How to cite:
Arisanto, P, T., Nasrum, A, D, A., (2022) Analisis Investasi Tiongkok Di Eastern Economic
Corridor Thailand Dalam Skema Belt And Road Initiative, Syntax Idea, 4(1), https://doi.org/
10.36418/syntax-idea.v4i3.1797
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Idea: pISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol.4, No.3, Maret 2022
ANALISIS INVESTASI TIONGKOK DI EASTERN ECONOMIC CORRIDOR
THAILAND DALAM SKEMA BELT AND ROAD INITIATIVE
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Teknologi Yogyakarta Jawa
Tengah, Indonesia
Abstrak
Kebijakan investasi koridor ekonomi Tiongkok dalam skema BRI di Thailand
mengalami perubahan. Tiongkok pada mulanya menginginkan investasi ekonomi
koridor diimplementasikan pada sektor pertanian untuk pengembangan proyek Kra
Kanal dan untuk pembangunan kereta api cepat atau HSR di wilayah Thailand
bagian utara. Namun Tiongkok merubahnya. Tiongkok pada akhirnya berinvestasi
di Eastern Economic Corridor (ECC) di Thailand Timur yang berfokus pada
pembangunan kota modern. Penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri
model adaptif yang terdiri dari tiga variabel yakni external change, structural
change dan leadership. Dengan menggunakan metode kualitatatif, penulis
menemukan tiga faktor perubahan investasi Tiongkok di Thailand yaitu kebijakan
ramah investor Tiongkok di Thailand, perubahan fokus BRI Tiongkok di Thailand
dari pemanfaatan SDA ke pengembangan kota dan industrialisasi dan pengaruh
sifat oportunis dan gaya kepemimpinan yang sentralistik Xi Jinping di
pemerintahan Tiongkok.
Kata Kunci: investasi; ecc; model adaptif; perubahan struktural; perubahan eksternal;
pimpinan
Abstract
China's economic corridor investment policy under the BRI scheme in Thailand has
undergone change. Initially, China intended corridor economic investment to be
implemented in the agricultural sector for the development of Kra Kanal project
and high speed rail (HSR) in northern Thailand. But China changed it. China
eventually invested in the Eastern Economic Corridor (ECC) in Eastern Thailand
which focused on developing modern cities. The authors used an adaptive model of
foreign policy theory which consists of three variables, namely external change,
structural change and leadership. Using a qualitative method, the authors found
three factors of change in Chinese investment in Thailand. Those are Chinese
investor-friendly policies in Thailand, A change in the focus of China's BRI in
Thailand from utilizing natural resources to city development and industrialization
and the influence of the opportunist nature and centralized leadership style of Xi
Jinping in Chinese government.
Analisis investasi Tiongkok Di Eastern Economic Corridor Thailand Dalam Skema Belt
And Road Initiative
Syntax Idea, Vol.4, No.3, Maret 2022 603
Keywords: investment; ecc; adaptive model; structural change; external change;
leadership
Pendahuluan
Salah satu contoh kerja sama internasional yang banyak menyita perhatian publik
internasional adalah kerja sama dalam skema One Belt One Road atau yang saat ini
dikenal dengan Belt and Road Initiative (BRI) yang dibentuk oleh Tiongkok pada
kepemimpinan Presiden Xi Jinping pada tahun 2013. Skema kerja sama internasional ini
merupakan salah satu contoh dari soft politics dengan menggunakan kebijakan ekonomi
pembangunan yang ditawarkan kepada negara-negara lain khususnya negara
berkembang. Melalui BRI, Tiongkok yang diklaim sebagai the New Superpower
mencoba memperluas pengaruh dan hegemoni ekonominya dengan mempertimbangkan
strategi geokonomi dan geopolitiknya. Pada dasarnya BRI memiliki lima tujuan utama
yakni koordinasi kebijakan, fasilitas konektivitas, perdagangan tanpa hambatan,
integrasi keuangan, dan ikatan orang-ke-orang (Larasati, 2022). Dalam praktiknya,
implementasi BRI lebih didominasi pada proyek pembangunan infrastruktur lintas
negara yang menghubungkan Tiongkok dengan negara-negara lainnya untuk
membangun jalur perdagangan yang berpusat di Tiongkok. Pendanaan proyek ini
dilakukan dengan menarik modal atau dana dari dalam negeri Tiongkok, salah satunya
melalui Investment Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Melalui cara ini
pemerintah Tiongkok bersama AIIB akan menyediakan dana untuk digunakan negara
mitra dalam membangun infrastrukturnya (Yudilla, 2019).
Dalam konteks lain, BRI merupakan kebijakan yang berfungsi untuk
menghubungkan satu wilayah ke wilayah lainnya melalui koridor ekonomi. Koridor
ekonomi adalah wilayah khusus yang dibentuk dan memiliki jaringan infrastruktur yang
terintegrasi dengan tujuan untuk menstimulasikan pengembangan ekonomi wilayah
tersebut. Koridor tersebut dikelola oleh negara atau antar negara dan dikembangkan di
dalam sebuah negara ataupun antar negara (Mulenga, 2013). Sejak tahun 2015 hingga
2017 BRI telah berhasil membentuk enam koridor ekonomi di beberapa negara yaitu:
Tiongkok-Central Asia-West Economic Corridor, New Eurasian Land dge Economic
Corridor, Bangladesh-Tiongkok-India-Myanmar Economic Corridor, Tiongkok-
Pakistan Economic Corridor, Tiongkok-Mongolia-Rusia Economic Corridor, dan
IndoTiongkok-Peninsula Economic Corridor (Derudder, Liu, & Kunaka, 2018). Namun
dari enam kawasan koridor ekonomi tersebut belum ada koridor ekonomi untuk
kawasan Asia Tenggara. Oleh karenanya, dengan dibentuknya koridor ekonomi yang
kemudian diberi nama Thailand Eastern Economic Corridor (EEC) pada tahun 2017,
menjadikan Thailand sebagai satu-satunya perwakilan negara Asia Tenggara yang
memiliki koridor ekonomi dengan bekerjasama dengan Tiongkok.
Sebelumnya, kesepakatan EEC didahului dengan polemik atau dinamika “tarik
menarik” dalam penetapan wilayah investasi antara Tiongkok dan Thailand. Ini
bermula ketika dalam forum pertemuan BRI yang pertama, tawaran Tiongkok bukan
untuk menyalurkan investasinya ke ECC tetapi untuk pengembangan proyek Kra Kanal
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum
604 Syntax Idea, Vol. 4, No 3, Maret 2022
dan untuk pembangunan kereta berkecepatan tinggi atau High Speed Rail (HSR) di
wilayah Thailand bagian utara. Thailand di bawah kepemimpinan Raja Bhumibol
menyetujuinya. Namun, sejak bergantinya Raja Thailand dari Raja Bhumibol ke Raja
Vajilalongkorn kesepakatan pembangunan proyek kra kanal dan HSR mengalami
stagnasi.
Tiongkok ingin membangun HSR di Chiang Rai di Thailand Utara agar dapat
membantu Thailand dalam mobilisasi logistik hasil pertanian Thailand ke Tiongkok
melalui Thailand Utara. Bagi Tiongkok pembangunan HSR di kota pertanian ini dapat
memberikan keuntungan besar bagi Tiongkok karena wilayah tersebut akan menjadi
pusat dari zona ekonomi khusus lintas batas antar negara dan sebagai pusat logistik
sehingga ini memungkinkan penghapusan tarif barang khususnya hasil pertanian yang
dikirim dari barat daya Tiongkok melalui Sungai Mekong. Selain itu, proyek Kra Kanal
telah lama diinginkan oleh Tiongkok sebagai komplemen dalam menguasai maritim
Indo-China. Di sisi lain, pihak Thailand di bawah kepemimpinan Raja Vajilalongkorn
menilai bahwa tidak menginginkan tawaran investasi pembangunan HSR tersebut
karena tidak sesuai dengan prioritas kebutuhan alokasi investasi Thailand saat itu.
Thailand juga terlihat menentang rencana tersebut karena hanya akan menguntungkan
pihak Tiongkok dalam proses pengiriman barang-barang dari pasar Tiongkok-Thailand
bagian utara, namun tidak memberikan dampak yang sangat besar bagi kesejahteraan
wilayah Thailand lainnya. Pemerintah Thailand mengharapkan investasi BRI diarahkan
untuk proyek EEC sebagai implementasi kebijakan revolusi industri 4.0 di Thailand
yang telah dirancang pada tahun 2016 (Punyaratabandhu & Swaspitchayaskun, 2018).
Setelah EEC diresmikan pada tahun 2017, pihak Thailand melakukan negosiasi
kembali dan melakukan pendekatan kepada Tiongkok. Thailand meyakinkan pihak
Tiongkok untuk berinvestasi di EEC. Pihak Thailand beragumen bahwa lokasi koridor
ekonomi yang akan dibangun dan terletak di bagian timur Thailand yakni di Provinsi
Chachoengsong, Rayon, dan Chonburi jauh lebih menguntungkan kedua pihak.
Penetapan EEC di wilayah tersebut dikarenakan letaknya yang strategis tidak hanya
bagi daerah lokal Thailand tetapi juga bagi negara-negara di Asia. Thailand mengklaim
bahwa wilayah EEC akan menjadi Strategic Gateway to Asia atau gerbang paling
modern ke Asia. Dan di masa depan, wilayah EEC diharapakan akan tumbuh menjadi
kota metropolitan modern sebagai pusat perdagangan, investasi, transportasi regional
dan logistik dan sumber daya manusia serta daya tarik wisatawan baik lokal maupun
mancanegara.
Tiongkok pada akhirnya mengubah keputusannya dengan tidak meneruskan
proyek Kra Kanal dan HSR di Thailand utara dan mengikuti usulan pemerintah
Thailand untuk berinvestasi pada proyek EEC di Thailand Timur (Dunseith, 2018).
Keputusan Tiongkok yang mengalami perubahan kebijakan dalam hal menentukan
wilayah investasinya di bawah skema BRI adalah anomali yang akan penulis bahas.
Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis akan menganalisis faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri dalam penetapan investasi dari proyek
Kra Kanan dan HSR di Thailand utara ke EEC di Thailand Timur. Untuk
Analisis investasi Tiongkok Di Eastern Economic Corridor Thailand Dalam Skema Belt
And Road Initiative
Syntax Idea, Vol.4, No.3, Maret 2022 605
menganalisisnya, penulis menggunakan model adaptif dalam pengambilan kebijakan
luar negeri.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Selain
itu, penulis menggunakan jenis penelitian eksplanatif untuk menjelaskan alasan
Tiongkok merubah kebijakan investasinya dari Kra Kanal dan HSR di Thailand Utara
ke Proyek ECC di Thailand Timur. Metode pengumpulan data dilakukan melalui sebuah
studi kepustakaan baik dari buku, artikel jurnal, website maupun sumber daring lainnya.
Data yang diperoleh kemudian direduksi. Dalam hal ini penulis merangkum, memilih
hal-hal yang pokok dan hanya memfokuskan pada poin penting. Data yang telah
direduksi akan memudahkan penulis dalam merangkum informasi dan menganalisisnya.
Hasil dan Pembahasan
1. External Change: Kebijakan Ramah Investor Thailand
Kebijakan ramah investor oleh pemerintah Thailand sebagai variabel external
change dalam perubahan kebijakan Tiongkok adalah hal yang menarik karena
menawarkan berbagai keuntungan bagi Tiongkok. Menurut (Rosenau, 1976)
menyatakan bahwa kebijakan luar negeri menjadi upaya suatu negara melalui
keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi serta memperoleh sebuah
keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Oleh karena itu, kebijakan luar negeri
yang dibuat oleh pemerintah Tiongkok untuk melakukan perubahan wilayah
investasi adalah bentuk dari upaya untuk mendapatkan keuntungan dari lingkungan
eksternalnya. Bagi Thailand, upaya persuasif dengan mengeluarkan beberapa
kebijakan-kebijakan ramah investor demi memperjuangkan kepentingan nasionalnya
untuk menarik perhatian pemerintah Tiongkok agar dapat membangun kawasan
koridor ekonomi dan mewujudkan revolusi industri ekonomi 4.0 yang telah
dirancang.
Faktor eksternal dari pemerintah Thailand berupa kebijakan-kebijakan ramah
investor yang akan berinvestasi di kawasan ECC mampu menarik perhatian
Tiongkok. Berdasarkan (Investment, 2017) terdapat beberapa kebijakan ramah
investor yang ditawarkan oleh ECC di antaranya:
1. Pengurangan pajak penghasilan perusahaan (Coorporate Income Tax sebesar 50%
2. Sewa tanah jangka panjang selama 50 tahun untuk pengembangan perumahan.
3. Sewa tanah jangka panjang selama 99 tahun untuk area komersial dan industri.
4. Mendapatkan Work permit, visa assistance dan business visa selama lima tahu
secara gratis.
5. Akun mata uang asing dan penggunaan mata uang asing tanpa menukar dengan
Bath Thailand.
6. Investor juga diyakinkan dengan adanya Fast-track environmental impact
assessment (EIA), hal ini serupa dengan analisis dampak lingkungan (AMDAL)
yang bertujuan untuk memastikan tanggung jawab sosial atas kehadiran industri
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum
606 Syntax Idea, Vol. 4, No 3, Maret 2022
yang akan didirikan di ECC untuk memastikan bahwa industri-industri tersebut
tidak merusak lingkungan.
Selain kebijakan-kebijakan di atas, berdasarkan (Thailand Board of Investment,
2017) terdapat juga beberapa standar kerja sama berupa insentif pajak sebagai bentuk
persuasif dari pemerintah Thailand kepada Tiongkok. Berikut tabel pembagian
insentif pajak bagi investor di ECC:
Tabel 1
Pembagian insentif pajak investor EEC
Group
Eligible activities
Incentives: Corporate
income tax exemption
A1
Manufacture of Aircraft or Aircraft Parts
Manufacture of Aerospace Devices and
Equipment ▪ Aerospace Operating Systems
Vocational training centres
Scientific laboratories
Calibration services
8 years without cap
A2
Repair of Aircraft or Aircraft Parts
8 years
A3
Manufacture of Onboard Devices and Equipment
(except disposable and reusable aircraft utilities and
supplies)
Aviation or Aerospace Industrial Zones or
Industrial Estates
5 years
A4
Repair of Onboard Devices and Equipment (except
disposable and reusable aircraft utilities and
supplies)
3 years
B1-B2
Trade and investment support offices (TISO):
Engineering service
Only Non-tax
Incentives
Data diperoleh dari Sibunruang, 2017.
Dalam tabel di atas, pembagian insentif pajak dibedakan dalam 5 grup
berdasarkan tingkat eligible activities atau kegiatan bisnisnya. Hal tersebut menjadi
jelas bagi investor yang ingin berinvestasi dalam proyek pembangunan industri di
wilayah ECC. Thailand Board of Investment (BOI) juga dengan spesifik memberikan
jangka waktu dalam memberikan insentif pajak bagi para investor. Hal tersebut
merupakan tawaran yang menguntungkan bagi investor dikarenakan mereka tidak
perlu terbebani akan pengeluaran pajak atas dana yang diinvestasikan selama
beberapa tahun. Tidak hanya berupa kebijakan ramah investor saja yang ditawarkan
oleh pemerintah Thailand. Pengadaan fasilitas khusus bagi para investor asal
Tiongkok juga menjadi daya tarik bagi investor. Hal ini dikarenakan Thailand BOI
Analisis investasi Tiongkok Di Eastern Economic Corridor Thailand Dalam Skema Belt
And Road Initiative
Syntax Idea, Vol.4, No.3, Maret 2022 607
menjadikan investor Tiongkok sebagai target prioritas utama. Sebagai prioritas
utama, pemerintah Thailand telah mendirikan tiga gedung khusus untuk
memfasilitasi seluruh investor asal Tiongkok (Prnewswire.com, 2018).
Dalam konteks lain, upaya Tiongkok untuk mendapatkan hak istimewa
maupun fasilitas lainnya seperti yang ditawarkan oleh Thailand juga akan lebih
mudah terealisasi karena sistem pemerintahan diktator Thailand. Dengan sistem
tersebut, pemerintah Thailand menjalankan pemerintahan tanpa banyak melakukan
konsiderasi dari berbagai level pemerintahan seperti di negara demokrasi ala
weberian. Thailand juga tidak perlu mempertimbangkan opini publik yang
berkembang. Dengan kondisi tersebut, Thailand menguntungkan kepentingan
Tiongkok dan tidak ada alasan bagi Tiongkok untuk tidak berinvestasi di ECC
melalui BRI. Hal ini diperkuat oleh argumen Somnuck, ilmuwan dari Thailand
Timur bahwa:
China has no concern for Thai dictators, who can fast-track procedures and
environment impact assessments and award privileges for investors without
consulting local opinion (Wengkiat, 2018).
2. Structural Change: Perubahan Fokus Belt and Road Initiative dalam
Pemanfaatan Investasi di Thailand
Structural Change merupakan kondisi dimana terjadi perubahan terhadap
aturan dan prosedur dalam suatu sistem sehingga muncul arah kebijakan yang baru
untuk disesuaikan dengan aturan dan prosedur yang baru (Murat, 2009). Perubahan
stuktur yang terjadi dalam kasus ini bukanlah perubahan stuktur berupa pergantian
aktor birokrasi atau sejenisnya. Pada mulanya, Tiongkok ingin pertaniannya
menonjol di dunia dengan cara membentuk strategi global yang mengkoordinasikan
pasar dan sumber daya domestik serta asing (Erokhin & Gao, 2018) dan Tiongkok
menilai bahwa Thailand adalah negara tetangga Tiongkok yang memiliki peluang
perekonomian yang tinggi dari sektor pertanian untuk dimanfaatkan. Hadirnya BRI
kemudian dijadikan sebagai strategi global untuk meningkatkan produksi dan ekspor
pertanian Tiongkok, meningkatkan investasi luar negeri, dan bahkan membentuk
kembali aturan internasional tentang pertanian. Melalui skema BRI, Tiongkok
mempromosikan pengaruh ekonominya di dunia dan menjelajahi pasar baru untuk
komoditas pertanian dan produk makanannya untuk meningkatkan manfaat dari
perdagangan internasional (Zhang, W, Alon, I & Lattemann, 2019).
Memiliki ketertarikan pada sektor pertanian, Tiongkok tertarik berinvestasi di
kawasan Thailand Utara, Chiang Rai yang terkenal dengan produk pertanian dengan
kualitas tinggi. Tiongkok memiliki ketertarikan untuk berinvestasi di Chiang Rai
agar bisa mendukung perkembangan dan pengelolaan sektor pertanian Thailand.
Iklim yang lebih sejuk di Thailand Utara (Chiang Rai) menjadikannya sebagai
tempat terbaik untuk menanam tanaman seperti kentang, stroberi, kubis, alpukat,
paprika dan komoditas pertanian lainnya. Produk pertanian yang berkualitas tinggi
tersebut menarik Tiongkok ingin berinvestasi dan sekaligus agar Thailand dapat
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum
608 Syntax Idea, Vol. 4, No 3, Maret 2022
meningkatkan fasilitas perdagangan negaranya khususnya di sektor pertanian karena
fasilitas perdagangan adalah salah satu masalah terpenting di dunia internasional.
Pada BRI dalam forum ke I, BRI fokus pada sektor pertanian yang berperan
penting dalam mengembangkan BRI, dan ini dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok
sendiri. Pada forum ke II, BRI mengalami perkembangan dan tidak hanya fokus pada
pertanian namun juga pada pengembangan kota modern. Meski terjadi pergantian
fokus, aktor yang berperan dalam menjalankannya tetaplah pemerintah Tiongkok.
Berubahnya struktur BRI dari pengembangan pertanian menjadi pengembangan kota
modern adalah wujud dari structural change. Sebelumnya, menguasai pasar
pertanian adalah cara Tiongkok untuk mempromosikan pengaruh ekonominya. Cara
tersebut telah berubah. Untuk mempromosikan pengaruh ekonominya, Tiongkok
berupaya mengembangkan kota modern dengan pengembangan fasilitas berupa
infrastruktur, kemajuan teknologi, bandara, dan pelabuhan.
Dengan adanya perubahan BRI yang berfokus dari sektor pertanian ke sektor
pengembangan kota modern, Tiongkok berarti mengincar sebuah skema kerjasama di
sektor pengembangan kota modern. Tiongkok pada akhirnya menerima tawaran dari
pihak Thailand untuk berivestasi di ECC yang berfokus pada pengembangan kota
megapolitan modern dan kota industri melalui pembangunan bandara, pelabuhan,
kereta api cepat dan infrastruktur industri lainnya. Selain memiliki kesamaan dengan
ECC, dalam hal pengembangan proyek untuk membangun kota modern dan kota
industri Tiongkok juga menyadari kesempatan pengembangan proyek EEC lebih
menjanjikan banyak keuntungan dan sejalan dengan orientasi baru dari BRI dalam
melegitimasi kekuatan ekonominya di Asia Tenggara.
Interpretasi dari proyek ECC bagi Tiongkok lebih mengesankan karena
penanaman investasinya tidak hanya meningkatkan nama baik Tiongkok di mata
Thailand saja, namun juga bagi negara-negara Asia Tenggara lainnya. Khususnya
negara yang berbatasan langsung dengan Thailand seperti Camboja, Laos, Myanmar,
dan tidak jauh dari Vietnam, negara yang dikenal sebagai CLMV. Hal tersebut
dikarenakan proyek ECC akan menjadi pusat industri hightech, inovasi dan logistik
serta gerbang regional untuk perdagangan dan investasi yang juga akan berdampak
pada perekonomian negara-negara Asia Tenggara yang berbatasan dengan Thailand
(Phuangketkeow, 2020).
Adanya perubahan struktur BRI yang selaras dengan misi proyek ECC,
Thailand yang berkeinginan untuk membangun kota modern dengan
mengembangkan kereta berkecepatan tinggi atau HSR menjadi alasan kuat bagi
Tiongkok untuk berinvestasi di ECC. Hal ini dikarenakan antusias dari Thailand
untuk membangun kota modern yang dilengkapi dengan teknologi HSR sejalan
dengan program kerja BRI untuk menjadikan teknologi HSR sebagai salah satu dari
perhiasan mahkota industri manufaktur. Eksistensi teknologi kereta api Tiongkok
cukup populer di dunia sehingga Thailand mempercayakan pengembangan HSR
kepada Tiongkok. Sejauh ini Pemerintah Tiongkok telah mengerahkan lebih dari
10.000 ilmuwan dan insinyur untuk mengembangkan teknologi HSR. Hal tersebut
Analisis investasi Tiongkok Di Eastern Economic Corridor Thailand Dalam Skema Belt
And Road Initiative
Syntax Idea, Vol.4, No.3, Maret 2022 609
menjadikan Tiongkok menjadi negara asal HSR bagi lebih dari 50 persen dari total
HSR dunia (Cai, 2017).
Keuntungan Tiongkok investasi di ECC juga diungkapkan oleh salah satu
investor asal Tiongkok, Mr. Pipit Aneaknithi selaku presiden bank Kasikornbank
dalam sebuah seminar bahwa BRI Tiongkok adalah strategi utama untuk
menghubungkan Tiongkok dengan banyak negara dan mempromosikan perdagangan
internasional serta kerja sama investasi. Di bawah skema BRI, bisnis Tiongkok
dibantu untuk memperluas investasi mereka di luar negeri. Sementara Asia Tenggara
adalah salah satu lokasi strategis investasi Tiongkok, dan Thailand adalah bagian dari
Asia Tenggara yang menjadi penerima investasi paling potensial dikarenakan letak
lokasi geografisnya yang menguntungkan sehingga hubungan investasi Tiongkok
dan Thailand akan berfungsi sebagai jembatan antara Tiongkok dan organisasi
regional Asia Tenggara, Association of Southeast Asia Nations (ASEAN).
Implementasi program ECC dianggap selaras dengan kebijakan BRI Tiongkok dan
akomodatif untuk sebuah kolaborasi antara negara maupun organisasi regional
(Kasikornbank, 2018).
3. Leadership: Sifat Xi Jinping yang Oportunis dan Gaya Kepemipimpinan
Sentralistik di Pemerintahan Tiongkok.
Kemajuan negara Tiongkok sebagai negara adidaya dunia bahkan superpower
khususnya dalam konteks geoekonomi, tidak lepas dari faktor kepemimpinan Xi
Jinping. Sejak kepemimpinan Xi Jinping tahun 2013, Tiongkok telah meluncurkan
beberapa enigma Tiongkok sebagai bentuk strategi kebijakan luar negerinya seperti
New form of Great Power relationship, The relationship with neighboring countries
dan Theone belt one road initiative (OBOR) yang saat ini dikenal dengan BRI
(Ferdinand, 2016).
Berubahnya investasi Tiongkok di Thailand dari pembangunan kra kanal dan
HSR di Thailand Utara ke ECC di Thailand Timur, tidak terlepas dari sifat Xi
Jinping yang oportunis atau berusaha memaksimalkan peluang untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya. Transformasi arah kebijakan investasi proyek Kra
Kanal dan HSR ke investasi pada proyek ECC dianggap sebagai upaya yang praktis
untuk mendapatkan peluang lebih besar untuk turut serta dalam lingkar
perekonomian kawasan Asia Tenggara. Xi Jinping menganggap investasi pada EEC
adalah upaya mewujudkan “Bridge between China and ASEAN”. Presiden Xi
Jinping juga menegaskan bahwa Tiongkok akan selalu membantu dan mendorong
Thailand dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi nasionalnya. Tiongkok bersedia
bekerja sama dengan pihak Thailand untuk memperkuat penyelarasan strategi
pembangunan kedua negara dan memajukan kerja sama melalui skema BRI berupa
pengadaan HSR Tiongkok-Thailand serta membantu mempromosikan ECC (Xinhua
News Agency, 2019). Selain itu Xi Jinping juga menyatakan bahwa Thailand dapat
memainkan peran penting di kawasan Asia Tenggara dan dapat memperoleh
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum
610 Syntax Idea, Vol. 4, No 3, Maret 2022
keuntungan jangka panjang dari BRI. Sebagai konsiderasi untuk menjadi negara
dengan kekuatan ekonomi terbesar, Xi Jinping membutuhkan Thailand. Sehingga
tindakan persuasif dalam bentuk kebijakan ramah investor yang ditawarkan
pemerintah Thailand diterima dengan baik oleh Xi Jinping. Alasan mengapa Xi
Jinping membutuhkan Thailand dikarenakan letaknya yang sangat strategis di
kawasan Asia Tenggara.
Faktor kedua adalah gaya kepemimpinan kedua Xi Jinping yang sentralistik.
Mengingat bahwa Tiongkok adalah negara komunis, pengaruh Xi Jinping sebagai
orang nomor satu di Tiongkok dalam kebijakan negara sangatlah kuat.
Kedudukannya sebagai aktor politik sentral di pemerintahannya dibuktikan dengan
kebijakan-kebijakannya bahkan di 200 hari pertamanya menjabat, Xi Jinping
mengeluarkan kebijakan yang luar biasa dan menerapkan perubahan dengan
kecepatan yang mencengangkan. Dalam beberapa minggu, Xi Jinping telah melabeli
Tiongkok dengan slogan China dream serta menetapkan aturan baru yang ketat yang
mengatur perilaku para pejabat, dan menetapkan pemikiran apa saja yang bisa dan
tidak dibisa dibahas. Hal ini yang membuat kebijakan dan perilaku para pejabat pada
pemerintahnya diatur dan diputuskan oleh Xi Jinping (McGregor, 2019).
Kepemimpinan sentralistik Xi Jinping ditunjang dengan tekad dan semangat
yang besar untuk kemajuan Tiongkok. Xi Jinping merupakan pemimpin yang
memiliki tekad yang besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan bangsanya atau kesejahteraan negara-negara yang akan terlibat dalam
mewujudkan Zhongguo Meng (Impian Tiongkok). Seperti pada pernyataannya pada
acara Pameran Jalan Kebenaran yang menyatakan bahwa:
“…Menurut saya, mewujudkan kebangkitan besar bangsa Tiongkok
merupakan impian terbesar saya pada abad ini…” (Wang, 2012).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Xi Jinping akan melakukan upaya
apapun untuk meningkatkan ekonomi bangsanya dan bangsa lain melalui kebijakan
Yidau Yilu atau Satu Sabuk, Satu Jalur yang lebih dikenal saat ini dengan sebutan
BRI. Sentralisasi kekuasaan di bawah kepemimpinan Xi Jinping yang dimaksudkan
adalah upaya untuk mendorong majunya suatu agenda dan menghindari
penyelewengan yang akan dilakukan oleh anggota organisasi. Oleh karena itu, Xi
Jinping membuat dirinya menjadi pusat kekuasaan baik di pemerintahan, di Partai
Komunis, maupun dalam militer negara (Martin & Cohen, 2014). Sentralisasi
kekuasaan yang dilakukan Xi Jinping sebagai upaya untuk membatasi kepentingan-
kepentingan terselubung dan meningkatkan perannya sendiri dalam proses
pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan sentral ini membuat Xi Jinping sebagai
penentu dalam mengambil sebuah keputusan. Hal ini dikarenakan, semua proses
akan berakhir pada dirinya yang menduduki jabatan tertinggi di Tiongkok, mulai dari
ketua partai komunis, kepala militer dan presiden. Semua keputusan baik dari sektor
ekonomi, kebijakan hingga militer, seluruhnya akan ditentukan oleh Xi Jinping,
Analisis investasi Tiongkok Di Eastern Economic Corridor Thailand Dalam Skema Belt
And Road Initiative
Syntax Idea, Vol.4, No.3, Maret 2022 611
termasuk dalam kasus menentukan lokasi investasi Tiongkok dari Thailand Utara ke
proyek ECC Thailand Timur.
Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
perubahan investasi dari proyek kra kanal dan HSR di Thailand Utara ke proyek
ECC di Thailand Timur dipengaruhi oleh sifat oportunis Xi Jinping yang melihat
bahwa proyek ECC dapat memberikan keuntungan dan manfaat yang lebih besar dari
proyek kra kanal dan HSR di Thailand Utara. Faktor kedua adalah sentralistik.
Keputusan perubahan investasi menjadi keputusan Xi Jinping sebagai aktor sentral
dan orang nomor satu di Tiongkok sehingga para bawahannya harus menuruti
keputusan Xi Jinping tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang digunkana
adalah eksplanatif. Metode pengumpulan datanya dilakukan melalui sebuah studi
kepustakaan.
Kesimpulan
Berdasarkan teori kebijakan luar negeri model adaptif yang menggunakan 3
variabel yakni external change, structural change dan kepemimpinan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa perubahan investasi Tiongkok di Thailand dipengaruhi oleh tiga
faktor. Pertama, kebijakan ramah investor untuk Tiongkok dalam ECC seperti kebijakan
istimewa terkait pajak, penyewaan tanah dan kelonggaran visa bisnis yang ditawarkan
oleh Thailand untuk Tiongkok berhasil memikat Tiongkok untuk berinvestasi di ECC.
Kedua, adanya perubahan skema BRI Tiongkok pasca forum II menghasilkan sebuah
kebijakan perubahan fokus BRI di Thailand dari pemanfaatan sumber daya alam seperti
pertanian ke pengembangan kota dan industrialisasi yang modern. Ketiga, pengaruh
sifat presiden Xi Jinping yang oportunis dan kepemimpinan yang sentralistik. Xi
Jinping yang oportunis melihat bahwa proyek ECC dapat memberikan keuntungan dan
manfaat yang lebih besar dari proyek kra kanal dan HSR di Thailand Utara. Faktor
kedua adalah gaya kepemimpinan yang sentralistik. Keputusan perubahan investasi
menjadi keputusan Xi Jinping sebagai aktor sentral dalam pemerintahan dan orang
nomor satu di sistem pemerintahan Tiongkok sehingga para bawahannya harus menuruti
keputusan Xi Jinping tersebut.
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum
612 Syntax Idea, Vol. 4, No 3, Maret 2022
BIBLIOGRAFI
Cai, Peter. (2017). Understanding Chinas belt and road initiative.Google Scholar
Derudder, Ben, Liu, Xingjian, & Kunaka, Charles. (2018). Connectivity along overland
corridors of the belt and road initiative. Google Scholar
Dunseith, B. (2018). ASEAN Brefing, Thailands Eastern Economic Corridor. Retrieved
from https://www.aseanbriefing.com/news/thailand-eastern-economiccorridor/%3E
Erokhin, Vasilii, & Gao, Tianming. (2018). Competitive Advantages of Chinas
Agricultural Exports in the Outward-Looking Belt and Road Initiative. In Chinas
Belt and Road Initiative (pp. 265285). Springer. Google Scholar
Ferdinand, Peter. (2016). Westward hothe China dream and one belt, one road:
Chinese foreign policy under Xi Jinping. International Affairs, 92(4), 941957.
Google Scholar
Investment, Thailand Board of. (2017). BOIs Investment Promotion in the EEC.
Kasikornbank. (2018). Belt and Road-Eastern Economic Corriodor Seminar Summary.
Google Scholar
Larasati, A. (2022). 10 Proyek Besar Belt and Road Initiative China.
Martin, Peter, & Cohen, David. (2014). Inside Xi Jinpings Reform Strategy. The
National Interest. Google Scholar
McGregor, R. (2019). Tokoh Otoriter Dunia: Xi Jinping, Komunis yang Ambisius.
Google Scholar
Mulenga, G. (2013). Developing Economic Corridors In Africa Rationale for the
Participation of the African Development Bank. African Development Bank
Group.
Murat, Guuml; l. (2009). The concept of change and James N. Rosenau: Still
international relations? African Journal of Political Science and International
Relations, 3(5), 199207. Google Scholar
Phuangketkeow, Sihasak. (2020). Thailands Eastern Economic Corridor: A Bold
Strategic Move. Google Scholar
Prnewswire.com. (2018). Thailand Targets to Connect Belt and Road Initiative and
EEC to Boost Investment Opportunities in ASEAN. Retrieved from
https://www.prnewswire.com/news-releases/thailand-targets-to-connect-belt-and-
road-initiative-and-eec-to-boost-investment-opportunities-in-asean-
300702545.html.
Analisis investasi Tiongkok Di Eastern Economic Corridor Thailand Dalam Skema Belt
And Road Initiative
Syntax Idea, Vol.4, No.3, Maret 2022 613
Punyaratabandhu, Piratorn, & Swaspitchayaskun, Jiranuwat. (2018). The political
economy of ChinaThailand development under the one belt one road initiative:
Challenges and opportunities. The Chinese Economy, 51(4), 333341. Google
Scholar
Rosenau, James N. (1976). In search of global patterns. Free Press. Google Scholar
Thailand Board of Investment. (2017). Opportunity Thailand Innovation-Driven
Economy. BOI Brochure, 1-2. Retrieved from
https://www.slideshare.net/boinyc/opportunity-thailand-innovationdriven-economy
Wang, Zhongguo G. X. (2012). Sambutan Xi Jinping dalam Pameran bertajuk Jalan
Kebenaran.
Wengkiat, P. (2018). Thailand Woos Chinese Investment for Major Industrial Revamp.
Xinhua News Agency. (2019). Chinese OM Pledges Support for Thailands Eastern
Economic Corriodor.
Yudilla, Artha. (2019). Kerjasama Indonesia Cina Dalam Belt And Road Initiative
Analisa Peluang Dan Ancaman Untuk Indonesia. Journal of Diplomacy and
International Studies, 2(01), 5265. Google Scholar
Zhang, W, Alon, I & Lattemann, C. (2019). Chinas Belt and Road Initiative: Changing
the Rules of Globalization. London: Palgrave Macmillan.
Copyright holder:
Puguh Toko Arisanto, Andi Dias Astiza Nasrum (2022)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: