Syntax Idea: p�ISSN:
2684-6853
e-ISSN: 2684-883X�
�Vol. 3, No.11, November 2021
AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN DAN MANFAATNYA BAGI MANUSIA
Muhammad
Nasir
Universitas Islam Negeri (UIN) Jambi,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pada
zama dulu hingga sekarang studi filsafat sudah banyak orientasinya
yang sifatnya masih abstrak, akan tetapi
kehidupan sosial adalah kenyataan hidup atau fakta
yang alami terjadi dan harus dijalani oleh manusia. Tujuan penelitian ini adalah ingin
memberikan dukungan terhadap proses kemajuan ilmu lainnya dan berupaya mencari jawaban terhadap persoalan manusia yang timbul akibat pesatnya
kemajuan teknologi. Jawaban ilmu pengetahuan
terhadap kebutuhan manusia itulah manfaat ilmu bagi
manusia. penulisan artikel ini menggunakan
metode studi riset kepustakaan (Library Research),
disamping menggunakan pengembangan literasi dan selanjutnya dilakukan analisis bacaan dengan menggunakan metode analisis isi (Contect Analyisis). Ilmu pada hakikatnya adalah netralan bergantung pada manusia. Secara aksiologis, manusia dapat menentukan dan memberikan penilaian tentang bermanfaat atau tidaknya sebuah
ilmu pengetahuan. Untuk itu, dalam
sisi aksiologis, ilmu haruslah memberikan
kontribusi yang lebih bermanfaat pada kehidupan manusia. Jurnal ini berupaya memaparkan
bagaimana aksiologi sebagai salah satu pilar utama filsafat mengungkap manfaat ilmu pengetahuan bagi manusia.
Kata Kunci: Aksiologi;
Ilmu; manusia
Abstract
In zama then until now the study of philosophy has many
orientations that are still abstract, but social life is a reality of life or
facts that naturally occur and must be lived byhumans.
The purpose of this research is to provide support to other scientific progress
processes and try to find answers to human problems arising from rapid
technological advances. The answer to science to human needs is the benefits of
science for humans. writing this article uses the method of literature research
study (Library Research),in addition to using the
development ofliteracy and subsequent reading
analysis using the method of content analysis �(Contect Analyisis). Science is essentially neutral depending on
humans. Axiologically, humans can determine and give judgments about the
usefulness or absence of a science. Therefore, in the axiological side, science
must make a more beneficial contribution to human life. This journal seeks to
explain how axiology as one of the main pillars of philosophy reveals the
benefits of science for humans.
Keywords:
Axiology; Science; man
Received:
2021-10-22; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Studi Filsafat lebih banyak berorientasi pada asah nalar yang bersifat abstrak, sedangkan kehidupan sosial merupakan kenyataan-kenyataan hidup atau realitas faktual yang dialami dan dijalani oleh masyarakat. Pandangan-pandangan seumpama ini tidak jarang dapat melahirkan dua kutup gaya berfikir yang berbeda sehingga menimbulkan kesan bahwa antara studi filsafat dan studi-studi sosial lainnya berjalan dalam paradigma sendiri-sendiri. Karena itu tulisan ini mencoba mengaitkan antara studi-studi yang bersifat abstrak, khususnya bahasan tentang aksiologi, dengan kajian- kajian kongkrit yang terkait langsung dengan kehidupan sosial sehingga keduanya saling menyokong dan menguatkan
Aksiologi merupakan salah satu bagian dari kajian filsafat ilmu yang membahas tentang kegunaan atau manfaat dari ilmu pengetahuan. Kajian terhadap ilmu pengetahuan telah menjadi bagian terpenting dari kehidupan sosial manusia (Susanto, 2021). Maju mundurnya suatu bangsa atau masyarakat tertentu sangat dipengaruhi oleh sejauh mana bangsa atau masyarakat itu menguasi ilmu pengetahuan. Semakin sempurna ilmu pengetahuan yang dimiliki, maka semakin modern pula kehidupan masyarakat yang bersangkutan, baik modernisasi ekonomi, politik, agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun sosial budaya. Sebaliknya, rendahnya semangat mempelajari ilmu pengetahuan telah menjadi penyebab rendahnya kualitas masyarakat itu dan telah mendorong pula kehidupan mereka menjadi masyarakat yang miskin dan marginal. Karena itulah Islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan secara sungguh-sungguh (Hasanah, 2020).
Secara umum para ahli filsafat sepakat mengelompokkan studi filsafat ilmu pengetahuan itu menjadi 3 (tiga) aspek utama, yaitu aspek Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi lebih memfokuskan pembahasannya di sekitar hakikat dari suatu ilmu pengetahuan, epistemologi menekankan pentingnya cara atau metodologi ilmu pengetahuan dan aksiologi lebih banyak membahas tentang aspek manfaat atau nilai guna dari ilmu itu sendiri (Hasan, 2019). Lalu apa sebenarnya aksiologi itu, bagaimana hubungan aksiologi dengan ilmu pengetahuan, apa tujuan danmanfaat ilmu pengehuan bagi manusia. Inilah inilah yang akan di jawab dalam jurnal ini.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini menggunakan metode studi riset kepustakaan (Library Research), disamping menggunakan pengembangan literasi dan selanjutnya dilakukan analisis bacaan dengan menggunakan metode analisis isi (Contect nalyisis).� Dalam proses pengumpulan data dilakukan langkah deskriptif analitik dari berbagaai sumber seperti buku, artikel dan jurnal pendidikan yang berkorelasi sesuai dengan isi pembahasan pada artikel ini.
Dalam langkah pengambilan referensi, untuk memudahkannya digunakan aplikasi Mendeley agar referensi yang didapatkan dapat terpadu dan tersusun dengan baik. Setelah ditemukan data yang serupa dengan pembahasan, penulis akan menyusunnya pada artikel ini. Selanjutnya dilakukan langkah analisis deskriptif dan interpretasi data dari sumber buku, artikel jurnal sebagai langkah dalam menyusun pendapat- pendapat yang sesuai dalam menemukan tujuan dari bahasan artikel.
Hasil dan Pembahasan
Aksiologi merupakan
cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan (Adyad, 2020). Sebagai cabang filsafat ilmu, aksiologi membahas tentang nilai. Istilah axiologis berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau
sesuatu yang berharga,
logos artinya akal, teori.
Axiologis artinya teori nilai, penyelidikan
mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai (Effendi, 2018).
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki
hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan (Suwirta, 2015).
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut
sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang
masing-masing menunjukan aspeknya
sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi
juga menunjukan kaidah-kaidah
apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam dunia praksis.� Menurut (Adib, 2011)
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Selain dari
itu (Arifin, 2014)
menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat
dijawab dengan tiga macam cara
yaitu (Sirojudin & Ashoumi, 2020):
1. Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini,
nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
2. Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan
kenyataan ditinjau dari segi ontologi,
namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui aqal.
3. Obyektivisme metafisik
yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
Sedangkan Istilah ilmu
berasal dari bahasa Arab, yaitu alima � ya�lamu � ilman yang menganung makna kepahaman terhadap suatu objek tertentu.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan yang tersusun secara bersistem menurut metode tertentu. Dalam Istilah Inggris kata Ilmu pengetahuan sering dimaknai dengan knowledge atau Science (Inggris) yang mengandung makna dasarnya mengetahui. Jalaluddin mengutip pernyataan Van Puersen yang menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan
adalah suatu pengetahua yang terorganisir
dengan rapi baik berkaitan dengan sistem maupun
metode tertentu dalam rangka menemukan
hubungan antar berbagai fenomena yang ada (Nasional, 2007).
Epistemologi merupakan
pembahasan mengenai bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Yuyun S Suriasumantri menyebutkan bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang dapat menghasilkan ilmu pengetahuan (Al-Munawar & Fitriana, 2018).
Untuk menggerakkan
kegiatan berpikir maka diperlukan adanya metode ilmiah
� yaitu berupa ekspresi mengenai tata kerja pikiran-sehingga memudahkan akal untuk menggerakkan aktivitas berpikir itu (Harras et al., 2020).
Untuk��� lebih memahami pengertian ilmu (science)
di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian (Widyawati, 2013):
1) Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
2) �Science is knowledge arranged in a
system, especially obtained by observation and testing of fact� (Sains adalah pengetahuan yang tersusun dalam suatu sistem, terutama
yang diperoleh dengan observasi dan pengujian fakt).
3) �Science is a systematized
knowledge obtained by study, observation, experiment� (Sains
adalah pengetahuan sistematis yang diperoleh dengan studi, observasi,
eksperimen).
4) �Science is the complete and
consistent description of facts and experience in the simplest possible term� (Sains adalah deskripsi fakta dan pengalaman yang lengkap dan konsisten dalam istilah yang sesederhana mungkin) (Yule & Filon, 1936)
5) �Science is a sistematized
knowledge derives from observation, study, and experimentation carried on in
order to determinethe nature or principles of whatbeing studied� (lmu� pengetahuan��� adalah� pengetahuan���� yang tersistematisasi yang bersumber dari observasi, kajian, dan eksperimentasi yang dilakukan untuk menentukan hakikat atau prinsip dari
apa yang dipelajari.).
6) Ilmu pengetahuan
adalah salah satu .dari sekian
banyak buah pemikiran manusia yang diharapkan mampu memberikan pemahaman mengenai berbagai hal dan proses yang terjadi di sekelilingnya. Ilmu pengetahuan merupakan bagian dari sekian
banyak pengetahuan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan
adalah spesies dari genus yang disebut pengetahuan (Adib, 2011).
Ilmu pengetahuan
berbeda dengan pengetahuan lain karena ilmu pengetahuan memiliki keteraturan di dalamnya serta ciri-ciri keilmuan tertentu. Sebab itu menurut The New Columbia
Encyclopedia, ilmu pengetahuan
dibatasi sebagai "to
the organized body of knowledge concerning the physical world, both animate and
inanimate". (Encyclopedia, 1972, vol.VI). (Kumpulan teratur
tentang pengetahuan alam kodrat, baik
bernyawa ataupun tidak bernyawa) (Noor, 2019).
Keteranturan di dalam Ilmu pengetahuan dapat dilihat dari
landasan yang membangunnya.
Jujun Suriasumantri menjelaskan, bahwa semua pengetahuan apakah itu ilmu
pengetahuan, seni atau pengetahuan apa saja pada dasamya
memiliki tiga landasan yaitu, ontologik, epistemologik dan aksiologik (Arobi, 2019).
Ilmu pengetahuan
dimulai dari kesangsian atau keragu-raguan bukan dimulai dari kepastian,
sehingga ia berbeda dengan agama yang mulai dari kepastian"
llmu pengetabuan memulai dari keraguraguannya
akan objek penelaahannya. Pennelaahan ilmu pengetahuan terbatas pada objek yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia. Objek penelaahan ilmu mencakup kejadian-kejadian
atau seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pengalaman manusia. The New
Encyclopedia yang diedit oleh William H. Harrie dan
Judith. S. Leveymenjelaskan bahwa
"For many the term science refere to the
organized body of knowledge concerning the physical
world, both
animate and inanimate" ("Untuk banyak istilah sains mengacu pada badan pengetahuan yang terorganisir tentang dunia fisik, baik yang hidup maupun yang mati") (Noberta et al., 2017).
Ilmu pengetahuan
berdasar beberapa asumsi dasar untuk
mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang menampak. Asusmsi dasar ialah anggapan
yang merupakan dasar dan titik tolak bagi
kegiatan setiap cabang ilmu pengetahuan.
Asumsi dasar ini menurut
Endang Saifudin ada dua macam sumbemya
: "Pertama, mengambil dari postulat, yailu kebenaran-kebenaran appriori, yaitu dalil yang dianggap benar walaupun kebenarannya tidak dibuktikan; kebenarannya yang sudah diterima sebelumnya secara mutlak; Kedua, mengambil dari teori sarjana atau
ahli yang lain terdahulu,
yang kebenarannya tidak disangsikan lagi oleh masyarakat, terutama .oleh si penyelidik itu
sendiri" (Tanjung, 2019).
Dengan demikian pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang objek tertentu
yang selalu melibatkan dua unsur yakni
unsur representasi�� tetap� dan����� tak������ terlukiskan������ serta unsur�� penafsi konsep yang menunjukkan respons pemikiran. Unsur konsep disebut unsur formal sedang unsur tetap adalah
unsur material atau isi. Interaksi antara objek dengan
subjek yang menafsirkan, menjadikan pemahaman subjek (manusia) atas objek menjadi
jelas, terarah dan sistematis sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.Sebab
itulah pengetahuan tumbuh sejalan dengan bertambahnya pengalaman manusia sebagai bentuk kebutuhan informasi yang bermakna dan berguna dalam kehidupan manusia.
Ilmu pengetahuan
pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan dan alam semesta maupun
untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi dan mengembangkan dan melestarikan hasil yang sudah dicapai oleh manusia sebelumnya. Usaha tersebut terakumulasi sedemikian rupa sehingga membentuk tubuh ilmu pengetahuan yang memiliki strukturnya sendiri. Struktur tubuh ilmu pengetahuan
bukan barang jadi, karena struktur
tersebut selalu berubah seiring dengan perubahan manusia baik dalam
mengindentifikasikan dirinya,
memahami alam semesta, maupun dalam cara mereka
berpikir.
Ilmu bukan merupakan suatu bangunan abadi, karena ilmu sebenarnya
merupakan sesuatu yang tidak pernah selesai.
Kendati ilmu didasarkan pada kerangka obyektif, rasional, sistematis, logis, dan empiris, dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas
dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Dengan kata lain, kebenaran ilmu bukanlah kebenaran mutlak. Itulah sebabnya manusia dituntut untuk selalu mencari alternatif- alternatif pengembangan, baik yang menyangkut aspek metodologis, ontologis, aksiologis, maupun epistemologisnya. Oleh karena itu setiap pengembangan����� ilmu yang dilahirkan, validitas dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Akslologi llmu�� meliputi� nilal-nilal (values)��� yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam
kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu
nilai-nilai juga ditunjukkan
oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio
sine qua non yang wajib dipatuhi
dalam kegiatan kita, baik dalam
melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Apakah kegunaan ilmu itu bagi
kita? Tak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah
banyak mengubah dunia dalam memberantas berbagai termasuk penyakit kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang duka. Namun apakah
hal itu selalu
demikian: ilmu selalu merupakan berkat dan penyelamat bagi manusia. Seperti
mempelajari atom kita bisa memanfaatkan wujud tersebut sebagai sumber energy bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat
sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa
pengetahuan itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral?
Aksiologi sangat erat
kaitannya dengan ilmu pengetahuan, karena aksiologi merupakan salah satu cabang dari filsafat
ilmu yang membahas tentang nilai yaitu
nilai sesuatu yang berharga dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain aksiologi merupakan teori nilai sehingga dalam aksiologi pertanyaan-pertanyaan yang muncul
antara lain berkisar apakah nilai itu?
dimana letaknya nilai? Bagaimana penerapan dari nilai? Apakah yang tolok ukur dari
penilaian? Siapakah yang menentukan nilai? Dan kenapa terjadi perbedaan penilaian?.
Dalam kajian filsafat ilmu, pembahasan ilmu selalu dikaitkan
dengan landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya (das sein), sedang moral
pada dasarnya adalah petunjuk-petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia (das sollen). Keilmuan harus dilandasi dengan moral, karena keilmuan tanpa di dasari dengan moral maka akan menimbulkan
mudarat bagi manusia dan makhluk Tuhan yang lainya (Sumarto, M.Pd.I, Dr, 2017).
Problem aksiologi ujar Runes berkaitan dengan empat faktor penting
sebagai berikut:
a. Kodrat nilai berupa problem meneganai: apakah nilai berasal
dari keinginan
(Voluntarisme: Spinoza) kesenangan (Hedonisme: Epicurus, Bentham Meinong),
kepentingan (Perry), prefensi
(Martineau), keinginan rasio
murni (Kant), pemahaman mengenai kualitas tersier (Santayana), pengalaman sinoptik, kesatuan kepribadian atau� (Personalisme: Green), berbagai
pengalaman yang mendorong semangat hidup (Nietzsche), relasi benda-benda sebagai sarana untuk mencapai tujuan atau konsekuensi
sungguh-sungguh yang dapat dijangkau (Pragmatisme: Dewey).
b. Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan pandangan antara nilai intrinsik, ukuran untuk kebijakanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai
instrumental yang menjadi penyebab
(baik barang-barang ekonomis atau peristiwa
alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsic.
Kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai
yang dipengaruhi sekaligus
oleh teori�� psikologi dan logika. Status metafisik nilai mempersoalkan tentang bagaimana hubungan nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu kealaman (Koehler), kenyataan terhadap keharusan (Lotze) pengalaman manusia tentang nilai pada realitas kebebasan manuisa (Hegel).
Dari pengertian di atas dapat dilihat
bahwa aksiologi yang merupakan teori nilai, erat kaitannya
dengan etika atau adapula yang menyebutnya dengan filsafat moral. Bahkan adapula yang menyebutnya bahwa Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membawahi filsafat moral. Etika berasal dari bahsa Yunani ethikos, atau ethos yang berarti adat atau
kebiasaan. Selanjutnya istilah etikhos berkembang menjadi ekuivalen dengan moralitas. Berkaitan dengan etika, ada
tiga pengertian (Umar, 2016):
Kata etika bisa
dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakuknya. Etika berarti kumpulan asas atau nilai
moral. Misalnya kode etik. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu bila
kemungkinan- kemungkinan etis (asas-asas dan nilai- nilai tentang
yang dianggap atau buruk) yang begitu saja diterima dalam
suatu masyarakat � seringkali tanpa disadari- menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodeis.
Etika dalam hal ini sama dengan
filsafat moral.
Dari pengertian di atas, baik itu
dalam arti etika sebagai pegangan hidup, kode etik,
ataupun sebagai cabang dari filsafat,
etika membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku, apa yang menjadi dasar dan tujuan prilaku dan tanggung jawab yang ada di baliknya. Satu hal yang jelas adalah bahwa
menurut para filosof muslim, etika adalah
ilmu (seni) yang menunjukkan bagaimana seharusnya hidup. Bahkan bukan sekedar
hidup, melainkan hidup bahagia, atau dengan kata lain, the art of
living (Kartanegara & Bagir, 2005).
Mengenai etika ini Aristoteles menyatakan bahwa tujuan tertinggi
(dalam hidup) adalah kebahagiaan (eudaimonia). Dalam
etika ilmu pengetahuan yang gunanya untuk membantu manusia mencapai tujuannya dan tujuan manusia adalah kebahagiaan maka seharusnya ilmu pengetahuan adalah membuat manusia mencapai suatu kebahagiaan. Etika tidak hanya berkutat pada hal-hal teoritis, namun juga terkait erat dengan kehidupan
konkret, oleh karena itu menurut Rizal Muntasyir & Misnal Munir dalam beberapa manfaat etika yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret, yaitu:
1.
Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik mengahadapkan manusia pada sekian banyak pandangana moral yang bermacam-macam, sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang
etika. Contoh: Etika medis tentang masalah
abortus, bayi tabung, koning dan lain-lain.
2.
Gelombang modernisasi���� yang��� melanda di segala bidang kehidupan masyarakat, sehingga cara berpikir
masyarakatpun ikut berubah. Misalnya: cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern, dan lain-lain.
3.
Etika juga menjadikan kita sanggup menghadaapi
ideolgi-ideologi asing yang
berebut mempengaruhi kehidupan kita, agar tidak mudah terpancing.
Artinya kita tidak boleh tergesa-gesa
memeluk pandangan baru yang belum jelas, namu tidak
pula tergesa-gesa menolak pandangan baru lantaran belu terbiasa.
4.
Etika ditemukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan terhadap semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu berubah.
Kajian tentang kebermanfaatan
ilmu (aksiologis) ini salah satunya bertujuan ingin memberikan dukungan terhadap proses kemajuan ilmu pengetahuan bagi manusia. Untuk
menentukan kriteria/ ukuran suatu ilmu
itu bermanfaat atau tidak secara
sederhana dalam perspektif filsafat, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu dikatakan
bermanfaat apabila dapat memberikan/ mendatangkan kesejahteraan, kemaslahatan dan kemudahan bagi kehidupan manusia. Yuyun Suriasumantri menjelaskan, terdapat kenyataan yang tidak bisa dipungkiri
bahwa peradaban manusia sangat berhutang budi pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini
maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat
dan lebih mudah di samping penciptaan berbagai kemudahan dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman pendidikan dan komunikasi (Herdayati & Syahrial).
b. Ilmu dikatakan
bermanfaat apabila dapat memberikan informasi tentang kebenaran, baik kebenaran indrawi, kebenaran ilmiah maupun kebenaran agama. Kebenaran indrawi adalah kebenaran yang hanya didasarkan pada hasil pengamatan indrawi, seperti hasil observasi terhadap suatu fenomena yang muncul dalam kehidupan sosial. Indra merupakan salah satu alat untuk
menyerap segala objek yang ada di luar diri manusia.
Dalam kajian filsafat, aliran yang mengedepankan indra untuk menangkap
fenomena disebut dengan realisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa semua yang diketahui hanyalah kenyataan.
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh dari kemampuan seseorang menangkap berbagai fenomena dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Sedangkan���������� kebenaran������� agama� adalah����������� kebenaran yang didapatkan dari proses pemahaman terhadap berbagai fenomena dan hasil perenungan akal yang mendapat bimbingan wahyu. Dengan demikian
dua kebenaran yang pertama-indrawi dan ilmiah-dinilai
bersifat relatif dan spekulatif, sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak. Kebenaran agama akan semakin kuat
manakala didukung oleh kebenaran indrawi dan kebenaran ilmiah. Ilmu disebut bermanfaat
manakala ia dapat membimbing manusia menjadi orang yang memiliki pribadi yang baik.
Dengan demikian Ilmu pengetahuan berkaitan dengan etika dalam dua
aspek yaitu ontologi dan aksiologi. Dari aspek aksiologi ilmu pengetahuan bebas nilai artnya
bebas kepada manusia untuk menilai
dalam hal pemanfaatannya. Namun jika permasalahan ini dipahami bahwa
ilmu pengetahuan dikaitkan dengan nilai/etika/moral, maka ilmu pengetahuan���� tidak��� bebas�� nilai,��� artinya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus melihat aspek etika,
karena jika tidak maka ilmu
pengetahuan tidak lagi membantu manusia
dalam mencapai tujuan tapi membantu
manusia menciptakan tujuan.
Adapun� tanggung jawab ilmuan secara sosial
sangat besar sekali. Disamping bertanggung jawab atas perkembangan
ilmu pengetahuan juga bertanggung jawab terhadap pemanfaatan produk yang dihasilkan. Untuk selanjurtnya menjelaskan kepada masyarakat tentang produk keilmuannya. Disamping juga sebagai contoh dalam bersikap
dengan segala cirri-ciri keilmuannya. Dan yang penting adalah kesadaran manusia untuk tetap berlaku
adil terhadap kehidupan ini. Jangan hanya pandai
mengeksploitasi alam atau hanya mampu
mendatangkan kesengsaraan bagi makhluk di dunia. Berusahalah menjadi ilmuan atau paling tidak meniru sikap
konsisten yang merupakan ciri utama dari
seorang ilmuan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: (1.) Aksiologi yang merupakan teori nilai, erat kaitannya
dengan etika atau ada pula yang menyebutnya dengan filsafat moral. (2.) Aksiologi
sangat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan,
karena aksiologi merupakan salah satu cabang dari filsafat
ilmu yang membahas tentang nilai yaitu
nilai sesuatu yang berharga dalam kehidupan manusia (3.) Ilmu berupaya mengungkapkan
realitas sebagaimana adanya (das sein), sedang moral
pada dasarnya adalah petunjuk-petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia (das sollen). (4.) Ilmu dikatakan bermanfaat apabila dapat memberikan
informasi tentang kebenaran, baik kebenaran indrawi, kebenaran ilmiah maupun kebenaran agama serta dapat memberikan/
mendatangkan kesejahteraan,
kemaslahatan dan kemudahan bagi kehidupan manusia
BIBLIOGRAFI
Adib,
H. M. (2011). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemol ogi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan. Pustaka Pelajar.Google Scholar
Adyad, A. I. (2020). Kontra radikalisme Islam di media
sosial: analisis semiotika Charles Sander Pierce pada akun youtube TVmu channel.
UIN Sunan Ampel Surabaya. Google Scholar
Al-Munawar, S. A. H., & Fitriana, M. A. (2018). Dimensi
Saintifik Dalam Tafsir Asy-Syarawi. Google Scholar
Arifin, Z. (2014). Pendidikan islam dalam perspektif filsafat
ilmu. Ta�dib: Jurnal Pendidikan Islam, 19(01), 123�142. Google Scholar
Arobi, I. (2019). Parameter Kebenaran Ilmu Pengetahuan
(Sains) dalam Al-Qur�an. Humanistika: Jurnal Keislaman, 5(1), 1�12. Google Scholar
Effendi, D. I. (2018). New Religious Movement dalam
perspektif konseling dalam Dakwah Multi Perspektif.
Google Scholar
Harras, H., Sugiarti, E., & Wahyudi, W. (2020). Kajian
Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Mahasiswa. Google Scholar
Hasan, J. (2019). Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telaah Tentang
Manfaat Ilmu Pengetahuan dalam Konteks Ilmu Dakwah). Al-Idarah: Jurnal
Manajemen Dan Administrasi Islam, 3(1), 95�108. Google Scholar
Hasanah, U. (2020). Aksiologi Ilmu Dalam Tradisi Islam Dan
Barat. Google Scholar
Herdayati,
S. P., & Syahrial, S. T. I. (n.d.). Sekilas Informasi Aksiologi dalam
Filsafat Ilmu: Objek (Identifikasi) Aksiologi. Google Scholar
Kartanegara,
M., & Bagir, H. (2005). Integrasi ilmu: sebuah rekonstruksi holistik.
PT Mizan Pustaka. Google Scholar
Nasional, D. P. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Google Scholar
Noberta,
N., Yusria, M. P. I., PIAUD, P., Jambi, D. U. I. N. S. T. S., & Nugroho, A.
D. (2017). Seminar Nasional. Google Scholar
Noor,
F. A. (2019). Karakteristik Sains dalam Pemikiran Filosofis Kontemporer
(Tinjauan Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman). AL-MURABBI: Jurnal Studi
Kependidikan Dan Keislaman, 6(1), 1�12. Google Scholar
Sirojudin, D., & Ashoumi, H.
(2020). Aksiologi Ilmu Pengetahuan Manajemen Pendidikan Islam. Al-Idaroh:
Jurnal Studi Manajemen Pendidikan Islam, 4(2), 182�195. Google Scholar
Sumarto, M.Pd.I, Dr, F. (2017). Ilmu. Pustaka Maarif
Press.
Susanto,
A. (2021). Filsafat ilmu: Suatu kajian dalam dimensi ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Bumi Aksara. Google Scholar
Suwirta,
A. (2015). Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu Sejarah. Susurgalur,
3(2). Google Scholar
Tanjung,
A. (2019). Implikasi Sains Barat Modern Terhadap Lingkungan Hidup Dalam
Perspektif Teologi. Uin Raden Intan Lampung. Google Scholar
Umar,
M. (2016). Konvergensi Agama dan Sains dalam Melacak Basis Ontologi Semesta:
Tinjauan Hermeneutika Hadis Penciptaan. Jurnal Theologia, 27(1),
173�212. Google Scholar
Widyawati,
S. (2013). Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan. Gelar:
Jurnal Seni Budaya, 11(1). Google Scholar
Yule, G. U., & Filon, L.
N. G. (1936). Karl Pearson, 1857-1936. The Royal Society London. Google Scholar
Muhammad Nasir (2021) |
First
publication right: |
This
article is licensed under: |