Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 4 April 2020
KAJIAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SEKOLAH DASAR RAMAH ANAK DI KABUPATEN
BREBES
Farhan Saefudin Wahid dan Agus Purnomo
Universitas Muhadi Setiabudi
(UMUS) Brebes
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstrak
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus diterapkan pada anak sedini mungkin
untuk mencegah adanya perilaku menyimpang seperti Bullying. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan yang di gunakan yaitu pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil
penelitian ini menggambarkan bahwa pola pembelajaran pendidikan karakter agar anak terhindar dari kasus Bullying yaitu dengan cara
melakukan pembiasaan positif. mulai dari siswa berada
di sekolah hingga siswa pulang dari
sekolah, begitu pula saat proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) guru selalu menanamkan sikap positif pada diri siswa, Seperti
pembiasaan do�a sebelum memulai dan mengakhiri pembelajaran, serta penerapan pendidikan karakter dalam pengintegrasian mata pelajaran guru menanamkan sikap karakter dengan pengintegrasian materi berupa penyampaian butir-butir nilai Pancasila.� Faktor pendukung di SD Negeri Klampok 01
terhadap keberhasilan sekolah yaitu sikap
keteladanan yang diterapkan
oleh seluruh tenaga pendidik terutama kepala sekolah tentang pembiasaan yang baik dalam sekolah
yang harus di dukung oleh seluruh perangkat sekolah, baik bapak/ibu guru, kepala sekolah, staf maupun
penjaga sekolah. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pola pendidikan
karakter dan faktor pendukung agar anak terhindar dari kasus Bullying yaitu dengan cara pembiasaan
yang positif dan keteladanan
yang harus diterapkan oleh seluruh warga sekolah.
Kata kunci: Pendidikan Karakter, Sekolah
Ramah Anak
Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama,
yaitu salah satunya formal (Sekolah), Pendidikan yang didapatkan dari sekolah
tidak hanya tentang materi pelajaran, disekolah para siswa di ajarkan tentang
bagaimana mereka bertindak, bertingkah laku adanya sikap saling menghormati,
menghargai, dan menyayangi. Dengan adanya pengaplikasian tentang bertingkah
laku yaitu adanya saling menghormati, menghargai, dan menyayangi, para pendidik
berharap agar para siswa dijauhkan dari adanya tindak kekerasan baik di
lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah. Namun pada kenyataannya
sering terjadi akhir-akhir ini yaitu tentang kasus bully terhadap sesama siswa.
Menurut Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak Republik Indonesia (2015: 9), bahwa Data KPAI (2014-2015) tentang Kasus
Kekerasan (Kekerasan Fisik, Psikis, Seksual dan Penelantaran Terhadap
Anak),�� sebanyak 10% dilakukan oleh
guru. Bentuk pelecehan kekerasan yang ditemukan berupa pelecehan (bullying),
serta hukuman yang dalam bentuk hukuman yang tidak mendidik bagi peserta didik,
seperti mnyekiti dengan memencubit (504 kasus), bersuara keras dengan Membentak
(357 kasus) dan menjewer telinga (379 kasus), Data KPAI 2013.
Tahun 2017 kasus bullying sempat menjadi viral di media
sosial terkait perundungan yang dilakukan oleh beberapa siswi di Jakarta,
melihat dari video yang tersebar, dinas pendidikan DKI Jakarta merespon cepat
terkait video aksi perundungan atau Bullying sekelmopok remaja dilorong pusat
perbelanjaan mall Thamrin City, Jakarta. yang melibatkan Dua pelajar yaitu
siswi SD dan siswi SMP, dimana siswi yang memakai seragai putih biru menjambak
korban sampai korban terjatuh, dan tidak hanya itu di video yang sempat menjadi
viral di medsos ini terlihat bahwa korban sampai dipaksa untuk mencium kaki
siswi SMP, Kasus ini melibatkan lebih dari 9 orang.
Bullying atau perundungan terhadap siswi kelas enam SD oleh
sembilan pelajar berlangsung di lorong lantai 3A Thamrin City, pada Jumat 14
Juli 2017.Perundungan yang melibatkan pelajar SMP dan SD di pusat perbelanjaan,
ikut menyedot perhatian Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Selain
mengecam, Djarot menilai para pelaku akan di kembalikan kepada orangtua,
sekaligus pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Djarot juga memerintahkan
kepala Dinas Pendidikan Jakarta untuk melakukan investigasi.
