ANALISIS RESIKO KEGAGALAN PROSES KAIN JADI POLYESTER
MENGGUNAKAN METODE FMEA PADA PT XYZ KARAWANG
Rian Fernandi
Program Studi Megister Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas
Islam Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pengendalian kualitas yang tepat dan tahapan yang jelas dan memberikan inovasi dalam melakukan
pencegahan dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi perusahaan. PT. XYZ karawang merupakan sebuah perusahaan industri tekstil yang menghasilkan kain jadi polyester dan kain cotton. Perusahaan ini
pada kenyataannya masih mendapati produk dengan kualitas yang tidak standar yang telah ditetapkan. Dari data penelitian sebelumnya jumlah kecacatan kain jadi polyester cenderung cukup tinggi dan tidak sesuai standar yaitu melebihi 2% yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun rata rata kecacatan produk sebesar 7.412 meter sekitar 5,4 % dari total produksi setiap bulannya lebih besar dari kain
cotton. Oleh karena itu
masalah yang muncul yaitu dari kain
polyester yang mengakibatkan kerugian harga pokok berdasarkan kecacatan. FMEA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan atau potensi kegagalan
atau masalah dalam desain, proses, atau struktur layanan
sistem sebelum terjadi, untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan dan melindungi karyawan dari kecelakaan kerja dan penyakit dengan mengambil tindakan yang diperlukan. Tingkat
keparahan dan jenis potensi kegagalan dalam sistem yang dianalisis diidentifikasi oleh
FMEA, yang memungkinkan pembuat
keputusan untuk mengambil tindakan pengurangan risiko yang diperlukan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisa moda kegagalan yang menyebabkan cacat produk dengan
menggunakan metode FMEA.
Hasil dari penelitian yang dilakukan berdasarkan Risk Priority
Number (RPN) terdapat 11 moda
kegagalan yang diasumsikan semakin tinggi RPN moda kegagalan, semakin besar resiko
untuk kegagalan produk serta kualitas
yang rendah. Dari 11 moda kegagalan tersebut nilai RPN tertinggi 378 yaitu pelarutan obat yang tidak sempurna dan yang terendah yaitu 27 dengan kegagalan dalam tempat penyimpanan obat. Faktor faktor
yang menyebabkan cacat flek warna pada kain polyester yaitu manusia, bahan baku, mesin, metode
yang digunakan dan lingkungan. Sebagai kesimpulan resiko
kegagalan pada penelitian ini sebagai prioritas dalam usulan perbaikan pada
perusahaan PT. XYZ Karawang. Usulan perbaikan diberikan ke perusahaan keseluruhan agar lebih
memperhatikan faktor penyebab masalah kecacatan kain dan sebagai bahan pertimbangan
dalam perusahaan.
Kata Kunci:
kain jadi polyester; tekstil; FMEA; RPN.
Abstract
Proper quality
control and clear stages and provide innovation in preventing and solving
problems faced by the company. PT. XYZ Karawang is a textile industry company
that produces polyester and cotton fabrics. In fact, this company still finds
products with non-standard quality. From previous research data, the number of
defects in polyester fabric tends to be quite high and does not comply with the
standard, which exceeds the 2% set by the company. Meanwhile, the average
product defect is 7,412 meters, about 5.4% of the total production each month
is greater than cotton cloth. Therefore, the problem that arises is from polyester
fabric which results in loss of cost of goods based on defects. FMEA is a technique
used to identify the presence or potential of failures or problems in the
design, process or structure of a sistem service
before they occur, to prevent unwanted incidents and protect employees from
occupational accidents and diseases by taking the necessary action. failures in
the analyzed sistem are identified by FMEA, which
enables the decision maker to take the necessary risk reduction actions. The
purpose of this study is to analyze the failure modes that cause product defects
using the FMEA method. The results of the research conducted based
on the Risk Priority Number (RPN) there are 11 failure modes which are assumed
to be the higher the failure mode RPN, the greater the risk for product failure
and low quality. Of the 11 failure modes, the highest RPN value was 378, namely
incomplete drug dissolution and the lowest was 27 with failure in the drug
storage area. The factors that cause color spot defects on polyester fabrics
are humans, raw materials, machines, methods used and the environment. In
conclusion, the risk of failure in this study as a priority in the proposed
improvement at the company PT. XYZ Karawang. Suggestions for improvement are
given to the company as a whole to pay more attention to the factors causing the
problem of fabric defects and as material for consideration in the company.
Keywords: finished
fabric polyester; textiles; FMEA; RPN.
Pendahuluan
Pada era
sekarang ini banyak industri di dunia yang berkembang pesat dan menghasilkan
berbagai produk. Disamping perkembangan produk tersebut perusahaan juga
mengalami masalah serius yang mengakibatkan produk cacat dan menimbulkan
permasalahan bagi konsumen. Permasalahan tersebut sangat berdampak pada
konsumen dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Setiap perusahaan harus
dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, terkait masalah tersebut kemajuan
pengetahuan dan teknologi harus ditingkatkan agar dapat bersaing. Salah satu
dampak negatif dari kurangnya kontrol dalam produk cacat yaitu runtuhnya
reputasi dari perusahaan dimata konsumen. Bila kejadian tersebut tidak
ditanggulangi dengan cepat perusahaan akan mengalami dampak kehilangan konsumen
yang banyak. Oleh karena itu pengendalian kualitas secara baik dan benar akan
dapat memperoleh produk yang diinginkan konsumen.
Pengendalian
kualitas yang tepat mempunyai tahapan yang jelas dan memberikan inovasi dalam
melakukan pencegahan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan. PT.
XYZ Karawang
merupakan sebuah perusahaan industri tekstil yang menghasilkan kain jadi polyester
dan kain cotton. Perusahaan ini pada kenyataannya masih mendapati
produk dengan kualitas yang tidak standar yang telah ditetapkan. Salah satu tool
yang digunakan untuk membantu pengendalian kualitas adalah menggunakan metode Failure
Modes and Effects Analysis ( FMEA ) dari jumlah produksi kain polyester dapat
dilihat tabel dibawah ini :
Table 1
Laporan Produksi Kain Jadi Polyester PT. XYZ Karawang
Periode Januari - Maret 2016
No |
Jumlah Produksi |
Standar Cacat |
Jumlah Cacat |
%Cacat |
1 |
138.590 |
2% |
7.274 |
5.2% |
2 |
140.876 |
2% |
7.529 |
5.3% |
3 |
143.248 |
2% |
7.723 |
5.4% |
4 |
136.324 |
2% |
7.221 |
5.3% |
5 |
133.539 |
2% |
7.246 |
5.4% |
6 |
135.620 |
2% |
7.411 |
5.5% |
7 |
137.845 |
2% |
7.453 |
5.4% |
8 |
138.746 |
2% |
7.443 |
5.4% |
9 |
134.765 |
2% |
7.295 |
5.4% |
10 |
137.649 |
2% |
7.437 |
5.4% |
11 |
139.874 |
2% |
7.457 |
5.3% |
12 |
137.455 |
2% |
7.333 |
5.3 % |
13 |
138.590 |
2% |
7.387 |
5.3% |
14 |
139.284 |
2% |
7.434 |
5.3% |
15 |
135.894 |
2% |
7.367 |
5.4% |
16 |
139.084 |
2% |
7.439 |
5.3% |
17 |
138.750 |
2% |
7.453 |
5.4% |
18 |
135.870 |
2% |
7.465 |
5.5% |
19 |
136.742 |
2% |
7.456 |
5.5% |
20 |
133.865 |
2% |
7.401 |
5.5% |
21 |
138.654 |
2% |
7.435 |
5.4% |
22 |
139.001 |
2% |
7.467 |
5.4% |
23 |
134.874 |
2% |
7.390 |
5.5% |
24 |
137.500 |
2% |
7.376 |
5.4% |
Jumlah |
3.302.639 |
2% |
177.892 |
5.4% |
Rata Rata |
137.610 |
2% |
7.412 |
5.4 % |
Sumber (Nugroho, 2022)
Dari data penelitian sebelumnya jumlah kecacatan kain jadi polyester cenderung cukup tinggi dan tidak sesuai standar
yaitu melebihi 2% yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun rata rata kecacatan produk sebesar 7.412 meter sekitar 5,4 % dari total produksi setiap bulannya lebih besar dari kain
cotton. Oleh karena itu
masalah yang muncul yaitu dari kain
polyester yang mengakibatkan kerugian harga pokok berdasarkan kecacatan. Dari data yang sudah�� dikumpul diperlukanlah metode atau tool untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya cacat. Berdasarkan dari permasalahan tersebut maka����������� perlu dilakukan penelitian mengidentifikasi masalah penentuan prioritas jenis kegagalan dalam proses Failure
Modes and Effects Analysis (FMEA) dan dapat diharapkan kualitas produk dari perusahaan
tersebut dapat meningkat.
Menurut (Ouyang et al., 2020) FMEA merupakan
metode yang populer hingga saat ini,
dan digunakan sebagai alat yang berdiri sendiri atau bagian
dari kerangka kontrol kualitas yang lebih terintegrasi dalam industri manufaktur (Shaker et al., 2019). FMEA menyediakan
struktur dan bahasa umun yang dapat digunakan pada banyak jenis organisasi, misalnya : manufaktur dan jasa industri, organisasi laba dan nirlaba organisasi swasta maupun pubilk
dan organisasi pemerintah (McDermott
et al., 2009). FMEA dapat
mengevaluasi potensi resiko secara kritis
(Murphy et
al., 2011). FMEA
memprioritaskan mode kegagalan
berdasarkan asumsi itu semakin tinggi
RPN mode kegagalan, semakin
besar risiko untuk kegagalan produk (Liu et al., 2013). Perbedaan
penelitian ini dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini lebih menganalisis proses yang menyebabkan resiko kegagalan pada produk dan memberikan usulan perbaikan bagi perusahaan untuk memperhatikan faktor penyebab masalah. Judul penelitian yaitu analisis resiko kegagalan proses produk kain jadi
polyester menggunakan metode
FMEA pada PT. XYZ Karawang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa modal kegagalan
yang menyebabkan cacat produk dengan menggunakan
metode FMEA.
Metode Penelitian
FMEA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan atau potensi kegagalan
atau masalah dalam desain, proses, atau struktur layanan
sistem sebelum terjadi, untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan dan melindungi karyawan dari kecelakaan kerja dan penyakit dengan mengambil tindakan yang diperlukan (Stamatis, 2003). FMEA diklasifikasikan
sebagai metode semi kualitatif. RPN di FMEA mendukung
analisis kuantitatif dari kejadian resiko.
Metode ini tidak hanya menemukan
resiko tertinggi secara akurat dan cepat tetapi juga mengatasi kekhawatiran tentang kehilangan informasi. Tingkat keparahan dan jenis potensi kegagalan
dalam sistem yang dianalisis diidentifikasi oleh
FMEA yang memungkinkan pembuat
keputusan untuk mengambil tindakan pengurangan risiko yang diperlukan (Sharma & Srivastava, 2018). FMEA memiliki banyak
keuntungan yaitu penggunaan sederhana, hemat waktu dan sangat efektif, namun pasti memeliki beberapa kelemahan (Mzougui & El Felsoufi,
2019). FMEA memiliki Ada beberapa keterbatasan, karena sangat berorientasi pada
proses tim dan tidak mungkin secara individu (Chin et al., 2009) oleh karena itu untuk menghadapi
hambatan tertentu yang umum harus dalam
keputusan kelompok tertentu.
FMEA harus dilakukan oleh tim ahli di ruang lingkup yang akan dianalisis. Metode ini memeriksa penyebab insiden dan kondisinya memicu insiden tersebut. Analisis meliputi peralatan dan komponen yang digunakan oleh karyawan saat melakukan pekerjaan, bersama-sama dengan komponen dan kondisi sistem. Tujuan melakukan analisis FMEA dapat diringkas sebagai mengikuti (Sharma & Srivastava, 2018) :
1.
Untuk mengidentifikasi kesalahan
atau kegagalan yang akan berdampak negatif pada pengoperasian �sistem
yang tepat������ dan
meminimalkan dampaknya kegagalan.
2.
Untuk menanggapi permintaan
pelanggan dengan memuaskan.
3.
Untuk menentukan efek dan probabilitas aspek lemah dari sistem
untuk meningkatkan keamanan dan keandalan sistem.
4.
Untuk terus meningkatkan �sistem.
Metode� FMEA juga memberikan keuntungan seperti peningkatan kualitas dan keandalan produk dan proses yang dinilai, menentukan mendesain ulang waktu produk dan mengurangi biaya, mengurangi risiko dan dampaknya ke tingkat
yang dapat diterima dan menciptakan pengendalian risiko rencana, dan memberikan informasi untuk menghilangkan risiko utama meningkatkan
kepuasan����������� pelanggan. Kerangka FMEA membantu untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial, potensi penyebab, dan mitigasi (Ismunandar et al., 2018). FMEA menggunakan
teknik Risk Priority Number (RPN) serta linguistic istilah untuk menentukan dampak risiko (severity), kemungkinan risiko (kejadian) dan peluang risiko (deteksi).
Penentuan skala tidak memiliki prosedur khusus, sehingga dapat ditentukan menggunakan kustomisasi tim risiko. Rentang kriteria yang paling umum digunakan skala adalah skala 1-10 (Van Leeuwen et al., 2009). Nilai RPN diperoleh
dengan mengalikan nilai ketiga parameter tersebut. Resiko dengan yang tertinggi Nilai RPN diasumsikan sebagai risiko penting dan harus mendapat prioritas tinggi penanganan dibandingkan dengan risiko dengan
nilai RPN rendah (Wang et al., 2019). RPN membantu
dalam mengidentifikasi moda kegagalan dengan tingkat keparahan yang lebih besar, lebih tinggi
kejadian dan pendeteksian
yang lebih jarang, yang
pada gilirannya dapat mengakibatkan tingkat risiko tertinggi (Hajiagha et al., 2016). Ketidak pastian nilai RPN dapat dianalisis dari ketidak pastian
penilaian resiko di masing
parameter ini severity Occurrence dan detection (Cameron
et al., 2017)
Hasil dan Pembahasan
Pengukuran risiko analisis perlu dilakukan
berdasarkan Risk Priority Number (RPN) yang diperoleh dengan mengalikan
tiga faktor risiko: Occurrence (O) atau kemungkinan terjadinya
kegagalan; Severity (S) atau tingkat keparahan kegagalan; dan detection (D) atau kapasitas
untuk deteksi kegagalan sebelum kegagalan terjadi (RPN=O x S x D). Untuk
menghitung RPN, ketiga faktor ini perlu dievaluasi menggunakan timbangan yang
telah ditetapkan sebelumnya. FMEA memprioritaskan� mode kegagalan berdasarkan
asumsi itu semakin tinggi RPN moda kegagalan, semakin besar risiko untuk kegagalan produk serta kualitas yang rendah (Liu et al., 2013). Setelah
dilakukan penentuan nilai selanjutnya yaitu dapat melakukan perhitungan nilai
RPN untuk masing masing moda kegagalan.
Tabel 2
Ranking
RPN untuk Masing - Masing Moda Kegagalan
Moda Kegagalan |
RPN |
|
1 |
Pelarutan obat tidak sempurna |
378 |
2 |
Tidak melakukan penyaringan obat |
280 |
3 |
Dyestuff yang sering menimbukan cacat |
252 |
4 |
Kualitas dyestuff
yang buruk |
210 |
5 |
Filter udara panas yang sangat kotor |
175 |
6 |
Kurang terjaganya kebersihan rol |
144 |
7 |
Kurangnya perikasaan peralatan yang di gunakan |
120 |
8 |
Metode pelarutan yang sudah kadaluarsa |
60 |
9 |
Kurangnya inspeksi pada setiap produksi |
48 |
10 |
Kurang terjadinya koordinasi antara operator |
45 |
11 |
Tempat penyimpanan obat yang sangat tidak rapi |
27 |
Faktor-faktor yang penyebab masalah cacat flek warna
atau chemical pada kain
jadi polyester yaitu:
1. Man (Manusia)
a. Melarutkan obat tidak
sempurna. Seringkali
operator tidak teliti dalam pelarutan obat.
b. Tidak melakukan penyaringan obat Saat hasil pelarutan
obat akan masuk dalam mesin
seringkali saringan tidak ada, sehingga
operator tidak melakukan penyaringan obat.
2. Material (Bahan
Baku)
a. Klasifikasi dyestuff atau chemical
celup yang sering menimbulkan cacat.
b. Mencari obat-obatan dengan daya pelarutan
yang tidak baik dan yang mudah menimbulkan cacat.
c. Kualitas dyestuff atau chemical
buruk. Dyestuff atau
chemical yang digunakan terlalu
lama disimpan sehingga kualitasnya menurun.
3. Machine (Mesin)
Filter udara panas dalam
mesin kotor. Penyaring sirkulasi udara dalam mesin
seringkali terlupakan saat pembersihan mesin karena letaknya
yang tidak mudah untuk dibongkar pasang.
Kebersihan roll-roll
yang dilalui kain. Jumlah roll yang sangat banyak dalam 1 mesin merupakan
kesulitan tersendiri dalam pemeliharaan kebersihan mesin. Kurangnya�������� pemeriksaan peralatan yang digunakan. Kurangnya pemeriksaan kondisi peralatan dan perawatan terhadap peralatan yang dipakai.
4. Method (Metode)
a. Metode pelarutan kadaluarsa.
Kondisi pelarutan mungkin sudah tidak sesuai
dengan karakteristik obat-obatan yang dipakai sekarang (obat-obatan yang sekarang dipakai sudah berbeda dengan
obat - obatan saat metode pelarutan
tersebut dibuat).
b. Kurangnya inspeksi.
Kurangnya inspeksi pada tiap- tiap tahap proses produksi atau pada saat kain sedang
berproduksi di mesin, sehingga menyebabkan cacat yang berlebihan.
c. Kurang koordinasi.
Kurangnya koordinasi antar operator dalam pengambilan atau pemakain chemical atau dyestuff yang sesuai dengan standar.
5. Environment (Lingkungan)
Tempat penyimpanan obat tidak rapi. Ruangan
penyimpanan dyestuff atau
chemical yang tidak tertata
rapih serta kurang memiliki sirkulasi udara sehingga menjadi pengap dan panas.
Table 3
Usulan Perbaikan
Moda Kegagalan |
RPN |
Usulan Perbaikan |
|
1 |
Pelarutan obat
tidak sempurna |
378 |
Melakukan pengetesan
terlebih dahulu di laboratorium obat agar tidak terjadi kesalahan dalam pelarutan warna diuji bebarapa sampel obat |
2 |
Tidak melakukan penyaringan obat |
280 |
Melakukan pengecekan
tempat penyaringan obat serta memaksimalkan
pengawasan dan arahan |
3 |
Dyestuff yang sering menimbukan
cacat |
252 |
Mengklafikasikan dyestuff yang kualitas baik dan kurang baik, serta mengontrol pembelian bahan baku yang memenuhi spesifikasi |
4 |
Kualitas dyestuff yang buruk |
210 |
Pengecekan kembali
saat pembelian dan pendataan kualitas dari masing masing dyestuff |
5 |
Filter udara panas
yang sangat kotor |
175 |
Melakukan pembersihan
rutin filter udara |
6 |
Kurang terjanganya kebersihan
rol |
144 |
Pembersihan roll harus
dilakukan rutin agar tidak mengganggu proses lain |
7 |
Kurangnya perikasaan
peralatan yang di gunakan |
120 |
Diperlukan menejemen
peralatan dari perusahaan |
8 |
Metode pelarutan
yang sudah kadaluarsa |
60 |
Melakukan research terhadap metode pelarutan dan warna |
9 |
Kurangnya inspeksi
pada setiap produksi |
48 |
Pembuatan standar
kerja dan membuat Chect sheet untuk tiap tiap proses di mesin |
10 |
Kurang terjadinya koordinasi
antara operator |
45 |
Koordinasi kerja
dilakukan sebelum memulai pekerjaan dan pada saat melakukan pekerjaan mengenai rencana produksi yang secara intensif |
11 |
Tempat penyimpanan
obat yang sangat tidak rapi |
27 |
Menata ulang
tempat segala keperluan berdasarkan fungsiya dan Tempat peyimpan harus sesuai standar dari masing masing keperluan. |
Setelah mendapatkan rangking dari RPN pada proses FMEA dapat diberikan saran usulan perbaikan terhadap moda kegagalan yang telah di rangking urutan prioritas.perbaikan
tersebut bertujuan untuk mengendalikan kualitas pada saat ini di perusahaan. Usulan perbaikan tidak hanya diberikan
pada nilai di atas 100, semua kegagalan yang sudah teridentifikasi tetap diberikan usulan perbaikan sebagai bahan pertimbangan
dalam perusahaan.
Kesimpulan
Moda kegagalan yang pada proses
pembuatan produk kain jadi polyester yang terdapat di PT. XYZ Karawang
terdiri dari sebelas jenis kegagalan dari beberapa faktor kecacatan flek warna
antara lain manusia, material, mesin, metode, dan lingkungan. Mode kegagalan
tersebut sangat berdampak pada standar kain di perusahaan. dari kelima faktor tersebut
faktor manusia yang sangat berpengaruh karena semua kegiatan di perusahaan
sangat tergantung pada sumber daya manusia di dalamnya. Dari data RPN yang
diperoleh mode kegagalan yang nilainya paling tinggi yaitu faktor manusia yang
didalamnya terdapat kegagalan antara lain melarutkan obat tidak sempurna dan
tidak melakukan penyaringan obat di dapat nilai RPN 378 tertinggi dari semua
kegagalan. Resiko kegagalan pada penelitian ini sebagai
prioritas dalam usulan perbaikan pada perusahaan PT. XYZ Karawang. Dari
data RPN terdapat 11 jenis kegagalan dan diberikan usulan perbaikan disesuaikan
dengan kondisi perusahaan.Usulan perbaikan diberikan ke
perusahaan keseluruhan agar lebih memperhatikan faktor penyebab masalah
kecacatan kain seperti lima faktor yang telah disebutkan diatas.
Cameron, I., Mannan, S., N�meth, E., Park, S., Pasman,
H., Rogers, W., & Seligmann, B. (2017). Process hazard analysis, hazard
identification and scenario definition: Are the conventional tools sufficient,
or should and can we do much better? Process Safety and Environmental
Protection, 110, 53�70. https://doi.org/10.1016/j.psep.2017.01.025
Chin, K. S., Wang, Y. M., Ka Kwai Poon, G., &
Yang, J. B. (2009). Failure mode and effects analysis using a group-based
evidential reasoning approach. Computers and Operations Research, 36(6),
1768�1779.
https://doi.org/10.1016/j.cor.2008.05.002
Hajiagha, S. H. R., Hashemi, S. S., Mohammadi, Y., &
Zavadskas, E. K. (2016). Fuzzy belief structure based VIKOR method: an application
for ranking delay causes of Tehran metro �sistem by FMEA criteria. Transport, 31(1),
108�118. https://doi.org/https://doi.org/10.3846/16484142.2016.1133454
Ismunandar, R., Hendriadi, A. A., & Garno, G. (2018). Kajian
Metode Economic Order Quantity dan Reorder Point pada Aplikasi Point Of Sale. Jurnal
Informatika: Jurnal Pengembangan IT, 3(3), 316�323. http://dx.doi.org/10.30591/jpit.v3i3.921
Liu, H.-C., Liu, L., & Liu, N. (2013). Risk evaluation approaches in
failure mode and effects analysis: A literature review. Expert �sistems with Applications, 40(2),
828�838. https://doi.org/10.1016/j.eswa.2012.08.010.
Murphy, M., Heaney, G., & Perera, S. (2011). A
methodology for evaluating construction innovation constraints through project
stakeholder competencies and FMEA. Construction Innovation, 11(4),
416�440. https://doi.org/10.1108/14714171111175891
Mzougui, I., & El Felsoufi, Z. (2019). Proposition
of a modified FMEA to improve reliability of product. Procedia CIRP, 84,
1003�1009. https://doi.org/10.1016/j.procir.2019.04.315
Nugroho, I. S. (2022). Analisis
Pengendalian Kualitas Kain Grey Di Pt Anggana Kurnia Putra Bandung Dengan Mengunakan
Metode Seven Tools. Jurnal Industri & Teknologi Samawa, 3(1),
17�24.
Ouyang, L., Zheng, W., Zhu, Y., & Zhou, X. (2020). An
interval probability‐based FMEA model for risk assessment: A real‐world
case. Quality and Reliability Engineering International, 36(1),
125�143. https://doi.org/https://doi.org/10.1002/qre.2563
Shaker, F., Shahin, A., & Jahanyan, S. (2019).
Developing a two-phase QFD for improving FMEA: an integrative approach. International
Journal of Quality & Reliability Management. https://doi.org/https://doi.org/10.1108/IJQRM-07-2018-0195
Sharma, K. D., & Srivastava, S. (2018). Failure
mode and effect analysis (FMEA) implementation: a literature review. J
Adv Res Aeronaut Space Sci, 5, 1�17.
Stamatis, D. H. (2003). Failure
mode and effect analysis: FMEA from theory to execution. Quality Press.
Van Leeuwen, J. F., Nauta, M. J., De Kaste, D.,
Odekerken-Rombouts, Y., Oldenhof, M. T., Vredenbregt, M. J., & Barends, D.
M. (2009). Risk analysis by FMEA as an element of analytical validation. Journal
of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 50(5), 1085�1087. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jpba.2009.06.049
Wang, L., Gao, Y., Xu, W., Hong, K., Wang, B., & Chen,
X. (2019). An extended FMECA method and its fuzzy assessment model for equipment
maintenance management optimization. Journal of Failure Analysis and
Prevention, 19(2), ������https://doi.org/10.1007/s11668-019-00611-3
Rian
Fernandi (2022) |
First
publication right: |
This
article is licensed under: |