Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X

Vol. 4, No. 8, Agustus 2022

 

SISTEM PEMASARAN GAMBIR KABUPATEN 50 KOTA

 

Fitrah Sari

Universitas Putra Indonesia YPTK Padang Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

������ Gambir merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Sumatera Barat khususnya di Kabupaten 50 Kota. Produk ini merupakan tanaman khas daerah tropis dengan berbagai keunggulan. Kebangkitan produk ini masih memiliki peluang ke depan jika melihat pasar domestik dan ekspor. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis struktur pasar gambir pada pemasaran gambir Kabupaten 50 Kota, (2) menganalisis perilaku pasar gambir di pemasaran gambir Kabupaten 50 Kota, dan (3) menganalisis kinerja pasar gambir pada pemasaran gambir 50 Kota. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 sampai Agustus 2013 dengan menggunakan data sekunder dan primer. Model analisis dalam pemasaran gambir ini menggunakan pendekatan structure, conduct and performance (metode SCP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga pemasaran gambir adalah petani melalui pedagang pengumpul ke pedagang besar dan eksportir lokal untuk gambir ekspor, sedangkan lembaga pemasaran gambir murni adalah petani ke pedagang grosir dan luar Provinsi Sumatera Barat. Struktur pasar di lokasi penelitian pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang besar bersifat oligopsoni, tetapi pada tingkat eksporter struktur pasarnya bersifat monopsoni karena mengutamakan kualitas katekin gambir. Perilaku pasar terlihat bahwa petani tersebar di berbagai daerah dengan berbagai produk, sedangkan pasar akhir gambir atau konsumen terakhir jauh dari pusat produksi sehingga tawar menawar petani menjadi rendah. Kinerja pasar gambir melalui margin dan pangsa petani terlihat bahwa margin terendah adalah pada saluran pemasaran gambir murni dengan pangsa petani tertinggi. Indikator lain seperti elastisitas transmisi harga terlihat bahwa perubahan harga di eksportir tidak sepenuhnya kepada petani. Dapat dikatakan bahwa pemasaran gambir di lokasi penelitian ini belum efisien dan pasarnya tidak sempurna. Kondisi di atas menyebabkan tidak adanya harga yang terbaik bagi petani sehingga berdampak pada rendahnya kesejahteraan petani. Pemasaran gambir di Kabupaten 50 Kota belum efisien karena struktur pasar yang terbentuk pasar oligopsoni. Peranan pedagang dan eksportir dalam menentukan harga sangat dominan dibandingkan petani.
 

Kata Kunci: gambir; lembaga pemasaran; struktur-perilaku-kinerja; oligopsoni

 

Abstract

������ Gambier is one of specific commodity in Sumatera Barat Province especially in 50 Kota Regency. This product is the specific plant in tropical area with various advantage. The rises of this product still has future chances if seeing at domestic market and export. This study aims to: (1) analyze gambier market structure in gambier marketing 50 Kota Regency, (2) analyze gambier market conduct in gambier marketing 50 Kota Regency, and (3) analyze gambier market performance in gambier marketing 50 Kota Regency. This research was done at January 2013 to August 2013 by using data secondary and primary. The model of analyzing in this gambier marketing by using structure, conduct and performance approach ( SCP method). The result of this research shows that marketing institutions of gambier marketing are farmers trough collecting trader to wholesaler and local exportir for export gambier, whereas marketing institution for pure gambier is farmers to wholesaller and outer of Sumatera Barat Province. Market structure in the research location at collecting trader and wholesaler level is olygopsony, but at exportir level the market structure is monopsony because the point of quality of gambier catechin. Market conduct is seen that farmers spread over at various area with various product, while the gambier end market or the last consumen is far away from production center so bargaining farmers become low. Gambier market performance trough margin and farmer�s share seen that the lowest margin is on pure gambier marketing channel with highest farmer�s share. The other indicator like price transmition elasticity seen that the change of price at exportirunfully to farmers. We can say that gambier marketing in this location research isnot efficient yet and imperfect market. Above condition cause there is no best price for farmers so it impacts to low farmer�s welfare. Gambir marketing in 50 Kota Regency has not been efficient because of the market structure formed by the oligopsony market. The role of traders and exporters in determining prices is very dominant compared to farmers.
 

Keywords: gambier; marketing institution; structure-conduct-performance; oligopsony��

 

Pendahuluan

Sumatera Barat adalah barometer produksi gambir Indonesia karena merupakan daerah sentra produksi gambir. Produk ini termasuk tanaman khas daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh produk ekspor utama provinsi ini. Produksi gambir Indonesia tahun 2005 sekitar 13.932 ton atau 90%nya (sekitar 13.249 ton) disumbangkan oleh Sumatera Barat.

Pengembangan komoditi gambir di Indonesia khususnya di Sumatera Barat masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Kelancaran pemasaran akan tercapai melalui upaya penyempurnaan lembaga pemasaran serta sistem pemasaran, keadaan ini diharapkan dapat mendorong kegiatan produksi sehingga dapat memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan petani dan pertumbuhan pembangunan wilayah.

Penetapan harga gambir dalam negeri pada perilaku pasar gambir dipengaruhi oleh harga yang ditetapkan oleh pengekspor dan pedagang besar. Ketentuan harga di tingkat pedagang akan menjadi patokan pengumpul untuk menetapkan harga gambir yang dibelinya kepada petani pengolah. Petani gambir tidak menentukan harga jual gambir yang diproduksinya. Kesulitan petani dalam menentukan harga jual gambir disebabkan karena minimnya informasi yang dimiliki petani terkait. perkembangan harga perdagangan gambir domestik maupun internasional (Alhendri, 2012). Peranan pedagang besar dan eksportir yang cukup menonjol tersebut menyebabkan posisi bargaining petani sangat lemah dalam pengusahaan maupun tataniaga komoditi gambir, kondisi ini dipicu pula oleh tidak terorganisirnya kelembagaan petani dan belum tertata sistem kelembagaan pemasaran dengan baik.

Informasi pasar dan harga sukar diperoleh petani. Harga gambir bisa berubah dengan cepat atau cenderung fluktuatif sehingga menimbulkan ketidakpastian petani. Fluktuasi harga, pasar komoditi yang tidak stabil dan aspek kelembagaan tataniaga (pemasaran) belum ditata dengan baik. Selama ini belum adanya peranan dan kontrol dari pemerintah dalam pemasaran gambir ini.

Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja pasar dalam sistem pemasaran gambir di Kabupaten 50 Kota. (Phindo, 2016).

 

Metode Penelitian

�������� Untuk melihat bagaimana sistem pemasaran gambir di Kabupaten 50 Kota berdasarkan data yang tersedia, maka semua variabel dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan structure conduct performance (SCP). Data yang digunakan merupakan data bulanan gambir Kabupaten 50 Kota mulai Bulan Januari 2013 sampai Bulan September 2013. Lokasi yang dijadikan tempat penelitian berada di Nagari Durian Tinggi Kecamatan Kapur IX, Nagari Solok Bio Bio Kecamatan Harau dan Nagari Halaban. Kecamatan Lateh Sago Halaban. Untuk menganalisis tujuan penelitian, maka analisa data yang ada dalam metodologi penelitian:

1. Menganalisis struktur pasar gambir di lokasi penelitian Kabupaten 50 Kota. Pada tahap ini dianalisis mengenai konsentrasi pasar (rasio empat pedagang terbesar informan kunci), hambatan masuk pasar, kondisi dan keadaan produk dan informasi pasar. Pada konsentrasi pasar dilakukan penilaian untuk mendapatkan persentase kosentrasi pasar sehingga diketahui struktur pasar yang terbentuk. Pada hambatan masuk pasar juga dilakukan penilaian untuk mengetahui berapa hambatan dalam memasuki pasar gambir, yaitu dengan menggunakan indikator Minimum Efficiency Scale (MES). Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar. MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri (Jaya, 2001 dalam Afrizal 2009).

2. Menganalisis perilaku pasar gambir di lokasi penelitian Kabupaten 50 Kota untuk memperoleh informasi mengenai perilaku partisipan dan lembaga pemasaran. Pada tahap ini dianalisis mengenai praktek pembelian dan penjualan, proses pembentukan harga, kerjasama antar lembaga pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan masing-masing lembaga pemasaran.

3. Menganalisis kinerja pasar gambir di lokasi penelitian Kabupaten 50 Kota. Kinerja pasar sangat dipegaruhi oleh struktur pasar dan perilaku pasar. Indikator yang dijadikan ukuran untuk menilai kinerja pasar di lokasi penelitian adalah margin pemasaran, bagian harga yang diterima petani dan elastisitas transmisi harga. Pada penghitungan elastisitas transmisi harga dengan menggunakan regresi linier sederhana. 3.1. Margin pemasaran

Mi = Pri � Pfi

Dimana:

Mi = Margin pemasaran pada lembaga pemasaran di tingkat pasar i(Rp/kg)

Pri = Harga jual gambir pada lembaga pemasaran di tingkat pasar i (Rp/kg)

Pfi = Harga beli gambir pada lembaga pemasaran di tingkat pasar i (Rp/kg)

a. Bagian harga yang diterima petani (farmer�s share atau FS)

����������� FS = (Pf / Pe) x 100 % ����������

Dimana:

����������� Pf = Harga gambir di tingkat petani (Rp/kg)

����������� Pe = Harga gambir di tingkat eksportir (Rp/kg)

b. Elastisitas transmisi harga

����������� Et = β x�� Pe

����������������������� ��� Pf

Dimana:

Pf = α + β Pe + ε��������

Keterangan:

Et = Elastisitas transmisi harga

Pe= Harga rata-rata tingkat petani gambir (Rp/kg)

Pf= Harga rata-rata tingkat eksportir (Rp/kg)

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Saluran Pemasaran Gambir Kabupaten 50 Kota

Saluran pemasaran gambir yang ada di Kabupaten 50 Kota dengan menelusuri kegiatan pemasaran mulai dari tingkat petani sampai eksportir yang berada di Provinsi Sumatera Barat. Dari hasil penelitian diketahui kegiatan pemasaran gambir di lokasi penelitian ini melibatkan beberapa pelaku pemasaran (lembaga pemasaran), yaitu dimulai dari petani, pedagang pengumpul (tengkulak), pedagang besar dan eksportir.

������� 1). Saluran Pemasaran Gambir Nagari Solok Bio-Bio

Gambir yang diproduksi di Nagari Solok Bio-Bio ini merupakan gambir yang dijadikan komoditi ekspor. Terdapat dua pola saluran pemasaran yang terjadi di nagari ini. Saluran pemasaran I, yaitu dimulai dari petani melalui pedagang pengumpul kemudian pedagang besar lalu kemudian ke eksportir (lokal dan luar propinsi). Petani yang menjual gambir mereka melalui pedagang pengumpul merupakan petani yang terlibat pinjaman modal kepada pengumpul. Biasanya terjadi pada saat hari-hari biasa yaitu hari selain hari pasar gambir. Untuk di Nagari Solok Bio-Bio tidak memiliki hari pasar gambir, namun penjualan gambir dilakukan pada saat hari pasar di Nagari Sarilamak yang juga berada di Kecamatan Harau dan dekat dari Nagari Solok Bio-Bio. Saluran pemasaran II, yaitu dimulai dari petani langsung ke pedagang besar kemudian ke eksportir (lokal dan luar propinsi). Saluran pemasaran ini terjadi pada saat hari pasar gambir, yaitu hari Selasa dan Sabtu yang berada di Nagari Sarilamak.

2). Saluran Pemasaran Gambir Nagari Durian Tinggi

Saluran pemasaran gambir di Nagari Durian Tinggi ini tidak berbeda dengan saluran pemasaran gambir yang ada di Solok Bio-Bio. Terdapat dua pola saluran pemasaran gambir di Nagari Durian Tinggi. Saluran pemasaran I, yaitu saluran pemasaran yang dimulai dari petani melalui pedagang pengumpul lalu ke pedagang besar kemudian ke eksportir (lokal dan luar propinsi) dan juga terjadi pada saat hari selain hari pasar gambir dimana petani menggunakan jasa pedagang pengumpul dalam memasarkan gambir. Saluran pemasaran II melibatkan petani langsung ke padagang besar kemudian ke eksportir (lokal dan luar propinsi). Saluran pemasaran ini terjadi pada saat hari pasar gambir dimana untuk nagari ini sudah memiliki hari pasar sendiri yaitu pada Hari Kamis.

3). Saluran Pemasaran Gambir Nagari Halaban

Gambir yang ada di Nagari Halaban ini merupakan gambir murni yang dijadikan komoditi lokal. Lalu dari pedagang ini kemudian memasarkan gambir ke pedagang luar propinsi yang berada di Jawa khususnya di Jogya dan Solo. Di nagari ini tidak memiliki hari khusus untuk memasarkan gambir seperti yang terjadi di Solok Bio-Bio dan Durian Tinggi karena gambir yang diproduksi di nagari ini merupakan gambir murni yang hanya sedikit diproduksi yaitu sekitar 3 ton setiap bulannya. Hanya terdapat satu saluran pemasaran gambir yang terjadi di nagari ini yaitu dimulai dari petani kemudian langsung ke pedagang besar lalu ke pedagang luar propinsi.

��� 2. Menganalisis Struktur Pasar Gambir Kabupaten 50 Kota

1). Konsentrasi Pasar

Pedagang-pedagang yang terlibat dalam penghitungan konsentrasi pasar ini yaitu empat pedagang pengumpul yang memiliki volume penjualan terbesar. Berdasarkan penilaian yang dilakukan pada penjualan empat pedagang gambir terbesar di tiga nagari penelitian maka didapatkan rasio konsentrasi pasar sebesar 49.77 persen. Berdasarkan persentase tersebut maka struktur pasar gambir Kabupaten 50 Kota tergolong weak oligopsony market structure (Kohls dan Uhls, 2002).

2). Hambatan Masuk Pasar

Hambatan untuk masuk ke pasar dihitung dengan menggunakan indikator Minimum Efficiency Scale (MES). Hasil penghitungan terhadap nilai MES di lokasi penelitian adalah sebesar 18.1 persen. Nilai MES yang besar dari 10 ini berarti bahwa tidak mudah bagi pendatang (pesaing baru) untuk masuk ke pasar gambir. Pada pasar oligopsoni, pedagang lama pada dasarnya memiliki kekuatan untuk menghalangi pesaing memasuki pasar. Pedagang ini dapat menentukan tingkat harga yang dapat memberikan keuntungan pasar yang lebih besar karena kekuatan tersebut (Teguh, 2010).

3). Kondisi dan Keadaan Produk

Produk gambir kering yang diperdagangkan di Kabupaten 50 Kota. terbagi atas dua, yaitu gambir murni dan gambir campur. Gambir campur adalah gambir yang dalam proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir, seperti tepung, tanah liat dan pupuk sehingga gambir ini lebih berat dan berwarna hitam. Gambir campur ini dihasilkan di Nagari Solok Bio-Bio dan Durian Tinggi. Gambir murni merupakan gambir yang dalam proses pengolahannya tidak ada penambahan zat/material lain berwarna kuning kecoklatan dengan berat lebih ringan. Gambir murni ini dihasilkan di Nagari Halaban dan biasanya dijadikan komoditi lokal.

4). Informasi Pasar

Informasi harga gambir tidak diketahui jelas oleh petani. Harga gambir petani ditentukan oleh pedagang, hal ini disebabkan karena jaringan pemasaran gambir yang masih bersifat tertutup sehingga petani tidak mendapatkan informasi yang sempurna mengenai harga yang sebenarnya dan jenis produk yang dibutuhkan pasar.

2.     Menganalisis Perilaku Pasar Gambir Kabupaten 50 Kota

1). Praktek Pembelian dan Penjualan

Praktek penjualan gambir yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian adalah kecenderungan menjual produk gambir mereka kepada pedagang yang sudah dikenal baik atau yang sudah pernah bertransaksi sebelumnya. Untuk tingkat pedagang pengumpul, biasanya membeli gambir langsung ke petani. Di tempat petani gambir ditimbang kemudian dibeli dengan harga yang sudah ditentukan pengumpul tadi. Dari petani, kemudian pengumpul menjual gambir ke pedagang besar yang telah memiliki kerjasama. Kemudian dari pedagang besar, gambir dijual lagi ke eksportir (eksportir lokal dan eksportir luar Sumbar seperti Medan).

2). Mekanisme Pembentukan Harga Gambir

��� Berdasarkan hasil penelitian peneliti di lapangan, komponen utama mempengaruhi harga gambir di tingkat petani adalah persentase kadar air gambir, jenis gambir yang diperdagangkan, harga di tingkat eksportir dan pedagang besar dan waktu penjualan.

3). Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran

��� Kerjasama yang dilakukan oleh antar lembaga pemasaran gambir di lokasi penelitian berupa kerjasama dalam modal dan informasi mengenai harga gambir. Modal biasanya dipinjam petani kepada pedagang pengumpul. Pengembalian dilakukan pada saat penjualan produk gambir dengan cara mengurangi dari hasil pembelian yang dibayarkan kepada petani. Modal yang dimiliki pedagang pengumpul juga berasal dari pinjaman yang diberikan oleh pedagang yang berada di atasnya (pedagang besar/eksportir). Pinjaman biasanya tanpa bunga dan tanpa ikatan hukum, hanya berdasarkan kepercayaan dan hubungan yang sudah lama terjalin. Kerjasama dalam hal informasi harga hanya didapat oleh pedagang-pedagang gambir.

4). Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilakukan

����� Fungsi pemasaran yang dilakukan antara lain fungsi pertukaran yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, fungsi fisik seperti kegiatan pengangkutan, kegiatan penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas seperti kegiatan sortasi, grading, permodalan, penanggung resiko dan informasi pasar. Namun tidak semua fungsi�fungsi pemasaran ini dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran dalam kegiatannya. Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh semua pedagang, sedangkan petani hanya melakukan kegiatan penjualan. Transaksi antara petani dengan pedagang dilakukan secara langsung dan tunai. Kegiatan penjualan ada yang langsung dilakukan di tempat petani oleh pengumpul dan ada juga yang dilakukan pada hari pasar gambir kepada pedagang besar.

����� Fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan dilakukan oleh petani dan semua lembaga pemasaran pada setiap saluran kecuali pedagang pengumpul (tengkulak) karena masih bisa menggunakan kemasan karung goni dari petani, sebaliknya kegiatan penyimpanan dan pengangkutan dilakukan oleh pedagang untuk semua saluran yang ada. Untuk kegiatan pengolahan hanya dilakukan oleh petani untuk setiap saluran. Tidak terjadi perubahan bentuk produk gambir yang diperdagangkan, proses perubahan bentuk dan penambahan nilai pada gambir hanya dilakukan pada tingkat konsumen akhir. (Kohls & Uhl, 2002)

����� Fungsi fasilitas sortasi tidak dilakukan pada tingkat petani, pedagang pengumpul dan pedagang besar, sortasi dilakukan hanya pada tingkat eksportir. Fungsi grading dilakukan pada tingkat petani dan eksportir. Grading yang dilakukan berdasarkan kadar air dan abu, kadar katekin, kadar bahan tidak larut dalam air dan tampilan fisik dari segi bentuk dan warna sehingga terbentuk suatu gradasi harga gambir tingkat petani dan eksportir. Petani dan pedagang di semua saluran memiliki resiko dengan tingkatan berbeda-beda. Resiko pada petani berupa kegagalan panen dan adanya fluktuasi harga. Resiko pada pedagang pengumpul berupa kerugian finansial karena kesalahan dalam mengukur kadar air gambir pada saat penimbangan. Pedagang besar dan eksportir juga memiliki resiko kerugian finansialkarena tidak sesuai dengan kontrak yang diminta oleh eksportir serta resiko nilai tukar (kurs rupiah terhadap dolar). (Sari, 2018).

5). Kinerja Pasar Gambir

1). Margin Pemasaran

����� Margin pemasaran setiap saluran didapat dengan cara mengurangi harga jual di tingkat pedagang akhir dengan harga jual di tingkat petani. Besarnya margin pemasaran untuk Nagari Solok Bio-Bio pada saluran pemasaran I dan II masing-masing sebesar Rp 11.366,67/kg dan Rp 8.771,43/kg. Besarnya margin pemasaran untuk Nagari Durian Tinggi pada saluran pemasaran I dan II masing-masing sebesar Rp 10.700,00/kg dan Rp 9.000,00/kg. Besarnya margin pemasaran untuk Nagari Halaban sebesar Rp 7.250,00/kg.Margin pemasaran tertinggi berada pada saluran I Nagari Solok Bio-Bio yaitu sebesar Rp 11.366,67/kg atau sebesar 38,27 persen dari harga jual akhir.

����� Berdasarkan analisis margin pemasaran dapat dilihat bahwa saluran pemasaran gambir murni Nagari Halaban relatif lebih baik dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini disebabkan karena kecilnya margin pemasaran di saluran ini. Namun tidak semua petani bisa menggunakan saluran pemasaran III karena saluran pemasaran III ini khusus digunakan untuk memasarkan gambir murni komoditi lokal. (El-Sakka, 2016)

2). Bagian Harga yang Diterima Petani (farmer�s share)

Besarnya farmer�s share biasanya dipengaruhi oleh saluran pemasaran. Semakin panjang saluran akan menyebabkan biaya dan keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga pemasaran bertambah sehingga margin bertambah besar. Bagian harga yang diterima petani tertinggi terletak pada saluran pemasaran Nagari Halaban sebesar 82,84 persen. Saluran pemasaran gambir murni bisa dikatakan lebih efisien bagi petani bila dibandingkan dari saluran pemasaran lainnya karena farmer�s share nya lebih tinggi dengan margin pemasaran yang lebih rendah. (Siregar, 2021)

3). Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga yang dianalisis adalah elastisitas harga antara harga gambir di tingkat eksportir (harga konsumen) terhadap harga gambir di tingkat petani (harga produsen). Melalui analisis regresi sederhana, didapati nilai R-Square sebesar 0.944 menunjukkan bahwa 94,4 persen keragaman harga gambir di tingkat petani ditentukan oleh harga di tingkat eksportir, sedangkan sisanya sebesar 5,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Faktor lain tersebut adalah harga gambir tingkat petani waktu sebelumnya, harga gambir tingkat eksportir waktu sebelumnya dan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar. Nilai elastisitas transmisi harga gambir di tingkat eksportir terhadap harga gambir di tingkat petani didapat sebesar 0.833 (Et < 1). Dapat diartikan bahwa kepekaan perubahan harga gambir di tingkat eksportir sebesar 1 persen mengakibatkan perubahan harga gambir di tingkat petani sebesar 0,833 persen. Sehingga dapat dikatakan pemasaran gambir di daerah penelitian tidak efisien dan tidak sempurna karena hanya 0.8 persen dari perubahan harga di tingkat konsumen (eksportir) yang dapat diteruskan ke tingkat produsen (petani). Kompetisi pasar yang terbentuk adalah bersifat persaingan tidak sempurna dan lebih mengarah ke pasar oligopsoni. perundangan yang berlaku sehingga posisi tawar petani dalam menentukan harga menjadi lebih kuat. Pemerintah dapat membuat regulasi atau peraturan yang jelas mengenai kualitas kontrol gambir. Memberikan sangsi kepada petani yang mancampur gambir dengan tanah atau pupuk. Selain itu pedagang pengumpul atau toke yang menyuruh petani untuk mencampur juga harus ditindak tegas. Pemerintah harus berani melakukan tindakan dengan membuat semacam patokan harga yang melindungi petani dari permainan tengkulak, padagang dan eksportir. (Said et al., 2009)

Karena gambir merupakan komoditi ekspor, maka perlu dilakukan penelitian yang membahas pengolahan lebih lanjut oleh industri pada gambir mentah yang diproduksi petani yang sesuai dengan permintaan pasar untuk pengembangan produk dan pasar gambir di masa mendatang.

 

Kesimpulan

Pemasaran gambir di Kabupaten 50 Kota belum efisien karena struktur pasar yang terbentuk pasar oligopsoni. Peranan pedagang dan eksportir dalam menentukan harga sangat dominan dibandingkan petani. Informasi mengenai harga gambir tidak diketahui jelas oleh petani. Petani cenderung sebagai pihak penerima harga (price taker). Harga yang terjadi di pasar eksportir tidak ditransmisikan secara sempurna kepada pihak petani sehingga tidak harga terbaik bagi petani. Dengan demikian hal ini akan berdampak pada rendahnya kesejahteraan petani.

Perhatian campur tangan dari semua stakeholders sangat diperlukan dalam perbaikan pemasaran gambir. Perhatian tersebut bisa dalam membentuk suatu peraturan perundangan yang berlaku sehingga posisi tawar petani dalam menentukan harga menjadi lebih kuat. Pemerintah dapat membuat regulasi atau peraturan yang jelas mengenai kualitas kontrol gambir. Memberikan sangsi kepada petani yang mancampur gambir dengan tanah atau pupuk. Selain itu pedagang pengumpul atau toke yang menyuruh petani untuk mencampur juga harus ditindak tegas. Pemerintah harus berani melakukan tindakan dengan membuat semacam patokan harga yang melindungi petani dari permainan tengkulak, padagang dan eksportir.

Karena gambir merupakan komoditi ekspor, maka perlu dilakukan penelitian yang membahas pengolahan lebih lanjut oleh industri pada gambir mentah yang diproduksi petani yang sesuai dengan permintaan pasar untuk pengembangan produk dan pasar gambir di masa mendatang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afrizal, Roni. 2009. Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten 50 Kota Provinsi Sumatera Barat. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Google Scholar

 

Alhendri. 2012. Meningkatkan Nilai Tambah Gambir (Uncharia gambir) melalui Supply Chain Management (SCM) di Daerah Sumatera Barat. Google Scholar

 

Gumbira, E. Said. 2009. Agroindustri dan Bisnis Gambir Indonesia. IPB Press. Bogor. Google Scholar

 

Kohls, R.L. dan Uhl, J.N. 2002. Marketing of Agriculture Products. Ninth Edition. Prentice Hall. New Jersey. Google Scholar

 

Teguh, M. 2010. Ekonomi Industri. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Google Scholar

 

Tinambunan, A. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. 2007. Tesis. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Google Scholar

 

Hasan, Z. 2001. Teknologi Pra dan Pasca Panen Gambir. Jurnal Penelitian Instalasi Penelitian Pengkajian Teknologi Pertanian. Vol VII. Solok. Google Scholar

 

Hutabarat, B. 1988. Analisis Keterpaduan Pasar Gula Pasir di Jawa. Jurnal Agroekonomi Vol 7 (2). Google Scholar

 

Jaya, W. K. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. FE UGM. Yogyakarta.Google Scholar

 

Kohls, R.L. dan Uhl, J.N. 2002. Marketing of Agriculture Products. Ninth Edition. Prentice Hall. New Jersey. Google Scholar

 

Limbong, W.H. 2018. Tataniaga Pertanian Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Google Scholar

 

Loilatu, Idris. 2006. Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Tesis. IPB. Bogor. Google Scholar

 

Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Google Scholar

 

Nazir, N. 2000. Gambir: Budidaya, Pengolahan dan Prospek Diversifikasinya. Yayasan Hutanku. Padang. Google Scholar

 

Loilatu, Idris. 2006. Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Tesis. IPB. Bogor. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Fitrah Sari (2022)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: