ANALISIS RESIKO KEGAGALAN PROSES KAIN JADI POLYESTER MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ KARAWANG

 

Rian Fernandi

Program Studi Megister Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pengendalian kualitas yang tepat dan tahapan yang jelas dan memberikan inovasi dalam melakukan pencegahan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan. PT. XYZ karawang merupakan sebuah perusahaan industri tekstil yang menghasilkan kain jadi polyester dan kain cotton. Perusahaan ini pada kenyataannya masih mendapati produk dengan kualitas yang tidak standar yang telah ditetapkan. Dari data penelitian sebelumnya jumlah kecacatan kain jadi polyester cenderung cukup tinggi dan tidak sesuai standar yaitu melebihi 2% yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun rata rata kecacatan produk sebesar 7.412 meter sekitar 5,4 % dari total produksi setiap bulannya lebih besar dari kain cotton. Oleh karena itu masalah yang muncul yaitu dari kain polyester yang mengakibatkan kerugian harga pokok berdasarkan kecacatan. FMEA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan atau potensi kegagalan atau masalah dalam desain, proses, atau struktur layanan sistem sebelum terjadi, untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan dan melindungi karyawan dari kecelakaan kerja dan penyakit dengan mengambil tindakan yang diperlukan. Tingkat keparahan dan jenis potensi kegagalan dalam sistem yang dianalisis diidentifikasi oleh FMEA, yang memungkinkan pembuat keputusan untuk mengambil tindakan pengurangan risiko yang diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa moda kegagalan yang menyebabkan cacat produk dengan menggunakan metode FMEA. Hasil dari penelitian yang dilakukan berdasarkan Risk Priority Number (RPN) terdapat 11 moda kegagalan yang diasumsikan semakin tinggi RPN moda kegagalan, semakin besar resiko untuk kegagalan produk serta kualitas yang rendah. Dari 11 moda kegagalan tersebut nilai RPN tertinggi 378 yaitu pelarutan obat yang tidak sempurna dan yang terendah yaitu 27 dengan kegagalan dalam tempat penyimpanan obat. Faktor faktor yang menyebabkan cacat flek warna pada kain polyester yaitu manusia, bahan baku, mesin, metode yang digunakan dan lingkungan. Sebagai kesimpulan resiko kegagalan pada penelitian ini sebagai prioritas dalam usulan perbaikan pada perusahaan PT. XYZ Karawang. Usulan perbaikan diberikan ke perusahaan keseluruhan agar lebih memperhatikan faktor penyebab masalah kecacatan kain dan sebagai bahan pertimbangan dalam perusahaan.

 

Kata Kunci: kain jadi polyester; tekstil; FMEA; RPN.

 

 

 

Abstract

Proper quality control and clear stages and provide innovation in preventing and solving problems faced by the company. PT. XYZ Karawang is a textile industry company that produces polyester and cotton fabrics. In fact, this company still finds products with non-standard quality. From previous research data, the number of defects in polyester fabric tends to be quite high and does not comply with the standard, which exceeds the 2% set by the company. Meanwhile, the average product defect is 7,412 meters, about 5.4% of the total production each month is greater than cotton cloth. Therefore, the problem that arises is from polyester fabric which results in loss of cost of goods based on defects. FMEA is a technique used to identify the presence or potential of failures or problems in the design, process or structure of a sistem service before they occur, to prevent unwanted incidents and protect employees from occupational accidents and diseases by taking the necessary action. failures in the analyzed sistem are identified by FMEA, which enables the decision maker to take the necessary risk reduction actions. The purpose of this study is to analyze the failure modes that cause product defects using the FMEA method. The results of the research conducted based on the Risk Priority Number (RPN) there are 11 failure modes which are assumed to be the higher the failure mode RPN, the greater the risk for product failure and low quality. Of the 11 failure modes, the highest RPN value was 378, namely incomplete drug dissolution and the lowest was 27 with failure in the drug storage area. The factors that cause color spot defects on polyester fabrics are humans, raw materials, machines, methods used and the environment. In conclusion, the risk of failure in this study as a priority in the proposed improvement at the company PT. XYZ Karawang. Suggestions for improvement are given to the company as a whole to pay more attention to the factors causing the problem of fabric defects and as material for consideration in the company.

