Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�
Vol. 4, No. 2, Februari 2022
PENGARUH DIGITAL MARKETING, KUALITAS LAYANAN, DAN BRAND IMAGE TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK TELEMEDICINE
Ageng Mahendra Assidiq, Dea Oktaviani, Rifqi Arya Sandhi
Universitas Budi Luhur Jakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Indonesia menempati posisi terendah kedua pada rasio dokter di Asia Tenggara dengan rasio 0,4 dibanding 1.000 penduduk menjadi permasalahan yang harus diselesaikan. Keadaan darurat Covid-19 membuat keterbatasan dan mengubah perilaku masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan khususnya pelayanan kesehatan. Digitalisasi telah mengubah perilaku konsumen dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dari cara konvensional menjadi digital. Telemedis diciptakan agar pasien bisa berkonsultasi jarak jauh dengan dokter, pembelian obat online dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh digital marketing, kualitas layanan, dan brand image terhadap keputusan pembelian produk telemedis di Halodoc. Penelitian ini memiliki fokus pada pengguna Halodoc yang berdomisili di Jabodetabek rentang umur 18-65 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan di dapat 170 orang responden. Analisis data dengan analisa statistik menggunakan SPSS 22. Hasil dari penelitian ini menunjukkan digital marketing, kualitas layanan, brand image baik itu secara parsial maupun simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk telemedis pada konsumen Halodoc di Jabodetabek.
Kata Kunci: digital marketing; kualitas layanan; brand image; keputusan pembelian; halodoc
Abstract �
Indonesia occupies the second lowest position in the ratio of doctors in Southeast Asia with a ratio of 0.4 to 1,000 residents, which is a problem that must be resolved. The Covid-19 emergency situation creates limitations and changes people's behavior in meeting their needs, especially health services. Digitalization has changed consumer behavior in getting health services from conventional digital ways. Telemedicine was created to be able to make long distances with doctors, purchase drugs online and so on. This study aims to determine the effect of digital marketing, service quality, and brand image on purchasing decisions for telemedicine products at Halodoc. This study focuses on Halodoc users who are domiciled in Jabodetabek, ranging in age from 18-65 years. The sampling technique used is purposive sampling and can be 170 respondents. Data analysis with statistical analysis using SPSS 22. The results of this study indicate that digital marketing, service quality, brand image both partially and simultaneously have a positive and significant effect on purchasing decisions for telemedicine products for Halodoc consumers in Jabodetabek.
Keywords: digital marketing; service quality; brand image; purchase decision; halodoc
Pendahuluan
Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting, esensial dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dimiliki oleh setiap individu manusia. Sangat penting dikarenakan kesehatan merupakan sumber daya manusia untuk menjalankan setiap kegiatan atau aktifitasnya. World Health Organization atau WHO dalam konstitusinya mendefinisikan kesehatan sebagai sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial dan bukan hanya pada ketiadaan penyakit atau kecacatan. Dengan begitu betapa pentingnya kesehatan bagi manusia, kebutuhan akan kesehatan berdiri sama dengan kebutuhan pokok manusia lainnya yakni Sandang, Pangan, Papan. Karena jika individu manusia tidak memiliki kesehatan baik itu tubuh, mental, sosial maupun ekonomi maka akan membawa pengaruh yang tidak baik bagi individu itu sendiri (Laili, 2016).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada September tahun 2020 mencatat jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 270,20 juta jiwa. Dengan laju kenaikan pertambahan penduduk sebesar 32,56 juta jiwa jika dibandingkan hasil sensus penduduk tahun 2010. Dengan jumlah penduduk yang sebesar itu tentunya pekerjaan Pemerintah Republik Indonesia bersama Kementerian Kesehatan RI dan juga Ikatan Dokter Indonesia cukup berat menangani sektor kesehatan. Pemenuhan kebutuhan sektor kesehatan berkaitan dengan kesediaan dan pesebaran jumlah rasio dokter, tenaga kesehatan, perawat, obat dan sebagainya dibandingkan dengan jumlah penduduk atau pasien masyarakat yang membutuhkan.
Gambar 1
�Rasio Dokter Per 1.000 Penduduk
Sumber: Databoks pada Katadata.co.id
Berdasarkan data infografis rasio dokter Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara berdasarkan data World Bank tahun 2010-2017 yang dikutip oleh Databoks pada Katadata.co.id menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua terendah di Asia Tenggara dalam rasio kesediaan dokter jika dibandingkan dengan kebutuhan kesehatan oleh penduduk. Rasio jumlah dokter di Indonesia hanya sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk atau Indonesia hanya memiliki 4 dokter untuk melayani 10.000 penduduk. Jumlah ini hanya berada di atas negara Kamboja yang menempati posisi terendah di Asia Tenggara dengan rasio 0,2 per 1.000 penduduk atau hanya 2 dokter mengurusi 10.000 penduduk. Tentunya dengan kondisi yang seperti ini Indonesia kalah jauh, dari Singapura yang menempati posisi paling bagus dengan rasio 2,3 per 1.000 penduduk.
Tidak hanya permasalahan begitu rendahnya rasio dokter, dan tenaga kesehatan lainnya jika dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara. Indonesia pun menghadapi tantangan dimana negara ini sebagian besar terdiri dari pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, namun realitanya pesebaran Tenaga Kesehatan atau Nakes tidak merata.
Tabel 1
Persebaran Dokter di Indonesia Berdasarkan Pulau-Pulau Besar di Indonesia
Pulau |
Jumlah Dokter |
% |
Jawa |
46225 |
57,1% |
Sumatera |
17802 |
22,0% |
Kalimantan |
4641 |
5,7% |
Sulawesi |
6045 |
7,5% |
Nusa Tenggara |
4559 |
5,6% |
Papua & Maluku |
1739 |
2,1% |
Jumlah |
81011 |
100,0% |
Sumber: Hasil Olahan Peneliti Sendiri
Berdasarkan tabel di atas mengenai persebaran dokter di Indonesia pembagian berdasarkan pulau dimana dokter itu berada dimana Pulau Jawa masih menjadi pusat dokter terbanyak berada dengan jumlah sebanyak 46.225 dokter dan mengambil porsi sebanyak 57.1% dari keseluruhan dokter yang ada di Indonesia. Secara berurutan setelah Pulau Jawa yang menempati jumlah dokter terbanyak adalah Pulau Sumatera sebanyak 17.802 dokter (22%), kemudian Sulawesi sebanyak 6.045 dokter (7.5%), Kalimantan sebanyak 4.641 (5.7%), Kepulauan Nusa Tenggara sebanyak 4.559 (5.6%) dan terakhir diikuti oleh Papua dan Kepulauan Maluku dengan hanya sebanyak 1.739 dokter atau porsi (2,1%) dari populasi dokter yang tersebar di Indonesia. Dari data di atas menunjukan bahwa terdapatnya masalah pada sektor kesehatan diakibatkan ketimpangan dari jumlah rasio dokter yang masih sedikit dibandingkan jumlah penduduk. Maupun terkait persebaran secara geografis kesediaan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang masih berpusat di Pulau Jawa dan kota-kota besar, sedangkan pada kota-kota kecil yang jauh dari Pulau Jawa begitu sedikit jumlah kesediaan dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
COVID-19 has placed extraordinary burden and prolonged stress on frontline healthcare workers (HCWs). The emotional toll that working on the frontline, especially in the emergency department (ED) during COVID-19, has taken is evidenced in elevated rates of stress and stress-related conditions (Pappa et al., 2020), (Shechter et al., 2020), (Sangal et al., 2021). This is superimposed on the already high levels of stress and burnout seen in HCWs (Shanafelt et al., 2012).
COVID-19 telah menempatkan beban luar biasa dan tekanan berkepanjangan pada petugas kesehatan garis depan (HHCW). Korban emosional yang bekerja di garis depan, terutama di unit gawat darurat (ED) selama COVID-19, telah dibuktikan dalam peningkatan tingkat stres dan kondisi terkait stres (Pappa et al., 2020), (Shechter et al., 2020), (Sangal et al., 2021). Ini ditumpangkan pada tingkat stres dan kelelahan yang sudah tinggi yang terlihat di HCWs (Shanafelt et al., 2012).
Pandemi Covid 19 sudah berlangsung kurang lebih hampir 2 tahun ini, dan belum menampakkan akan usai dalam waktu dekat. Pemerintah di berbagai negara tidak hanya di Indonesia menerapkan beberapa kebijakan terkait pengetatan aktivitas fisik untuk mencegah adanya kerumunan manusia yang merupakan salah satu penyebab dari adanya penyebaran virus corona ini. Tidak diragukan lagi memang, pandemi ini telah membawa dampak yang sangat buruk bagi berbagai negara baik itu dari kesehatan secara fisik, pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun sosial dan sebagainya. Virus corona ini adalah virus yang menyerang saluran pernapasan manusia dengan penyebab yang paling banyak menyebarkan jika adanya kerumunan dan kontak fisik yang terdiri dari banyak orang (Marzuki et al., 2021). Dengan begitu Pemerintah Indonesia pada khususnya menerapkan kebijakan-kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB, dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM. Tentunya dengan penerapan kebijakan seperti PSBB dan PPKM ini untuk mencegah kerumunan dan memberlakukan social distancing bagi masyarakat yang ingin melakukan aktivitasnya.
Sektor kesehatan Indonesia yang cukup banyak memiliki tantangan seperti yang dijelaskan sebelumnya dimana terdapat kondisi yang tidak ideal terdapat gap jumlah kesediaan dokter dan kebutuhan pasien, persebaran geografis dokter yang tidak merata, kemudian ditambah dengan kondisi Pandemi Covid 19 yang membatasi untuk kegiatan fisik justru membawa angin segar itu sendiri bagi industri-industri pada sektor kesehatan khususnya digital untuk mendapatkan potensi keuntungan yang sangat besar dari segala permasalahan yang ada di Indonesia (Madeng, 2012).
Inovasi pada industri kesehatan yang disandingkan dengan kemajuan teknologi digital adalah dengan lahirnya produk layanan yang bernama Telemedicine, Telehealth dan sebagainya. Telemedicine sendiri (Dewi, 2021). Halodoc merupakan praktek kedokteran dari jarak jauh dimana tindakan, keputusan-keputusan, diagnosa dan pengobatan, serta rekomendasi didasarkan pada data-data, dokumen, maupun informasi lain yang ditransmisikan melalui sistem telekomunikasi atau teknologi informasi. Telemedicine merupakan layanan produk kesehatan yang dapat diakses oleh pasien atau masyarakat yang membutuhkan meskipun dalam kondisi secara fisik jauh. Layanan-layanan yang disediakan oleh beberapa perusahaan provider telemedicine adalah seperti konsultasi jarak jauh dengan dokter menggunakan chat, audio ataupun video call, layanan pemesanan atau beli obat yang dapat diantar langsung kerumah, layanan buat janji dokter dan penyediaan-penyediaan informasi terkait kesehatan terkini sudah banyak disediakan oleh provider telemedis ini.
Halodoc sendiri merupakan perusahaan yang menjalankan bisnisnya dalam industri kesehatan yang berbasis digital didirikan pada tahun 2016 oleh Foundernya, Jonathan Sudharta. Halodoc memiliki beberapa layanan seperti: Pesan Obat, Konsultasi Dokter, Vaksinasi, Buat Janji Dokter, Info Kesehatan dan sebagainya yang dapat diakses penggunanya melalui aplikasi. Halodoc sendiri memiliki kantor pusat di Gedung Halodoc beralamat di Kuningan, Jakarta Selatan. Halodoc merupakan salah satu provider telemedis terbesar di Indonesia karena didukung dan beraffiliasi dengan Gojek Indonesia, Grup Astra Internasional, Telkomsel dan sebagainya.
Berdasarkan observasi dan studi pustaka yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, Halodoc menggunakan berbagai media khususnya media sosial dan digital dalam melakukan pemasarannya. Halodoc menggunakan media-media seperti Facebook, Twitter Youtube, Tiktok, dan juga Instagram dalam melakukan kampanye pemasarannya. Produk-produk yang dipasarkan meliputi konsultasi dokter jarak jauh menggunakan chat, video dan sebagainya. Pembelian dan pemesanan obat yang pengirimannya diatur oleh tim Halodoc hingga pembeli atau pasien hanya menggunakan ponselnya untuk memesan dan kemudian diantar sampai kerumah. Informasi informasi terkait kesehatan juga dapat melakukan pemesananan atau booking jadwal dokter jika ingin tetap bertatap muka dengan dokter dalam konsultasinya. Kemudian peragaan POS atau Point of Sales baik itu dari segi packaging obat, banner-banner yang nampak pada beberapa tempat serta kerja samanya dengan Gojek dalam pengadaaan vaksinasi beberapa waktu lalu di Gelora Bung Karno (GBK). Semua dilakukan oleh Halodoc untuk dapat memperluas penglihatan terhadap brandnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi Brand image itu sendiri dari Halodoc.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti merancang penelitian dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan jenis atau metode penelitian yang spesifikasinya penelitian yang sistematis, terencana dan terstruktur dengan detil dan jelas dari awal sampai ke proses desain penelitiannya (Nugrahani & Hum, 2014). Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisa datanya bersifat kuantitatif menggunakan statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang sebelumnya ditetapkan.
Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka peneliti gunakan sebagai acuan dasar dari teori maupun gambaran pembanding dari penelitian ini serta teknik pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan juga dilakukan oleh peneliti secara langsung dengan meneliti dan menelaah objek yang diangkat dalam penelitian ini. Dikarenakan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif maka peneliti menggunakan kuesioner dalam mengambil data responden. Pertanyaan-pertanyaan yang peneliti buat berkisaran dengan variabel Digital marketing, Kualitas Layanan, dan Brand image pengaruhnya terhadap Keputusan Pembelian produk telemedicine studi kasus pada konsumen pengguna aplikasi Halodoc di Jabodetabek. Teknik penentuan responden pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, dikarenakan dalam penelitian ini cukup banyak sampel responden yang akan menjadi sumber data peneliti.
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
A. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah serangkaian pengujian yang digunakan untuk menguji apakah data tersebut baik. Data yang dikatakan baik adalah data yang terlepas dari masalah asumsi klasik. Menggunakan data yang lepas dari masalah asumsi klasik dapat menghasilkan estimasi BLUE (Best Linear Unbiased Estimated). Uji Asumsi klasik adalah analisis yang dilakukan untuk menilai apakah di dalam sebuah model regresi linear Ordinary Least Square (OLS) terdapat masalah-masalah asumsi klasik. Di bawah ini akan diuraikan uji asumsi klasik terkait dengan uji asumsi normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
1. Uji Normalitas
Guna menguji apakah distribusi data normal atau mendekati normal maka digunakan dengan grafik (Ghozali, 2001). Caranya dengan menggunakan grafik probability-plot atau P-plot. Berikut dibawah ini grafik P-plot:
Gambar 2
Uji Normalitas Probability-Plot
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan grafik Probability-plot, titik-titik data menyebar di sekitaran garis dan mengikuti garis diagonal. Titik-titik data tidak berpencar dan menjauh maka berdasar grafik Probability-plot ini memenuhi uji normalitas.
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik maka tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Tidak terjadi Multikolinearitas apabila nilai VIF dibawah 10 serta nilai Tolerance lebih dari 0.1. Berikut dibawah ini hasil Uji Multikolinearitas:
Tabel 2
Uji Multikolinearitas
Model |
Unstandardized |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
Collibearity Statistics |
|||
B |
Std. Error |
Beta |
Tolerance |
VIF |
||||
1 |
(Constant) |
-2,395 |
3,208 |
|
-0,747 |
0,456 |
|
|
|
Digital Marketing |
0,130 |
0,065 |
0,110 |
2,007 |
0,019 |
0,482 |
2,076 |
|
Kualitas layanan |
0,383 |
0,069 |
0,417 |
5,522 |
0,000 |
0,438 |
2,281 |
|
Brand Image |
0,429 |
0,087 |
0,335 |
4,951 |
0,000 |
0,544 |
1,839 |
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas, karena keseluruhan variabel memiliki nilai VIF dibawah 10, dan nilai Tolerance di atas 0.1 sehingga hasil pengujian dikatakan reliabel atau terpercaya.
3. Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik apabila tidak terjadi heterokedastisitas. Cara untuk mendeteksi dengan cara melihat grafik scatter-plot. Dimana jika ada pola tertentu yang teratur, maka mengindikasikan terjadi heterokedastisitas. Sedangkan jika tidak ada pola yang teratur, tidak jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2016). Berikut scatter-plot di bawah ini:
Gambar 3
Uji Heterokedastisitas Scatter-Plot
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Pada grafik scatterplot diatas titik-titik menyebar ke seluruh area tidak hanya ada di tengah saja namun menyebar ke bagian kanan dan kiri. Menyebar berada di bawah angka 0 maupun di atasnya pada sumbu Y, maka dari grafik scatter-plot di atas dapat disimpulkan tidak terjadi Heterokedastisitas pada penelitian ini.
B. Pengujian Hipotesis
1. Analisis Korelasi
Hasil analisis korelasi antara variabel digital marketing, kualitas layanan, dan brand image terhadap keputusan pembelian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3
�Analisis Korelasi
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
a. Digital Marketing memiliki korelasi dengan Keputusan pembelian dengan koefisien korelasi sebesar 0,599. Dengan demikian Digital Marketing (X1) berkorelasi Sedang (0.40 ≤ 0.599 ≤ 0.599) dan searah (bernilai positif) dengan Keputusan Pembelian (Y) secara signifikan (0.00 < 0.05)
b. Kualitas Layanan memiliki korelasi dengan Keputusan Pembelian dengan koefisien korelasi sebesar 0,709. Dengan demikian Kualitas Layanan (X2) berkorelasi Kuat (0.60 ≤ 0.709 ≤ 0.799) dan searah (bernilai positif) dengan Keputusan Pembelian (Y) secara signifikan (0.00 < 0.05)
c. Brand Image memiliki korelasi dengan Keputusan Pembelian dengan koefisien korelasi sebesar 0,669. Dengan demikian Brand Image (X3) berkorelasi Kuat (0.60 ≤ 0.669 ≤ 0.799) dan searah (bernilai positif) dengan Keputusan Pembelian (Y) secara signifikan (0.00 < 0.05).
2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Berikut dibawah ini uji koefisien determinasi secara simultan digital marketing (X1), kualitas layanan (X2), dan brand image (X3) terhadap keputusan pembelian (Y), sebagai berikut:
Tabel 4
Uji Koefisien Determinasi � Simultan
Model |
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
1 |
.765a |
0,586 |
0,578 |
2,897 |
a. Predictors: (Constant), Brand Image, Digital Marketing, Kualitas Layanan
b. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Pada Tabel 4 kolom R atau korelasi menampilkan data nilai korelasi adalah 0.765 berarti terjadi hubungan yang kuat antara Digital marketing, Kualitas Layanan, Brand image terhadap Keputusan Pembelian. R-Square atau koefisien determinasi (R2) adalah 0.586 menjelaskan bahwa Digital marketing, Kualitas Layanan, Brand image terhadap Keputusan Pembelian berdampak dan berpengaruh sebesar 58.6%, sementara 41.4% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak digunakan dalam model penelitian ini. Maka variabel Digital marketing, Kualitas Layanan, Brand image secara bersama-sama dalam menjelaskan variabel Keputusan Pembelian berada pada tingkat Akurat R2 > 0.5 (0.586 > 0.5).
3. Uji Regresi Linear Berganda
Uji regresi linear berganda dalam menganalisa persamaan regresi dari variabel digital marketing (X1), kualitas layanan (X2), dan brand image (X3) terhadap keputusan pembelian (Y), sebagai berikut:
Tabel 5
Uji Regresi Linear Berganda Variabel Digital Marketing, Kualitas Layanan, Brand Image terhadap Keputusan Pembelian
Model |
Unstandardized |
Standardized Coefficients |
t |
Sig |
||
1 |
|
B |
Std.Error |
|||
|
(Constant) |
-2,395 |
� ���3,208 |
|
-0,747 |
�0,456 |
|
Digital Marketing |
0,130 |
���� 0,065 |
������ 0,110 |
�2,007 |
�0,019 |
|
Kualitas Layanan |
0, 383 |
���� 0,069 |
������ 0,417 |
�5,522 |
�0,000 |
|
Brand Image |
� 0,429 |
������ 0,087 |
�������� 0,335 |
��4,951 |
� 0,000 |
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Pada Tabel 5 di atas dapat diketahui persamaan regresinya sebagai berikut:
KP = -2.395 + 0.130 Digital marketing + 0.383 Kualitas Layanan + 0.429 Brand image
Persamaan regresi linear berganda di atas dapat diartikan sebagai berikut:
a. Konstanta (a) = -2.395, menyakatan secara alami atau natural tanpa dipengaruhi oleh variabel Digital marketing, Kualitas Layanan, dan Brand Image, maka variabel Keputusan Pembelian produk telemedicine pada konsumen pengguna aplikasi Halodoc bernilai negative sebesar -2.395,
b. Koefisien Regresi variabel Digital Marketing (X1) sebesar 0.130 dengan tanda positif, dapat dikatakan bahwa peningkatan Digital Marketing (X1) 1 (satuan) saja secara langsung maka akan berpengaruh positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y) dan akan meningkatkannya sebesar 0.130. Dimana artinya semakin baik Digital Marketing, akan berpengaruh positif dan semakin baik pula Keputusan Pembelian produk telemedicine pada konsumen pengguna aplikasi Halodoc. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Digital Marketing dan Keputusan Pembelian.
c. Koefisien Regresi variabel Kualitas Layanan (X2) sebesar 0.383 dengan tanda positif, dapat dikatakan bahwa peningkatan Kualitas Layanan (X2) 1 (satuan) saja secara langsung maka akan berpengaruh positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y) dan akan meningkatkannya sebesar 0.383. Dimana artinya semakin baik Kualitas Layanan, akan berpengaruh positif dan semakin baik pula Keputusan Pembelian produk telemedicine pada konsumen pengguna aplikasi Halodoc. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Kualitas Layanan dan Keputusan Pembelian.
d. Koefisien Regresi variabel Brand Image (X3) sebesar 0.429 dengan tanda positif, dapat dikatakan bahwa peningkatan Brand Image (X3) 1 (satuan) saja secara langsung maka akan berpengaruh positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y) dan akan meningkatkannya sebesar 0.429. Dimana artinya semakin baik Brand Image, akan berpengaruh positif dan semakin baik pula Keputusan Pembelian produk telemedicine pada konsumen pengguna aplikasi Halodoc. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara Brand Image dan Keputusan Pembelian.
4. Uji t (Parsial)
Uji t digunakan untuk menguji variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen. Hipotesis diterima apabila thitung lebih besar dari ttabel, berikut dibawah ini Uji t pada penelitian ini, sebagai berikut:
Tabel 6
Hasil Pengujian Hipotesis � Uji t
Hipotesis |
Unstandardized |
T |
Sig |
||
B |
Std. Error |
||||
H1 |
Digital Marketing �� Keputusan Pembelian |
�� 0,704 |
���� �0,073 |
9,687 |
��� 0,000 |
H2 |
Kualitas Layanan � Keputusan Pembelian |
�� 0,652 |
���� �0,050 |
13,015 |
��� 0,000 |
H3 |
Brand Image� Keputusan Pembelian |
�� 0,854 |
����� 0,073 |
11,659 |
��� 0,000 |
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan Tabel 6 di atas ringkasan pengujian hipotesis dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
a. Berdasarkan uji signifikansi Variabel Digital Marketing memiliki pengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian sebesar 0.704 dengan nilai thitung sebesar 9.687 > 1.97 (ttabel), dengan taraf signifikansi 0.000, pada derajat keyakinan (confidence interval) 95% atau derajat kesalahan a = 5%. Dengan demikian hipotesis 1 (H1) diterima, yang menyatakan bahwa Digital Marketing secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian produk telemedicine konsumen pengguna aplikasi Halodoc.
b. Berdasarkan uji signifikansi Variabel Kualitas Layanan memiliki pengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian sebesar 0.652 dengan nilai thitung sebesar 13.015 > 1.97 (ttabel), dengan taraf signifikansi 0.000, pada derajat keyakinan (confidence interval) 95% atau derajat kesalahan a = 5%. Dengan demikian hipotesis 2 (H2) diterima, yang menyatakan bahwa Kualitas Layanan secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian produk telemedicine konsumen pengguna aplikasi Halodoc.
c. Berdasarkan uji signifikansi Variabel Brand Image memiliki pengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian sebesar 0.854 dengan nilai thitung sebesar 11.659 > 1.97 (ttabel), dengan taraf signifikansi 0.000, pada derajat keyakinan (confidence interval) 95% atau derajat kesalahan a = 5%. Dengan demikian hipotesis 3 (H3) diterima, yang menyatakan bahwa Brand Image secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian produk telemedicine konsumen pengguna aplikasi Halodoc.
