Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 4, No. 7, Juli 2022
Azizah Nurhabibah Ainun Mardiah, Nurul Maulida, Sehrama Ahmad Wahyudi, Nia Yuniarsih
Fakultas Farmasi Universitas Buana Perjuangan Karawang, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Banyak sekali masyarakat yang menggunakan perawatan luar tubuh seperti krim, serum, masker dan lainnya, tetapi banyak juga beredar dipasaran secara illegal. Untuk ekstrak daun sirih merah (Piper Crocatum) banyak sekali mengandung senyawa seperti tannin dan saponin. Senyawa tersebut diantaranya memiliki aktivitas dapat menghambat bakteri. Perawatan kosmetik banyak juga masyarakat yang ingin menggunakan herbal alami dan juga lebih aman untuk digunakan. Apabila ingin mengetahui hasil aktivitas antibakteri dari daun sirih ini dilakukannya penelitian dengan cara eksperimental yaitu menguji pada aktivitas antibakteri dan juga membandingkannya dengan penelitian daun sirih yang lain. Ekstraksi daun sirih merah pada penelitian ini menggunakan etanol 90% dengan metode maserasi. Untuk uji aktivitas antibakteri dibuat beberapa konsentrasi yaitu 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml dan formulasi dengan konsentrasi 2,5% dan 5%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa di dalam ekstrak etanol daun sirih merah terdapat antibakteri gram positif yang berarti menghasilkan pigmen kuning dan juga ditandai dengan adanya zona hambat.
Kata Kunci: masker peel-off; tannin; saponin; stafilokokus aureus; daun sirih.
Abstract
There are so many people who use external treatments such as creams, serums, masks and others, but many are also circulating in the market illegally. Red betel leaf extract (Piper Crocatum) contains a lot of compounds such as tannins and saponins. These compounds include the activity of inhibiting bacteria. Many people also want cosmetic treatments to use natural herbs and are also safer to use. If you want to know the results of the antibacterial activity of the betel leaf, an experimental research is carried out, namely testing the antibacterial activity and also comparing it with other betel leaf studies. Extraction of red betel leaf in this study used 90% ethanol with the maceration method. To test the antibacterial activity, several concentrations were made, namely 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml and a formulation with a concentration of 2.5%. and 5%. The test results showed that the ethanol extract of red betel leaf contained gram-positive antibacterial which means it produces a yellow pigment and is also characterized by the presence of an inhibition zone.
Keywords: peel-off mask; tannins; saponins; Staphylococcal aureus; betel leaf.
Pendahuluan
Tanaman sirih merah (Piper Crocatum) sudah lama dikenal sebagai salah satu tanaman yang bermanfaat sebagai obat. Bagian tanaman sirih yang digunakan sebagai obat ialah daunnya. Daun sirih merah (Piper Crocatum) merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit (Andareto, 2015). Diantaranya seperti penyakit pada rongga mulut, gatal-gatal, keputihan, batuk, dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit pada mata (Andareto, 2015). Staphylococcus Aureus merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan berbagai infeksi seperti Pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, infeksi saluran kemih dan osteomilitis (David & Daum, 2017). Selain itu bakteri tersebut juga dapat menyebabkan berbagai infeksi kulit antara lain bisul, impetigo, infeksi terhadap luka dan jerawat. Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti kosmetik ilegal yang tidak memiliki izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), “In that respect, illegal and restricted substances in cosmetics, known to have bleaching properties, are in particular hydroquinone, tretinoin and corticosteroids”, dalam hal itu zat terlarang dan terlarang dalam kosmetik, yang diketahui memiliki sifat pemutih, khususnya hidrokuinon, tretinoin, dan kortikosteroid (Desmedt et al., 2014). Sthapylococcus Aureus mempunyai bakteri gram positif berbentuk bulat beridameter 0,7- 1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, maka S. aureus termasuk jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Mekanisme Staphylococcus Aureus sebagai penyebab jerawat adalah dengan memproses minyak yang terdapat dalam palit (serpihan kulit mati) menjadi asam karbonat (Abbott, Grout, Morris, & Brown, 2022). Asam karbonat inilah yang merusak dinding kelenjar palit sehingga membuat dinding tersebut lebih cepat runtuh dan menyerah pada infeksi bakteri (Jawetz et al., 2005). Menurut (Barbieri, Spaccarelli, Margolis, & James, 2019) Terapi obat sintetik sebagai terapi jerawat dapat diberikan topikal maupun sistemik. Antibiotik digunakan sebagai salah satu cara efektif dalam pengobatan jerawat. Tetapi penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi dan memberikan efek samping seperti gangguan pencernaan pada penggunaan oral sedangkan pada penggunaan topikal seperti eritema, hipopigmentasi, gatal, kulit terkelupas, kulit kering. Oleh karena itu, diperlukan adanya terapi alternatif dari tumbuhan yang berpotensi tinggi sebagai antibakteri untuk meminimalisir terjadinya resistensi antibiotik dan mencegah efek samping.
Pada jurnal penelitian yang lain dengan tema yang sama yaitu pembuatan masker peel-off, bahan utama yang akan diekstrak diteliti kandungan dan efektivitasnya ialah daun Sesewanua (Cleodendron squamatum Vahl). Walaupun memiliki tujuan utama yang hampir bersamaan, berbeda dengan jurnal sebelumnya, yaitu menguji kandungan saponin dan tanin pada ekstrak daun Sirih Merah untuk menghambat bakteri Staphylococcus Aureus (Anugrahwati et al., 2016). Kandungan yang akan diteliti pada jurnal penelitian ini ialah kandungan alkanoid dan flavonoid dan tannin yang berkhasiat sebagai antioksidan yang terkadung di daun Sesewanua dalam bentuk sediaan kosmetika berupa masker peel-off. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode deskripsi-analitik dengan perlakuan variasi konsentrasi Polivinil Alkohol (PVA) sebesar 12%, 14%, dan 16% yang mana sama seperti jurnal sebelumnya, dalam memperoleh esktrak dari daun Sesewanua sama-sama menggunakan metode maserasi menggunakan etanol 96%. Jadi sama-sama menggunakan beberapa variasi konsentrasi Polivinil Alkohol (PVA) dan pada wadah yang berbeda ditambahkan pula metil paraben. Pada evaluasi fisik sedian pada penelitian lain dilakukan dalam bentuk pengamatan organoleptik untuk mengamati bentuk, warna, dan aroma pada sediaan masker, dimana secara organoleptis sediaan F1, F2, dan F3 yang mengandung ekstrak, berwarna hijau pekat dan beraroma khas daun Sesewanua. Sedangkan sediaan masker yang tidak mengandung ekstrak daun Sesewanua (F0) terlihat jernih (tidak berwarna) dan beraroma khas etanol. Selanjutnya, sama seperti penilitian dengan daun sirih sebelumnya, dilakukan pula uji homogenitas untuk melihat ada atau tidaknya partikel kasara yang masih terdapat di sediaan masker peel-off. Lalu dilakukan juga uji daya sebat dengan tujuan mengetahui kemampuan menyebar dari sediaan, dimana dapat dikatakan baik jika daya sebar sediaan masker peel-off antara 5-7cm. Biasanya untuk pengujiannya dengan mengetahui ada atau tidak didalam ekstrak daun sirih tersebut senyawa aktif atau radikal bebasnya. Didapatkan hasil cycling test diperoleh nilai IC50 sebesar 179,120 mg/L yang tergolong sedang dan sesudah cycling test nilai IC50 sebesar 504,74 mg/L, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun Sesewanua dapat diformulasikan menjadi sediaan masker peel-off dengan konsentrasi PVA 12%, namun sediaan masker peel-off tersebut dinilai kurang efektif sebagai sumber antioksidan sesudah pengujian cycling test.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui golongan kandungan kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol 90% Tanaman sirih merah (Piper Crocatum). Ekstraksi daun sirih merah pada penelitian ini menggunakan etanol 90% dengan metode maserasi. Untuk uji aktivitas antibakteri dibuat beberapa konsentrasi yaitu 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml, 10 mg/ml dan formulasi dengan konsentrasi 2,5% dan 5%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staph. Aureus yang ditandai dengan adanya zona hambat.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, beberapa alat yang perlu digunakan yaitu perangkat destilasi, perangkat alat Vacuum, Erlen Meyer, Timbangan Analitik, Desikator, Hot Plat, Spatula, Batang Pengaduk, Gelas Ukur, Pinset, Pipet Tetes, Vial, Spot Plate, Cawan Petri, Incubator, LAF, Autoklat, Ose, Mikroskop, Ph Meter, Viscometer dan Lumping. Bahannya, Daun Sirih Merah, Kloroform, Asam Klorida, Aquadest, Methanol, Isopropanol, Asam Sulfat Pekat, Etanol 96%, Metilparaben, Aluminium Foil, Kertas Saring, Staph Aureus. Sampel yang digunakan yaitu bagian daun sirih merah yang segar, dan disortir basah, daun sirih dibersihkansampai bersih, kemudian daun dirajang dan dikeringkan dalam pengering pada suhu 40-50℃. Kemudian untuk uji fitokimia bertujuan untuk mendapatkan hasil dari senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun sirih merah. Uji fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa Alkaloida, Flavonoida, Glikosida, Saponin, tanin, dan steiroida. Simplisia daun sirih merah diektraksi dengan metode maserasi, dengan cara merendam simplisia daun sirih merah dalam pelarut etanol selama 24 jam. Penggantian pelarut dilakukan setiap 24 jam kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Selanjutnya hasil dari penarikan setelah 24 jam kumpul dan masukkan dalam alat rotary yang bertujuan untuk memisahkan pelarut solvent dari suatu larutan lainnya.
Masker dibuat dengan mengembangkan PVA diwadah A dengan penambahan aquadest kemudian dipanaskan, selanjutnya kembangkan PG diwadah B dengan penambahan aquadest kemudian dipanaskan. Lautkan metilparaben dalam 10 mL aquadest panas dan tambahkan massa PVA ke massa PG lalu tambahkan metilparaben yang telah larut dan HPMC diaduk AD homogen, biarkan dingin dan tambahkan etanol 96%. Basis yang telah dibuat ditambahkan ekstrak daun sirih merah dengan variasi konsentrasi 2,5% dan 10% hingga homogen. Ekstrak Daun Sirih Merah (P.crocatum) memiliki aktivitas antibakteri pada Staph. Tahapan persiapan bakteri meliputi peremajaan bakteri, pembuatan inokulum bakteri, persiapan kontrol positif, kontrol negative, dan pembuatan berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 10; 20; 30; 40; 50; 100; 200 mg/mL. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode sumuran. Inokulum bakteri dari stok kultur bakteri disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml Nacl Fisiologis (Retno Gumala Sari, 2017). Masukkan 0,1 ml inokulum bakteri diberi label tuang media hangat sebanyak 25 ml, ditunggu hingga dingin dan memadat, kemudian buat lubang pada media yang telah diinokumkan bakteri, masukkan masing-masing konsentrasi ektrak daun sirih merah menggunakan mikropipet, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam.
Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik Simplisia
Uji Karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut dalam air dan etanol, kadar abu total dan tidak larut asam, serta susut pengeringan. Hasil yang diperoleh dalam Uji Kadar Air yaitu 63%, Kadar Sari Larut Air diperoleh 15%, Kadar Sari Larut Etanol diperoleh 14,7 %, Kadar Abu Total 3,33%, Kadar Abu Tidak Larut 0,57%.
Tabel 1
Hasil Karakteristik Simplisia Dapat Dilihat Pada
Parameter |
Hasil (%) |
Kadar Air |
6,3 |
Kadar Sari Larut Air |
15 |
Kadar Sari Larut Etanol |
14,7 |
Hasil Kadar Abu |
3,33 |
Hasil Kadar Abu Tak Larut |
0,57 |
B. Ekstrak
Hasil ekstraksi 600 gram (g) simplisia daun sirih merah (Piper Crocatum) dengan cara maserasi menggunakan pelarut eatonol 96% diperoleh ekstrak etanol daun sirih merah sebanyak 350 gram (g), dan hasil rendemen yang dihasilkan sebanyak 58%.
Tabel 2
Hasil Ekstrak Simplisia Dapat Dilihat Pada
Parameter |
Hasil |
Ekstraksi |
600 g |
Simplisia |
350 g |
Etanol |
96 % |
C. Skrinning Fitokimia
Dalam Skrining fitokimia yaitu cara yang bisa dicoba untuk menganalisa suatu bahan alam seperti daun sirih yang bertujuan lain melihat kandungan senyawa metabolit didalam simplisia tersebut.
1. Uji Alkaloid
Untuk mendapatkan residu, 2 ml larutan uji diuapkan di atas cawan porselen. 5 mL HCL 2N kemudian digunakan untuk melarutkan sisa makanan. Tiga tabung reaksi diisi dengan larutan yang dihasilkan. Asam yang encer ditambahkan ke tabung pertama untuk bertindak sebagai blanko. Tiga tetes reagen Dragendroff ditambahkan ke tabung kedua, dan tiga tetes reagen Mayer ditambahkan ke tabung ketiga. Alkaloid hadir sebagaimana dibuktikan dengan produksi endapan oranye di tabung kedua dan endapan kuning di tabung ketiga (Hasibuan, Edrianto, & Purba, 2020).
2. Uji Flavonoid
Satu mililiter (1 ml) larutan uji dibasahi dengan aseton P, sejumlah kecil asam borat P dan bubuk asam oksalat P halus ditambahkan, dan campuran dipanaskan di atas penangas air sambil berhati-hati agar tidak terlalu panas. Residu yang dihasilkan digabungkan dengan 10 mL eter P dan kemudian diamati pada 366 nm di bawah sinar UV. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan adanya larutan fluoresensi berwarna kuning pekat.
3. Uji Glikosida
Serbuk dari simplisa dilakukan uji dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut yang terdiri dari 90% etanol, diuapkan di atas penangas air, kemudian dilarutkan sebagian dalam 5 mL asam asetat anhidrat dengan penambahan 10 tetes asam sulfat P. Glikosida ditunjukkan dengan warna biru. atau warna hijau yang terbentuk (Nurhajanah, Agussalim, Iman, & Hajiriah, 2020).
4. Uji Saponin
Sebuah tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan uji dikocok secara vertikal selama 10 detik sebelum dibiarkan selama 10 detik lagi. Saponin hadir ketika busa setinggi 1 hingga 10 cm terbentuk dan stabil setidaknya selama 10 menit. Busa tidak hilang ketika 1 tetes 2N HCL ditambahkan (Padmasari, Astuti, & Warditiani, 2013).
5. Uji Tanin
Hingga 2 ml larutan uji dibagi dua. Warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin dan polifenol. Tabung B digunakan sebagai bejana reaksi dan tabung A berfungsi sebagai blanko (Puspitasari, Swastini, & Arisanti, 2013).
6. Uji Steroid
Dalam cangkir penguap, 2 mL larutan uji diuapkan. Residu dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, dilanjutkan dengan penambahan 2 mL asam sulfat pekat dan 0,5 mL asam asetat anhidrat melalui dinding tabung. Triterpenoid hadir ketika cincin kecoklatan atau ungu terbentuk di tepi larutan, tetapi steroid hadir ketika cincin hijau kebiruan terbentuk.
Tabel 3
Hasil Pengujian Skrining Fitokimia
Pemeriksaan |
Hasil |
Alkaloid |
+ |
Flavonoid |
+ |
Glikosida |
- |
Saponin |
+ |
Tanin |
+ |
Steroida |
+ |
D. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak daun sirih merah (Piper Crocatum) memiliki aktivitas antibakteri pada Staph. Aureus. Berikut tabel dibawah hasil dari pengujian aktivitas antibakteri.
Tabel 4
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri
No |
Kontemplasi |
Diameter (mg/mL)(mm)⃰ |
1. |
10 |
4 |
2. |
20 |
12,25 |
3. |
30 |
12,5 |
4. |
40 |
12,2 |
5. |
50 |
14 |
6. |
100 |
19 |
7. |
200 |
19,5 |
8. |
K(+) Amc |
19,5 |
9. |
K (-) |
- |
Menurut (Susanto & Ruga, 2012) berdasarkan perhitungan luas zona hambat yang diamati pada media, zona hambat dapat dikategorikan sebagai berikut, untuk diameter zona hambat lebih dari 15-20 mm dikategorikan yang sangat erat atau valid, untuk diameter zona cakram 11-20 mm dikategorikan erat, sedangkan untuk diameter 6-10 mm dikategorikan sedang dan untuk diameter zona hambat <5 mm dikategorikan lemah.
Berdasarkan penguraian (Dali, Natsir, Usman, & Ahmad, 2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat pada bakteri. Faktor-faktor tersebut adalah kepekaan pertumbuhan, reaksi antara bahan aktif dengan medium dan suhu inkubasi, pH lingkungan, komponen media, kerapatan koloni, waktu inkubasi dan aktivitas metabolik mikroorganisme. Menurut (Handayani Putri Sari & Furqan, 2021) menambahkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi besar kecilnya luas zona bening adalah jumlah kandungan zat aktif yang terdapat dalam ekstrak tersebut.
E. Penentuan Fisik Sediaan
1. Hasil Homogenitas Sediaan
Penga matan homogenitas dapat dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain, lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka sediaan dapat dikatakan homogen.
Bab 5
Hasil Pengujian pada pH
Sediaan |
Replika I |
Replika II |
F0 |
+ |
+ |
FI |
+ |
+ |
FII |
+ |
+ |
Keterangan:
F0 = Basis gel masker peel-off (blanko)
FI = Konsentrasi gel masker peel-off ektrak daun sirih merah (2,5%)
FII = Konsentrasi gel masker peel-off ekstrak daun sirih merah (5%)
(+) = Homogen
(-) = Tidak homogen
2. Hasil pH Sediaan
Dengan menambahkan uji pH yang bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan saat digunakan agar tidak mengiritasi kulit, sediaan memiliki pH yang sama dengan nilai standar pada kulit yaitu 4,5 sampai 6,5 dan jika kurang dari 4 atau lebih dari 7 bisa menyebabkan iritasi pada kulit.
Kesimpulan
Ekstrak daun sirih merah (Piper Crocatum) memiliki senyawa fitokimia seperti Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, dan Triterpenoid Ekstrak daun sirih merah (Piper Crocatum) terdapat gram positif antibakteri pada bakteri Staph. aureuss menghambat kontemplasi 200 mg/ml dengan diameter daerah cakram hambat sebesar 19-19,5 mm dalam kontemplasi 10 mg/ml tidak memiliki daerah hambat sama sekali. Sediaan dalam gel masker peel-off dari ektrak etanol daun sirih merah (Piper Crocatum) memiliki kontemplasi bersifat kental dan pH dari gel masker peel-off, dan juga memenuhi persyaratan dalam evaluasi mutu fisik sediaan. Untuk skrining fitokimia dilakukan dengan beberapa uji seperti uji alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tannin dan uji steroid. Dalam karakteristik sediaan mengering Formulasi II dengan konsentrasi ektrak 5% masih tidak stabil dan tidak memenuhi dalam syarat kosmetik.
Abbott, Carmel, Grout, Elena, Morris, Trefor, & Brown, Helen L. (2022). Cutibacterium acnes biofilm forming clinical isolates modify the formation and structure of Staphylococcus aureus biofilms, increasing their susceptibility to antibiotics. Anaerobe, 102580. Google Scholar
Andareto, Obi. (2015). Apotik Herbal di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta. Google Scholar
Anugrahwati, Mai, Purwaningsih, Tuti, Manggalarini, J. A., Alnavis, N. B., Wulandari, D. N., & Pranowo, H. D. (2016). Extraction of ethanolic extract of red betel leaves and its cytotoxicity test on HeLa cells. Procedia Engineering, 148, 1402–1407. Google Scholar
Barbieri, John S., Spaccarelli, Natalie, Margolis, David J., & James, William D. (2019). Approaches to limit systemic antibiotic use in acne: systemic alternatives, emerging topical therapies, dietary modification, and laser and light-based treatments. Journal of the American Academy of Dermatology, 80(2), 538–549. Google Scholar
Dali, Seniwati, Natsir, Hasnah, Usman, Hanapi, & Ahmad, Ahyar. (2011). Bioaktivitas Antibakteri Fraksi Protein Alga Merah Gelidiumamansii Dari Perairan Cikoang Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Jurnals, 15(1), 47–52. Google Scholar
David, Michael Z., & Daum, Robert S. (2017). Treatment of Staphylococcus aureus infections. Staphylococcus Aureus, 325–383. Google Scholar
Desmedt, B., Van Hoeck, E., Rogiers, V., Courselle, P., De Beer, J. O., De Paepe, K., & Deconinck, E. (2014). Characterization of suspected illegal skin whitening cosmetics. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 90, 85–91. Google Scholar
Hasibuan, Ahmad Syukur, Edrianto, Vicky, & Purba, Novandi. (2020). Skrining fitokimia ekstrak etanol umbi bawang merah (Allium cepa L.). Jurnal Farmasimed (JFM), 2(2), 45–49. Google Scholar
Jawetz, Ernest, Melnick, Joseph L., Adelberg, Edward A., Brooks, G. F., Butel, J. S., & Ornston, L. N. (2005). Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: EGC. Google Scholar
Nurhajanah, Maulinda, Agussalim, Lalu, Iman, Siti Zuhratul, & Hajiriah, Titi Laily. (2020). Analisis kandungan antiseptik daun kopasanda (Choromolaena odorata) sebagai dasar pembuatan gel pada luka. Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi, 8(2), 284–293. Google Scholar
Padmasari, P. D., Astuti, K. W., & Warditiani, N. K. (2013). Skrining fitokimia ekstrak etanol 70% rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana, 2(4), 279764. Google Scholar
Puspitasari, L., Swastini, D. A., & Arisanti, C. I. A. (2013). Skrining fitokimia ekstrak etanol 95% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana, 2(3), 1–4. Google Scholar
Sari, Handayani Putri, & Furqan, Muhammad. (2021). Uji Aktivitas Antibakteri dan Formulasi Gel Masker Peel-Off dari Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum). JOURNAL OF HEALTHCARE TECHNOLOGY AND MEDICINE, 7(1), 602–613. Google Scholar
Sari, Retno Gumala. (2017). Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Sediaan Gel Hand Sanitizer Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus. Google Scholar
Susanto, D. Sudrajat, & Ruga, R. (2012). Studi kandungan bahan aktif tumbuhan meranti merah (Shorea leprosula Miq) sebagai sumber senyawa antibakteri. Mulawarmnan Scientifie, 11(2), 181–190. Google Scholar
Azizah Nurhabibah Ainun Mardiah, Nurul Maulida, Sehrama Ahmad Wahyudi, Nia Yuniarsih (2022)
|
First publication right:
|
This article is licensed under:
|