 

Keywords: finished fabric polyester; textiles; FMEA; RPN.

 

Pendahuluan

Pada era sekarang ini banyak industri di dunia yang berkembang pesat dan menghasilkan berbagai produk. Disamping perkembangan produk tersebut perusahaan juga mengalami masalah serius yang mengakibatkan produk cacat dan menimbulkan permasalahan bagi konsumen. Permasalahan tersebut sangat berdampak pada konsumen dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Setiap perusahaan harus dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, terkait masalah tersebut kemajuan pengetahuan dan teknologi harus ditingkatkan agar dapat bersaing. Salah satu dampak negatif dari kurangnya kontrol dalam produk cacat yaitu runtuhnya reputasi dari perusahaan dimata konsumen. Bila kejadian tersebut tidak ditanggulangi dengan cepat perusahaan akan mengalami dampak kehilangan konsumen yang banyak. Oleh karena itu pengendalian kualitas secara baik dan benar akan dapat memperoleh produk yang diinginkan konsumen.

Pengendalian kualitas yang tepat mempunyai tahapan yang jelas dan memberikan inovasi dalam melakukan pencegahan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan. PT. XYZ Karawang merupakan sebuah perusahaan industri tekstil yang menghasilkan kain jadi polyester dan kain cotton. Perusahaan ini pada kenyataannya masih mendapati produk dengan kualitas yang tidak standar yang telah ditetapkan. Salah satu tool yang digunakan untuk membantu pengendalian kualitas adalah menggunakan metode Failure Modes and Effects Analysis ( FMEA ) dari jumlah produksi kain polyester dapat dilihat tabel dibawah ini :

Table 1

Laporan Produksi Kain Jadi Polyester PT. XYZ Karawang

Periode Januari - Maret 2016

 

No

Jumlah Produksi

Standar Cacat

Jumlah Cacat

%Cacat

1

138.590

2%

7.274

5.2%

2

140.876

2%

7.529

5.3%

3

143.248

2%

7.723

5.4%

4

136.324

2%

7.221

5.3%

5

133.539

2%

7.246

5.4%

6

135.620

2%

7.411

5.5%

7

137.845

2%

7.453

5.4%

8

138.746

2%

7.443

5.4%

9

134.765

2%

7.295

5.4%

10

137.649

2%

7.437

5.4%

11

139.874

2%

7.457

5.3%

12

137.455

2%

7.333

5.3 %

13

138.590

2%

7.387

5.3%

14

139.284

2%

7.434

5.3%

15

135.894

2%

7.367

5.4%

16

139.084

2%

7.439

5.3%

17

138.750

2%

7.453

5.4%

18

135.870

2%

7.465

5.5%

19

136.742

2%

7.456

5.5%

20

133.865

2%

7.401

5.5%

21

138.654

2%

7.435

5.4%

22

139.001

2%

7.467

5.4%

23

134.874

2%

7.390

5.5%

24

137.500

2%

7.376

5.4%

Jumlah

3.302.639

2%

177.892

5.4%

Rata Rata

137.610

2%

7.412

5.4 %

Sumber (Nugroho, 2022)

 

Dari data penelitian sebelumnya jumlah kecacatan kain jadi polyester cenderung cukup tinggi dan tidak sesuai standar yaitu melebihi 2% yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun rata rata kecacatan produk sebesar 7.412 meter sekitar 5,4 % dari total produksi setiap bulannya lebih besar dari kain cotton. Oleh karena itu masalah yang muncul yaitu dari kain polyester yang mengakibatkan kerugian harga pokok berdasarkan kecacatan. Dari data yang sudah�� dikumpul diperlukanlah metode atau tool untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya cacat. Berdasarkan dari permasalahan tersebut maka����������� perlu dilakukan penelitian mengidentifikasi masalah penentuan prioritas jenis kegagalan dalam proses Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) dan dapat diharapkan kualitas produk dari perusahaan tersebut dapat meningkat.

Menurut (Ouyang et al., 2020) FMEA merupakan metode yang populer hingga saat ini, dan digunakan sebagai alat yang berdiri sendiri atau bagian dari kerangka kontrol kualitas yang lebih terintegrasi dalam industri manufaktur (Shaker et al., 2019). FMEA menyediakan struktur dan bahasa umun yang dapat digunakan pada banyak jenis organisasi, misalnya : manufaktur dan jasa industri, organisasi laba dan nirlaba organisasi swasta maupun pubilk dan organisasi pemerintah (McDermott et al., 2009). FMEA dapat mengevaluasi potensi resiko secara kritis (Murphy et al., 2011). FMEA memprioritaskan mode kegagalan berdasarkan asumsi itu semakin tinggi RPN mode kegagalan, semakin besar risiko untuk kegagalan produk (Liu et al., 2013). Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini lebih menganalisis proses yang menyebabkan resiko kegagalan pada produk dan memberikan usulan perbaikan bagi perusahaan untuk memperhatikan faktor penyebab masalah. Judul penelitian yaitu analisis resiko kegagalan proses produk kain jadi polyester menggunakan metode FMEA pada PT. XYZ Karawang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa modal kegagalan yang menyebabkan cacat produk dengan menggunakan metode FMEA.

 

Metode Penelitian

FMEA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan atau potensi kegagalan atau masalah dalam desain, proses, atau struktur layanan sistem sebelum terjadi, untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan dan melindungi karyawan dari kecelakaan kerja dan penyakit dengan mengambil tindakan yang diperlukan (Stamatis, 2003). FMEA diklasifikasikan sebagai metode semi kualitatif. RPN di FMEA mendukung analisis kuantitatif dari kejadian resiko. Metode ini tidak hanya menemukan resiko tertinggi secara akurat dan cepat tetapi juga mengatasi kekhawatiran tentang kehilangan informasi. Tingkat keparahan dan jenis potensi kegagalan dalam sistem yang dianalisis diidentifikasi oleh FMEA yang memungkinkan pembuat keputusan untuk mengambil tindakan pengurangan risiko yang diperlukan (Sharma & Srivastava, 2018). FMEA memiliki banyak keuntungan yaitu penggunaan sederhana, hemat waktu dan sangat efektif, namun pasti memeliki beberapa kelemahan (Mzougui & El Felsoufi, 2019). FMEA memiliki Ada beberapa keterbatasan, karena sangat berorientasi pada proses tim dan tidak mungkin secara individu (Chin et al., 2009) oleh karena itu untuk menghadapi hambatan tertentu yang umum harus dalam keputusan kelompok tertentu.

FMEA harus dilakukan oleh tim ahli di ruang lingkup yang akan dianalisis. Metode ini memeriksa penyebab insiden dan kondisinya memicu insiden tersebut. Analisis meliputi peralatan dan komponen yang digunakan oleh karyawan saat melakukan pekerjaan, bersama-sama dengan komponen dan kondisi sistem. Tujuan melakukan analisis FMEA dapat diringkas sebagai mengikuti (Sharma & Srivastava, 2018) :

1.   Untuk mengidentifikasi kesalahan atau kegagalan yang akan berdampak negatif pada pengoperasian �sistem yang tepat������ dan meminimalkan dampaknya kegagalan.

2.   Untuk menanggapi permintaan pelanggan dengan memuaskan.

3.   Untuk menentukan efek dan probabilitas aspek lemah dari sistem untuk meningkatkan keamanan dan keandalan sistem.

4.   Untuk terus meningkatkan �sistem.

 

Metode� FMEA juga memberikan keuntungan seperti peningkatan kualitas dan keandalan produk dan proses yang dinilai, menentukan mendesain ulang waktu produk dan mengurangi biaya, mengurangi risiko dan dampaknya ke tingkat yang dapat diterima dan menciptakan pengendalian risiko rencana, dan memberikan informasi untuk menghilangkan risiko utama meningkatkan kepuasan����������� pelangganKerangka FMEA membantu untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial, potensi penyebab, dan mitigasi (Ismunandar et al., 2018). FMEA menggunakan teknik Risk Priority Number (RPN) serta linguistic istilah untuk menentukan dampak risiko (severity), kemungkinan risiko (kejadian) dan peluang risiko (deteksi).

Penentuan skala tidak memiliki prosedur khusus, sehingga dapat ditentukan menggunakan kustomisasi tim risiko. Rentang kriteria yang paling umum digunakan skala adalah skala 1-10 (Van Leeuwen et al., 2009). Nilai RPN diperoleh dengan mengalikan nilai ketiga parameter tersebut. Resiko dengan yang tertinggi Nilai RPN diasumsikan sebagai risiko penting dan harus mendapat prioritas tinggi penanganan dibandingkan dengan risiko dengan nilai RPN rendah (Wang et al., 2019). RPN membantu dalam mengidentifikasi moda kegagalan dengan tingkat keparahan yang lebih besar, lebih tinggi kejadian dan pendeteksian yang lebih jarang, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan tingkat risiko tertinggi (Hajiagha et al., 2016). Ketidak pastian nilai RPN dapat dianalisis dari ketidak pastian penilaian resiko di masing parameter ini severity Occurrence dan detection (Cameron et al., 2017)

 

Hasil dan Pembahasan

Pengukuran risiko analisis perlu dilakukan berdasarkan Risk Priority Number (RPN) yang diperoleh dengan mengalikan tiga faktor risiko: Occurrence (O) atau kemungkinan terjadinya kegagalan; Severity (S) atau tingkat keparahan kegagalan; dan detection (D) atau kapasitas untuk deteksi kegagalan sebelum kegagalan terjadi (RPN=O x S x D). Untuk menghitung RPN, ketiga faktor ini perlu dievaluasi menggunakan timbangan yang telah ditetapkan sebelumnya. FMEA memprioritaskan� mode kegagalan berdasarkan asumsi itu semakin tinggi RPN moda kegagalan, semakin besar risiko untuk kegagalan produk serta kualitas yang rendah (Liu et al., 2013). Setelah dilakukan penentuan nilai selanjutnya yaitu dapat melakukan perhitungan nilai RPN untuk masing masing moda kegagalan.

Tabel 2

Ranking RPN untuk Masing - Masing Moda Kegagalan

 

Ranking

Moda Kegagalan

RPN

1

Pelarutan obat tidak sempurna

378

2

Tidak melakukan penyaringan obat

280

3

Dyestuff yang sering menimbukan cacat

252

4

Kualitas dyestuff yang buruk

210

5

Filter udara panas yang sangat kotor

175

6

Kurang terjaganya kebersihan rol

144

7

Kurangnya perikasaan peralatan yang di gunakan

120

8

Metode pelarutan yang sudah kadaluarsa

60

9

Kurangnya inspeksi pada setiap produksi

48

10

Kurang terjadinya koordinasi antara operator

45

11

Tempat penyimpanan obat yang sangat tidak rapi

27

 

Faktor-faktor yang penyebab masalah cacat flek warna atau chemical pada kain jadi polyester yaitu:

1.   Man (Manusia)

a.   Melarutkan obat tidak sempurna. Seringkali operator tidak teliti dalam pelarutan obat.

b.   Tidak melakukan penyaringan obat Saat hasil pelarutan obat akan masuk dalam mesin seringkali saringan tidak ada, sehingga operator tidak melakukan penyaringan obat.

2.   Material (Bahan Baku)

a.   Klasifikasi dyestuff atau chemical celup yang sering menimbulkan cacat.

b.   Mencari obat-obatan dengan daya pelarutan yang tidak baik dan yang mudah menimbulkan cacat.

c.   Kualitas dyestuff atau chemical buruk. Dyestuff atau chemical yang digunakan terlalu lama disimpan sehingga kualitasnya menurun.

3.   Machine (Mesin)

Filter udara panas dalam mesin kotor. Penyaring sirkulasi udara dalam mesin seringkali terlupakan saat pembersihan mesin karena letaknya yang tidak mudah untuk dibongkar pasang.

Kebersihan roll-roll yang dilalui kain. Jumlah roll yang sangat banyak dalam 1 mesin merupakan kesulitan tersendiri dalam pemeliharaan kebersihan mesin. Kurangnya�������� pemeriksaan peralatan yang digunakan. Kurangnya pemeriksaan kondisi peralatan dan perawatan terhadap peralatan yang dipakai.

4.   Method (Metode)

a.   Metode pelarutan kadaluarsa.

Kondisi pelarutan mungkin sudah tidak sesuai dengan karakteristik obat-obatan yang dipakai sekarang (obat-obatan yang sekarang dipakai sudah berbeda dengan obat - obatan saat metode pelarutan tersebut dibuat).

b.   Kurangnya inspeksi.

Kurangnya inspeksi pada tiap- tiap tahap proses produksi atau pada saat kain sedang berproduksi di mesin, sehingga menyebabkan cacat yang berlebihan.

c.   Kurang koordinasi.

Kurangnya koordinasi antar operator dalam pengambilan atau pemakain chemical atau dyestuff yang sesuai dengan standar.

5.   Environment (Lingkungan)

Tempat penyimpanan obat tidak rapi. Ruangan penyimpanan dyestuff atau chemical yang tidak tertata rapih serta kurang memiliki sirkulasi udara sehingga menjadi pengap dan panas.

Table 3

Usulan Perbaikan

Ranking

Moda Kegagalan

RPN

Usulan Perbaikan

1

Pelarutan obat tidak sempurna

378

Melakukan pengetesan terlebih dahulu di laboratorium obat agar tidak terjadi kesalahan dalam pelarutan warna diuji bebarapa sampel obat

2

Tidak melakukan penyaringan obat

280

Melakukan pengecekan tempat penyaringan obat serta memaksimalkan pengawasan dan arahan

3

Dyestuff yang sering menimbukan cacat

252

Mengklafikasikan dyestuff yang kualitas baik dan kurang baik, serta mengontrol pembelian bahan baku yang memenuhi spesifikasi

4

Kualitas dyestuff yang buruk

210

Pengecekan kembali saat pembelian dan pendataan kualitas dari masing masing dyestuff

5

Filter udara panas yang sangat kotor

175

Melakukan pembersihan rutin filter udara

6

Kurang terjanganya kebersihan rol

144

Pembersihan roll harus dilakukan rutin agar tidak mengganggu proses lain

7

Kurangnya perikasaan peralatan yang di gunakan

120

Diperlukan menejemen peralatan dari perusahaan

8

Metode pelarutan yang sudah kadaluarsa

60

Melakukan research terhadap metode pelarutan dan warna

9

Kurangnya inspeksi pada setiap produksi

48

Pembuatan standar kerja dan membuat Chect sheet untuk tiap tiap proses di mesin

10

Kurang terjadinya koordinasi antara operator

45

Koordinasi kerja dilakukan sebelum memulai pekerjaan dan pada saat melakukan pekerjaan mengenai rencana produksi yang secara intensif

11

Tempat penyimpanan obat yang sangat tidak rapi

27

Menata ulang tempat segala keperluan berdasarkan fungsiya dan Tempat peyimpan harus sesuai standar dari masing masing keperluan.

 

Setelah mendapatkan rangking dari RPN pada proses FMEA dapat diberikan saran usulan perbaikan terhadap moda kegagalan yang telah di rangking urutan prioritas.perbaikan tersebut bertujuan untuk mengendalikan kualitas pada saat ini di perusahaan. Usulan perbaikan tidak hanya diberikan pada nilai di atas 100, semua kegagalan yang sudah teridentifikasi tetap diberikan usulan perbaikan sebagai bahan pertimbangan dalam perusahaan.

 

 

Kesimpulan

Moda kegagalan yang pada proses pembuatan produk kain jadi polyester yang terdapat di PT. XYZ Karawang terdiri dari sebelas jenis kegagalan dari beberapa faktor kecacatan flek warna antara lain manusia, material, mesin, metode, dan lingkungan. Mode kegagalan tersebut sangat berdampak pada standar kain di perusahaan. dari kelima faktor tersebut faktor manusia yang sangat berpengaruh karena semua kegiatan di perusahaan sangat tergantung pada sumber daya manusia di dalamnya. Dari data RPN yang diperoleh mode kegagalan yang nilainya paling tinggi yaitu faktor manusia yang didalamnya terdapat kegagalan antara lain melarutkan obat tidak sempurna dan tidak melakukan penyaringan obat di dapat nilai RPN 378 tertinggi dari semua kegagalan. Resiko kegagalan pada penelitian ini sebagai prioritas dalam usulan perbaikan pada perusahaan PT. XYZ Karawang. Dari data RPN terdapat 11 jenis kegagalan dan diberikan usulan perbaikan disesuaikan dengan kondisi perusahaan.Usulan perbaikan diberikan ke perusahaan keseluruhan agar lebih memperhatikan faktor penyebab masalah kecacatan kain seperti lima faktor yang telah disebutkan diatas.

 

Bibliografi

 

 

Cameron, I., Mannan, S., N�meth, E., Park, S., Pasman, H., Rogers, W., & Seligmann, B. (2017). Process hazard analysis, hazard identification and scenario definition: Are the conventional tools sufficient, or should and can we do much better? Process Safety and Environmental Protection, 110, 53�70. https://doi.org/10.1016/j.psep.2017.01.025

Chin, K. S., Wang, Y. M., Ka Kwai Poon, G., & Yang, J. B. (2009). Failure mode and effects analysis using a group-based evidential reasoning approach. Computers and Operations Research, 36(6), 1768�1779. https://doi.org/10.1016/j.cor.2008.05.002

Hajiagha, S. H. R., Hashemi, S. S., Mohammadi, Y., & Zavadskas, E. K. (2016). Fuzzy belief structure based VIKOR method: an application for ranking delay causes of Tehran metro �sistem by FMEA criteria. Transport, 31(1), 108�118. https://doi.org/https://doi.org/10.3846/16484142.2016.1133454

Ismunandar, R., Hendriadi, A. A., & Garno, G. (2018). Kajian Metode Economic Order Quantity dan Reorder Point pada Aplikasi Point Of Sale. Jurnal Informatika: Jurnal Pengembangan IT, 3(3), 316�323. http://dx.doi.org/10.30591/jpit.v3i3.921

Liu, H.-C., Liu, L., & Liu, N. (2013). Risk evaluation approaches in failure mode and effects analysis: A literature review. Expert �sistems with Applications, 40(2), 828�838. https://doi.org/10.1016/j.eswa.2012.08.010.

Murphy, M., Heaney, G., & Perera, S. (2011). A methodology for evaluating construction innovation constraints through project stakeholder competencies and FMEA. Construction Innovation, 11(4), 416�440. https://doi.org/10.1108/14714171111175891

Mzougui, I., & El Felsoufi, Z. (2019). Proposition of a modified FMEA to improve reliability of product. Procedia CIRP, 84, 1003�1009. https://doi.org/10.1016/j.procir.2019.04.315

Nugroho, I. S. (2022). Analisis Pengendalian Kualitas Kain Grey Di Pt Anggana Kurnia Putra Bandung Dengan Mengunakan Metode Seven Tools. Jurnal Industri & Teknologi Samawa, 3(1), 17�24.

Ouyang, L., Zheng, W., Zhu, Y., & Zhou, X. (2020). An interval probability‐based FMEA model for risk assessment: A real‐world case. Quality and Reliability Engineering International, 36(1), 125�143. https://doi.org/https://doi.org/10.1002/qre.2563

Shaker, F., Shahin, A., & Jahanyan, S. (2019). Developing a two-phase QFD for improving FMEA: an integrative approach. International Journal of Quality & Reliability Management. https://doi.org/https://doi.org/10.1108/IJQRM-07-2018-0195

Sharma, K. D., & Srivastava, S. (2018). Failure mode and effect analysis (FMEA) implementation: a literature review. J Adv Res Aeronaut Space Sci, 5, 1�17.

Stamatis, D. H. (2003). Failure mode and effect analysis: FMEA from theory to execution. Quality Press.

Van Leeuwen, J. F., Nauta, M. J., De Kaste, D., Odekerken-Rombouts, Y., Oldenhof, M. T., Vredenbregt, M. J., & Barends, D. M. (2009). Risk analysis by FMEA as an element of analytical validation. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 50(5), 1085�1087. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jpba.2009.06.049

Wang, L., Gao, Y., Xu, W., Hong, K., Wang, B., & Chen, X. (2019). An extended FMECA method and its fuzzy assessment model for equipment maintenance management optimization. Journal of Failure Analysis and Prevention, 19(2), ������https://doi.org/10.1007/s11668-019-00611-3

 

 

Copyright holder:

Rian Fernandi (2022)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: