih tegas diatur dalam UUPT sebagaimana termaktub dalam:

Pasal 75

(1)     RUPS memiliki wewenang yang tidak diberikan untuk Direksi atau Dewan Komisaris, dengan batas yang ditetapkan didalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

(2)     Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memdapatkan keterangan yang berhubungan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, selama berkaitan dengan mata acara rapat serta tidak bersisihan dengan kepentingan Perseroan.

(3)     RUPS dalam mata acara lain-lain tidak memiiki hak untuk mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS serta menyepakati penambahan mata acara rapat.

(4)     Keputusan dari mata acara rapat yang ditambahkan wajib disepakati dari suara bulat.

Pasal 76

(1)     RUPS diselenggarakan sesuai Posisi Perseroan atau di tempat Perseroan melaksanakan aktivitas usahanya yang utama sesuai dengan yang ditetapkan dalam anggaran dasar.

(2)     RUPS Perseroan Terbuka bisa diselenggarakan di tempat posisi bursa di mana saham Perseroan tercatat.

(3)     Tempat RUPS sebagaimana dimaksud ialah harus berada di wilayah negara Republik Indonesia.

(4)     Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili seluruh pemegang saham serta seuruh pemegang saham menyepakati diselenggarakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diseenggarakan dimanapun dengan memerhatikan ketetapan sebagaimana terdapat dalam ayat (3).

(5)     Dalam RUPS dapat mengambil suatu keputusan, jika keputusan tersebut disepakati dengan suara bulat.

Mengkaji ketentuan RUPS perseroan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan diatas, para pemegang saham, melalui komisarisnya melimpahkan kewenangannya kepada direksi agar melaksanakan serta mengembangkan perusahaan selaras dengan tujuan serta bidang usaha perusahaan. Berkaitan dengan tugas itu, direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, menyelenggarakan perjanjian serta kontrak, dan lainnya. Adapun terjadi kerugian yang teramat besar (diatas 50%), maka direksi wajib melaporkannya ke para pemegang saham dan pihak ketiga, setelah itu dirapatkan.

Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi perusahaan. Komisaris dapat meninjau pembukuan, menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan jila perlu memberhentikan direksi dengan mengadakan RUPS dalam mengambil keputusan apakah direksi akan diberhentikan atau tidak. Dalam RUPS, seluruh pemegang saham sebesar/sekecil apapun sahamnya mempunyai hak untuk menyeruakan suaranya. Didalam RUPS sendiri membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan evaluasi kinerja serta kebijakan perusahaan yang dapat dilakukan segera. Apabila pemegang saham berhalangan, dia dapat melempar/menguasakan suara miliknya ke pemegang saham lain yang disebut proxy. Hasil RUPS umumnya diserahkan ke komisaris untuk dilanjutkan ke direksi untuk dilaksanakan. Secara umum, substansi RUPS menyebutkan hal berikut yaitu menetapkan direksi serta pengangkatan komisaris; memberhentikan direksi atau komisaris; menetapkan besar gaji direksi dan komisaris; mengevaluasi kinerja perusahaan; memutuskan rencana penambahan dan/atau pengurangan saham perusahaan; menentukan kebijakan perusahaan; dan mengumumkan pembagian laba (dividen). (Lihat: Pasal 15, UUPT).

6.    Hubungan Badan Hukum Perseroan dan Bisnis Internasional

Mengkaji tentang hubungan badan hukum perseroan dan dunia bisnis internasional, kalau dilihat dari sisi yuridis, selain mengacu pada Undang-Undang Tentang Badan Hukum Perseroan dan/atau Undang-Undang Tentang Pasar Modal, juga mengacu pada Undang-Undang Perjanjian Internasional, menyebutkan bahwa Perjanjian Internasional merupakan perjanjian, dalam bentuk serta nama tertentu, yang dituangkan dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta memunculkan hak serta kewajiban di bidang hukum public (Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000). Hal ini pun, tidak lepas dengan memerhatikan asas perjanjian/kontrak internasional sebagaimana diatur sesuai kesepakatan para pihak dengan mempertimbangkan:

a.    Hukum Kontrak Nasional.

Maksud dari hukum kontrak nasional kaitannya dengan kontrak internasional, yakni kontrak nasional yang terdapat unsur asingnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur internasional tidak lain sebagian besarnya adalah hukum kontrak nasional.

b.    Hukum Perdata Internasional.

Hukum kontrak internasional ini sesungguhnya adalah salah satu bagian dari hukum perdata internasional. Karena itu, prinsip-prinsip perdata internasional, khususnya mengenai hukum perdata internasional, perlu dipahami dari para pihak yang melakukan akad/perjanjian.

c.    Hukum Perdagangan Internasional.

Kontrak internasional dan perdagangan internasional mempunyai kaitan erat. Dimana perdagangan internasional tercantum serta ditutup dalam kontrak internasional. Karena itu, perkembangan hukum kontrak internasional, lebih dominan bergantung oleh perkembangan tranksaksi perdagangan internasional berikut hukum yang mengaturnya (Adolf, 2007).

Kesimpulan

Badan hukum perseroan terbatas (PT) seperti badan hukum perseroan modal inbreng para investor atau pemegang saham, dalam regulasi Pemerintah Indonesia telah ditetapkan batas minimal permodalan untuk badan hukum PT itu Rp50.000.000;- (lima puluh juta rupiah) untuk modal dasar, modal diletakkan serta diserahkan minimal 25% dari modal dasar. Sedangkan untuk badan hukum CV. dan Firmaatau bentuk badan usaha lain, secara details tidak ada ketentuan yang mengatur batas ketentuan nominal modal, namun sebatas pada katentuan nominal yang diperjanjikan oleh para pesero atau para pemegang saham. Kemudian, menelaah potret legalitas PT berdasarkan UUPT dan Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW). Di Indonesia proses legalitas badan usaha sudah mengalami kemajuan. Sejak tahun 2007, terutama awal pada tahun 2015 proses legalitas badan hukum sudah bisa diakses secara online. Begitu pula di daerah kabupaten/kota untuk perizinan terkait sudah secara online. Apalagi di era revolusi industri sekarang ini, secara global Pemerintah harus mengikuti era digital. Dan alhamdulillah untuk proses legalitas badan hukum, Indonesia sudah menggunakan Online Single Submission (OSS) yang teritegrasi dengan dinas Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) disetiap kabupaten/kota untuk memudahkan terhadap masyarakat pelaku usaha. Menelaah KUH Perdata (BW) sebagai hukum warisan kolonial, Indonesia masih tetap mengacu pada BW untuk mengatur badan hukum, padahal Sejak tahun 1992 di Belanda sendiri telah melakukan perubahan hukum acara jauh lebih maju yakni mengaku pada NBW sebagai reformasi hukum acara kebaruan yang diterapakan oleh Belanda dan mengikuti perkembangan dunia usaha, khususnya di benua Eropa.�� ��

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adolf, Huala. (2007). Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: Refika Aditama.

 

Budiono, Herlien. (2012). Arah Pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dalam Menghadapi Era Global. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 1(2), 187�198.

 

Imas Rosidawati Wiradirja, Juli Asril. (2015). Hukum Organisasi Perusahaan. Bandung: Aria Mandiri Group.

 

Pasca, Yelsha Dwi. (2019). Pengaruh Pendapatan Usaha dan Biaya Operasional Terhadap Laba Bersih Survey Pada Perusahaan Jasa Sub Sektor Transportasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(9), 163�173.

 

Rambing, Nicky. (2013). Syarat-Syarat Sahnya Pendirian Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia. Lex Privatum, 1(2).

 

Ridho, R. Ali. (1986). Hukum Dagang tentang Aspek-Aspek Hukum dalam Asuransi Udara, Asuransi Jiwa dan Perkembangan Perseroan Terbatas. Jakarta: CV Remadja Karya.

 

Soemitro, Ronny Hanitijo. (1990). Metodologi penelitian hukum dan jurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta, 167.

 

Widjaya, I. G. (n.d.). Rai, 2006, Hukum Perusahaan PT, Kesaint Blanc, Cet. VI, Jakarta.