Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X

Vol. 4, No. 2, Februari 2022

 

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPATUHAN PAJAK ORANG PRIBADI DI SUMATERA SELATAN

 

Agnes Evelina Samosir, Gunadi

Universitas Indonesia (UI) Depok Jawa Barat, Indonesia

Email[email protected], [email protected]

 

Abstrak

Kesadaran wajib pajak sangat bervariasi dalam pengetahuan mereka tentang persyaratan pajak, kapasitas mereka untuk belajar tentang tanggung jawab mereka, persepsi mereka tentang konsekuensi dari tidak memenuhi tanggung jawab tersebut dan kesadaran mereka akan layanan untuk membantu mereka dengan pajak mereka. Bukti empiris menunjukkan bahwa individu termotivasi oleh pertimbangan keuangan, pertimbangan non-finansial, pertimbangan, informasi dan cara mereka memproses informasi ini. tujuan penelitian ini dilakukan supaya mengukur seberapa banyak atau kepedulian masyarakat sumatera selatan dalam mematuhi peraturan pajak. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat studi kepustakaan dimana penulis menelaah beberapa jurnal terkait penelitian terdahulu. Hasil studi literatur tersebut kemudian digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kepatuhan pajak berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Terdapat tiga paradigma administrasi perpajakan yang muncul dari penelitian ini. Paradigma ini dimulai dengan strategi kepatuhan pemerintah berdasarkan deteksi dan hukuman. Paradigma kedua, paradigma yang mengakui pengaruh penegakan juga administrasi perpajakan yang memfasilitasi dan meberikan layanan kepada warga negara pembayar pajak, Paradigma ketiga yang memandang wajib pajak sebagai anggota kelompok yang lebih besar, sebagai makhluk sosial yang perilakunya tergantung pada nilai moralnya sendiri dan juga pada persepsinya tentang kualitas, kredibilitas, dan keandalan administrasi perpajakan. Strategi untuk mengendalikan penghindaran pajak terbagi dalam tiga kategori utama. Pertama, ada ruang untuk perbaikan dalam kebijakan untuk meningkatkan deteksi dan hukuman. Kedua, ada ruang untuk peningkatan layanan administrasi perpajakan dengan menjadi lebih consumer friendly. Ketiga, dengan menggunakan media massa untuk memperkuat kepatuhan pajak.

 

Kata Kunci: kepatuhan; kesadaran; pajak; strategi

 

Abstract

Taxpayers' awareness varies greatly in their knowledge of tax requirements, their capacity to learn about their responsibilities, their perception of the consequences of not fulfilling those responsibilities and their awareness of services to help them with their taxes. Empirical evidence suggests that individuals are motivated by financial considerations, non-financial considerations, considerations, information and the way they process this information. The purpose of this study was to measure how much or concern the people of South Sumatra in complying with tax regulations. �This research is a literature study in which the author examines several journals related to previous research. The results of the literature study are then used to identify the level of tax compliance following some steps that can be taken to improve tax compliance in Indonesia. There are three paradigms of tax administration that emerged from this study. This paradigm begins with a government compliance strategy based on detection and punishment. The second paradigm, the paradigm that recognizes the influence of enforcement as well as the administration of taxation that facilitates and provides services to taxpayer citizens, the third paradigm that views taxpayers as members of a larger group, as social beings whose behavior depends on their own moral values and also on their perception of the quality, credibility, and reliability of tax administration. Strategies for controlling tax avoidance fall into three main categories. First, there is room for improvement in policies to improve detection and punishment. Second, there is room for improvement of tax administration services by becoming more consumer friendly. Third, by using mass media to strengthen tax compliance.

 

Keywords: compliance; awareness; tax; strategy

 

Received: 2022-01-22; Accepted: 2022-2-05; Published: 2022-02-20

 

Pendahuluan

Self assessment system telah dipraktikkan secara global, yang kemudian menjadi bahan pertimbangan adalah terkait dengan perilaku ketidakpatuhan. Permasalahan juga terdapat pada fitur self assessment system itu sendiri, yaitu peralihan tanggung jawab untuk menghitung pajak yang terutang dari fiskus kepada wajib pajak. Untuk melaksanakan tanggung jawab ini, wajib pajak diharapkan memahami undang-undang dan ketentuan perpajakan (Fauzi, 2020).

Hal lain dari self assessment system adalah adanya kesukarelaan dalam mematuhi, karena SPT yang disampaikan oleh wajib pajak merupakan penilaian mereka. Apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT secara benar dan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, maka akan terdapat sanksi yang dikenakan. Penelitian terdahulu menunjukan bahwa salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak adalah pengetahuan wajib pajak itu sendiri terkait kewajibannya dalam membayar pajak (Loo, 2006). Demikian pula, sistem pajak yang kurang kompleks juga akan mendorong kepatuhan pajak (Cox & Eger III, 2006) (Richardson & Sawyer, 2001).

Meningkatnya globalisasi kegiatan ekonomi menghadirkan serangkaian peluang penghindaran yang hampir tak terbatas baik bagi individu maupun perusahaan. Banyak jalan untuk penghindaran pajak ini sering digunakan di hampir semua negara, terutama di negara berkembang. Tindakan penghindaran pajak dapat dilihat melalui lensa pajak penghasilan individu ataupun dalam perusahaan dapat melaporkan pendapatan yang lebih rendah. Demikian pula, pajak penjualan menghadirkan banyak peluang untuk penghindaran. Individu dapat mencoba untuk menghindari pajak penjualan suatu yurisdiksi atas komoditas tertentu dengan membelinya di daerah tetangga lainnya dan kemudian mengkonsumsinya di yurisdiksi yang relevan tanpa membayar pajak penggunaan yang disyaratkan, dan individu dapat dengan mudah menghindari pajak atas layanan tidak berwujud. Untuk pajak pertambahan nilai, perusahaan dapat menyajikan faktur palsu yang memungkinkan mereka untuk mengecilkan kewajiban pajak mereka, atau mereka dapat dengan mudah gagal mendaftar (terutama jika nilai tambah mereka tinggi, seperti pada penyedia layanan), individu bahkan mungkin berusaha untuk mendaftar sebagai perusahaan untuk menyamarkan konsumsi pribadi mereka sendiri sebagai input yang dibeli. Pajak properti dapat dihindarkan dengan penilaian yang terlalu rendah dari nilai properti yang sebenarnya. Tidak mengirimkan pajak yang jatuh tempo secara hukum pada waktu yang tepat adalah metode penghindaran yang jelas untuk hampir semua pajak (Fonna, 2019).

Institutional theory provides a useful lens for understanding why the level of tax evasion differs across countries (Williams & Horodnic, 2015). According to this theory, the institutional environment is one of the most important factors in the differences in tax compliance across countries (Lin, Cheng, & Zhang, 2017), (Yamen, Allam, Bani-Mustafa, & Uyar, 2018).

Teori institusional menyediakan lensa yang berguna untuk memahami mengapa tingkat penghindaran pajak berbeda di seluruh negara (Williams & Horodnic, 2015). Menurut teori ini, lingkungan kelembagaan adalah salah satu faktor terpenting dalam perbedaan kepatuhan pajak lintas negara (Lin et al., 2017), (Yamen et al., 2018).

Penghindaran pajak menjadi alasan beberapa masalah paling mendasar dalam ekonomi publik, yang paling jelas adalah bahwa hal itu mengurangi pengumpulan pajak, sehingga mempengaruhi pajak dan layanan publik. Di luar kerugian pendapatan ini, penghindaran menciptakan mislokasi dalam penggunaan sumber daya. Kehadirannya mengharuskan pemerintah mengeluarkan sumber daya untuk mendeteksi ketidakpatuhan, untuk mengukur besarnya dan untuk menghukum para praktisinya. Ketidakpatuhan mengubah distribusi pendapatan, mempengaruhi keakuratan statistik makroekonomi. Secara lebih luas, tidak mungkin untuk memahami dampak sebenarnya dari perpajakan tanpa mempertimbangkan penghindaran pajak (James & Alley, 2002).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Aswati, Mas�ud, & Nudi, 2018) pajak adalah sumber pendapatan terbesar negara Indonesia. hal ini bisa dilihat pada tahun 2013 pajak memberikan kontribusi yang besar sebesar 80% yang diterma.

Pentingnya penelitian ini dilakukan supaya bisa mengukur berapa banyak orang yang mematuhi pajak dan mampu menganalisis alasan utama masyarakat sumetera selatan tidak membayara pajak. Dari penelitian ini dilakukan supaya dapat menjawab permasalahan yang terjadi.

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode studi literatur, dimana penulis membahas dan menganalisis lebih lanjut terkait penelitian terdahulu untuk kemudian� diidentifikasi lebih lanjut. Pada studi literatur dilakukan pembedahan mengenai suatu topik atau permasalahan secara khusus dimana di dalamnya dibahas mengenai teori apa saja yang telah ditemukan terkait topik tersebut serta hal-hal yang belum diketahui (Denney & Tewksbury, 2013). Sumber yang dapat digunakan pada studi literatur diantaranya adalah jurnal, dokumentasi, buku, internet dan pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penulisan (Nursalam, 2016).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang sudah diperoleh dari penelitan sebelumnya. Data berasal dari jurnal baik yang bersifat nasional maupun internasional dimana jurnal tersebut memiliki korelasi dengan topik penelitian ini. Jurnal dipilih berdasarkan kesesuaian dengan topik penelitian untuk kemudian diidentifikasi dalam bentuk ringkasan singkat berupa tabel. Tabel tersebut kemudian berisi nama penulis, tahun penulisan, tujuan sampel, metode yang digunakan dan hasil penelitian

Jurnal penelitian yang dipilih berdasarkan kesesuaian dengan topik penelitian kemudian diidentifikasi dalam bentuk ringkasan singkat berupa tabel. Tabel tersebut kemudian berisi nama penulis, tahun penulisan, tujuan, sampel, metode yang digunakan dan hasil penelitian. Dalam proses analisis data jurnal tersebut dibaca dan dicermati secara keseluruhan untuk kemudian mampu menyimpulkan keterkaitan tujuan penelitian dan hasil yang diperoleh.� Metode analisis yang digunakan menggunakan analisis isi jurnal.

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menemukan bahwa pengetahuan perpajakan tidak mempengaruhi kepercayaan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan dimensi beserta indikator yang membentuk pengetahuan perpajakan tidak mampu mempengaruhi kepercayaan wajib pajak orang pribadi. Temuan ini sesuai dengan hasil Manual dan Xin tahun 2016.

Tabel 1

Populasi Penelitian

No

Provinsi

Wajib Pajak Pribadi Terdaftar

Subtotal

Pekerja

Bukan Pekerja

1

Jambi

33,286

17,823

51,109

2

Sumatera Selatan

58,976

29,632

88,608

3

Bengkulu

31,717

15,898

47,615

4

Lampung

52,294

27,118

79,412

5

Kep. Bangka Belitung

13,265

7,096

20,361

Total

189,538

97,567

287,105

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Indonesia (2018)

 

Penelitian ini juga mengungkapkan jika pengetahuan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak, sesuai dengan penelitian yang dilakukan pula oleh (Fauziati, Minovia, Muslim, & Nasrah, 2020). Berdasarkan dua temuan tersebut, penelitian ini menyarankan bahwa otoritas pajak Indonesia perlu memberikan lebih banyak pelatihan perpajakan untuk meningkatkan pengetahuan wajib pajak, seperti yang dijelaskan oleh (Anderson & Berry, 2001).

Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa kompleksitas pajak tidak mempengaruhi kepercayaan wajib pajak orang pribadi. Hal ini bertentangan dengan hasil yang dilaporkan oleh (Budak & James, 2018), (Forest & Sheffrin, 2002) dan (Mahangila, 2017). Penelitian ini juga melihat bahwa kompleksitas pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Sebaliknya, (Kirchler, Niemirowski, & Wearing, 2006) berpendapat bahwa kemungkinan wajib pajak untuk mematuhi lebih tinggi ketika undang-undang perpajakan kurang kompleks.