5. Uji F (Simultan)
Uji F digunakan untuk meenguji variabel independent secara keseluruhan atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Hipotesis diterima apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel, berikut dibawah ini Uji F pada penelitian ini, sebagai berikut:
Tabel 7
Hasil Pengujian Hipotesis � Uji F
Sum Of Squares |
dF |
Mean square |
F |
Sig. |
||
H4 |
Regression |
� 1969,201 |
�� 3 |
��� 656,400 |
�78,198 |
���� .000b |
|
Residul |
� 1393,411 |
� 166 |
����� 8,394 |
|
|
|
Total |
� 3362,612 |
� 169 |
|
|
|
Sumber: Hasil Penelitian 2021, diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan Tabel 7 di atas, hasil perhitungan statistik diperoleh hasil nilai F sebesar 78.198 sedangkan nilai F tabel untuk jumlah sampel sebanyak 170 sebesar 2.66, sehingga nilai F hitung lebih besar dari F tabel (Fhitung > Ftabel), dengan taraf signifikansi 0,000. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dibuktikan bahwa variabel Digital Marketing, Kualitas Layanan, dan Brand Image secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian produk telemedicine konsumen pengguna aplikasi Halodoc, dengan demikian H4 diterima.
2. Pembahasan
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan saat ini sudah menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat. Apalagi ditambah dengan keadaan darurat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung kurang lebih 2-3 tahun ini benar-benar mengubah berbagai macam perilaku masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya dalam hal ini pemenuhan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan. Ditambah berdasarkan data oleh Databoks yang dikutip di laman Katadata.co.id mendapati fakta yang cukup menyedihkan bahwa Indonesia menempati posisi terendah kedua jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara dalam rasio dokter dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Indonesia mengalami ketidak-seimbangan antara jumlah dokter dan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Dalam data tersebut diungkapkan bahwa Indonesia hanya memiliki rasio dokter sebesar 0.4 jika dibandingkan dengan 1.000 penduduk. Dimana hanya ada 4 orang dokter saja untuk membantu 10.000 pasien yang membutuhkan layanan kesehatan. Fakta ini cukup menyedihkan jika dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia yang menjadi negara 4 terbesar jumlah penduduknya dimana sudah ada lebih dari 273.523.615 orang pada 2020 (databoks.katadata.co.id).
Nampak permasalahan dunia kesehatan di Indonesia tidak hanya sampai disitu berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, menyatakan bahwa persebaran jumlah dokter di Indonesia pun tidak merata. Keberadaan dokter di Indonesia mayoritas berada di kota-kota besar yang ada di Jawa. Kota-kota besar yang ada di provinsi seperti DKI Jakarta sebanyak 11.365 dokter, Jawa Timur sebanyak 10.802 dokter, dan Jawa Tengah sebanyak 9.747 dokter menempati tiga besar jumlah dokter berdomisili. Sedangkan di daerah kota yang jauh dari ibukota Jakarta contohnya Papua Barat hanya memiliki 302 orang dokter. Di negara dan bangsa kepulauan yang terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia begitu memiliki tantangan yang besar dalam dunia kesehatan. Dengan berbagai macam tantangan di atas Indonesia, kementrian, lembaga dan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan harus segera membenahinya secara efektif dan efisien dengan membuat inovasi-inovasi seperti telemedis sebagai layanan kesehatan yang berbasis digital.
Telemedicine atau telemedis merupakan pengobatan atau cara berobat yang dilakukan dengan jarak jauh yang dapat dilakukan oleh pasien dan dokter. Kegiatan berobat atau mendapatkan layanan kesehatan dalam telemedis dapat dilakukan berupa konsultasi kesehatan kepada dokter, pembelian obat secara online, diagnosa, resep maupun mendapat informasi-informasi kesehatan yang dibutuhkan.� Dengan hadirnya telemedis paling tidak memberikan tambahan nilai terhadap kegiatan pelayanan kesehatan dimana dengan hadirnya teknologi sehingga meniadakan jarak atau batasan bagi pasien untuk berkonsultasi dengan dokternya. Dengan adanya Covid-19, pembatasan-pembatasan sosial terjadi dimana-mana sehingga meminimalkan kegiatan masyarakat untuk beraktifitas, maka dengan adanya telemedis mempermudah konsumen untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan tanpa harus pergi ke apotik, rumah sakit menghindari persebaran virus Covid-19.
Berdasakan penelitian projek yang berkaitan dengan telemedis maka akan menemui kegagalan sebesar 75% (Vandelanotte et al., 2013). Telemedis tentu tidak bisa besar dan hidup di negara-negara yang sudah maju dan makmur karena sistem kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan kesehatan sudah ditanggung oleh pemerintah sebagai alih dari pajak yang dikenakan kepada masyarakatnya. Namun pada negara-negara berkembang seperti Indonesia serta didukung dengan banyaknya penduduk maka projek telemedis cukup memiliki harapan berdasarkan forecast data 2016-2028 oleh grandviewresearch.com maka bisnis telemedis atau telehealth tahun 2028 di Indonesia bisa berkembang 4 kali dibandingkan dengan tahun 2020 (lihat bab 1). Halodoc sebagai salah satu provider atau perusahaan yang bergerak di bidang digital health care, atau health-tech merupakan salah satu penyedia jasa telemedis di Indonesia.� Halodoc merupakan salah satu perusahaan telemedis yang cukup populer di Indonesia selain Alodokter, Gooddoctor, SehatQ dan lainnya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Daily Social pada tahun 2019 Halodoc menjadi aplikasi kesehatan digital yang paling populer di Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada persepsi yang didapatkan oleh konsumen berkaitan dengan kegiatan atau kinerja pelayanan yang sudah dilakukan oleh Halodoc seperti digital marketing, kualitas layanan, dan brand image apakah dapat mentrigger atau menjadi pemicu konsumen untuk memutuskan pembelian produk telemedis di Halodoc.
a. Digital Marketing pada Keputusan Pembelian
Pada penelitian ini mendapati paling tidak terdapat dua keunggulan yang dimiliki oleh Halodoc yang sudah dilakukan dalam digital marketingnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa digital marketing yang dilakukan oleh Halodoc dengan membuat beberapa media-media sosial sebagai sarana Halodoc untuk menyampaikan informasi terkait kesehatan dan menawarkan produk-produknya lebih mudah untuk konsumen akses. Informasi-informasi yang diberikan oleh Halodoc pada Instagram, Facebook, Youtube dan sebagainya cenderung lebih informatif dan disukai oleh konsumen. Hal ini dikarenakan pada media-media sosial seperti Instagram, Youtube dan sebagainya Halodoc bisa memberikan informasi lebih menarik, karena diberikan dalam bentuk gambar dan video yang berisikan pesan, informasi maupun iklan yang dikeluarkan oleh Halodoc. Hal ini justru berbanding terbalik yang ditemui oleh peneliti dalam penelitian bahwa informasi-informasi baik itu kesehatan maupun produk yang diberikan oleh Halodoc melalui aplikasi maupun website justru tidak disukai karena tidak lebih mudah diakses jika dibandingkan dengan media sosial Halodoc. Hal ini menggambarakan bahwa sebagian besar konsumen Halodoc yang menggunakan smartphone atau alat elektronik lainnya lebih sering membuka media-media sosial Halodoc untuk mendapatkan informasi kesehatan dan produk yang ditawarkan oleh Halodoc. Dimana pada aplikasi atau website sendiri lebih digunakan apabila konsumen atau masyarakat sudah ingin melakukan pembeliannya. Jadi media sosial merupakan pintu awal bagi konsumen untuk mendapati informasi dan produk yang ditawarkan oleh Halodoc. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa informasi yang disuguhkan menarik dan mudah diakses belum tentu dan cukup mampu juga memberikan informasi yang cukup tepat dan sesuai yang dibutuhkan oleh konsumen. Kembali lagi bahwa layanan terhadap kesehatan merupakan layanan yang masih bersifat tradisional. Dimana layanan yang bersifat tradisional, maka khalayak dan masyarakat cenderung untuk lebih percaya dan memahami informasi kesehatan apabila didapatkan secara langsung bertemu dengan dokter, diperiksa, didiagnosa dan sebagainya. Beda tentunya dengan pendekatan digital yang meniirkan kehadiran fisik, konsumen dihadapkan pada berbagai macam informasi kesehatan secara online.
Berdasarkan hasil penelitian pula didapatkan bahwa Halodoc memiliki layanan dengan harga yang cukup kompetitif jika dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Halodoc dalam kegiatan pemasarannya cukup banyak memberikan promosi-promosi yang konsumen bisa lihat baik itu media sosialnya maupun di aplikasinya. Halodoc memberikan promosi seperti bundling obat atau vitamin pencegahan virus Covid-19, paket pembelian obat rutin, cashback dengan menggunakan payment partnerrnya seperti Gopay dan sebagai-sebagainya. Apalagi didukung fakta bahwa Halodoc sendiri memang menjalin kerja sama dengan Gojek yang merupakan super-Apps di Indonesia. Halodoc dapat ditemui juga di aplikasi Gojek dengan nama GoMed semakin mempermudah dan juga memberikan harga yang kompetitif bagi konsumennya. Jika membeli Halodoc baik itu dengan GoMed maupun pembayaran dengan Gopay maka konsumen akan mendapatkan potongan harga dengan memasukan kode vouchernya selama periode promo masih berlaku sehingga dengan adanya kerja sama Halodoc dan Gojek, harga layanan Halodoc cukup kompetitif jika dibandingkan kompetitor lainnya.
b. Kualitas Layanan pada Keputusan Pembelian
Pada penelitian ini didapatkan fakta atau temuan bahwa dengan menggunakan aplikasi atau layanan telemedis di Halodoc, konsumen akan mendapatkan pelayanan lebih cepat dan mudah. Pembelian produk-produk telemedis seperti konsultasi dengan dokter, pembelian obat secara online, informasi-informasi kesehatan dapat dilakukan oleh konsumen dengan begitu cepat dan mudah. Terkait kemudahan penggunaan aplikasi atau teknologi informasi digital tentunya tidak dapat semua disama-ratakan. Namun berdasar penelitian ini yang mayoritas diikuti oleh generasi millennial atau yang masih cukup muda dan produktif, adaptasi dengan perubahan teknologi akan jauh lebih mudah dilakukan. Maka dari itu penggunaan aplikasi kesehatan yang berbasis teknologi menggantikan kegiatan tradisional dengan harus datang ke apotik atau rumah sakit akan lebih mudah dilakukan. Kemudahan dan kecepatan dapat ditemui oleh konsumen Halodoc untuk mendapati pelayanan kesehatan misal dalam konsultasi dengan dokter, konsumen atau pasien tidak perlu datang maka akan lebih cepat dan mudah serta menghindari keramaian apalagi pada masa pandemic Covid-19 seperti ini. Kemudian pada pembelian obat begitu juga, konsumen tidak perlu menunggu resep, kemudian antri diloket obat ataupun apotik untuk konsumen mendapatkan obatnya. Tidak perlu jauh-jauh keluar, panas-panas dan sebagainya, karena dengan adanya telemedis konsumen bisa mendapatkannya tinggal menunggu di rumah. Telemedis setidaknya mengakomodir dua hal yaitu rantai pasok obat langsung ke pasien, dan proses pemesanan bisa langsung melalui aplikasi. Hal-hal itulah yang kemudian menunjukan bahwa telemedis khususnya Halodoc memudahkan proses pembelian produknya.
Kemudahan dan kecepatan yang didapatkan oleh konsumen dengan menggunakan jasa yang diberikan oleh Halodoc tidak serta merta tejadi begitu saja namun juga didukung dengan partner Halodoc seperti dokter, toko obat, apotik dan sebagainya yang banyak pilihan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa konsumen pengguna aplikasi Halodoc cukup senang dan suka karena partner Halodoc yang ada di aplikasi memiliki sangat banyak pilihan. Hal ini didukung dengan informasi yang diberikan oleh Chief Business Officer dan Co-Founder Halodoc yaitu Doddy Lukito pada tahun 2021 yang dikutip peneliti pada laman online majalah ekonomi bisnis Doddy mengungkapkan data bahwa Halodoc berdiri dan didukung oleh partnernya sebanyak 20.000 mitra dokter, 4.000 mitra toko obat, apotik dan sebagainya, 2.000 fasilitas kesehatan yang terhubung dengan platform Halodoc. Dengan jumlah partner dokter, toko obat dan sebagainya yang menjadi mitra dari Halodoc akan membantu dan memberikan kualitas layanan yang baik bagi para konsumennya. Kemudian didukung pula dengan kerja samanya dengan Gojek maka armada dan permasalahan Halodoc terkait rantai pasok obat atau produk sampai ke pasien atau konsumen maka akan lebih cepat.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa fitur aplikasi Halodoc belum begitu informatif, mudah diakses namun belum tentu informatif. Hal ini sejalan juga dengan fakta bahwa pelayanan kesehatan yang diutamakan adanya kepercayaan maka bersifat tradisionil. Konsumen lebih percaya bila mendapati informasi langsung dari ahli atau dokternya secara langsung baik itu diagnosa, resep dan sebagainya. Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa tenaga-tenaga kesehatan yang ada di Halodoc tidak memberikan perhatian pada konsumen yang memiliki atau menderita penyakit spesifik. Hal ini memang menjadi benar karena penggunaan aplikasi telemedis sendiri masih ditujukan kepada penanganan-penanganan masalah kesehatan yang ada pada kategori mudah atau penyakit ringan. Diagnosa-diagnosa penyakit ringan akan jauh lebih mudah diberikan kepada konsumen tanpa mempertimbangkan urgensi atas nyawa seseorang. Sedangkan sebaliknya pada penanganan penyakit-penyakit spesifik ataupun berat, konsumen akan cenderung lebih ingin mendapati penanganan secara langsung dari ahli atau dokternya karena berkaitan dengan keberadaan nyawa seseorang. Seperti kebutuhan IGD, penyakit spesialis tentunya membutuhkan penanganan langsung. Hal ini dapat ditemui bahwa Halodoc yang bermitra dengan pemerintah dalam hal ini Kemenkes, menggunakan platform digital ini bisa digunakan bagi pasien Covid-19 yang dengan ketentuan Orang Tanpa Gejala (OTG) dan gejala ringan bisa menggunakan aplikasi untuk berkonsultasi dan mendapatkan paket obat hasil jalin kerja sama Halodoc dan Kemenkes. Sedangkan pada pasien terindikasi Covid-19 dengan gejala sedang sampai berat maka dianjurkan untuk langsung isolasi di rumah-rumah sakit, atau fasilitas kesehatan pemerintah.
c. Brand Image pada Keputusan Pembelian
Pada penelitian ini ditemukan bahwa konsumen-konsumen Halodoc dapat dengan mudah menemukan iklan-iklan produk dari Halodoc baik itu secara digital atau online maupun iklan pemasaran Halodoc secara offline atau fisik. Halodoc melakukan strategi pemasarannya melalui dua cara yakni online dan offline. Dapat kita temui dengan mudah, Halodoc melakukan kegiatan pemasarannya melalui media-media sosial yang digemari oleh masyarakat luas seperti di Instagram, Youtube, Facebook dan sebagainya. Pada Instagram profile yang dimiliki oleh Halodoc sudah diikuti sebanyak lebih dari 700.000 followers dengan total post pada feed instagramnya sebanyak lebih dari 4.000 post. Pada feed Instagram Halodoc, konsumen dapat menemukan berbagai informasi baik itu informasi terkait kesehatan, produk-produk, maupun promo dan marketing campaign yang sedang dijalankan oleh Halodoc. Konten-konten yang ada di feed Instagram Halodoc dapat ditemui berupa gambar, gambar bergerak atau video dan sebagainya. Tidak hanya pada feed instagramnya saja Halodoc memberikan informasi dan iklannya namun juga pada fitur story, dan juga highlights. Pada fitur-fitur highlights konsumen dapat melihat story yang sudah diupload oleh Halodoc lebih dari satu hari setelahnya. Pada highlights konsumen dapat melihat iklan atau informasi yang sudah dikategorikan oleh Halodoc, seperti terkait Promo, Isoman Gratis, Artikel Kesehatan Pilihan, Halo Langganan dan sebagainya. Dari kolom-kolom yang ada pada fitur highlights instagram profil Halodoc, konsumen dapat mencari informasi dan mengetahui kebutuhan akan produk Halodoc. Pada media lainnya yang dimiliki Halodoc sebut saja Youtube, telah diikuti oleh sebanyak lebih dari 50.000 subscribers dengan total video yang telah diupload oleh Halodoc sebanyak lebih dari 900 video. Pada media Youtube, Halodoc membagikan informasi dan iklan-iklan berkaitan dengan isu-isu kesehatan, promo ataupun terkait produk dari Halodoc itu sendiri. Konten video Youtube Halodoc seperti �Cara Dapat Obat Isoman Gratis� merupakan hasil kerja sama Halodoc dengan Kemenkes dimana menyediakan kebutuhan konsultasi dan obat bagi para pasien Covid-19. Dengan pertama kali masuk ke portal isoman Kemenkes, lalu cek NIK, kemudian masuk pada aplikasi Halodoc dengan kode �ISOMAN� maka konsumen dan pasien dapat menggunakan layanan kesehatan dari Halodoc dan Kemenkes. Dan masih banyak lagi contoh video-video iklan pemasaran lainnya.
Pada kegiatan pemasaran yang dilakukan secara fisik oleh Halodoc yang paling mudah ditemui oleh konsumen adalah dengan melihat kemasan produk dari Halodoc itu sendiri. Halodoc menggunakan warna merah sebagai identitas produk atau brand image yang ingin dimilikinya. Dari kemasan saja konsumen dapat mengetahui dan membedakan produk Halodoc dengan kompetitor lainnya. Kemudian dari pemasaran yang dilakukan secara fisik atau offline, digital ataupun kertas dapat ditemui oleh konsumen dalam bentuk banner, spanduk, hingga billboard-billboard besar. Dalam pemasaran offlinenya juga Halodoc mendirikan berbagai macam sentra-sentra vaksinasi bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah seperti Kemenkes. Halodoc juga mendirikan tempat-tempat yang menyediakan pelayanan drive thru untuk pengetesan Covid-19 seperti drive thru PCR dan sebagainya. Hal itu semua dilakukan oleh Halodoc baik itu secara online maupun offline agar dapat meningkatkan ketahuan publik atau masyarakat berkenaan dengan merek Halodoc.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh digital marketing, kualitas layanan, dan brand image terhadap keputusan pembelian produk telemedicine (studi kasus pada konsumen pengguna aplikasi Halodoc di Jabodetabek), maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1.) Digital Marketing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian pada produk telemedicine pada aplikasi Halodoc. Dapat disimpulkan bahwa ketika performa digital marketing yang dilakukan oleh Halodoc ditingkatkan dan lebih baik maka keputusan pembelian terhadap produk telemedicine akan meningkat. (2.) Kualitas Layanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian pada produk telemedicine pada aplikasi Halodoc. Dapat disimpulkan bahwa semakin baik kualitas layanan yang diberikan oleh Halodoc maka semakin tinggi juga intensitas seseorang atau calon konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Proses pembelian produk sudah cepat dan lengkap didukung juga dengan partner Halodoc yang banyak pada dokter, apotik dan sebagainya, Namun yang perlu ditingkatkan Halodoc pada pelayanan bagi konsumen yang memiliki penyakit spesifik atau berat. (3.) Brand Image memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian pada produk telemedicine pada aplikasi Halodoc. Dapat disimpulkan bahwa ketika brand image Halodoc sudah terbentuk baik dan mudah diingat oleh konsumen maka keputusan pembelian akan semakin meningkat. Halodoc sudah baik dalam menempatkan dan menyebarkan iklan baik terkait produk atau brandnya secara fisik maupun digital maka hal ini harus dipertahankan dan ditingkatkan kembali. (4.) Digital Marketing, Kualitas Layanan, dan Brand Image secara simultan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian pada produk telemedicine pada aplikasi Halodoc. Maka dari itu secara bersama-sama perlu dipertahankan dan ditingkatkan kembali ketiga variabel diatas agar pelayanan yang diberikan oleh Halodoc dapat memberikan kepuasan pada konsumen sehingga keputusan pembelian dan pembelian kembali pun akan meningkat.
BIBLIOGRAFI
Dewi, Miranti Daksina. (2021). Eksistensi Telemedicine di Indonesia dan Implikasi Hukumnya. Universitas Brawijaya.Google Scholar
Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Peneliti Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis multivariete dengan program IBM SPSS 23 (Edisi 8). Cetakan Ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 96. Google Scholar
Laili, Isnaniah. (2016). Manajemen sumber daya manusia.Repository uma
Madeng, Naliana. (2012). Kualitas Pelayanan Pengobatan Gratis di Puskesmas Phadungmart dan Puskesmas Kayaekatok Kabupaten Canae, Thailand. UNS (Sebelas Maret University). Google Scholar
Marzuki, Ismail, Bachtiar, Erniati, Zuhriyatun, Fitria, Purba, Agung Mahardika Venansius, Kurniasih, Hesti, Purba, Deasy Handayani, Chamidah, Dina, Jamaludin, Jamaludin, Purba, Bonaraja, & Puspita, Ratna. (2021). COVID-19: Seribu Satu Wajah. Yayasan Kita Menulis. Google Scholar
Nugrahani, Farida, & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra Books, 1(1). Google Scholar
Pappa, Sofia, Ntella, Vasiliki, Giannakas, Timoleon, Giannakoulis, Vassilis G., Papoutsi, Eleni, & Katsaounou, Paraskevi. (2020). Prevalence of depression, anxiety, and insomnia among healthcare workers during the COVID-19 pandemic: A systematic review and meta-analysis. Brain, Behavior, and Immunity, 88, 901�907. Google Scholar
Rohmah, Nurliya Ni�matul. (2020). Media Sosial Sebagai Media Alternatif Manfaat dan Pemuas Kebutuhan Informasi Masa Pandemik Global Covid 19 (Kajian Analisis Teori Uses And Gratification). Al-I�lam: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 4(1), 1�16. Google Scholar
Sangal, Rohit B., Wrzesniewski, Amy, DiBenigno, Julia, Reid, Eleanor, Ulrich, Andrew, Liebhardt, Beth, Bray, Alexandra, Yang, Elisabeth, Eun, Eunice, & Venkatesh, Arjun K. (2021). Work team identification associated with less stress and burnout among front-line emergency department staff amid the COVID-19 pandemic. BMJ Leader, 5(1). Google Scholar
Shanafelt, Tait D., Boone, Sonja, Tan, Litjen, Dyrbye, Lotte N., Sotile, Wayne, Satele, Daniel, West, Colin P., Sloan, Jeff, & Oreskovich, Michael R. (2012). Burnout and satisfaction with work-life balance among US physicians relative to the general US population. Archives of Internal Medicine, 172(18), 1377�1385. Google Scholar
Shechter, Ari, Diaz, Franchesca, Moise, Nathalie, Anstey, D. Edmund, Ye, Siqin, Agarwal, Sachin, Birk, Jeffrey L., Brodie, Daniel, Cannone, Diane E., & Chang, Bernard. (2020). Psychological distress, coping behaviors, and preferences for support among New York healthcare workers during the COVID-19 pandemic. General Hospital Psychiatry, 66, 1�8. Google Scholar
Vandelanotte, Corneel, Duncan, Mitch J., Short, Camille, Rockloff, Matthew, Ronan, Kevin, Happell, Brenda, & Di Milia, Lee. (2013). Associations between occupational indicators and total, work-based and leisure-time sitting: a cross-sectional study. BMC Public Health, 13(1), 1�8. Google Scholar
Ageng Mahendra Assidiq, Dea Oktaviani, Rifqi Arya Sandhi (2022)
|
First publication right:
|
This article is licensed under:
|