Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 4 April 2020
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI
BERWIRAUSAHA SANTRI
Ulfi Azizah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Kudus
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini mengkaji pendidikan kewirausahaan di pondok pesantren Al-Maymun Klambu-Grobogan yang dapat meningkatkan kompetensi dalam berwirausaha santri. Penelitian ini termasuk field reseach dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan mencandra fenomena secara rill. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer terkait dengan penelitian dan juga data sekunder dari berbagai
literatur sebagai pendukung. Pendidikan kewirausahaan
yang diterapkan di pondok pesantren Al-Maymun dilakukan by action yang mana memberdayakan
para santri sebagai aset (modal sumber daya insani). Berdasarkan
praktik langsung dalam mengelola bisnis pesantren dapat meningkatkan kompetensi kewirausahaan para santri melalui pengalaman dan keterampilan.
Learning outcome dari pendidikan
yang diterapkan di pondok pesantren ini adalah
menciptkan santri yang tidak hanya pandai
mengaji kitab saja tetapi bermental wirausaha yang diharapkan akan mampu memberdayakan
ekonominya secara mandiri untuk dirinya
dan juga masyarakat.
Kata kunci: Pendidikan Kewirausahaan, Kompetensi
Kewirausahaan, Pondok Pesantren, dan Santri
Pendahuluan
Pondok pesantren identik dengan pendidikan keagamaan yang
kuat. Namun menghadapi era revolusi industri 4.0, para santri lulusan pondok
pesantren perlu dibekali keterampilan agar dapat semakin memperkuat peran dan
daya saing untuk berkompetisi di masyarakat. Pondok pesantren bisa dijadikan
sebagai media untuk penguatan sumber daya insani, hanya di samping memperkuat
pondasi keagaamaan juga harus diimbangi kemampuan keterampilan.
Pelaksanaan
Pendidikan formal yang terjadi sejak zaman dulu penjajahan Belanda di Indonesia
banyak mengadopsi pendidikan dari Barat. Sementara saat itu Indonesai sudah
memiliki pendidikan lokal yaitu seperti pondok pesantren hingga sampai dengan
sekarang pondok pesntren yang terkenal notabene pendidikan non formal masih
tetap aksis dan berdiri tegak. Bahkan dalam perkembangannya beberapa pendidikan
pondok pesantren kini menjelma yang dulu belum ada pendidikan formalnya kini
sudah tidak asing lagi bahkan pondok-pondok
besar sudah bertransformasi menjadi pondok pesantren modern yang sekarang lagi
popular (Adnan, 2018).
Salah satu tuntutan dari globalisasi adalah daya saing dalam
ekonomi, daya saing ini dapat terwujud apabila ada sumber daya insani yang
handal, dan untuk mewujudkannya yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan
kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan
pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Dalam kerangka globalisasi,
pendidikan perlu disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Dimensi sumber daya
insani ini menjadi faktor penting dalam rangka memberikan modal pada individu
agar mampu memiliki kompetensi terutama dalam hal berwirausaha.
Pondok pesantren dipahami sebagai bagian yang terlibat dalam
proses perubahan sosial (social change) ditengah perubahan yang terjadi, dengan
berbagai harapan dan predikat yang dikaitkan padanya, sesungguhnya berujung
pada tiga fungsi utama yang senantiasa diemban pesantren, yaitu: sebagai pusat
pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of excellence), sebagai lembaga yang
mencetak sumber daya manusia (human resources), dan sebagai lembaga yang
mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of
development).
Kewirausahaan memang sebuah pilihan yang tepat, jika dikaitkan
dengan kondisi bangsa kita saat ini. Berdasarkan profil kependudukan, Indonesia
diprediksi akan memanen bonus demografi pada tahun 2035. Bonus demografi adalah
proporsi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar secara
signifikan dibandingkan jumlah penduduk usia muda dan usia lanjut. Jumlah usia
angkatan kerja (15-64 tahun) pada tahun 2020-2030 diperkiran akan mencapai 70%,
sedangkan sisanya 30% adalah penduduk yang tidak produktif (dibawah 15 tahun
dan di atas 65 tahun).
Kewirausahaan adalah proses dinamik untuk menciptakan
tambahan kemakmuran yang diciptakan oleh individu wirausaha dalam menyediakan
produk dan jasa dengan memanfaatkan skill dan resources yang ada (Buchari & Priansa, 2009).
Modal dalam kewirausahaan tidak selalu identik dengan modal
material yang berwujud (tangible) seperti uang dan peralatan, tetapi juga
mencakup modal yang tak berwujud (intangible) seperti modal insani. Modal
insani dalam kewirausahaan mencakup empat hal, yaitu modal sosial, modal
intelektual, modal mental dan moral, dan modal motivasi (Suryana, 2014) Kesemuan modal tersebut dimaksudkan dapat dijadikan bekal
kompetensi kewirausahaan
Pesantren dalam kenyataannya merupakan lembaga potensial
untuk bergerak ke arah ekonomi berbasis rakyat, sebagaimana kekuatan yang
dimilikinya. Jika pesantren tidak bergerak ke arah ini, maka pesantren hanya
akan menjadi penonton di era mileneal ini, dimana ketika lembaga ekonomi mikro
semakin bergerak ke arah kemajuan. Berdasarkan problematika tersebut pesantren
harus memiliki potensi dalam penguatan ekonomi, dengan cara mempersiapkan,
mendidik, melatih, dan mengeksplorasi kapabilitas dari sumber daya insani dalam
konteks ini adalah santri, dalam rangka membekali santri melalui unit bisnis
berbasis pesantren yaitu bisnis dagang dan jasa agar dapat memiliki mindset
entrepreneur setelah lulus nanti dan menjadi entrepreneur� yang sukses, sehingga dapat mengurangi
tingkat pengangguran yang ada di negara ini. Pendidikan di pondok pesantren tidak
secara menyeluruh memfasilitasi dengan pendidikan formal, tetapi dengan
pelatihan informal melalui latihan kerja dapat membuktikan bahwa santripun
memiliki modal insani dalam kewirausahaan.
Berdasarkan latar belakang diatas mengantarkan penelitian ini
untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana potret pendidikan kewirausahaan
di pesantren Al-Maymun Klambu dalam meningkatkan kompetensi kewirausahaan
santri.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif yang mana metode ini yang lebih menekankan pada aspek pemahaman
secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan untuk
penelitian generalisasi. Tujuan dari metode ini bukan suatu generalisasi tapi
suatu pemahaman terhadap suatu masalah. Penelitian kualitatif ini lebih
menekankan pada proses dari pada outcome dan lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2017).
Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian
lapangan (field research), dimana untuk memperoleh data atau informasi yang
berasal dari informan diperoleh secara langsung dengan cara peneliti terjun ke
lapangan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif,
merupakan penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik
ataupun komputer. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif dimana
kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran atau mencoba mencandra suatu
dimana peristiwa atau gejala secara sistematis, faktual dengan penyusunan yang
akurat, dan untuk dapat menggambarkan atau mencandra secara faktual suatu
peristiwa atau suatu gejala secara apa adanya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara dari informan melalui
interview/wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Informan dalam penelitian
ini terdiri dari pengasuh, santri, dan alumni santri pondok pesantren Al-Maymun
Klambu. Teknik observasi juga penulis gunakan dalam penelitian ini, dimana
observasi terkait pengamatan secara langsung dengan fenomena yang terkait
dengan dalam pendidikan wirausaha berbasis pesantren dalam meningkatkan kompetensi
kewirausahaan santri. Selain data primer, penulis juga menggunakan data
sekunder demi mendukung seperti literatur yang mendukung, baik studi
kepustakaan dan literatur lainnya yang mendukung penelitian ini.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Pendidikan Kewirausahaan
sebagai Sarana Memperkenalkan Kemandirian Ekonomi
Pendidikan
kewirausahaan merupakan kajian internasional yang terus diteliti dan
dikembangkan secara dinamis di seluruh belahan dunia. Maraknya pendidikan
kewirausahaan di seluruh dunia lantaran meningkatnya kesadaran akan pentingnya
karakter wirausaha pada generasi muda. Kesadaran menginternalisasi pendidikan
kewirausahaan ini tidak lain bahwa seorang entrepreneur mampu menjadi
motor penggerak perekonomian dalam suatu negara.�
Faktor yang utama
dalam substansi pendidikan kewirausahaan adalah mencetak sumber daya insani
yang unggul dan kompeten. Kaitannya dalam penelitian ini terutama pendidikan
kewirausahaan yang berbasis pesantren yang merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang berbasis agama. Tentunya berdasarkan backgroundnya,
pondok pesantren tidak hanya menjalankan fungsinya sebagai centre of
excellent tetapi juga social change and human resources.
Pendidikan
kewirausahaan di pondok pesantren bertujuan untuk membekali para santri dengan
kompetensi pengetahuan, sikap, mental, dan keterampilan sebagai seorang
wirausahawan. Learning outcome dari pendidikan ini adalah menciptakan
wirausaha yang mampu memberdayakan ekonomi baik untuk dirinya sendiri maupun
masyarakat.
Selama ini dalam mindset
masyarakat sering kali memandang keliru pendidikan kewirausahaan, dimana
pendidikan kewirausahaan sering kali dikaitkan dengan kurikulum baru yang harus
di buat, anggapan bahwa pendidikan kewirausahaan sama saja dengan mengajari
anak didik berdagang, dan anggapan bahwa mempelajari pendidikan kewirausahaan
hanya ada di bangku sekolah ataupun kuliah saja.
Pondok pesantren
Al-Maymun Klambu merupakan pondok pesantren yang ada di desa Klambu, Kecamatan
Klambu, Kabupaten Grobogan yang sudah berdiri sejak tahun 1993 sampai dengan
sekarang yang masih di kelola oleh seorang Ibu Nyai Hj. Umi Hanik Dlucha
Muslich dan para putra-putrinya. Total santri dan santriwati sampai tahun 2020
ini sekitar 200 orang dari berbagai daerah.
Kehidupan di pondok pesantren Al-Maymun Klambu dalam kesehariannya
dipenuhi oleh nuansa religi, pengabdian, keikhlasan, kemandirian,
kesederhanaan, kebersamaan, dan ukhuwwah Islamiyyah antar warga pesantren,
sehingga dapat mendukung aktifitas belajar dan bisnis dapat berjalan dengan
baik terutama juga dalam bisnis yang dikelola di pondok pesantren Al-Maymun.
Potret dan praktik kemandirian di pondok pesantren
Al-Maymun dapat dilihat dimana aktifitas bisnis yang dikelola oleh pengasuh
pondok pesantren Al-Maymun Klambu seluruhnya menggerakkan para santri yang sudah
lama mondok untuk menghandle seluruh aktivitas bisnis dengan pantauan
langsung dari pengasuh. Tujuan pengasuh mengutus santri untuk membantu
mengelola bisnis adalah melatih santri agar mempunyai pengalaman dalam bekerja
berdasarkan praktik langsung dalam berdagang meskipun tanpa teori dan agar
santri tidak hanya bisa mengaji saja, selain pengalaman santri juga mendapatkan
keterampilan yang sebelumnya belum pernah dimiliki dan harapannya nantinya
setelah santri lulus dapat membuka usaha sendiri demi menopang kehidupan
ekonominya dan dapat memperbanyak shodaqoh dengan hasil usaha kerasnya sendiri
walaupun melalui usaha kecil-kecilan.
Berdasarkan beberapa
alasan tersebut, pengasuh pondok pesantren Al-Maymun mulai memiliki ide untuk
berani membuka bisnis dagang sendiri di lokasi yang strategis yaitu di pasar
desa Klambu� dan dekat dengan pondok
pesantren. Realisasi dari ide tersebut di mulai pada tahun 2012, dengan cara
membeli sebuah kios dengan harga 35 juta rupiah serta modal untuk barang
dagangan sebesar 10 juta rupiah. Modal sebesar 10 juta tersebut sebeneranya di
dapatkan dari pemilik barang dagangan dari toko Mubarakatan Kudus yang
menitipkan� barang di kios yang diberi
nama �Mubarokah�
bertujuan semoga harta dari kios itu benar-benar agar dikasih barokah sama
Allah. Nama tersebut diambil sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya.
Jadi barang dagangannya awalnya hanya produk-produk herbal dan kitab-kitab.
Pengasuh pondok pesantren Al-Maymun memiliki prinsip
bahwa tidak mengambil laba sama sekali selama satu tahun awal dan sebelum bisa
mengembalikan modal kios, meski dari pihak yang menitipkan barang tidak
memberikan target waktu nanti lunasnya sekian bulan. Sekitar kurun waktu 9
bulan berdagang,� 4 bulan pertama� pinjaman modal sudah bisa dibayar dan 5 bulan
selanjutnya kios sudah bisa berjalan tanpa modal pihak luar. Hal tersebut
sesuai dengan arahan yang diberikan oleh manajer toko Mubarokatan Kudus.
Akhirnya saran tersebut membuahkan hasil dan sampai sekarang bisnis di toko
Mubarokah malah semakin berkembang, terbukti dengan bisa memperluas bisnis
dagang dengan membeli 2 toko lagi yang masih sama pada area pasar Klambu, Toko
2 dibeli pada tahun 2014 dan toko 3 dibeli pada tahun 2015 dan barang yang
dijual juga sama, hanya saja untuk toko 2 ditambah dengan menjual peralatan
rumah tangga, seperti perkakas dapur, kasur, dan lainnya. Pada kios tiga tidak
ditambah dengan menjual peralatan sekolah seperti sepatu, tas, seragam, make
up, aksesesoris (jam tangan, kaca mata, dan lainnya), tetapi juga memberikan
pelayanan jasa seperti penggilingan tepung, pengetikan, pengeprinan, fotocopy,
desain banner, dan editor. Pembelian mesin fotocopy tersebut pada
mulanya karena banyaknya kebutuhan santri untuk fotocopy dan untuk memenuhi
kebutuhan fotocopy dan juga masyarakat tentunya. Mesin fotocopy tersebut dibeli
dari relasinya Abah yaitu Bapak Rozak, yaitu yang punya percetakan di depan
kampus IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Kudus.�
Kontribusi tenaga dan pikiran para santri dalam
membantu mengelola dan sebagai arena praktik langsung santri dalam bekerja
adalah sebagai berikut:� Pertama,
toko kelontong yang jumlahnya ada tiga toko dan bisnis jasa yang meliputi:
selep tepung, pengetikan, pengeprinan, fotocopy, desain gambar dan banner,
dan percetakan banner. Semua bisnis yang ada dikelola oleh para santri
dengan membagi tugas pagi mulai dari pukul: 07.30-13.30 WIB tugas santri putri
dan dua santri putra pada toko Mubarokah 3 yang menjaga toko, pukul:
13.30-20.00 WIB tugasnya santri putra untuk menjaga. Tugas tersebut sudah
disesuaikan dengan waktu santri antara belajar dan mengaji. Kedua, pertanian,
baik padi maupun palawija dijadikan sebagai sumber penghasilan bagi pengasuh
pondok pesantren Al-Maymun tetapi tidak dijadikan sebagai bentuk unit bisnis
tetapi sebagai bekal keterampilan santri dalam bercocok tanam agar dapat
meneglola lahan sebagai sumber rejeki dari Allah. Prinsip yang diajarkan oleh
pengasuh adalah hasil panen sawah tidak dijual dengan sistem borongan, karena
tidak tahu hasilnya seberapa banyak dan berapa zakat yang harus dikeluarkan,
jadi prinsipnya harus sesuai dengan rukun Islam, zakat pertanian diberikan
kepada masyarakat sekitar, tetapi kalau zakat perdagangan saya berikan kepada
santri pondok sendiri. Keempat, dan ternak kambing, ayam, dan entok, dan
kelinci, meskipun tidak dijadikan ladang bisnis bagi pengasuh pondok pesantren
Al-Maymun, namun juga bisa dijadikan salah satu sumber penghasilan ketika hewan
ternak sudah berkembang biak semakin banyak, selain manfaat materil dari hewan
ternak, kotorannya juga dijadikan pupuk oraganik untuk sawah. Pengasuh pondok
juga mendidik santri untuk dapat memanfaatkan sampah dengan tujuan menjaga
lingkungan, kumpulin sampah-sampah pondok di belakang kebun sendiri� setelah satu tahun sampah yang daun-daun di
ayak sehingga bisa menjadi pupuk kompos, kemudian dibuang ke sawah saya sendiri
untuk pupuk dengan tidak terlalu bergantung pada pupuk kimia.
Pondok pesantren
Al-Maymun Klambu melalui potensi ekonomi unit bisnisnya mendorong para santri
untuk melatih bekerja keras agar mencapai sukses dikemudian hari, melalui
pendidikan kewirausahaan dengan memberdayakan para santri untuk mandiri dan
mengeksplor minat dan bakatnya dalam menjalankan bisnis. Kemandirian merupakan
karakteristik dari wirausaha yang dijadikan modal utama. Kemandirian seorang
wirausaha dilakukan dengan mengoptimalkan segala daya dan upaya yang
dimilikinya sendiri. Intinya adalah kepandaiaan dalam memanfaatkan potensi diri
tanpa harus diatur oleh orang lain.
B.
Pendidikan Kewirausahaan
dalam Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Insani
Modal dasar kewirausahaan harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin berwirausaha dan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha dapat dikembangkan karena seseorang memiliki kemauan, kemampuan, dan pengetahuan. Modal ini tidak hanya dalam bentuk materil yaitu bentuk uang dan peralatan, tetapi dalam bentuk tidak berwujud yaitu modal insani.
Pendidikan kewirausahaan pesantren bertujuan sebagai dasar modal insani� para santri dalam berwirausaha yang mencakup:
Pertama, modal sosial (social capital) yaitu modal utama yang harus dimiliki seseorang sebelum modal lainnya), dimana modal ini terdiri dari kejujuran, kepercayaan, integritas, dan komitmen. Kesemuan modal sosial tersebut merupakan modal sosial yang dapat menumbuhkan kepercayaan dari waktu ke waktu, sehingga dapat juga melahirkan dan menambah modal material.
Pada penelitian ini, santri pondok pesantren Al-Maymun dididik secara keras untuk memiliki sifat jujur dan bertanggungjawab atas tugas yang diberikan oleh pengasuh. Melalui penanaman sifat jujur dan bertanggungjawab tersebut dapat meningkatkan integritas dan kepercayaan, dapat juga menimbulkan komitmen dari santri untuk termotivasi menjadi wirausaha yang sukses berdasarkan pada pengalaman secara langsung ikut bertindak dapat pengelolalan usaha mandiri ekonomi berbasis pesantren.
Kedua, modal intelektual (intelectual capital). Menurut Stewart dalam (Suryana, 2014) modal intelektual ini terdiri dari beberapa hal, kompetensi, komitmen, kemampuan, tanggungjawab, pengetahuan, dan keterampilan. Dapat digambarkan bahwa
intelectual capital = competence x commitment, artinya bahwa jika seorang wirausaha memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi namun tidak disertai komitmen yang tinggi pula, maka ia tidak akan bisa menggunkana modal intelektualnya dengan baik.�
Competence = capability x authority, artinya wirausaha yang kompeten diartikan sebagai wirausaha yang memiliki wewenang sendiri atas usahanya atau mandiri.
Capability = skill x knowledge, artinya kapabilitas seorang wirausaha sangat ditentukan oleh keterampilan dan pengetahuannya yang dilengkapi dengan sikap dan motivasi untuk berwirausaha.
Modal intelektual ini didapatkan oleh para santri dengan keterampilan yang diajarkan oleh pengasuh secara langsung dan juga santri secara turun temurun sejak tahun 2011 melalui unit usaha ekonomi berbasis pesantren yaitu toko kelontong dan jasa. Soft skill dan hard skill yang didapatkan akan berpengaruh secara langsung pada knowledge para santri sehingga dapat mencapai kompetensi dalam berwirausaha, sebagaimana harapan dari pengasuh pondok pesantren Al-Maymun bahwa alumni dari pondok bisa mandiri dalam mengembangkan kemampuannya dimasyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan sendiri atas usaha mandirinya.
Ketiga, �modal mental dan moral adalah modal keberanian yang dilandasi agama. Modal mental menjadi tekad kekuatan dan keberanian seseorang dalam berwirausaha, mencakup keberanian untuk menghadapi risiko, tantatangan, melakukan perubahan, berinovasi, dan menjadi lebih unggul.
Modal mental saja tidak cukup, maka harus dibarengi dengan modal moral, dimana seorang wirausaha berkeyakinan bahwa Tuhan yang Maha Esa sudah menjamin semua umat manusia dengan menganugerahi alam beserta isinya untuk dapat dieksplorasi oleh manusia yang dikarunia akal yang sempurna. Mengembangkan mental yang tangguh dan tindakan moral yang berakhlaqul karimah memang menjadi visi dari pondok pesantren Al-Maymun, karena melalui mental ini dapat memiliki keberanian dalam menghadapi segala tantangan hidup, dukungan moral menjadi pelengkap agar mereka tidak bertindak diluar batas kewajaran, terutama dalam hal ekonomi dan bisnis yang harus dilandasi oleh etika bisnis syariah, sehingga tidak mengabaikan faktor halal dan haram.
Keempat, modal motivasi adalah modal bagi setiap insan untuk terus hidup dan maju. Dapat dinilai kegagalan dan keberhasilan seseorang dalam wirausaha tergantung pada tinggi atau rendah motivasinya. Penekanan motivasi ini sangat penting dilakukan sejak dini terutama bagi santri pondok pesantren, karena sebagian santri merasa kalah dalam hal akademik formal sehingga mereka tidak percaya diri untuk mampu berwirausaha. Oleh karena itu, melalui potensi ekonomi yang dikembangkan oleh pesantren dengan memberdayakan santri sebagai sumber daya insani yang bertindak langsungs sebagai pelaku ekonomi dalam bentuk unit bisnis dagang, secara eksplisit dapat termotivasi untuk menjadi wirausaha.�
Banyak wirausaha yang sukses tidak didukung oleh pendidikan akademisi yang tinggi, karena wirausaha dapat didorong oleh guru dalam konteks penelitian ini adalah pengasuh pondok pesantren yang mana telah memberikan inspirasi dan menggali minat kepada para santri untuk berwirausaha. Motivasi lain datang dari temen sepergaulan, lingkungan pesantren dan karena telah ikut berpartisipasi dalam bisnis pesantren selama nyantri, selain itu juga termotivasi dari para alumni yang sudah memulai jejak menjadi wirausaha dan sudah sukses. Dapat disimpulkan bahwa wirausaha bukanlah suatu hal yang dilahirkan, tetapi dibangun (entrepreneur are not born-they develop).
Model pendidikan
kewirausahaan sudah berjalan sekitar delapan tahun yang awalnya berjalan secara
otodidak dan latihan secara intens sekarang dapat dijadikan model pendidikan
informal dalam pesantren. Arahan dari berbagai pihak seperti manajer
Mubarokatan Kudus dan pengasuh pesantren Al-Maymun mengenai bagaimana cara
berdagang yang baik sesuai dengan ajaran Islam dan agar bisnis dapat tetap survive
ditengah persaingan. Kejujuran, amanah, komitmen tinggi dalam bekerja
merupakan faktor utama dalam bekerja, selain itu juga diniatkan ibadah kepada
Allah.
Menurut Staw (Basrowi, 2011) pengalaman dalam menjalankan usaha merupakan prediktor terbaik bagi keberhasilan, terutama jika bisnis itu berkaitan dengan bisnis sebelumnya. Dapat disimpulkam bahwa pengalaman dalam mengelola usaha memberikan pengaruh pada keberhasilan usaha skala kecil. Tingkat keterlibatan seseorang dalam kegiatan bisnis bisa menjadi tolak ukur pengalaman dalam berusaha.�
Pendidikan kewirausahan yang ada di pondok pesantren Al-Maymun by action dengan tujuan agar para santri memiliki kompetensi dalam berwirausaha. Berdasarkan kontribusi santri dalam mengelola bisnis pesantren maka akan meningkatkan self knowledge atas bisnis yang sudah pernah dilakukan dan ditekuni selama mondok, mendorong imajinasi santri untuk mendirikan usaha yang lebih baik di masa depan, memiliki practical knowledge dalam hal ini adalah pengetahuan santri dalam memanajemen kegiatan bisnis mulai dari pelaksanaan, pembukuan dan lainnya, dan memiliki communication skill mencakup keterampilan dalam berkomunikasi, bergaul, dan berhubungan dengan orang lain.
Para santri yang dipilih tidak hanya sembarangan tetapi dinilai berdasarkan prestasi akademik pondok, kemauan, kemampuan, dan terpenting kejujurannya. Dimana santri yang turut bertanggungjawab dalam pengelolaan bisnis pondok mendapatkan kompensasi berupa bebas uang syahriah, uang kos, dan uang makan, dan bahakn dapat uang saku ketika akan pulang ke rumah. Secara eksplisit para santri tersebut dapat mengurangi biaya kiriman bulanan dari orang tua mereka. Hal tersebut dilakukan oleh pengasuh agar para santri dapat memiliki etos kerja yang tinggi sehingga tinggi hanya pandai dalam mengaji saja.
Pelatihan keterampilan juga diajarkan kepada para santri terutama untuk santri putri, diwajibkan mengikuti latihan tata boga dan juga latihan menghias parcel dengan turut mengundang pihak yang kompeten ke pondok. Tujuannya tidak lain adalah meningkatkan hard skill santri sehingga dapat dikembangkan. Pelatihan bagi santri putra lebih ditekankan pada pelatihan komputer dan juga desain, sehingga ketika pondok membutuhkan jasa seseorang dalam mendesain tidak usah lari ke luar tetapi diserahkan langsung kepada santri.
Banyak alumni pondok Al-Maymun yang sudah berwirausaha sendiri setelah mengikuti pendidikan kewirausahaan pesantren, sebagian dari mereka ada yang menjadi pedagang dan pemasok barang dagangan ke berbagai toko di beberapa kabupaten, usaha jasa percetakan undangan dan banner, dan lainnya. Semua modal tersebut didapatkan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan melalui pendidikan selama nyantri. Menurut mereka pendidikan di pondok pesantren tidak ada yang unfaedah terutama pendidikan yang berkaitan dengan ilmu agama dan sosial harus berjalan seimbang agar tujuan mencapai falah terpenuhi.
Kesimpulan
Pondok pesantren tidak hanya bertujuan mencetak� agent of excellent semata tetapi juga dapat menyeimbangkan antara konsep ibadah dan mualamah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, pondok pesantren berperan dalam mengembangkan ekonomi dalam hal mencetak human resources kepada santri dalam meningkatkan jiwa, semangat, dan kompetensi sebagai dasar modal insani dalam berwirausaha yang berpengaruh secara siginifikan dan strategis dalam pengembangan ekonomi terutama bangsa Indonesia ini dalam hal dapat berpartisipasi menekan angka pengangguran (employment).
Proses pendidikan yang dilaksanakan
di pondok pesantren Al-Maymun dilakukan by action dan jalur
informal dengan melibatkan para santri sebagai pengelola langsung dalam
bisnis pondok pesantren. Melalui bisnis pesantren para santri dapat dijadikan sebagai
modal dasar sumber daya insani dalam berwirausaha yang mana tidak hanya
mencakup modal kapital saja tetapi juga modal sosial, modal intelektual, modal
mental dan moral, dan modal motivasi. Keseluruhan modal tersebut dapat
meningkatkan kompetensi kewirausahaan para santri kelak ketika sudah lulus dari
pondok pesantren.
BIBLIOGRAFI
Adnan,
Ahmad Zaelani. (2018). Strategi Mewujudkan Kemandirian Dalam Pengembangan Dan
Pemberdayaan Ekonomi Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Bahjah
Cirebon). Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(9), 1�9.
Basrowi. (2011). Kewirausahaan: Untuk Perguruan Tinggi. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Buchari, Alma, & Priansa, Donni Juni. (2009). Manajemen Bisnis
Syariah. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suryana, S. (2014). Kewirausahaan: Kiat dan Proses menuju Sukses. Jakarta:
Salemba Empat.