Melihat konteks tersebut, terlihat sangat miris pendidikan di
Indonesia, yang pelakunya masih dibawah umur, tentu dengan adanya hal tersebut
perlu upaya dari pemerintah untuk mengurangi adanya hal tersebut terulang
kembali yaitu kasus bully pada anak. Adapun kasus yang baru saja mencoreng
pendidikan di Indonesia yaitu dengan meninggalnya guru Budi di sampang Madura,
beliau meninggal di duga karena adanya penganiayaan yang dilakukan oleh
muridnya saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Nilai-nilai karakter dikembangkan untuk menghasilkan siswa
yang baik perilakunya. Rawana, Franks, Brownlee, (Rawana, Franks, Brownlee, Rawana, & Neckoway, 2011). menyatakan, �Character
education programs have gained in-creasing interest in the past decade and are
de-signed to produce students who are thoughtful, ethical, morally responsible,
community orien-ted, and self-disciplined.� Kebaikan perilaku yang dimaksud
diwujudkan dalam kepri-badian yang bijaksana, beretika, bermoral, bertanggung
jawab, yang berorientasi pada masyarakat, dan disiplin diri.
Nilai karakter dapat membentuk manusia secara utuh. Hal ini
disebabkan nilai karakter merupakan penyeimbang atas pengetahuan yang dimiliki
oleh seorang siswa. Nilai karakter merupakan salah satu upaya dalam membentuk
manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek
fisik, emosi, sosial, kreativitas dan intelektual secara optimal (Muryaningsih & Mustadi, 2015). Harapannya, dengan nilai
karakter siswa dapat memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya untuk hal-hal
yang positif.
Nilai karakter sebagai bagian dari karakter disampaikan
melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter saat ini sedang gencar
dilakukan karena terdapat indikasi penurunan nilai karakter pada generasi muda.
Indikasi penurunan karakter ini didukung oleh berita-berita seperti pencurian
dan kekerasan yang dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar. Beberapa waktu lalu,
berita tanah air kita dihebohkan dengan berita kekerasan yang dilakukan oleh
anak Sekolah Dasar di Bukit Tinggi. Di ceritakan dalam kasus tersebut bahwa
seorang siswi kelas V dipukul oleh dua orang siswa dan satu siswi temannya.
Kasus kekerasan ini terjadi lantaran salah seorang siswa yang memukul merasa
sakit hati karena ibunya dihina oleh siswi yang dipukul tersebut.
Kondisi yang telah dipaparkan memerlukan pemecahan yang
fundamental dan komprehensif. Menurut (Daryanto, & Darmiatun, n.d.) bahwa pendidikan karakter
yaitu merupakan usaha yang dlakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang
dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu
anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian dan
bertanggung jawab.
Pendidikan karakter pun dapat dimaknai sebagai pendidikan
yang mengedepankan nilai, budi pekerti, akhlak, moral, maupun watak, yang pada
akhirnya memiliki tujuan untuk menumbuhkembangkan keterampilan peserta didik
untuk menentukan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik menghindari dan
menjauhi apa yang dianggap buruk dan merugikan, mewujudkan, dan menebar
kebaikan (Saepudin, 2018).
Pendidikan ramah anak yang diterapkan di sekolah baik secara
langsung maupun tidak langsung bertujuan agar terbentuknya karakter yang baik
bagi diri siswa. Pendidikan karakter tidak saja merupakan tuntutan
undang-undang dan peraturan pemerintah, tetapi juga oleh agama.
Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif agar anak
merasa nyaman dan dapat mengekspresikan potensinya, pada hakikatnya program sekolah
ramah anak merupakan sekolah yang menciptakan kondisi aman, ramah, dan
menyenangkan bagi siswa sehingga siswa lebih konsentrasi dalam belajar.
Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian di
SD Negeri Klampok 01 dengan judul : �Kajian tentang Pendidikan Karakter pada
Sekolah Ramah Anak untuk Siswa kelas V (Studi Kasus SD Negeri Klampok 01)�
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDN Klampok 01, Kecamatan Wanasari
pada Sekolah Ramah Anak untuk Siswa kelas V (Studi Kasus SD Negeri Klampok 01)�,
Kabupaten Brebes. Subjek penelitian adalah siswa kelas V tahun ajaran 2018/2019
dengan fokus penelitian bagaimana pendidikan karakter agar anak terhindar dari
kasus kekerasan atau bullying pada Sekolah Ramah Anak di SD Negeri Klampok 01.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara melalui
lembar wawancara kepada informan antara lain, Kepala Sekolah, Guru dan Siswa
kelas V. Melakukan observasi melalui lembar observasi lingkungan dengan aspek
yang diamati berupa lingkungan sekolah, kantor, kelas, UKS, mushola, kamar
mandi (WC), perpustakaan dan kantin serta observasi kelas dengan aspek yang di
amati tentang kelas mendukung atau tidak dalam pendidikan karakter dan
pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran, semua aspek yang di
amati bertujuan agar peneliti mengetahui tentang pendidikan karakter agar anak
terhindar dari kasus bullying. Peneliti menggunakan teori interaksi simbolik
dari george herbert mead berfokus pada �self concept� yaitu tentang I and Me.
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1.
Pola Pembelajaran
Pendidikan Karakter Agar Anak Terhindar dari Kasus Kekerasan atau Bullying pada
Siswa Kelas V Di SD Negeri Klampok 01
Berdasarkan pada
hasil penelitan dan observasi di SD Negeri Klampok 01 merupakan sekolah ramah
anak yang didalamnya menerapkan pendidikan karakter, setiap warga sekolah
berperan dalam pembentukan karakter bagi diri siswa. Pola pendidikan karakter
yang di dapatkan seluruh siswa di SD Negeri Klampok 01 diawali dengan siswa
yang baru datang akan disambut oleh bapak/ibu guru di depan gerbang sekolah
untuk 3S (Senyum, Salam, dan Sapa).
Saat bel pertama (5
menit) sebelum pelajaran dimulai siswa dibiasakn untuk berbaris di depan kelas
masing-masing, dengan salah satu diantaranya mengetuai untuk berbaris rapi.
2.
Faktor Pendukung
Pola Pembelajaran Pendidikan Karakter Agar Anak Terhindar Dari Kasus Kekerasan
Atau Bullying Pada Program Sekolah Ramah Anak Siswa Kelas V di SD Negeri
Klampok 01.
Salah satu faktor
pendukung pola pembelajaran pendidikan karakter di SD Negeri Klampok 01 adalah
adanya penerapan teladan yang baik dari Kepala Sekolah SD Negeri Klampok 01.
Hal ini sesuai
dengan yang di ungkapkan oleh Ibu Sopiyah (wawancara, Agustus 2018) �...
melalui sikap contoh keteladanan, jadi misalkan membuang sampah...�. beliau
juga menyampaikan faktor pendukung pendidikan karakter yang lain dengan adanya
kesadaran dari seluruh warga sekolah �....mulai dari kesadaran keseluruhan
warga sekolah terutama, yaa semua menyadari akan pendidikan karakter untuk
membentuk siswa menghadapi sekian tahun kedepan kan tujuannya untuk itu,
kemitraan juga mendukung seperti kepolisian.
B. Pembahasan
SD Negeri Klampok 01
merupakan Sekolah yang menerapkan pendidikan karakter yaitu dengan penerapan
pembiasaan positif yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah. Sebagai contoh
pembiasaan positif pada anak misal dengan keteladanan. Keteladanan adalah
syarat utama keberhasilan pendidikan karakter. Sebagai contoh anak akan sulit
belajar disiplin Ketika lingkungan keluarga dan orang tua serta orang dewasa di
sekelilingnya tidak pernah menunjukkan sikap kedisiplinan.
Cara menerapkan
kedisiplinan yaitu dengan cara pembiasaan. Hal ini sesuai dengan (Zakaria & Arumsari, 2018) tentang membangun karakter
pada anak bahwa dalam membangun karakter positif pada diri anak adalah dengan
melakukan pembiasaan dan pengulangan berbagai perilaku yang baik.
1.
Pola Pembelajaran
Pendidikan Karakter Agar Anak Terhindar Dari Kasus Kekerasan Atau Bullying Pada
Siswa Kelas V di SD Negeri Klampok 01.
Di setiap
masyarakat, ada tatanan nilai atau norma yang dianggap baik atau buruk. Selain
itu juga ada nilai agama dan budaya yang mendukungnya. Dapat dikatakan bahwa
karakter positif adalah sikap dan perilaku baik yang dapat diterima dan sesuai
dengan nilai budaya, agama dan norma masyarakat. positif mulai dari siswa
sampai di sekolah hingga siswa pulang dari sekolah. Hal ini sesuai dengan (Tjahjadarmawan,
2017) bahwa pembiasaan sikap disiplin
mengerjakan PR, tidak terlambat tiba di sekolah, serta budaya 3S (Senyum,
Salam, Sapa) merupakan contoh sederhana menanamkan karakter. Begitu juga dengan
pendapat kurniawan (2016) tentang baris berbaris di depan kelas Pelaksanaan
baris berbaris yang dilaksanakan di kelas dapat menumbuhkan karakter disiplin
siswa.
Saat proses
KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) guru SD Negeri Klampok 01 selalu menanamkan
sikap positif pada diri siswa, dari religius maupun hal baik lainnya. Sebelum
pelajaran di mulai siswa diharuskan untuk duduk rapi dan doa bersama sesuai
kepercayaan masing-masing begitu juga saat jam pelajaran berakhir. Serta
membiasakan siswa untuk Shalat Dzuhur berjamaah pada siswa kelas tinggi (4, 5
dan 6) khususnya kelas 6 yang harus sering ikut pelajaran tambahan (les)
sebagai persiapan ujian Nasional.
2.
Faktor Pendukung
Pola Pembelajaran Pendidikan Karakter Agar Anak Terhindar Dari Kasus Kekerasan
Atau Bullying Pada Program Sekolah Ramah Anak Siswa Kelas V di SD Negeri
Klampok 01.
Keberhasilan
tatanan sekolah tergantung dari manajemen sekolah itu sendiri, untuk mengelola
sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional. Setiap sekolah diberikan kebebasan untuk membuat
program-program sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Upaya
pembentukan karakter yang baik bagi seseorang melalui pembiasaan juga
sependapat dengan (Lubis, 2018) budaya bangsa ini tentu tidak
semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar
mengajar dan luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan (Habituasi)
dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras,
cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya.
C. Hubungan kasus dengan teori.
Disini
peneliti menerapkan karakter yang dimiliki oleh Mega dianggap sebagai kasus
dalam penelitian ini karena adanya perbedaan karakter yang dimiliki oleh Mega
serta perilakunya saat di kelas memperoleh tanggapan yang berbeda dari
teman-temannya. Dari kasus ini teori yang simbolik yang dapat kita temukan
adalah konsep diri (I and Me). Dimana �Me� diri sebagai objek,dan �I� ketika
sebagai subjek yang bertindak.Konsep Me yang termasuk pada kasus yaitu pada
saat Mega terlihat berbeda saat bertemu atau menanggapi seseorang yang lebih
tua (Bapak/ibu guru) Dia berkata dengan seolah-olah dirinya tidak bersalah.
Sedangkan konsep I muncul pada saat dia berinteraksi bersama temannya dia
bersikap egois dan suka marah-marah. konsep I lebih membuka peluang besar bagi
kebebasan dan spontanitas.
Menurut
adiwikarta dalam (Erawati,
2013) di simpulkan bahwa interaksionisme
simbolik adalah bahwa manusia sebagai individu yang berpikir, berperasaan,
memberikan pengertian kepada setiap keadaan, dan melahirkan reaksi dan
interpretasi terhadap setiap rangsangan yang dihadirinya.
Kesimpulan
BIBLIOGRAFI
Daryanto,
& Darmiatun, Suryatri. (n.d.). Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media.
Erawati, Desei. (2013). Analisis Interaksi Simbolik. Pedagogik Jurnal
Pendidikan, 8(2), 45�53.
Lubis, Safrida. (2018). Menguatkan Karakter Melalui Pembiasaan. Banda
Aceh: Cahaya Bintang Kecil.
Muryaningsih, Sri, & Mustadi, Ali. (2015). Pengembangan RPP
Tematik-Integratif untuk Meningkatkan Karakter Kerja Keras di Kelas 1 SD N 2
Sokaraja Tengah. Jurnal Prima Edukasia, 3(2), 190�201.
Rawana, Justin R. E., Franks, Jessica L., Brownlee, Keith, Rawana, Edward
P., & Neckoway, Raymond. (2011). The application of a strength-based
approach of students� behaviours to the development of a character education
curriculum for elementary and secondary schools. The Journal of Educational
Thought (JET)/Revue de La Pens�e Educative, 127�144.
Saepudin, Aep. (2018). Konsep Pendidikan Karakter dalam Perspektif
Psikologi dan Islam. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(1),
11�20.
Tjahjadarmawan, Elizabeth. (2017). Kumpulan Artikel Pendidikan, Ngopi
dulu. Yogyakarta: Deepublish.
Zakaria, Mia, & Arumsari, Dewi. (2018). Jeli Membangun Karakter
Anak. Bhuana Ilmu Populer.