Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�

Vol. 4, No. 2, Februari 2022

 

REINFORCEMENT POSITIVE UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN

PADA ANAK RETARDASI MENTAL

 

Ghiyats Mihmidaty

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jawa Timur, Indonesia

Email[email protected]

 

Abstrak

Dari asesmen yang dilakukan memiliki tujuan adalah untuk meningkatkan kemandirian pada klien retardasi mental. Selain itu, asesmen juga bertujuan untuk mendapatkan dinamika kepribadian Klien guna menentukan diagnosis Klien. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, observasi, dan tes psikologi, hal ini dilakukan guna Untuk menggali data tentang diri klien dan membangun hubungan baik dengan klien (rapport). Klien belum mampu menyiapkan sendiri baju untuk pergi ke sekolah, klien mampu menyiapka bukunya sendiri dan klien mampu membersihkan tempat tidur sendiri. Setelah melakukan penelitian ini klien menjadi lebih mandiri dalam melakukan aktivitas dan tugas sehari-hari.

 

Kata Kunci: Reinforcement Positive; mandiri; Retardasi Mental

 

Abstract �

From the assessment carried out has the goal is to increase independence in the client mental retardation. In addition, the assessment also aims to obtain the dynamics of the Client's personality to determine the Client's diagnosis. The research methods conducted in this study are methods of interview, observation, and psychological tests, this is done to dig up data about the client's self and build a good relationship with the client (rapport). �The client has not been able to prepare his own clothes to go to school, the client is able to get around his own book and the client is able to clean the bed himself. After doing this research, Klien became more independent in doing daily activities and tasks.

 

Keywords: Reinforcement Positive; self-contained; Mental Retardation

 

Received: 2022-01-22; Accepted: 2022-2-05; Published: 2022-02-20

 

Pendahuluan

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Psikologi dilaksanakan di Kediri tepatnya di Desa Semen Kecamatan Pagu kabupaten Kediri yaitu alamat lengkap klien yang bersangkutan. Dan Praktek Kerja Profesi Psikolog dilaksanakan mulai tanggal 08 Desember 2019 sampai dengan tanggal 24 Januari 2020.

Lokasi PKPP dilaksanakan di rumah klien di dusun Bulurejo RT.01 RW.02 desa Semen kecamatan Pagu kabupaten Kediri. Secara geografis terletak di tengah-tengah desa tepatnya di RT 01 dan RW 02. Klien tinggal dirumah yang lumayan bagus pastinya sangat lengkap dengan beberapa fasilitas didalamnya. Rumah klien mengadap ke utara, terletak dipingir jalan utama desa semen. Rumah sudah menggunakan ubin keramik bagus. Rumah klien mempunyai luas krang lebih 10x20cm dengan bangunan yang lengkap. Mempunyai ruang tamu dengan tiga stel sofa yang berbeda. Diatas rumahnya terdapat bangunan tambahan untuk teras yaitu dengan bahan galfalome. Rumah klien mempunyai 3 kamar tidur yang cukup luas dengan beberpaa perabot kamar tidur yang cukup lengkap selain itu ada ruangan untuk sholat keluarga.Rumah klien mempunyai dapur luas dengan perabotan cukup lengkap. Selain itu mempunyai 2 kamar mandi dan 1 ruang untuk mencuci. Selain itu dirumah klien juga terdapat ruang keluarga yang biasanya digunakan untuk bersantai dengan keluarga seperti menontonTV, ngobrol dan bermain. Rumah klien tergolong sangat denkat dengan tetangga dan saudara di desa tersebut. Untuk akses jalan sangat mudah karena kondisi jalan sudah sangat bagus dan lebar.

Terapi Perilaku dengan teknik reinforcement positive merupakan suatu proses penguatan perilaku operan (reinforcement positive atau negative) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut berulang atau menghilang sesuai dengan keinginan (Galuh Dwinta Sari, 2016). Reinforcement positive adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk reinforcement positive dapat berupa hadiah, perilaku atau penghargaan (Martin & Pear, 2015).

Efek langsung dari reinforcement positive adalah meningkatnya frekuensi respon karena konsekuensi penguat yang segera diberikan. Sedangkan efek tidak langsung dari prinsip penguatan adalah menguatkan sebuah respons karena akan diikuti penguat, walaupun penguatnya tidak diberikan dalam waktu yang bersamaan (Martin & Pear, 2015).

The ability to resist interference from distracting emotional information while sustaining attention on goal-directed behavior is critical for adaptive behavior. According to some theories, emotional information is prioritized and mobilizes cognitive resources (Armony & Dolan, 2002), (Mogg et al., 2000),(�hman, Flykt, & Lundqvist, 2002) as they contain signals closely linked to survival (Joseph E. LeDoux, 2000),(Joseph LeDoux, 2012). Such preferential access of emotional information to our cognitive system has been interpreted as a mechanism critical for the quick and effective processing of biologically relevant information rendering us better able to respond in an adaptive manner (Joseph LeDoux, 2012). While emotional information may bolster cognitive processing and improve performance if it is goal-relevant (Etzel, Cole, Zacks, Kay, & Braver, 2016), the same information could be distracting and have detrimental effects on cognitive function (Diaz, MacLean, & Giesbrecht, 2015). Some have proposed that emotional information is integrated within cognitive control processes creating a competition for information processing resources (i.e., Dual Competition Model) (Pessoa, 2009) and that such integration is supported by complex interactions between prefrontal and subcortical regions (Pessoa, 2015). Using cognitive tasks modified to include emotional distracters, numerous studies have provided evidence that emotional stimuli can influence many different aspects of cognition and behavior, and that they tend to �hijack� attention more easily than non-emotional stimuli (Williams, Mathews, & MacLeod, 1996), (Bradley, Mogg, & Millar, 2000), (Vuilleumier, Armony, Driver, & Dolan, 2001), (Shafer et al., 2012) thereby resulting in disrupted cognitive goals and less optimal task performance (e.g., slower reaction times or reduced accuracy) (Dolcos, Kragel, Wang, & McCarthy, 2006).

Kemampuan untuk menahan gangguan dari informasi emosional yang mengganggu sambil mempertahankan perhatian pada perilaku yang diarahkan pada tujuan sangat penting untuk perilaku adaptif. Menurut beberapa teori, informasi emosional diprioritaskan dan memobilisasi sumber daya kognitif (Armony & Dolan, 2002), (Mogg et al., 2000), (�hman et al., 2002) karena mengandung sinyal yang terkait erat dengan kelangsungan hidup (Joseph E. LeDoux, 2000), (Joseph LeDoux, 2012). (Joseph LeDoux, 2012). Akses preferensial informasi emosional seperti itu ke sistem kognitif kita telah ditafsirkan sebagai mekanisme penting untuk pemrosesan cepat dan efektif dari informasi yang relevan secara biologis yang membuat kita lebih mampu merespons secara adaptif (Joseph LeDoux, 2012). Sementara informasi emosional dapat meningkatkan pemrosesan kognitif dan meningkatkan kinerja jika relevan dengan tujuan (Etzel et al., 2016), informasi yang sama dapat mengganggu dan memiliki efek merugikan pada fungsi kognitif (Diaz et al., 2015). Beberapa telah mengusulkan bahwa informasi emosional terintegrasi dalam proses kontrol kognitif menciptakan kompetisi untuk sumber daya pemrosesan informasi (yaitu, Model Kompetisi Ganda) (Pessoa, 2009) dan integrasi tersebut didukung oleh interaksi kompleks antara daerah prefrontal dan subkortikal (Pessoa, 2015). Menggunakan tugas-tugas kognitif yang dimodifikasi untuk memasukkan pengalih perhatian emosional, banyak penelitian telah memberikan bukti bahwa rangsangan emosional dapat mempengaruhi berbagai aspek kognisi dan perilaku, dan bahwa mereka cenderung "membajak" perhatian lebih mudah daripada rangsangan non-emosional (Williams et al., 1996), (Bradley et al., 2000), (Vuilleumier et al., 2001), (Shafer et al., 2012) sehingga mengakibatkan terganggunya tujuan kognitif dan kinerja tugas yang kurang optimal (misalnya, waktu reaksi lebih lambat atau akurasi berkurang) (Dolcos et al., 2006).

Teknik reinforcement positive merupakan bagian dari teori operan conditioning, yang merupakan suatu proses penguatan perilaku operan (reinforcement positive atau negative).Adanya penguatan pada perilku tertentu dapat mengakibatkan perilaku tersebut berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (Nelson-Jones, 2011).

Menurut Skinner, hampir semua perilaku manusia diidentifikasi jatuh ke dalam dua kategori yaitu perilaku responden dan perilaku operan. Perilaku responden merupakan perilaku yang tanpa disengaja (refleks) dan berasal dari hasil rangsangan lingkungan khusus. Agar perilaku responden terjadi, pertama perlu menerapkan stimulus pada organisme. Stimulus dari binatang kecil yang mengganggu terhadap mata akan menyebabkan mata jadi berkedip dan flash cahaya terang juga akan mengakibatkan mata berkedip, hal ini merupakan beberapa contoh perilaku responden (Feist, 2010).

Sebagian besar perilaku manusia merupakan perilaku operan, yang tidak otomatis, dapat diprediksi dan terkait dalam setiap cara yang dikenal dengan mudah untuk bisa diidentifikasi oleh rangsangan. Skinner percaya bahwa perilaku tertentu hanya terjadi jika disebabkan oleh rangsangan tertentu. Kata "operan" menjelaskan seluruh perilaku yang beroperasi pada lingkungan untuk menghasilkan peristiwa atau tanggapan dalam lingkungan tersebut. Jika kejadian atau tanggapan yang memuaskan, kemungkinan bahwa perilaku operan akan diulang biasanya meningkat (Mirnasari, 2021).

Skinner membagi penguatan menjadi dua, yaitu reinforcement positive dan penguatan negatif. Pengauatan positif sebagai stimulus dapat mengakibatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Penguatan atau reinforcer baik yang positif ataupun negatif merupakan cara dari sebuah proses belajar, untuk mengubah perilaku sesuai dengan yang diharapkan (Martin & Pear, 2015).

Bentuk-bentuk reinforcement positive bisa dalam berbagai bentuk, dalam bentuk hadiah, seperti permen, kado, makanan, dalam bentuk perilaku, seperti senyum, menganggukkan kepala tanda setuju, bertepuk tangan dan mengacungkan jempol, atau bisa juga dalam bentuk penghargaan, seperti memberikan nilai A dan peringkat pertama disekolah. Bentuk-bentuk penguatan negatif adalah menunda atau tidak memberikan penghargaan, memberi tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tdak senang, seperti menggeleng, kening berkerut, muka kecewa (Feist, 2010).

Praktek Kerja Profesi Psikologi (PKPP) merupakan kegiatan terencana yang dilakukan oleh mahasiswa Profesi Psikologi. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Psikologi (PKPP) dalam kasus ini dilaksanakan di tempat tinggal klien di Desa Semen Kec. Pagu, Kediri. Tujuan adalah untuk meningkatkan kemandirian pada klien retardasi mental.

 

Metode Penelitian

Assessment yang dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan tes psikologi. Wawancara dilakukan terhadap klien (Autoanamnesa), dan pada perawat di ruang rawat, kakak klien (Alloanamnesa). Observasi yang dilakukan meliputi observasi secara umum serta lingkungan tempat tinggal.

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian yang dilakukan memberikan hasil:

a.    Observasi

1.    Observasi Fisik

Klien adalah anak perempuan yang mempunyai fisik normal sesuai dengan anak seusianya (Sarah Novi Lia Sari, Memy, & Ghanie, 2015). Dari segi fisik klien tergolong anak yang memiliki badan kurus dengan tinggi 130cm. Klien memiliki kulit sawo matang, terdapat tahi lalat disebelah hidung kanannya. Secara postur tubuh keseluruhan lien memiliki postur sama dengan anak seusianya. Klien menunjukkan kemampuan bahasa Indonesia yang baik saat diwawancara oleh praktikan, meskipun dengan perbendaharaan kata yang lebih ringan.

2.    Observasi Lingkungan

Klien tinggal dirumah yang cukup besar dan lengkap dengan beberapa fasilitas didalamnya. Rumah klien menghadap ke utara, terletak dipingir jalan utama desa. Rumah klien mempunyai luas krang lebih 10x20cm dengan bangunan yang lengkap. Mempunyai ruang tamu dengan tiga stel sofa yang berbeda. Diatas rumahnya terdapat bangunan tambahan untuk teras yaitu dengan bahan galfalome. Rumah klien mempunyai 3 kamar tidur yang cukup luas dengan beberpaa perabot kamar tidur yang cukup lengkap selain itu ada ruangan untuk sholat keluarga

Rumah klien mempunyai dapur luas dengan perabotan cukup lengkap. Selain itu mempunyai 2 kamar mandi dan 1 ruang untuk mencuci. Selain itu di rumah klien juga terdapat ruang keluarga yang biasanya digunakan untuk bersantai dengan keluarga seperti menonton TV, ngobrol dan bermain.

3.    Anamnesa

Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data Klien dan perkembangan secara langsung mengenai permasalahan Klien serta keluhan apa saja yang dialami oleh Klien (Rusliyawati, Muludi, Wantoro, & Saputra, 2021). Anamnesa dilakukan dengan dua cara yaitu autoanamnesa dan alloanamnesa yang memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi secara rinci tentang keadaan yang dialami oleh Klien.

a)  Autoanamnesa

Saat ditemui oleh praktikkan, klien mampu menjelaskan tentang biodata dirinya. Seperti klien saat menyebutkan namanya yaitu K, berusia 10 tahun. Klien menyebutkan nama bapaknya J dan ibunya S. Klien mempunyai adik kandung yang bernama A.Y. Klien juga mampu menjelaskan alamat lengkap rumahnya, menjelaskan detail tiap sudut rumahnya. Klien menuturkan bahwa semua tugas klien sering dibantu oleh ibunya.

Klien menuturkan jika tidak menyukai adiknyanya, klien merasa iri dengan adiknya yang lebih mendapatkan perhatian dari orang tuanya karena memiliki prestasi yang bagus di sekolah. Klien tidak suka jika dibelikan sesuatu yang sama dengan adiknya. Karena sifat iri klien terhadap adiknya, klien sering kali mencubit dan memukul adiknya. Klien menjelaskan jika semua kebutuhan klien selalu dicukupi oleh ibunya, meskipun begitu klien tetap merasa iri dengan perhatian ibunya terhadap adiknya terlebih jika itu permasalahan akademik. Berbeda jika dengan klien, ibunya selalu mengambil alih tugas yang harusnya ia kerjakan sendiri.

Pada saat ada pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, terkadang klien lupa detail tugas yang diberikan. Sehingga ibu klien sering menelpon guru untuk minta kejelasan tugas yang diberikan kepada klien. Saat diluar rumah klien cenderung menyuruh adiknya jika membeli sesuatu berdua. Klien cenderung tidak berani untuk berbicara dengan orang luar. Klien juga sering bertengkar dengan temannya dikarenakan adanya perbedaan pendapat.

4.    Alloanamnesa

a)    Orang Tua Klien

Pada saat ibu klien mengandung, ibu klien tinggal jauh dari ibunya dan hanya tinggal dengan suaminya. Saat itu ibu klien melakukan pekerjaan seraba sendiri, sehingga terkadanga ibu klien lupa unytuk makan saat ia sedang disibukkan dengan beberapa pekerjaan rumah. Hal ini menjadikan ibu klien sering lupa istirahat, lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi saat masa kehamilan klien. Setiap hari ibu klien juga masih bekerj. Setiap pagi berangkat ketja berbocengan dengan suaminya dengan sepeda motor. Diusia kehamilan 5 bulan, ibu dan ayah klien mengalami kecelakaan dan ibunya jatuh dari motor. Sat itu kehamilan ibu klien dinyatakan sehat. Namunsaat masa kehamilan 8 bulan, untuk kedua kalinya ibu klien mengalami kecelakaan bersama ayahnya sehingga diputuskan untuk tindakan operasi csar, karena pada saat itu air ketubannya pecah dan hampir kering. Klien pun lahir dalam kondisi prematur. Dari penjelasan ibu klien, klien pernah mengalami kejang, saat itu usia klien diperkirakan sekitar 1 tahun.

Seiring bertambahnya usia klien, Klien menunjukkan perkembangan yang berbeda dengan anak seusianya. Hal tersebut terlihat saat klien memasuki usia 1 tahun. Jika kebanyakan anak mulai berjalan di usia 1 tahun, klien bahkan belum berjalan hingga usia 2 tahun lebih. Biasanya klien mengesot dari satu tempat menuju tempat lain. Saat itu klien juga belum bisa berbicara. Jika menghendaki sesuatu, klien cenderung merengek dan hanya menunjuk. Karena panik, ibu klien membawa klien ke beberapa pengobatan alternatif yang disarankan oleh beberapa keluarganya. Selain itu ibu klien juga memijatkan klien dengan harapan klien agar cepat bisa berjalan.

Setelah berusaha sedemikian rupa ternyata ibu klien harus bersabar dikarenakan klien tidak mengalami perubahan apapun. Dan akhirnya keluarga klien memilih untuk pasrah dan hanya bisa berdoa yang terbaik untuk klien. Suatu ketika pada saat klien beranjak usia 3 tahun ibu klien kaget dengan perkembangan klien yang tiba-tiba klien bisa jalan sendiri tanpa proses merangkak. Selain itu klien juga bisa berbicara meskipun belum sangat jelas.

Klien sangat dijaga oleh orang tuanya, sampai-sampai orang tuanya jarang sekali membiarkan klien untuk berinteraksi dengan lingkugan sekitar. Sehingga kemampuan klien dalam bersosial sangat kurang. Klien lebih sering berinteraksi hanya dengan kelurganya saja didalam rumah. Hal ini membuat klien sangat malu jika sedanng beradadilingkungan masyarakat, klien sering sembunyi dibalik tubuh ibunya saat diajak bersosial.

Ibu klien juga menjelaskan jika pekerjaan rumah dan tugas pribadi klien sering dikerjakan oleh ibunya. Selain itu ibu klien juga menyiapkan beberapa buku yang harus dibawa klien ke sekolah, menyiapkan sseragam sekolah klien, merapikan tempat tidur klien. Hal ini dilakukan oleh ibunya, dikarenakan klien tidak mampu melakukan tugasnya sendiri dan cenderung belum bisa mandiri. Segala kebutuhannya harus disiapkan oleh ibunya.�

 

b)   Guru Klien

Klien lebih sering terlihat menyendiri dari pada berkumpul dengan temannya. Klien juga sering bermusuhan dengan temannya. Jika klien dihina oleh temannya, klien cenderung diam dan menjauh dari teman yang menghinanya. Klien masih sering marah-marah tidak jelas, klien juga kurang bisa mandiri. Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru sering dikerjakan ibu klien. Ibu klien juga sering menelpon guru untuk menanyakan tugas klien yang diberikan disekolah.

 

Kesimpulan

Klien menjadi lebih mandiri dalam melakukan aktivitas dan tugas sehari-hari. Klien juga mampu menyiapkan buku pelajaran sekolah untuk esok hari, klien merapikan tempat tidurnya saat bangun tidur dipagi hari dan klien mampu menyiapkan baju sekolah sendiri. Sehingga ibu klien tidak membantu klien lagi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Armony, Jorge L., & Dolan, Raymond J. (2002). Modulation of spatial attention by fear-conditioned stimuli: an event-related fMRI study. Neuropsychologia, 40(7), 817�826.Google Scholar

 

Bradley, Brendan P., Mogg, Karin, & Millar, Neil H. (2000). Covert and overt orienting of attention to emotional faces in anxiety. Cognition & Emotion, 14(6), 789�808. Google Scholar

 

Diaz, Gisella, MacLean, Mary, & Giesbrecht, Barry. (2015). Reward-based involuntary capture interacts with voluntary attentional control during search. Journal of Vision, 15(12), 1351. Google Scholar

 

Dolcos, Florin, Kragel, Philip, Wang, Lihong, & McCarthy, Gregory. (2006). Role of the inferior frontal cortex in coping with distracting emotions. Neuroreport, 17(15), 1591�1594. Google Scholar

 

Etzel, Joset A., Cole, Michael W., Zacks, Jeffrey M., Kay, Kendrick N., & Braver, Todd S. (2016). Reward motivation enhances task coding in frontoparietal cortex. Cerebral Cortex, 26(4), 1647�1659. Google Scholar

 

Feist, Gregory J. (2010). The function of personality in creativity: The nature and nurture of the creative personality. Google Scholar

 

LeDoux, Joseph. (2012). Rethinking the emotional brain. Neuron, 73(4), 653�676. Google Scholar

 

LeDoux, Joseph E. (2000). Emotion circuits in the brain. Annual Review of Neuroscience, 23(1), 155�184. Google Scholar

 

Martin, Garry, & Pear, Joseph. (2015). Modifikasi perilaku makna dan penerapannya. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Mirnasari, Mirnasari. (2021). Motivasi Anak Asuh Dalam Meningkatkan Ibadah Mahdhah Di Panti Asuhan Roudhotus Sibyan Bandar Lampung. Uin Raden Intan Lampung. Google Scholar

 

Mogg, Karin, McNamara, James, Powys, Mark, Rawlinson, Hannah, Seiffer, Anna, & Bradley, Brendan P. (2000). Selective attention to threat: A test of two cognitive models of anxiety. Cognition & Emotion, 14(3), 375�399. Google Scholar

 

Nelson-Jones, Richard. (2011). Teori dan praktik konseling dan terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

�hman, Arne, Flykt, Anders, & Lundqvist, Daniel. (2002). Evolutionary perspectives, psychophysiological data, and neuropsychological mechanisms. Cognitive Neuroscience of Emotion, 296. Google Scholar

 

Pessoa, Luiz. (2009). How do emotion and motivation direct executive control? Trends in Cognitive Sciences, 13(4), 160�166. Google Scholar

 

Pessoa, Luiz. (2015). Pr�cis on the cognitive-emotional brain. Behavioral and Brain Sciences, 38. Google Scholar

 

Rusliyawati, Rusliyawati, Muludi, Kurnia, Wantoro, Agus, & Saputra, Dimas Aminudin. (2021). Implementasi Metode International Prostate Symptom Score (IPSS) Untuk E-Screening Penentuan Gejala Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Jurnal Sains Dan Informatika, 7(1), 28�37. Google Scholar

 

Sari, Galuh Dwinta. (2016). PenerapanReward dan Punishment untuk Meningkatkan Perilaku Rutin Minum Obat pada Pasien Skizofrenia. Google Scholar

 

Sari, Sarah Novi Lia, Memy, Yuli D., & Ghanie, Abla. (2015). Angka kejadian delayed speech disertai gangguan pendengaran pada anak yang menjalani pemeriksaan pendengaran di bagian neurootologi IKTHT-KL RSUP Dr. Moh. Hoesin. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2(1), 121�127. Google Scholar

 

Shafer, Andrea T., Matveychuk, Dmitriy, Penney, Todd, O�Hare, Aminda J., Stokes, Jared, & Dolcos, Florin. (2012). Processing of emotional distraction is both automatic and modulated by attention: evidence from an event-related fMRI investigation. Journal of Cognitive Neuroscience, 24(5), 1233�1252. Google Scholar

 

Vuilleumier, Patrik, Armony, Jorge L., Driver, Jon, & Dolan, Raymond J. (2001). Effects of attention and emotion on face processing in the human brain: an event-related fMRI study. Neuron, 30(3), 829�841. Google Scholar

 

Williams, J. Mark G., Mathews, Andrew, & MacLeod, Colin. (1996). The emotional Stroop task and psychopathology. Psychological Bulletin, 120(1), 3. Google Scholar

 

Copyright holder:

Ghiyats Mihmidaty (2022)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: