Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X

Vol. 4, No. 6, Juni 2022

 

PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

 

Annisa Sarina Devi, Nelly Masnila, Nurhasanah

Program Studi Akuntansi Sektor Publik, Politeknik Negeri Sriwijaya

Email: [email protected], [email protected], ����������� [email protected]

 

Abstrak

Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah yang bisa dirasakan oleh masyarakat dan memiliki masa manfaat lebih dari satu periode. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan sumber data sekunder dimana data tersebut diperoleh melalui Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Sumatera Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah 17 Kabupaten/Kota dengan sampel jenuh. Total data observasi yaitu 85 Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. Pengujian hipotesis ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F, dan koefisien determinasi. Data dianalisis dengan bantuan software SPSS versi 26. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Pertumbuhan Keuangan Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Modal, Derajat Desentralisasi berpengaruh negatif signifikan terhadap Belanja Modal. Efisiensi Keuangan Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Modal. Sementara Efektivitas PAD dan Ketergantungan Keuangan Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efisiensi Keuangan Daerah, Efektivitas PAD, Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan.

 

Kata Kunci: pertumbuhan keuangan daerah; derajat desentralisasi; efisiensi keuangan daerah; efektivitas PAD; ketergantungan keuangan daerah; belanja modal.

 

Abstract

Capital Expenditures are government expenditures that can be felt by the public and have a useful life of more than one period. This study aims to determine the effect of Financial Performance on Capital Expenditures in the Regency/City of South Sumatra Province in 2016-2020. This study uses a quantitative approach and secondary data sources where the data is obtained through the Supreme Audit Agency of South Sumatra Province. The population in this study were 17 districts/cities with saturated samples. The total observation data are 85 District/City APBD Realization Reports of South Sumatra Province. Testing this hypothesis using multiple linear regression with t test, F test, and coefficient of determination. The data were analyzed with the help of SPSS version 26 software. The results of this study indicate that partially Regional Finance has a significant positive effect on Capital Expenditures, the Degree of Decentralization has a significant negative effect on Capital Expenditures. Regional Financial Efficiency has a significant positive effect on Capital Expenditure. Meanwhile, PAD Effectiveness and Regional Financial Dependence have no significant effect on Capital Expenditures. Simultaneously, the degree of decentralization, the effectiveness of regional finance, and the effectiveness of regional finances have a significant effect on capital expenditures in the districts/cities of the province of South Sumatra.

 

Keywords: regional financial growth; degree of decentralization; regional financial efficiency; effectiveness of PAD; regional financial dependence; capital expenditure.

 

Pendahuluan

Pemerintah daerah berhak membentuk pemerintahan daerahnya sendiri sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, asalkan didasarkan pada konsep otonomi dan mempunyai tanggung jawab yang sama (Hariyanto, 2020). �Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,� bunyi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yang merupakan inovasi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Menurut (Yanto dan Astuti, 2020) Otonomi daerah adalah kewenangan Pemerintah Daerah untuk menetapkan peraturan daerah, mengendalikan pelaksanaan kebijakan daerah, dan mengatur keuangan daerah yang dimulai dari pengendaliannya. Otonomi daerah memungkinkan daerah untuk menemukan sumber pendanaan independen untuk pembangunan daerah, mengurangi ketergantungan daerah pada pemerintah federal dan memungkinkan untuk mengalokasikan uang publik sesuai dengan kebutuhan dan tujuan daerah. Dengan menitikberatkan pada demokrasi, keadilan, ketidakberpihakan, kekhususan, dan keistimewaan melalui otonomi daerah, pemerintah daerah berpeluang lebih besar untuk memanfaatkan kemampuan daerah, seperti sumber daya manusia dan sumber daya lain yang merupakan aset daerah.

Pembangunan daerah kearah pembangunan pemerintah pusat merupakan salah satu faktor tercapainya otonomi daerah. Pembangunan daerah merupakan salah satu prioritas yang akan dilakukan pemerintah dalam suatu periode untuk mengatasi berbagai isu dan strategis. Pada dasarnya, pembangunan ini ditujukan untuk meminimaliskan disparitas wilayah dan untuk kepentingan masyarakat dan pelayanan publik. Berbagai upaya telah pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain menggali potensi daerah yang akan tercermin dalam pendapatan daerah (Setiawan, 2019). Berdasarkan pendapatan tersebut, pemerintah daerah terlibat dalam penganggaran salah satunya adalah alokasi belanja.

Menurut (Nalsal dan Hanifiyah, 2015), pemerintah daerah harus mampu mengembangkan anggaran yang kreatif dan inovatif karena dalam pelaksanaan otonomi daerah, anggaran biasanya mengalami kendala alokasi. Ketika datang ke masalah alokasi sumber daya sangat penting. Tidak setiap tempat memiliki sumber daya yang melimpah dan kemungkinan yang belum dimanfaatkan. Pemerintah daerah harus mampu mendistribusikan pendapatan yang diperoleh untuk belanja daerah mengingat sumber daya yang dimiliki terbatas. Belanja modal merupakan salah satu pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (Yanto dan Astuti, 2020). Belanja modal mengacu pada pengeluaran untuk aset tetap dengan masa manfaat satu tahun atau lebih (Yanto dan Astuti, 2020).

Salah satu pendekatan untuk mencapai tujuan otonomi daerah, khususnya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat, adalah melalui belanja modal. Ini agar masyarakat umum dapat memperoleh manfaat dari layanan yang pada akhirnya akan diberikan oleh belanja modal. Menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pasal 64 Pengelolaan Keuangan Daerah, uraian tersebut sudah tepat. Penyaluran belanja modal didasarkan pada kebutuhan prasarana dan sarana di daerah untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan memelihara fasilitas umum.

Banyak faktor yang mempengaruhi pemerintah daerah dalam menentukan alokasi belanja daerah termasuk belanja modal. Isu, kebijakan kondisi keuangan daerah, wilayah dan tindakan oportunistik pemangku kepentingan melalui kebijakan yang mempengaruhi alokasi belanja tertentu merupakan elemen yang dimaksud. Dari penjelasan tersebut terdapat pengaruh kondisi keuangan dalam artian kemampuan keuangan yang bisa dilihat melalui kinerja keuangan. Namun dari faktor dapat mengukur paling rasional terkait keuangan pemerintah daerah itu sendiri.

Faktor-faktor penentu utama yang mempengaruhi pilihan alokasi belanja daerah, termasuk distribusi belanja modal, dapat dipecah menjadi dua kategori, yaitu variabel non-keuangan dan variabel keuangan, menurut (Novianto & Hanfiah, 2015). Peraturan pemerintah dan keadaan ekonomi makro merupakan contoh dari faktor non-keuangan. Pertumbuhan ekonomi, variabel non-keuangan yang digunakan untuk menunjukkan status ekonomi makro penelitian. Ukuran pendapatan atau pendapatan daerah, seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU), digunakan sebagai variabel keuangan.

Menurut sebuah penelitian (Setiawan, 2019), pertumbuhan keuangan daerah mempengaruhi belanja modal. Hal ini sesuai dengan penelitian (Rishanti, 2017) yang menunjukkan bahwa belanja modal dipengaruhi oleh pertumbuhan keuangan daerah. Derajat desentralisasi berdampak pada belanja modal, menurut penelitian lebih lanjut (Irma Novita & Nunung Nurhasanah, 2020). Hal ini bertolak belakang dengan penegasan bahwa belanja modal tidak dipengaruhi oleh derajat desentralisasi (Andriyani, 2020). Pengaruh efisiensi keuangan daerah terhadap belanja modal kemudian ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya (Setiawan, 2019). Adapun hubungan antara efisiensi keuangan daerah dan belanja modal, survei yang dilakukan pada tahun (Satria, 2021) mengungkapkan tidak ada. Efektivitas PAD berdampak pada belanja modal. Menurut sebuah penelitian (Andriyani, 2020), belanja modal tidak dipengaruhi terhadap efektivitas PAD. Untuk tingkat ketergantungan (Irma Novita & Nunung Nurhasanah, 2020) menunjukkan ketergantungan keuangan daerah berdampak terhadap belanja modal. Studi (Sartika,dkk, 2017) mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara ketergantungan keuangan daerah dengan belanja modal. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang �Pengaruh Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan� dengan latar belakang tersebut.

 

Metode Penelitian

Di kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Selatan, teknik penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menilai pengaruh pertumbuhan keuangan daerah, derajat desentralisasi, efisiensi keuangan daerah, efektivitas PAD dan ketergantungan keuangan daerah terhadap belanja modal.

 

Tempat dan Waktu Penelitian

Dari Februari hingga Juni 2022 dan dari data 2016 hingga 2020, penelitian ini dilakukan di kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Selatan. Di Palembang, penelitian ini dilakukan.

 

Variabel Operasional Variabel Penelitian

Pertumbuhan keuangan daerah, derajat desentralisasi, efisiensi keuangan daerah, efektivitas PAD, dan ketergantungan keuangan keuangan daerah merupakan faktor independen dalam penelitian ini. Belanja modal Kabupaten/Kota Sumatera Selatan merupakan variabel terikat.

Tabel 1

Operasional Variabel Penelitian

Jenis Variabel

Variabel

Ukuran

Skala

Independen

Pertumbuhan Keuangan Daerah

�x 100%

Rasio

Independen

Derajat Desentralsisi

x 100%

Rasio

Independen

Efisiensi Keuangan Daerah

x 100%

Rasio

Independen

Efektivitas PAD

x100%

Rasio

Independen

Ketergantungan Keuangan Daerah

x100%

Rasio

Dependen

Belanja Modal

Rasio

 

Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data

Metode pengumpulan data penelitian ini meliputi dokumentasi. Secara khusus Laporan Realisasi Anggaran di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020 yang diperoleh dari BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan melalui website https://sumsel.bpk.go.id yang berupa data sekunder.

 

Teknik Analisis Data

Mengikuti pengumpulan data dari seluruh responden atau sumber data lainnya, teknik analisis data digunakan dalam penelitian kuantitatif. Statistik deskriptif, uji asumsi klasik, regresi linier berganda, koefisien determinasi, dan pengujian hipotesis digunakan dalam analisis data penelitian ini. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan komputer dan software IMB SPSS Statistics versi 26 untuk memudahkan dalam menganalisis dan mengevaluasi hipotesis yang diajukan.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Uji Statistik Deskriptif

Faktor dependen, independen, dan moderating secara statistik dijelaskan menggunakan analisis deskripsi. Skor minimum pada tabel mewakili nilai data terendah, sedangkan skor maksimum mewakili nilai data tertinggi. Mean digunakan untuk mengukur nilai rata-rata dari data, deskriptif N menunjukkan jumlah sampel pengamatan dan std. deviation menunjukkan simpangan baku. Temuan statistik deskriptif untuk variabel dependen dan independen ditampilkan pada Tabel 1. Belanja Modal merupakan variabel dependen. Di 17 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan variabel bebasnya meliputi pertumbuhan keuangan daerah, derajat desentralisasi, efisiensi keuangan daerah, efektivitas PAD, dan ketergantungan keuangan daerah.

Tabel 1

Hasil Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

 

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

PKD

85

-35,43

33,06

7,0578

12,34276

DD

85

2,79

31,94

8,4103

5,50246

EKD

85

69,53

111,00

87,2962

7,70767

EPAD

85

29,65

151,34

87,7801

22,09980

KKD

85

49,36

91,06

72,8718

7,83501

BM

85

14,12

51,94

28,1009

7,65125

Valid N (listwise)

85

 

 

 

 

Sumber: (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

 

Tabel 1 di atas memberikan penjelasan tentang statistik deskriptif untuk masing-masing variabel survei. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat 85 sampel data (N) dalam penelitian ini, yang diambil dari 17 Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan dan dikalikan dengan tahun pilihan penelitian yaitu 2016�2020.

Penjelasan masing-masing variabel diberikan di bawah ini :

1.   Variabel Pertumbuhan Keuangan Daerah (PKD) rata-rata dalam penelitian ini adalah 7,0578 dengan tingkat standar deviasi 12,34276. Pertumbuhan Keuangan Daerah terendah dengan skor -35,43 adalah Kabupaten PALI pada tahun 2020, sedangkan Pertumbuhan Keuangan Daerah tertinggi dengan skor 33,06 adalah Kabupaten PALI tahun 2016.

2.   Variabel Derajat Desentralisasi (DD) rata-rata dalam penelitian ini adalah 8,4103 dengan tingkat standar deviasi 5,50246. Derajat Desentralisasi terendah dengan skor 2,79 adalah Kabupaten Empat Lawang pada tahun 2016, sedangkan Derajat Desentralisasi tertinggi dengan skor 31,94 adalah Kota Palembang pada tahun 2017.

3.   Variabel Efisiensi Keuangan Daerah (EKD) rata-rata dalam penelitian ini adalah 87,2962 dengan tingkat standar deviasi 7,70767. Efisiensi Keuangan Daerah terendah dengan skor 69,53 adalah Kabupaten Lahat pada tahun 2019, sedangkan Efisiensi Keuangan Daerah tertinggi dengan skor 111,00 adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir pada tahun 2020.

4.   Variabel Efektivitas PAD (EPAD) rata-rata dalam penelitian ini adalah 87,7801 dengan tingkat standar deviasi 22,09980. Efektivitas PAD terendah dengan skor 29,65 adalah Kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2016, sedangkan Efektivitas PAD tertinggi dengan skor 151,34 adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir pada tahun 2019.

5.   Variabel Ketergantungan Keuangan Daerah (KKD) rata-rata dalam penelitian ini adalah 72,8718 dengan tingkat standar deviasi 7,83501. Ketergantungan Keuangan Daerah terendah dengan skor 49,36 adalah Kota Palembang pada tahun 2019, sedangkan Ketergantungan Keuangan Daerah tertinggi dengan skor 91,06 adalah Kabupaten Lahat pada tahun 2019.

6.   Variabel Belanja Modal (BM) rata-rata dalam penelitian ini adalah 28,1009 dengan tingkat standar deviasi 7,65125. Belanja Modal terendah dengan skor 14,12 adalah Kota Pagar Alam pada tahun 2018, sedangkan Belanja Modal tertinggi dengan skor 51,94 adalah Kabupaten PALI pada tahun 2019.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.    Uji Normalitas

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Gambar 1

Hasil Grafik P-P Plot

 

Gambar 1 menunjukkan bagaimana data menyebar dan bergerak ke arah diagonal. Oleh karena itu, data terdistribusi secara normal. Model regresi karena itu mengambil normalitas sebagai yang diberikan. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil grafik histogram. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan hasil grafik histogram.

 

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Gambar 2

Grafik Histogram

�����������

Seperti yang terlihat pada Gambar 2, histogram menunjukkan bahwa residu terstruktur secara simetris, terdistribusi normal, dan tidak miring ke kanan atau kiri. Hasilnya, model regresi memenuhi persyaratan normalitas. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada Tabel 2 mendukung temuan analisis histogram.

 

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

 

Unstandardized Residual

N

85

Normal Parametersa,b

Mean

,0000000

Std. Deviation

6,47956885

Most Extreme Differences

Absolute

,063

Positive

,063

Negative

-,042

Test Statistic

,063

Asymp. Sig. (2-tailed)

,200c,d

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Hasil pengujian untuk data berdistribusi normal adalah sebagai berikut berdasarkan Tabel 2 di atas. Terdapat nilai signifikansi yang melebihi 0,05 dan nilai signifikansi sebesar 0,200 (Asymp. Sig. 2 tailed). Artinya data yang diolah berdistribusi normal karena jumlah data yang banyak hingga 85 pengamatan, yang menimbulkan nilai residual dengan nilai ekstrim berkurang. Ini karena semakin besar jumlah data, semakin besar pembagi ekstrem, dan semakin dekat mean dengan mean. Hal ini dapat menyimpulkan bahwa data terdistribusi normal.

 

C.  Uji Multikolonieritas

Tabel 3

Hasil Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

1

PKD

,929

1,076

DD

,638

1,567

EFD

,847

1,181

EPAD

,957

1,045

KKD

,688

1,453

a. Dependent Variable: BM

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

 

Dari Tabel 3 dapat terlihat bahwa nilai tolerance dan nilai VIF yang dihitung adalah sebagai berikut:

1.     Nilai tolerance untuk Pertumbuhan Keuangan Daerah (PKD) sebesar 0,929 ≥ 0,10 dan VIF untuk Pertumbuhan Keuangan Daerah sebesar 1,076 ≤ 10, berarti Pertumbuhan Keuangan Daerah tidak terdapat multikolineritas.

2.     Nilai tolerance untuk Derajat Desentralisasi (DD) sebesar 0,638 ≥ 0,10 dan VIF untuk Derajat Desentralisasi sebesar 1,567 ≤ 10, berarti Derajat Desentralisasi tidak terdapat multikolineritas.

3.     Nilai tolerance untuk Efisiensi Keuangan Daerah (EKD) sebesar 0,847 ≥ 0,10 dan VIF untuk Efisiensi Keuangan Daerah sebesar 1,181 ≤ 10, berarti Efisiensi Keuangan Daerah tidak terdapat multikolineritas.

4.     Nilai tolerance untuk Efektivitas PAD (EPAD) sebesar 0,957 ≥ 0,10 dan VIF untuk Efektivitas PAD sebesar 1,045 ≤ 10, berarti Efektivitas PAD tidak terdapat multikolineritas.

5.     Nilai tolerance untuk Ketergantungan Keuangan Daerah (KKD) sebesar 0,688 ≥ 0,10 dan VIF untuk Ketergantungan Keuangan Daerah sebesar 1,453 ≤ 10, berarti Ketergantungan Keuangan Daerah tidak terdapat multikolineritas.

 

D.  Uji Heteroskedastisitas

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Gambar 3

Hasil Uji Heterokedastisitas

 

Hasil uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa titik-titik tidak membentuk suatu pola dengan jelas. Pada sumbu y, titik-titik tersebut berada di atas dan di bawah nilai 0. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Oleh karena itu, pertumbuhan keuangan daerah, tingkat desentralisasi, efisiensi keuangan daerah, efektivitas PAD, dan ketergantungan keuangan daerah merupakan variabel independen yang digunakan dalam model regresi untuk memprediksi belanja modal.

 

 

 

E.  Uji Autokorelasi

Tabel 4

Hasil Uji Durbin-Watson

Model Summaryb

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1

,532a

,283

,237

6,68147

2,048

a. Predictors: (Constant), KKD, EPAD, EFD, PKD, DD

b. Dependent Variable: BM

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan DW sebesar 2.048 berdasarkan Tabel 4. Dengan 85 (n) sampel pengamatan dan 5 (k = 5) variabel bebas, nilai ini dibandingkan dengan nilai Tabel Durbin-Watson (DW) menggunakan nilai signifikansi 0,05. Nilai DW terletak di antara nilai dU dan 4dU, atau dU = 1,7736 dan 4 - 1,7736 = 2,2264 (1,7736 < 2,048 > 2,2264). Dengan demikian, tidak ada masalah autokorelasi.

 

F.  Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t)

����� Penelitian ini menggunakan uji statistik t-test dengan membandingkan thitung dan ttabel serta menguji nilai probabilitasnya. Jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil (<) dari 0,05 (α) atau thitung lebih besar (<) ttabel pada taraf signifikasi 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Nilai t-tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada tingkat signifikansi 0,05/2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan df = n-k-1 atau 85-5-1=79, dan hasil yang diperoleh untuk t-tabel sebesar 1,990. Hasil ttabel adalah 1,990. Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan hasil uji-t statistik.

Tabel 5

Hasil Uji Statistik t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

14,120

12,603

 

1,120

,266

PKD

,248

,061

,401

4,055

,000

DD

-,476

,166

-,342

-2,868

,005

EFD

,269

,103

,271

2,619

,011

EPAD

-,036

,034

-,105

-1,074

,286

KKD

-,056

,112

-,057

-,500

,619

a. Dependent Variable: BM

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Hasil uji statistik t (uji parsial) di atas menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1.     Variabel Pertumbuhan Keuangan Daerah memiliki nilai t-hitung sebesar 4,055 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel (4,055 > 1,990) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,005 (0,000 < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Pertumbuhan Keuangan Daerah memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Belanja Modal.

2.     Variabel Derajat Desentralisasi memiliki nilai t-hitung sebesar -2,868 dan nilai signifikansi sebesar 0,005. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel (2,868 > 1,990) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,005 (0,005 < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Derajat Desentralisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Belanja Modal.

3.     Variabel Efisiensi Keuangan Daerah memiliki nilai t-hitung sebesar -2,619 dan nilai signifikansi sebesar 0,011. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel (2,619 > 1,990) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,005 (0,011 < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Efisiensi Keuangan Daerah memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Belanja Modal.

4.     Variabel Efektivitas PAD memiliki nilai t-hitung sebesar -1,074 dan nilai signifikansi sebesar 0,286. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel (-1,074 < 1,990) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,286 > 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Efektivitas PAD tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Belanja Modal.

5.     Variabel Ketergantungan Keuangan Daerah memiliki nilai t-hitung sebesar -0,500 dan nilai signifikansi sebesar 0,619. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel (-0,500 < 1,990) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,619 > 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel Ketergantungan Keuangan Daerah tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Belanja Modal.

 

G. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

����� Uji konkurensi ini menentukan bahwa hipotesis dapat diterima jika Fhitung > Ftabel, yaitu semua variabel independen bertindak secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Nilai f-tabel memiliki taraf signifikansi 0,05 pada tabel statistik, df 1 (jumlah variabel 1) = 5, dan df 5 (n-k-1) atau 85-5-1 = 79 (n adalah jumlah data dam k adalah jumlah variabel bebas), diperoleh hasil Ftabel adalah 2,33. Dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis dapat diterima. Hasil uji F statistik ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6

Hasil Uji Statistik F

ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

1390,772

5

278,154

6,231

,000b

Residual

3526,724

79

44,642

 

 

Total

4917,497

84

 

 

 

a. Dependent Variable: BM

b. Predictors: (Constant), KKD, EPAD, EFD, PKD, DD

 

 

 

Sumber : (Hasil Pengolahan SPSS, 2022)

Nilai signifikansi sebesar 0,000 dan nilai Fhitung sebesar 6,231 ditampilkan pada Tabel 6 di atas. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Pertumbuhan Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efektivitas Keuangan Daerah, Efektivitas PAD, dan Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Sumatera Selatan. Nilai F-hitung sebesar 6,231 lebih besar dari nilai F-tabel sebesar 2,33 (6,231 > 2,33) dan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05).

 

Hasil Pembahasan

A.  Pengaruh Pertumbuhan Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efisiensi Keuangan Daerah, Efektivitas PAD, dan Ketergantungan Keuangan Daerah secara parsial terhadap Belanja Modal

1.   Pengaruh Pertumbuhan Keuangan Daerah secara parsial terhadap Belanja Modal

Nilai t variabel Pertumbuhan Keuangan Daerah sebesar 4,055 berdasarkan hasil uji t secara parsial. Nilai t-hitung (4,055 > 1,990) lebih tinggi dari nilai t-tabel. Selain itu, nilai signifikansi variabel Pertumbuhan Keuangan Daerah sebesar 0,000 lebih kecil dari ambang batas signifikansi 5% (= 0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa variabel Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan berpengaruh positif signifikan terhadap Pertumbuhan Keuangan Daerah. Berdasarkan hasil pengujian, belanja modal akan meningkat seiring dengan percepatan pertumbuhan keuangan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis awal penelitian ini diterima.

Selain itu, dapat di lihat bahwa koefisien determinasi adalah 0,237 berdasarkan kekuatan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen atau analisis untuk menentukan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan keuangan daerah dan variabel lain dalam penelitian ini mempengaruhi 23,7 persen dari variabel yang berkaitan dengan belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Mengetahui apakah kinerja anggaran pemerintah daerah mengalami pertumbuhan pendapatan positif atau negatif selama tahun anggaran yang bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran adalah salah satu manfaat dari analisis pertumbuhan pendapatan (Utami & Julian, 2017). Kemampuan pemerintah daerah untuk melestarikan atau mengembangkan apa yang telah dicapai pada suatu masa atau masa berikutnya dapat dinilai dengan menganalisis pertumbuhan keuangan daerah. Selain itu, dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi yang memerlukan fokus regional dan meningkatkan potensi yang sudah ada.

Perhitungan pertumbuhan keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa antara tahun 2016 hingga 2019 terjadi pertumbuhan yang positif. Hanya saja, Covid-19 sebagai dampak kondisi global yang tak terhindarkan berdampak buruk pada pertumbuhan keuangan daerah Sumsel pada 2020. Sebagai salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat, pertumbuhan keuangan daerah berdampak pada belanja modal.

Studi ini mendukung sebuah studi (Setiawan, 2019) yang menunjukkan bagaimana pertumbuhan keuangan daerah mempengaruhi belanja modal. Menurut penelitian (Rishanti, 2017), pertumbuhan keuangan daerah juga mempengaruhi belanja modal.

 

2.   Pengaruh Derajat Desentralisasi Secara Parsial Terhadap Belanja Modal

Nilai t-hitung untuk variabel Derajat Desentralisasi adalah 2,868 berdasarkan hasil uji t parsial. Nilai t-hitung yang diperoleh (2,868 > 1,990) lebih kecil dari nilai t-tabel. Selain itu, variabel nilai signifikansi Derajat Desentralisasi memiliki nilai 0,005 yang berada di bawah ambang batas signifikan 5% (= 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan, variabel Desentralisasi secara parsial berpengaruh negatif cukup besar terhadap variabel Belanja Modal. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah membaik jika diukur dengan derajat desentralisasi yang tidak berdampak pada tingkat belanja modal. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua penelitian ini diterima.

Selain itu, dapat di lihat bahwa koefisien determinasi adalah 0,237 tergantung pada kekuatan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen atau analisis untuk menetapkan besarnya variabel independen yang menjelaskan variabel dependen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi, Derajat Desentralisasi dan variabel lain dalam penelitian ini memiliki pengaruh sebesar 23,7% terhadap variabel yang berkaitan dengan belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan.

Penentuan kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan merupakan manfaat dari derajat desentralisasi. Kemampuan pemerintah daerah untuk melakukan desentralisasi meningkat seiring dengan kontribusi PAD (Kamaludin & Usman, 2018). Hasil penelitian ini sangat kurang dalam kinerjanya yang dilihat dari derajat desentralisasi tahun anggaran 2016-2020. Dalam artian belum optimal penyelenggaraan desentralisasi dengan meningkatkan kontribusi PAD yang semakin tinggi pada kurun waktu satu periode berjalan (Nuri Andriyani et al., 2020).

Hasil ini sejalan dengan penelitian (Irma Novita & Nunung Nurhasanah, 2020) yang menyatakan bahwa belanja modal dipengaruhi oleh derajat desentralisasi. Hal ini sesuai dengan penelitian (Sartika,dkk, 2017) dan (Oktavianti, 2020) yang menunjukkan dampak tingkat desentralisasi terhadap belanja modal. Hal ini berbeda dengan (Andriyani, 2020), yang menyatakan bahwa belanja modal tidak dipengaruhi oleh tingkat desentralisasi. Hal ini karena beberapa sampel dan periode waktu yang berbeda.

 

3.   Pengaruh Efisiensi Keuangan Daerah secara parsial terhadap Belanja Modal

Hasil Nilai t hitung variabel Efisiensi Keuangan Daerah sebesar 2,619 berdasarkan uji t parsial. Nilai t-hitung hitung lebih tinggi dari nilai t-tabel hitung (2,619 > 1,990). Selain itu, variabel nilai signifikansi Efisiensi Keuangan Daerah memiliki nilai 0,011 yang lebih kecil dari ambang batas signifikan 5% (= 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan, Efisiensi Keuangan Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap variabel Belanja Modal. Berdasarkan hasil pengujian, belanja modal akan meningkat berbanding lurus dengan efisiensi keuangan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga penelitian ini diterima.

Selain itu, dapat di lihat bahwa koefisien determinasi adalah 0,237 berdasarkan kekuatan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas atau analisis untuk menetapkan besarnya variabel bebas yang menjelaskan variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Efisiensi Keuangan Daerah mempengaruhi 23,7% variabel yang berkaitan dengan Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan, Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Membandingkan besaran pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan realisasi pendapatan (revenue) yang dipungut disebut efisiensi daerah. Semakin banyak output relatif terhadap input, semakin efisien suatu organisasi (Halim & Park, 2014). Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk tahun 2016�2020, hasil penelitian ini dapat digolongkan sebagai Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan yang cukup efisien dalam pembiayaan daerah.

Penelitian ini sejalan dengan salah satu penelitian (Setiawan, 2019) yang menunjukkan bagaimana efisiensi keuangan daerah mempengaruhi belanja modal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa efisiensi keuangan daerah berdampak pada belanja modal (Irma Novita & Nunung Nurhasanah, 2020) dan (Oktavianti, 2020). Hal ini berbeda dengan (Satria, 2021) yang menyatakan bahwa efisiensi keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini karena beberapa sampel dan periode waktu yang digunakan.

 

4.   Pengaruh Efektivitas PAD secara parsial terhadap Belanja Modal

Nilai t-hitung untuk variabel Efektivitas PAD adalah -1.074 berdasarkan hasil uji t parsial. Nilai t hitung (-1.074 < 1,990) lebih kecil dari nilai t-tabel. Selain itu, nilai signifikansi variabel Efektivitas PAD sebesar 0,286 berada di atas taraf signifikansi 5% (= 0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan variabel Belanja Modal secara parsial tidak memiliki hubungan yang berarti terhadap variabel Efektivitas PAD. Hal ini menunjukkan bahwa naik atau turunnya belanja modal tidak dipengaruhi oleh peningkatan efektivitas PAD. Akibatnya, hipotesis keempat dalam penelitian ini ditolak.

Selain itu, dapat di lihat bahwa koefisien determinasi adalah 0,237 berdasarkan kekuatan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas atau analisis untuk menetapkan besarnya variabel bebas yang menjelaskan variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas PAD mempengaruhi 23,7 persen variabel yang berkaitan dengan belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Dengan membandingkan penerimaan realisasi PAD dengan target penerimaan PAD, maka efektivitas PAD dapat ditentukan. Kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi pendapatan PAD sesuai dengan tujuannya ditunjukkan oleh rasio efektivitas PAD. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan kurang berhasil mencapai PAD yang dimaksud dengan realisasi selama tahun anggaran 2016�2020. Tidak ada hubungan antara efektivitas PAD dengan belanja modal. Studi ini mendukung temuan tersebut. Sebaliknya, menunjukkan dampak efektivitas PAD terhadap belanja modal. Hal ini karena beberapa sampel dan periode waktu yang digunakan.

 

5.   Pengaruh Ketergantungan Keuangan Daerah secara parsial terhadap Belanja Modal

Nilai t hitung variabel Ketergantungan Keuangan Daerah sebesar -0,500 berdasarkan hasil uji t parsial. Nilai t-hitung yang dihitung (-0,500 < 1,990) lebih kecil dari nilai t-tabel. Selain itu, variabel nilai signifikansi Ketergantungan Keuangan Daerah menunjukkan nilai 0,619 lebih besar dari ambang batas signifikan 5% (= 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan variabel ketergantungan pada keuangan daerah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel belanja modal. Ini menyiratkan bahwa hipotesis kelima penelitian ini tidak didukung.

Selain itu, dapat di lihat bahwa koefisien determinasi adalah 0,237 berdasarkan kekuatan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas atau analisis untuk menetapkan besarnya variabel bebas yang menjelaskan variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan keuangan daerah dan variabel lain dalam penelitian mempengaruhi 23,7% dari variabel yang berkaitan dengan belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan.

Ketergantungan keuangan daerah ialah seberapa banyak uang transfer yang diterima setiap daerah dibandingkan dengan semua pendapatan daerah. Semakin besar persentase ini, semakin tergantung pemerintah daerah baik kepada pemerintah pusat maupun daerah (Harahap, 2020). Temuan studi menunjukkan pemerintah kabupaten atau kota di Sumatera Selatan memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi selama tahun anggaran 2016�2020. Ini menunjukkan ketergantungan yang berkelanjutan dari pemerintah daerah pada pemerintah pusat.

 

6.   Pengaruh Pertumbuhan Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efisiensi Keuangan Daerah, Efektivitas PAD, dan Ketergantungan Keuangan Daerah Secara Simultan Terhadap Belanja Modal

Pengaruh Pertumbuhan Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efektivitas Keuangan Daerah, Ketergantungan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal, dan Efektivitas Keuangan Daerah mempunyai Fhitung sebesar 6231 berdasarkan pengujian hipotesis. Fhitung lebih besar dari Ftabel (6,231 > 2,33) jika dibandingkan dengan nilai Ftabel sebesar 2,33. Selain itu, ambang signifikansi untuk gabungan faktor ketergantungan keuangan daerah, efisiensi keuangan daerah, pertumbuhan keuangan daerah, dan tingkat desentralisasi daerah adalah kurang dari 5% (= 0,05), atau 0,000. Berkenaan dengan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel Pembiayaan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efektivitas PAD, dan Ketergantungan Finansial semuanya secara bersamaan memiliki hubungan positif signifikan dengan belanja modal. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima.

Selain itu, dapat di lihat bahwa koefisien determinasi adalah 0,237 berdasarkan kekuatan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas atau analisis untuk menetapkan besarnya variabel bebas yang menjelaskan variabel tersebut. Dengan demikian, 23,7 persen variabel yang mempengaruhi belanja modal di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan dipengaruhi oleh pertumbuhan keuangan daerah, derajat desentralisasi, efisiensi keuangan daerah, efektivitas PAD, ketergantungan keuangan daerah, dan variabel lain dalam penelitian ini. variabel yang tersisa dipengaruhi oleh variabel lain.

Pemerintah daerah dapat memperoleh pendapatan dari daerah itu sendiri atau melalui transfer dari pemerintah federal. Dengan menggunakan pendapatan yang diberikan dan dapat digunakan untuk memberikan pelayanan publik melalui belanja modal. Menganalisis parameter keuangan yang dapat mempengaruhi belanja modal sangat penting untuk mengetahui penerimaan daerah. Anggaran juga dapat digunakan untuk menilai seberapa baik kinerja eksekutif organisasi sektor publik (Melia & Sari, 2019).

Menurut (Setiawan, 2019) Studi ini mengklaim bahwa belanja modal dipengaruhi oleh pertumbuhan keuangan daerah, efisiensi keuangan daerah, dan efektivitas PAD. Hasil penelitian (Oktavianti, 2020) menunjukkan tingkat desentralisasi dan ketergantungan pada keuangan daerah berdampak pada belanja modal.

 

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan pad bab IV, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Secara parsial Pertumbuhan Keuangan Daerah (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Modal dengan (Y) di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. 2) Secara parsial Derajat Desentralisasi (X2) berpengaruh negatif signifikan terhadap Belanja Modal dengan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. 3) Secara parsial Efisiensi Keuangan Daerah (X3) secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Modal dengan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. 4) Secara parsial Efektivitas PAD (X4) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal dengan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. 5) Secara parsial Ketergantungan Keuangan Daerah (X5) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. 6) Secara simultan Pertumbuhan Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi, Efisiensi Keuangan Daerah, Efektivitas PAD, dan Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh positif signifikan terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan.Upaya peningkatan Belanja Modal tidak terlepas dari peran Pemerintah dalam menggali dan mengelola sumber pendapatan daerah demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Bibliografi

 

Halim, Miah A., & Park, Jae Y. (2014). Theoretical modeling and analysis of mechanical impact driven and frequency up-converted piezoelectric energy harvester for low-frequency and wide-bandwidth operation. Sensors and Actuators A: Physical, 208, 56�65. https://doi.org/10.1016/j.sna.2013.12.033

Harahap, Heri Faisal. (2020). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Ekonomis: Journal of Economics and Business, 4(1), 34�38. https://doi.org/10.33087/ekonomis.v4i1.87

Hariyanto, Hariyanto. (2020). Hubungan Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Berdasarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum Dan Konstitusi, 3(2), 99�115.

Irma Novita, & Nunung Nurhasanah. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Se-Jawa Barat Periode Tahun Anggaran 2012-2017). Buana Ilmu, 4(2), 64�77. https://doi.org/10.36805/bi.v4i2.1050

Kamaludin, Kamaludin, & Usman, Berto. (2018). Policy regime and policy change: Comparing the phenomenon of local government before and after regional autonomy. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 21(1), 1�22. https://doi.org/10.24914/jeb.v21i1.940

Melia, Putri, & Sari, Vita Fitria. (2019). Pengaruh Akuntabilitas Publik, Kejelasan Sasaran Anggaran dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial. JURNAL EKSPLORASI AKUNTANSI (JEA), 1(3), 1068�1079. https://doi.org/10.24036/jea.v1i3.128

Nalsal, Pindonta, & Hanifiyah, Nuruh Janah Umiyati. (2015). Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Banten. Jurnal Studia Akuntansi Dan Bisnis, 3(1), 37�44.

Novianto, Riko, & Hanfiah, Rafiudin. (2015). Pendapatan Asli Daerah , Dana Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi, 4(1), 1�22.

Nuri Andriyani, Mukhzarudfa, & Enggar Diah PA. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Belanja Modal (Studi di Kabupaten/Kota Provinsi Jambi Tahun 2014 � 2018). Jurnal Akuntansi & Keuangan Unja, 5(2), 132�144. https://doi.org/10.22437/jaku.v5i2.10263

Oktavianti, Y. A., & Idayati, F. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu Dan Riset.

Rishanti, F. D. (2017). Pengaruh Rasio Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Belanja Modal Di Jawa Tengah Pada Tahun 2013�2015.

Sartika, Novira, Kirmizi, Kirmizi, & Indrawati, Novita. (2017). Analisis Faktor-faktor dalam Struktur APBD dan Kinerja Keuangan Daerah yang Mempengaruhi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Sorot, 12(2), 121. https://doi.org/10.31258/sorot.12.2.4902

Satria, M. Rizal. (2021). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal Di Pstnt Batan Bandung. Land Journal, 1(2), 159�166. https://doi.org/10.47491/landjournal.v1i2.708

Setiawan, F. P. (2019). Pengaruh rasio keuangan terhadap belanja modal pada Pemerintah Daerah Tertinggal di Indonesia.

Utami, Rina Dwi, & Julian, Karunia. (2017). Pengaruh Evaluasi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. The Asia Pacific Journal of Management Studies, 4(1). http://dx.doi.org/10.55171/.v4i1.223

Yanto, Joni Kristian Firdi, & Astuti, Susi. (2020). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi (JIMMBA), 2(3), 346�357. https://doi.org/10.32639/jimmba.v2i3.484

 

Copyright holder:

Annisa Sarina Devi, Nelly Masnila, Nurhasanah (2022)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

����������������������������������������