 

Tabel 2

Karakteristik Responden

Karakteristik

Item

Jumlah Responden

Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki

547

70.13

Perempuan

233

29.87

Usia

17-25 tahun

3

1.18

26-35 tahun

72

28.23

36-45 tahun

40

15.67

46-55 tahun

140

54.9

Pendidikan

SMA

78

10

Diploma

141

18.08

Sarjana

492

63.08

Magister

53

6.79

Doktoral

16

2.05

Jenis pekerja

Pekerja :�� a. PNS

195

25

��������������� �b. Swasta

195

25

Tidak bekerja

390

50

Durasi sebagai wajib pajak

1-5 tahun

139

15.29

5-10 tahun

434

52.55

> 10 tahun

207

32.16

 

Studi ini mengungkapkan bahwa kesesuaian kenaikan tarif pajak dan kesulitan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah indikator terkuat dari kompleksitas pajak, sementara hukuman yang terlalu panjang dan penggunaan kata-kata sulit dalam formulir pajak adalah yang paling lemah. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa keadilan pajak mempengaruhi kepercayaan wajib pajak. Demikian pula (Faizal & Palil, 2015), yang meneliti wajib pajak orang pribadi di Malaysia, membuktikan bahwa persepsi keadilan pajak berdampak pada kepercayaan wajib pajak. Dalam penelitian ini, �koreksi� merupakan indikator paling kuat dari keadilan perpajakan yang mempengaruhi kepercayaan wajib pajak terhadap pajak, sedangkan �sanksi pidana� adalah yang paling lemah. Selain itu, keadilan pajak ditemukan untuk mempengaruhi kepatuhan pajak. Temuan ini mendukung hasil (Gilligan & Richardson, 2005). Mengenai ukuran variabel keadilan pajak, penelitian ini melihat bahwa �konsistensi�, �kesesuaian�, �koreksi�, �penghormatan�, �ketepatan�, dan �hukuman pajak� adalah indikator keadilan pajak yang paling kuat yang mempengaruhi kepatuhan pajak. . Sebaliknya, indikator �bias� adalah yang terlemah.

Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa kepercayaan wajib pajak mempengaruhi kepatuhan pajak, serupa dengan penelitian (Damayanti & Martono, 2018). yang menggunakan teori slope dalam penelitiannya. Penelitian ini juga berkontribusi pada temuan �kepatuhan terhadap hukum�, �kepercayaan pada tindakan otoritas pajak�, dan �norma hukum� sebagai pengukur kepercayaan wajib pajak yang paling kuat yang mempengaruhi kepatuhan pajak, sementara �sense of responsibility�, � norma sosial," dan "norma pribadi" adalah yang terlemah.

Temuan penelitian ini memiliki tiga implikasi utama. Pertama, memberikan tinjauan komprehensif dari penelitian sebelumnya yang telah mempelajari pengaruh faktor ekonomi dan nonekonomi terhadap kepatuhan pajak. Kedua, menentukan variabel mana yang merupakan prediktor signifikan dari variabel hasil. Hal ini berkaitan dengan empat variabel yang terlibat dalam penelitian ini sebagai penentu kepatuhan pajak: pengetahuan pajak, kompleksitas pajak, keadilan pajak, dan kepercayaan wajib pajak. Dengan memahami determinan kepatuhan pajak, tim manajemen fiskus di Sumsel akan dapat menemukan solusi untuk memperbaiki dan mengupgrade variabel-variabel yang tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Ketiga, penelitian ini memberikan saran kepada otoritas pajak Indonesia untuk meningkatkan kepatuhan pajak (Susila, Juniult, & Hidayat, 2016).

Kepatuhan dapat dimotivasi, atau setidaknya dipengaruhi, oleh banyak variabel demografis. Misalnya, analisis data menunjukkan bahwa kepatuhan cenderung lebih rendah untuk individu yang lebih muda, lajang, dan wiraswasta (Clotfelter, 1983). Ada juga bukti bahwa individu dalam eksperimen laboratorium lebih mungkin untuk menurunkan kepatuhan mereka jika mereka perempuan, jika mereka lebih muda dan jika mereka tidak mempersiapkan pajak mereka sendiri (Kastlunger, Kirchler, Mittone, & Pitters, 2009). Efek dari sebagian besar variabel demografis lainnya tidak pasti, hasil ini menunjukkan dengan jelas heterogenitas besar dari perilaku individu.

Kesadaran wajib pajak sangat bervariasi dalam pengetahuan mereka tentang persyaratan pajak, kapasitas mereka untuk belajar tentang tanggung jawab mereka, persepsi mereka tentang konsekuensi dari tidak memenuhi tanggung jawab tersebut dan kesadaran mereka akan layanan untuk membantu mereka dengan pajak mereka. Demikian pula, pembayar pajak juga berbeda dalam kemampuan mereka untuk mematuhi, beberapa memiliki lebih banyak waktu dan beberapa memiliki lebih banyak sumber keuangan untuk mencari bantuan pajak dari luar. Selanjutnya, wajib pajak berbeda dalam peluang mereka untuk sengaja atau tidak sengaja gagal memenuhi kewajiban pajak mereka (Saputro & Meivira, 2020). Wajib Pajak yang satu-satunya sumber penghasilannya tunduk pada pelaporan dan pemotongan informasi pihak ketiga memiliki sedikit kesempatan untuk menghindari pajak mereka; pembayar pajak dengan penghasilan wiraswasta yang signifikan, penerimaan sewa, tempat perlindungan pajak dan/atau potongan yang diperinci memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk salah saji yang disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja.

Bukti empiris menunjukkan bahwa individu termotivasi oleh pertimbangan keuangan yang didefinisikan secara sempit dan berdasarkan individu (misalnya, audit, penalti). Namun, bukti juga menunjukkan bahwa mereka didorong oleh pertimbangan non-finansial (misalnya, simpati, empati, rasa bersalah, rasa malu, moralitas). Selanjutnya, ada beberapa bukti bahwa mereka dimotivasi oleh pertimbangan sosial (misalnya, norma sosial, barang publik, pemungutan suara, perilaku tetangga). Ada juga bukti bahwa individu termotivasi oleh informasi dan cara mereka memproses informasi ini. Akhirnya, buktinya jelas bahwa ada heterogenitas yang besar antar individu; yaitu, individu tidak dapat diwakili oleh agen perwakilan tunggal, tetapi harus dianggap sebagai kumpulan segmen yang berbeda.

Dalam hal ini, (Distel et al., 1996) menekankan bahwa sangat kurang tepat untuk merepresentasikan sistem yang kompleks oleh satu, yang disebut agen perwakilan, yang berperilaku dengan cara rata-rata atau tipikal. (Distel et al., 1996) berpendapat bahwa cara-cara di mana suatu sistem berubah dari waktu ke waktu sebagian besar disebabkan oleh perubahan jumlah variasi dalam sistem, daripada perubahan dalam beberapa perilaku rata-rata yang sebagian besar tidak berarti di seluruh anggota individunya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mungkin satu teori pemersatu kepatuhan pajak dapat dirancang, yang menggabungkan variasi luar biasa dalam perilaku individu yang ditunjukkan oleh banyak analisis kepatuhan wajib pajak, yang menjelaskan perilaku semua individu sama sekali atau bahkan yang menjelaskan tindakan orang yang sama setiap saat.

Terdapat tiga paradigma administrasi perpajakan yang muncul dari penelitian ini. Paradigma ini dimulai dengan strategi kepatuhan pemerintah berdasarkan deteksi dan hukuman. Paradigma kedua, paradigma yang mengakui peran penegakan tetapi juga mengakui peran administrasi perpajakan sebagai fasilitator dan penyedia layanan kepada warga negara pembayar pajak, untuk membantu pembayar pajak dalam setiap langkah mereka mengembalikan dan membayar pajak. keputusan kepatuhan pajak (Romadhaniah & Rosid, 2019). Literatur terbaru tentang reformasi administrasi perpajakan telah menekankan paradigma baru untuk administrasi pajak ini, sebagai fasilitator dan penyedia layanan kepada warga negara pembayar pajak, dan banyak reformasi administrasi baru-baru ini di seluruh dunia. Paradigma ketiga yang dikemukakan oleh karya-karya baru-baru ini, terutama pekerjaan yang sedang berkembang, yang memandang wajib pajak sebagai anggota kelompok yang lebih besar, sebagai makhluk sosial yang perilakunya tergantung pada nilai moralnya sendiri dan juga pada persepsinya tentang kualitas, kredibilitas, dan keandalan administrasi perpajakan. Hal ini konsisten dengan peran berbagai faktor ekonomi perilaku seperti norma sosial yang didefinisikan secara luas dalam keputusan kepatuhan. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa individu lebih mungkin untuk menanggapi baik penegakan hukum atau layanan jika mereka percaya bahwa pemerintah pada umumnya dan administrasi pajak secara khusus (Kumala, 2018).

Strategi untuk mengendalikan penghindaran pajak terbagi dalam tiga kategori utama, masing-masing konsisten dengan salah satu dari tiga paradigma: meningkatkan kemungkinan dan ancaman hukuman, meningkatkan penyediaan layanan pajak dan mengubah budaya pajak.� Pertama, ada ruang untuk perbaikan dalam kebijakan untuk meningkatkan deteksi dan hukuman. Secara tradisional, ada tiga aspek utama administrasi perpajakan: pendaftaran wajib pajak, pemeriksaan wajib pajak, dan penagihan. Perbaikan di masing-masing area ini layak dilakukan, yang semuanya akan meningkatkan deteksi dan hukuman. Kebijakan ini mencakup tindakan nyata seperti meningkatkan jumlah audit, meningkatkan kualitas audit dan auditor, menggunakan metode pemilihan audit yang lebih sistematis, meningkatkan pembagian informasi antar pemerintah, meningkatkan hukuman bagi kecurangan pajak, menerapkan hukuman ini sering dan konsisten, mempublikasikan keyakinan penghindaran pajak di media sebagai jenis alternatif hukuman non-finansial, lebih mengandalkan pemotongan sumber bila memungkinkan, memfasilitasi pembayaran melalui perbankan, sistem, pemberian kekuatan tambahan untuk mengumpulkan rekening tunggakan dan meningkatkan pendaftaran dan identifikasi wajib pajak melalui penggunaan informasi pihak ketiga yang lebih baik (Rabiah, 2013).

Kedua, ada ruang untuk peningkatan layanan administrasi perpajakan dengan menjadi lebih consumer friendly. Kebijakan tersebut termasuk mempromosikan pendidikan wajib pajak, menyediakan layanan wajib pajak untuk membantu wajib pajak dalam mengajukan pengembalian dan membayar pajak, meningkatkan layanan saran telepon, meningkatkan situs web agen pajak, menyederhanakan pajak dan formulir pajak, dan menyederhanakan pembayaran pajak. Ketiga, perubahan yang disebabkan oleh pemerintah dalam budaya membayar pajak dengan menggunakan media massa untuk memperkuat kepatuhan pajak sebagai bentuk perilaku etis, mempublikasikan kecurangan, menekankan hubungan antara pembayaran pajak dan penerimaan layanan pemerintah, menargetkan kelompok tertentu untuk memperkenalkan dari awal gagasan bahwa membayar pajak adalah hal yang benar untuk dilakukan, meminta organisasi lain untuk mempromosikan kepatuhan, menghindari tindakan yang mengarah individu untuk melakukan kecurangan, mengatasi ketidakadilan yang dirasakan dalam cara orang merasa bahwa mereka diperlakukan dan mempromosikan administrator pajak dan kode etik wajib pajak. Paradigma ketiga inilah yang, saya yakini, merupakan strategi penting tetapi sebagian besar diabaikan untuk meningkatkan kepatuhan.

 

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa keadilan pajak dan kepercayaan wajib pajak merupakan faktor penentu kepatuhan pajak di Sumatera Selatan, Indonesia. Namun, dua variabel lain yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu pengetahuan perpajakan dan kompleksitas pajak, terbukti tidak mempengaruhi kepatuhan pajak. Hasil survei juga menunjukkan bahwa kompleksitas pajak memiliki skor terendah di antara variabel. Oleh karena itu, otoritas pajak perlu mengkaji ulang kebijakannya dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan lebih memperhatikan indikator variabel prediktor yang lemah, terutama yang memiliki skor terendah.

Teori-teori baru akan terus dikembangkan. Individu dalam variasi tak terbatas mereka menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak dapat ditangkap dengan satu metodologi. Penting untuk mengembangkan beberapa teori perilaku, teori yang memungkinkan pengenalan ke dalam keputusan kepatuhan dari banyak faktor di luar sekadar penegakan. Teori-teori baru ini sebagian besar akan berada di luar arus utama ekonomi dan akan bergerak di luar psikologi ke sosiologi, antropologi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya untuk memahami dengan lebih baik ciri-ciri pengaturan yang terjadi secara alami yang mungkin memengaruhi keputusan individu dan kelompok. Kedua, data administratif akan semakin banyak digunakan dalam pengujian teori. Meski begitu, saya juga percaya bahwa eksperimen, baik eksperimen laboratorium maupun eksperimen lapangan terkontrol akan berperan yang menentukan dalam mengembangkan dan menguji teori-teori ini.

 

BIBLIOGRAFI

 

Anderson, E. T., & Berry, B. W. (2001). Effects of inner pea fiber on fat retention and cooking yield in high fat ground beef. Food Research International, 34(8), 689�694.Google Scholar

 

Aswati, Wa Ode, Mas�ud, Arifuddin, & Nudi, Tuti Nurdianti. (2018). Pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, dan akuntabilitas pelayanan publik terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor (Studi kasus kantor UPTB Samsat Kabupaten Muna). Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 3(1), 27�39. Google Scholar

 

Budak, Tamer, & James, Simon. (2018). The level of tax complexity: A comparative analysis between the UK and Turkey based on the OTS Index. Int�l Tax J., 44, 23. Google Scholar

 

Clotfelter, Charles T. (1983). Tax evasion and tax rates: An analysis of individual returns. The Review of Economics and Statistics, 363�373. Google Scholar

 

Cox, Sharon P., & Eger III, Robert J. (2006). Procedural complexity of tax administration: The road fund case. Journal of Public Budgeting, Accounting & Financial Management. Google Scholar

 

Damayanti, Theresia Woro, & Martono, Samuel. (2018). Taxpayer compliance, trust, and power. Jurnal Keuangan Dan Perbankan, 22(2), 231�239. Google Scholar

 

Denney, Andrew S., & Tewksbury, Richard. (2013). How to write a literature review. Journal of Criminal Justice Education, 24(2), 218�234. Google Scholar

 

Distel, Ben, Erdmann, Ralf, Gould, Stephen J., Blobel, G�nter, Crane, Denis I., Cregg, James M., Dodt, Gabriele, Fujiki, Yukio, Goodman, Joel M., & Just, Wilhelm W. (1996). A unified nomenclature for peroxisome biogenesis factors. The Journal of Cell Biology, 135(1), 1�3. Google Scholar

 

Faizal, Sellywati Mohd, & Palil, Mohd Rizal. (2015). Study on fairness and individual tax compliance in Malaysia: Preliminary findings. International Journal of Business, Economics and Law, 8(1), 74�79. Google Scholar

 

Fauzi, Ahmad. (2020). [Buku] Transplantasi Hukum dan Permasalahan Dalam Penerapan Di Indonesia. Kumpulan Berkas Kepangkatan Dosen. Google Scholar

 

Fauziati, Penerbit, Minovia, Arie Frinola, Muslim, Resti Yulistia, & Nasrah, Rasidah. (2020). The impact of tax knowledge on tax compliance case study in Kota Padang, Indonesia. Journal of Advanced Research in Business and Management Studies, 2(1), 22�30. Google Scholar

 

Fonna, Nurdianita. (2019). Pengembangan Revolusi Industri 4.0 dalam Berbagai Bidang. Guepedia. Google Scholar

 

Forest, Adam, & Sheffrin, Steven M. (2002). Complexity and compliance: An empirical investigation. National Tax Journal, 55(1), 75�88. Google Scholar

 

Gilligan, George, & Richardson, Grant. (2005). Perceptions of tax fairness and tax compliance in Australia and Hong Kong‐a preliminary study. Journal of Financial Crime. Google Scholar

 

James, Simon, & Alley, Clinton. (2002). Tax compliance, self-assessment and tax administration. Google Scholar

 

Kastlunger, Barbara, Kirchler, Erich, Mittone, Luigi, & Pitters, Julia. (2009). Sequences of audits, tax compliance, and taxpaying strategies. Journal of Economic Psychology, 30(3), 405�418. Google Scholar

 

Kirchler, Erich, Niemirowski, Apolonia, & Wearing, Alexander. (2006). Shared subjective views, intent to cooperate and tax compliance: Similarities between Australian taxpayers and tax officers. Journal of Economic Psychology, 27(4), 502�517. Google Scholar

 

Kumala, Nofa Irma Kumala. (2018). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Pembuatan E-KTP Terhadap Kepuasan Masyarakat (Studi di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Blitar). Universitas Brawijaya. Google Scholar

 

Lin, Kenny Z., Cheng, Suwina, & Zhang, Fang. (2017). Corporate social responsibility, institutional environments, and tax avoidance: evidence from a subnational comparison in China. The International Journal of Accounting, 52(4), 303�318. Google Scholar

 

Loo, Ern Chen. (2006). Tax knowledge, tax structure and compliance: A report on a quasi-experiment. New Zealand Journal of Taxation Law and Policy, 12(2), 117�140. Google Scholar

 

Mahangila, Deogratius Ng�winula. (2017). The impact of tax compliance costs on tax compliance behaviour. Journal of Tax Administration, 3(1), 57�81. Google Scholar

 

Nursalam, NIDN. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salimba Medika. Google Scholar

 

Rabiah, Siti. (2013). Pengaruh Penerapan E-Spt Ppn Terhadap Efisiensi Pengisian Spt Menurut Persepsi Wajib Pajak (Survey Terhadap Pengusaha Kena Pajak Pada Kpp Madya Pekanbaru). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Google Scholar

 

Richardson, Maryann, & Sawyer, Adrian J. (2001). A taxonomy of the tax compliance literature: further findings, problems and prospects. Austl. Tax F., 16, 137. Google Scholar

 

Romadhaniah, Ir, & Rosid, Arifin. (2019). Menakar Efektivitas Penegakan Hukum Dalam Meningkatkan Kepatuhan Pajak Di Indonesia. Google Scholar

 

Saputro, Ropinov, & Meivira, Farah. (2020). Pengaruh tingkat pendidikan pemilik, praktik akuntansi dan persepsi atas insentif pajak terhadap kepatuhan pajak UMKM. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 8(4). Google Scholar

 

Susila, Budi, Juniult, Partomuan T., & Hidayat, Asrul. (2016). Wajib Pajak dan Generasi Muda: Tax Morale Mahasiswa di Indonesia Taxpayers and Young Generation: Tax Morale of Indonesian College Students. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia, 16(2), 154�172. Google Scholar

 

Williams, Colin C., & Horodnic, Ioana A. (2015). Evaluating the prevalence of the undeclared economy in Central and Eastern Europe: an institutional asymmetry perspective. European Journal of Industrial Relations, 21(4), 389�406. Google Scholar

 

Yamen, Ahmed, Allam, Amir, Bani-Mustafa, Ahmed, & Uyar, Ali. (2018). Impact of institutional environment quality on tax evasion: A comparative investigation of old versus new EU members. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 32, 17�29. Google Scholar

 

Copyright holder:

Agnes Evelina Samosir, Gunadi (2022)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: