Syntax
Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 4, No. 7, Juli 2022
FILSAFAT ILMU DAN
ILMU PENDIDIKAN
Melisa Marlinton, Herlina, Suraidah, Yenny Puspita, Darwin Efendi
Universitas PGRI
Palembang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected], [email protected].
Abstrak
Filsafat adalah studi tentang hakikat
sesuatu, seperti manusia, alam, dan Tuhan. Filsafat dipandang sebagai proses memanusiakan agar manusia mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya dengan segala potensi
asli yang ada dalam dirinya. Pendidikan berkembang dari rasa ingin tahu, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk mencari realitas yang merupakan ciri khas manusia. Pendidikan adalah usaha khusus
manusia untuk mengungkapkan realitas, agar manusia dapat bersosialisasi
dengan sesamanya, membangun dialog dengan mengakui orang lain, dan meningkatkan
martabat kemanusiaannya. Filsafat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari praktik pendidikan, namun keberadaan filsafat ini nampaknya
sudah mulai ditinggalkan. Mengingat filsafat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan, tulisan ini mencoba menegaskan kembali hubungan antara filsafat dan pendidikan. Metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara filsafat dan pendidikan pengarang adalah dengan studi
sastra. Berdasarkan hasil studi literatur jelas terlihat hubungan antara filsafat dan praktik pendidikan seperti dalam rumusan kurikulum
dan teori-teori pendidikan.
Kata Kunci:
filsafat pendidikan; kehidupan sosial; ilmu pendidikan.
Abstract
Philosophy
is the study of the nature of things, such as humans, nature, and God.
Philosophy is seen as a humanizing process so that humans are able to develop
and actualize themselves with all the original potential that exists within
themselves. Education develops from curiosity, curiosity, and the desire to
seek reality which is a characteristic of humans. Education is a special human
effort to express reality, in order to enable humans to socialize with each other,
build dialogue by acknowledging other people, and increase their human dignity.
Philosophy is an inseparable part of educational practice, but the existence of
this philosophy seems to have begun to be abandoned. Considering that
philosophy is an inseparable part of education, this paper attempts to reaffirm
the relationship between philosophy and education. The method used to determine
the relationship between philosophy and the author's education is to study
literature. Based on the results of the study of literature clearly shows the
relationship between philosophy and educational practice as in curriculum
formulation and educational theories.
Keywords: educational
philosophy; social life; education science.
Pendahuluan
Jika Anda
berbicara tentang filsafat ilmu dan filsafat pendidikan, Anda pasti akan
menemukan berbagai jenis pengetahuan dan kebijaksanaan. Karena sains akan
memberi kita pengetahuan, dan filsafat akan memberi kita pengetahuan yang
komprehensif. Secara ringkas, filsafat terdiri dari lima cabang bahasan, yaitu:
logika, estetika, etika, politik, dan metafisika. Seiring waktu, kita dapat
melihat dengan jelas perkembangan pedagogi yang pesat. Ini karena beban
filsafat yang berat. Karena memecahkan masalah yang belum terselesaikan adalah
tugas filsafat. Dari
masalah kompleks yang ditangani filsafat, ia menemukan dan mendefinisikan
batas-batas kebebasan dan menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi
setiap ilmu selalu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni. Tinjauan
ilmiah ini bersifat hipotetis dan mengalir seiring kemajuan berlanjut. Filsafat
dan ilmu merupakan dua kata yang saling berkaitan, baik secara fisik maupun
historis, karena lahirnya ilmu pendidikan tidak terlepas dari peran filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat eksistensi filsafat.
Pendidikan
adalah sebuah proses perkembangan yang mempunyai suatu tujuan. Tujuan proses
itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi yang ada pada manusia secara
alamiah yaitu bertumbuh menuju tingkat kedewasaan dan kematangan (Jenilan, 2018). Wujud
dari potensi ini akibat prakondisi almiah dan kehidupan bersosial manusia itu
sendiri. Contohnya pada makanan, kesehatan, dan keamanan, yang relatif sesuai
dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Filsafat bertumpu pada kemampuan nalar
atau rasio manusia, Kebenaran hakiki yang dicari sejauh yang dapat bisa
dijangkau oleh akal manusia, Sebagai makhluk yang berpikir. Filsafat
menghasilkan gambaran pemikiran secara menyeluruh dan komprehensif (Jenilan, 2018).
Suatu filsafat
sifatnya spekulatif, artinya memikirkan suatu hal sedalam-dalamnya, tanpa ada
kontak langsung dengan benda/objek yang dipikirkan (Suriasumantri, 1993). Ilmu pendidikan
berkembang dari rasa keingintahuan, yang merupakan ciri khas manusia. Ilmu
pendidikan merupakan suatu hasrat manusia untuk menyingkapkan sebuah realitas,
agar memungkinkan manusia itu bisa saling berkomunikasi satu sama lain,
berhidup sosial dan bermasyarakat dengan meningkatkan harkat kemanusiaannya. Menurut (Bakker, 2004) manusia
itu mengalami kebutuhan yang lebih kuat, dimana untuk menemukan hal ilmu yang
sesungguhnya dalam kenyataannya.
Pendidikan tidak
akan mudah jika hanya diterima apa dengan apa adanya, namun hal itu perlu
adanya perbaikan dalam bentuk sebuah upaya untuk proses pemikiran secara
mendalam. Oleh karenanya dengan memahami filsafat secara baik maka seseorang
akan dapat mengembangkan secara pasti ilmu-ilmu pendidikan yang dia pelajari.
Filsafat mengkaji segala sesuatu secara menyeluruh, baik secara sistematis,
terpadu, universal bahkan radikal yang hasilnya menjadi acuan dari perkembangan
ilmu yang bersangkutan (Djollong, 2015).
Menurut (Halik, 2013) menjelaskan
segala sesuatu hal yang membantu filsafat agar ilmu pendidikan tercapai dengan
baik, maka terdapat beberapa teori yang menjadi acuan dalam ilmu pendidikan
yang maksimal yaitu:
1. Etika
atau teori tentang Nilai.
2. Teori
ilmu pengetahuan atau Epistimologi dan
3. Teori
tentang realitas.
Permasalahan
yang menandai dalam ketiga disiplin ilmu ini menjadi suatu materi yang dibahas
didalam filsafat ilmu pendidikan. Masyarakat sekarang telah meyakini tentang
peran pentingnya pendidikan baik secara umum sampai kepada yang khusus (Arifin, 1996).
Keyakinan ini diperkuat dengan berkembangnya suatu metode dan cara analisa yang
dapat dipecaya untuk menghasilkan data yang dapat dipercaya. Imu filsafat dapat
digunakan manusia untuk memecahkan permasalahan kehidupan manusia, dimana ilmu
tersebut merupakan salah satu dari aspek kehidupan.
Oleh karena itu
ilmu pendidikan memerlukan filsafat. Ilmu pendidikan sendiri tidak hanya menyangkut
pelaksanaan tentang pendidikan yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam ilmu
pendidikan seiring berjalannya waktu akan timbul pengalaman dan pengetahuan
yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh
objek dan hal ini tidaklah mungkin untuk dijangkau.
Hasil dan Pembahasan
A.
Kebutuhan Manusia terhadap Fisafat ilmu dan Ilmu Pendidikan
Filsafat dapat
membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif
atas dasar pandangan hidup atau ide-ide yang muncul karena keinginannya (Kurniawan, 2017).
Dengan filsafat, kita semakin mampu
menangani pertanyaan-pertanyaan
yang mendasar (makna realitas dan tanggung jawab) yang tidak terletak dalam wewenang metode ilmu khusus. Filsafat
berperan sebagai pendobrak bagi
manusia filsafat berperan sebagai pembebas pikiran manusia (Safri, 2021).
Pembebasan ini memungkinkan orang untuk berpikir lebih dalam, mendalam dan kritis tentang segala sesuatu sehingga seseorang dapat memiliki kejelasan dan interpretasi dari semua realitas.
Sementara itu pendidikan bukan sekedar pewarisan nilai-nilai budaya bangsa dari satu generasi ke genarasi berikutnya, namun pendidikan juga suatu cara untuk mengembangkan pribadi. Mengapa manusia membutuhkan pendidikan? Jika merujuk pada definisi yang telah dikemukakan maka dapat dipahami bahwa kebutuhan manusia terhadap pendidikan merupakan sebuah kebutuhan primer. Herbert Spencer, seperti dikutip oleh Jumransyah, mengemukakan bahwa pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup sempurna. Persoalan pokok yang dihadapi oleh manusia adalah menghadapi kenyataan hidup yang dijalaninya. Kehidupan manusia yang kompleks, menjadikan hidup tidak dapat disederhanakan begitu saja. Satu sisi manusia adalah makhluk individu, tetapi di sisi lain manusia berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia lain di sekitarnya.
Kemampuan manusia berosisialisasi dan berinterkasi dengan manusia lain, menjadikan manusia memiliki banyak pengalaman yang menjadikan hidup lebih berwarna, dinamis dan melahirkan peradaban. Suatu gejala yang mengindikasikan bahwa manusia sejak awal telah berupaya mengembangkan hidupnya sealigus menjadi sinyal bahwa manusia mampu melatih kemampuan dan mengembangkan dirinya melalui latihan dan pendidikan. Karena itu, sejarah pendidikan sama tuanya dengan kehadiran manusia di bumi ini. Menurut (Munir Yusuf, 2019) menyebut bahwa pendidikan telah ada sejak evolusi awal umat manusia.
Di dalam perkembangannya, manusia tidak hanya melatih dan mengembangkan dirinya hingga batas tertentu, tetapi manusia secara berkesinambungan melatih dan mengembangkan kehidupannya hingga mencapai titik tertinggi dan usaha tersebut dilakukan secara terus menerus hingga akhir kehidupan. Secara individu manusia menghendaki capaian tertinggi, yaitu manusia paripurna (Insan Kamil) dan dalam kehidupan sosial pun demikian. Untuk mencapai predikat manusia sempurna (Insan Kamil) sebagai puncak tertinggi hakekat kehidupannya, maka manusia mengembangkan diri melalui upaya sistematis dan terencana serta dalam kerangka konsep yang jelas. Konsep inilah yang disebut sebagai pendidikan. Karena itu, pendidikan menjadi pusat dari semua upaya membangun citra manusia paripurna, dan menjadikan pendidikan sebagai titik pijak dan strategi utama di dalam membentuk manusia yang berkualitas, insan paripurna. Menurut Muhaimin, pendidikan merupakan hal yang tidak pernah berhenti dibicarakan, karena menurut fitrahnya manusia senantiasa menghendaki pendidikan yang lebih baik (Muri Yusuf, 2018). Sulit membayangkan orang yang hidup di dunia tanpa pendidikan. Dengan peradaban seperti itu, tanpa pendidikan yang sistematis, bagaimana manusia bisa berkembang. Dalam beberapa aspek memang kadang terjadi kerancuan antara prestasi kemajuan yang ditandai oleh berbagai penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan efek yang kemudian timbul dari berbagai pemahaman tentang pemanfaatn teknologi itu sendiri.
Suatu hal yang tentu kontradiktif, terlebih lagi jika berbagai aspek yang dikalim sebagai bagian dari kemjauan tersebut sering bertentangan dengan aspek-aspek normatif di dalam kehidupan. Dengan demikian, sebuah pemahaman tentang pendidikan dalam arti yang pure bagi semua umat manusia menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Mungkin pemikiran ini akan menimbulkan kesulitan tersendiri karena berpengaruh terhadap pemahaman seseorang, tetapi setidaknya terdapat titik temu yang menunjukkan bahwa pendidikan merupakan satu-satunya usaha yang dapat membawa manusia kepada kehidupan yang bermartabat. Pendidikan pada manusia bertujuan untuk melatih dan membiasakan manusia sehingga potensi, bakat dan kemampuannya menjadi lebih sempurna. Ini menggambarkan bahwa manusia membutuhkan pendidikan untuk menjadikan manusia lebih baik, lebih maju dan lebih sempurna.
B. Makna Filsafat Ilmu dan Ilmu Pendidikan
Filsafat sebenarnya berasal dari kata Yunani atau filsafat. Dari kata filsafat banyak muncul gagasan-gagasan filosofis, baik dalam arti harafiah maupun etimologis, maupun secara isi. Menurut (Ariwidodo, 2011) berpendapat bahwa, di satu sisi, filsafat ilmu membenarkan perusakan alam dan, di sisi lain, melegitimasi subordinasi otoritatif perempuan dan laki-laki. Sains dan maskulinitas terjalin dalam dominasi alam dan sifat feminis, sedangkan sains dan konsep gender saling melengkapi.
Ilmu adalah kata dari bahasa Arab, masdar berasal dari �alima � ya�lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih (pengetahuan tentang kebenaran). Dalam bahasa Inggris, science sering disandingkan dengan kata science. Kata sains dalam bahasa Indonesia (berasal dari bahasa Latin scio, scire, artinya mengetahui) sering disebut sains, tetapi juga sering disebut pengetahuan, tetapi secara konseptual mengacu pada hal yang sama.
Pendidikan menjadi sarana bagi individu untuk mengembangkan potensi diri. Setiap manusia sudah diberkati dengan potensi oleh Tuhan sejak lahir, namun potensi tersebut tidak akan berkembang dengan baik jika tidak distimulasi melalui pendidikan baik formal, nonformal dan informal. Dalam Undang-Undang system pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan ditujukan untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran, serta secara aktif mengembangkan potensi peserta didik, sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut (Anggraeni, 2020) Manusia menjadi objek sekaligus subyek dalam pendidikan. Manusia mampu memikirkan dirinya untuk berkembang kearah yang lebih baik, bahkan dalam konteks kepentingan pendidikan manusia memikirkan dirinya sendiri serta mempertanyakan dirinya sendiri sampai pada hal yang sangat mendasar. Misalnya mempertanyakan dirinya sendiri seperti siapakah manusia itu? apakah manusia bias dididik? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul pada diri manusia sendiri, kalau saja manusia itu bukan makhluk berpikir (homo sapiens) tentu manusia tidak akan mampu berpikir untuk memikirkan dirinya sendiri.
Pendidikan merupakan bagian yang inhern dengan kehidupan. Pemahaman seperti ini, mungkin terkesan dipaksakan, tetapi jika mencoba merunut alur dan proses kehidupan manusia, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mawarnai jalan panjang kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Pendidikan menjadi pengawal sejati dan menjadi kebutuhan asasi manusia (Taneja, 2005), Itu berarti bahwa membicarakan manusia akan selalu bersamaan dengan pendidikan, dan demikian sebaliknya. Perdebatan tentang pendidikan, hemat penulis bukan terletak pada perlu atau tidaknya pendidikan bagi manusia, tetapi lebih kepada bagaimana pendidikan itu dilaksanakan, apa saja yang harus dicapai (tujuan) dan bagaimana tata kerja para pelaksana (pendidik).
Menurut kamus besar bahasa indonesia (1987:204) pendidikan didefinisikan dalam beragam pendapat dan statement. Keragaman pendapat merupakan hal yang patut disyukuri sehingga membuka peluang untuk membandingkan berbagai pendapat dan menambah khazanah pengetahuan. Beberapa definisi pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut. Dalam Kamus besar disebutkan Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik (Arfani, 2018).
Definisi di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagian lahir dan batin. Arti penting pendidikan, menempatkannya pada strata tertinggi kebutuhan manusia. Karena itu, pendidikan menjadi barometer kemajuan dan peradaban. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikan bangsa tersebut. Jika pendidikan diproyeksikan sebagai wahana bagi manusia untuk mencapai tujuan yaitu terwujudnya kepribadian paripurna, maka pertanyaan yang penting untuk diulas adalah benarkah pendidikan dapat mencapai semua hal tersebut? Apa yang mendasarinya sehingga terbukti suatu keyakinan bahwa manusia memang dapat dididik dan mencapai paripurna.
Secara substansial pendidikan merupakan kebutuhan asasi dan secara khusus hanya dapat dilakukan terhadap manusia. Makhluk selain menusia tidak memiliki kemungkinan untuk dididik. Manusialah satu-satunya makhluk yang dapat dididik. Ini disebabkan karena pada diri manusia terdapat potensi insaniah, suatu potensi yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk selain manusia.
C.
Objek Filsafat Ilmu dan Pendidikan
Seperti bidang ilmu lainnya, filsafat ilmu memiliki objek fisik dan formalnya sendiri:
Objek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, yaitu pengetahuan yang dikonstruksi secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dihitung otentisitasnya secara umum (Parluhutan, 2020).
Ilmu objek formal adalah pandangan subjek mengamati objek materialnya. Objek formal setiap ilmu pasti berbeda. Objek formal filsafat ilmu adalah esensi (esensi) ilmu, yaitu filsafat ilmu lebih memperhatikan persoalan-persoalan mendasar ilmu. Bagaimana menemukan kebenaran ilmiah? Apa peran sains bagi manusia? Masalah ini dibahas dalam 3 (tiga) landasan atau pilar eksistensi ilmiah dan landasan ontologis, epistemologis, dan kriminologis yang di atasnya pengetahuan dibangun.
a. Landasan Ontologis
Landasan ontologis ilmu menyangkut apa hakikat ilmu, dan apa hakikat kebenaran dan realitas yang terkandung dalam ilmu, yang tidak terlepas dari pemahaman filosofis tentang apa dan bagaimana �tempat� itu (being sein, being hat zijn). Terbagi menjadi idealisme atau idealisme, dualisme, pluralisme dan berbagai nuansa, pengetahuan monistik pada akhirnya merupakan pandangan ontologis yang menentukan apa yang kita pikirkan dan bahkan pemikiran kita tentang apa itu "tempat" dan bagaimana kebenaran yang kita cari Salah satu aspek kepercayaan. Dasar ontologis pengetahuan sangat tergantung pada persepsi ilmuwan tentang realitas. Ini lebih berfokus pada ilmu empiris ketika realitas yang dimaksud adalah material. Jika realitas yang dimaksud adalah spiritual atau spiritual, fokusnya lebih pada humaniora (Ikhwan, 2014).
b. Landasan Epistemologis
Landasan epistemologi ilmu meliputi sumber, metode, dan prosedur yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah). Ini juga menunjukkan kekuatan dan kelemahan model epistemologis, dan bagaimana basis pengetahuannya (ilmiah) adalah teori koherensi, korespondensi, utilitas, dan intersubjektif. Basis epistemologis perkembangan ilmu pengetahuan, awal dari penelitian ilmiah, didasarkan pada perolehan dan proses kebenaran. Ini adalah metode ilmiah. Metode ilmiah secara garis besar dibagi menjadi dua kategori, yaitu metode sirkular empiris dalam ilmu-ilmu alam dan metode linier dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
c. Landasan Aksiologis
Landasan aksiologi ilmiah mencakup nilai-nilai normatif yang memberi makna pada kebenaran atau realitas saat kita menjelajahi dan menghadapi berbagai bidang kehidupan, seperti sosial, simbolik, atau material. Landasan aksiologis pengembangan pengetahuan merupakan konsep etis yang harus dikembangkan oleh para ilmuwan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang dianggap benar. Oleh karena itu, suatu kegiatan ilmiah selalu dikaitkan dengan keyakinan dan asumsi masyarakat atau bangsa yang mengembangkan pengetahuan tersebut (Ikhwan, 2014).
D.
Fungsi Filsafat Ilmu dan Ilmu Pendidikan
Fungsi filsafat dengan pendidikan adalah, filsafat menelaah suatu realitas dengan luas dan menyeluruh, sesuai dengan karateristik filsafat sedangkan ilmu pendidikan merupakan dasar ilmu pengetahuan. Hubungan antar filsafat ilmu dan ilmu pendidikan bahwasanya filsafat tidak hanya melahirkan ilmu atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat ilmu merupakan sebuah metode untuk mengembangkan keilmuan. Karena fungsi ilmu filsafat yaitu untuk memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah.
Filsafat ilmu membahas mengenai konsep metodologis salah satunya hipotesis. Filsafat itu sendiri memberikan pengetahuan yang tersusun dengan tertib. Filsafat ilmu membahas sesuatu secara mendasar dan menjadi sumber dari segala pemikiran. Filsafat Ilmu membentuk beberapa cabang ilmu yang dapat diterapkan dalam hidup manusia, sedangkan Ilmu Pendidikan secara konsepsional diartikan sebagai analisis kritis komprehensif tentang pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi filsafat ilmu dalam mengembangkan ilmu pendidikan adalah sebagai dasar pemikiran untuk berkembang karena dengan berfilsafat seseorang akan berfikir dan mencari kebenaran atas masalah yang dihadapinya.
Kesimpulan
Filsafat ilmu
dan ilmu pendidikan melekat pada manusia dan tidak terlepas dari jangkauan
pikirannya yang mencirikan manusia berpikir dan terus berkembang. Ilmu
pendidikan merupakan upaya khusus manusia untuk menyingkapkan realitas. Ilmu
pendidikan merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu
bergantung pada sistem filsafat yang dianut. fIsafat ilmu bisa menjadi
pengetahuan bagi manusia untuk memahami hakikat berbagai ilmu pendidikan. Dalam
upaya kita meningkatkan pendidikan keilmuan dirasakan perlunya mengembangkan
paradigma baru dalam berbagai hal Demikian juga perlu dipikirkan pengembangan
paradigma lain yang berkaitan dengan peningkatan kegiatan pendidikan dan
keilmuan.
Anggraeni, Aisyah. (2020). Menegaskan Manusia Sebagai Objek dan
Subjek Ilmu Pendidikan. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 15(1),
60�74. Google Scholar
Arfani, Laili. (2018). Mengurai hakikat pendidikan, belajar
dan pembelajaran. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 11(2). Google Scholar
Arifin, H. Muzayyin. (1996). Ilmu pendidikan Islam: suatu
tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner. Bumi
Aksara. Google Scholar
Ariwidodo, Eko. (2011). Paradigma Reduksionisme Epistemik dalam
Rekayasa Genetika. Jurnal Filsafat Dan Pemikiran Keislaman �REFLEKSI, 11(2),
24. Google Scholar
Bakker, Anton. (2004). Metodologi penelitian
filsafat. Kanisius. Google Scholar
Djollong, Andi Fitriani. (2015). Epistemologi Filsafat
Pendidikan Islam. Istiqra: Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 3(1).
Google Scholar
Halik, Abdul. (2013). Dialektika Filsafat Pendidikan Islam.
Istiqra: Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 1(1). Google Scholar
Ikhwan, Firman. (2014). PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filsafat
adalah sumber dan dasar dari cabang-cabang filsafat yang lain termasuk
didalamnya adalah filsafat ilmu. Filsafat ilmu dari berbagai kalangan. Google Scholar
Jenilan, Jenilan. (2018). Filsafat Pendidikan. EL-AFKAR:
Jurnal Pemikiran Keislaman Dan Tafsir Hadis, 7(1), 69�74. Google Scholar
Kurniawan, Benny. (2017). Studi Islam dengan Pendekatan
Filosofis. SAINTIFIKA ISLAMICA: Jurnal Kajian Keislaman, 2(02),
49�60. Google Scholar
Parluhutan, Alboin. (2020). Objek Formal & Material Filsafat
Ilmu serta Implikasinya dalam Pendidikan. Jurnal Pionir, 6(2). Google Scholar
Safri, Ahmad. (2021). Philosophy Of Science
Relations In Scientific Research And Social Life. Qolamuna: Jurnal Studi
Islam, 7(1), 37�50. Google Scholar
Suriasumantri, Jujun S. (1993). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar
populer. Google Scholar
Taneja, V. R. (2005). Socio-philosophical approach to
education. Atlantic Publishers & Dist. Google Scholar
Yusuf, Munir. (2019). Manusia Sebagai Makhluk
Pedagogik. Didaktika: Jurnal Kependidikan, 8(1), 9�16. Google Scholar
Yusuf, Muri. (2018). Pengantar ilmu pendidikan. Palopo:
Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 29. Google Scholar
Melisa
Marlinton, Herlina, Suraidah,
Yenny Puspita, Darwin
Efendi (2022) |
First
publication right: |
This
article is licensed under: |
������������������������������������������������������������������������������