Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 3 Maret 2020
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN
KESEHATAN DAERAH TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN PADA
DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA
Basuki Rahmat
Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) YPPT Priangan Timur Tasikmalaya
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh implementasi kebijakan jaminan kesehatan daerah terhadap
kualitas pelayanan kesehatan masyarakat miskin pada Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis.
Jumlah populasi sebanyak 67 orang pegawai yang terdiri dari 7 orang petugas di
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, masing-masing 3 orang tiap puskesmas yang tersebar
di 20 puskesmas Kota Tasikmalaya. Analisis data menggunakan analisis jalur
(path analisis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan jaminan
kesehatan daerah yang meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur
birokrasi menurut responden adalah sebesar 3520. Hal ini menunjukkan bahwa
indikator-indikator dari implementasi kebijakan jaminan kesehatan daerah yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sudah sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Nilai yang diperoleh dari tanggapan
responden mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas Dinas Kesehatan/Puskesmas
Kota Tasikmalaya dalam memberikan pelayanan tentang jaminan kesehatan kepada
masyarakat miskin menurut responden adalah sebesar 3030. Hal ini menunjukkan
bahwa indikator-indikator dari kualitas pelayanan yang diberikan sudah sesuai
yang diharapkan oleh masyarakat. Pengaruh implementasi Kebijakan (Komunikasi,
Sumber daya, Disposisi, dan Struktur birokrasi) Terhadap Kualitas Pelayanan
Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya diperoleh pengaruh sebesar 0,494
atau 49,4%, sedangkan pengaruh faktor luar yang tidak termasuk dalam variabel
penelitian adalah sebesar 0,506 atau 50,6%, dengan nila F hitung sebesar 15,128
dengan kriteria penolakan Ho, jika Fhitung > Ftabel,
dengan mengambil taraf signifikan sebesar 5 %, maka dari tabel distribusi F- Snedecor diperoleh
F;k ; (n-k-1) = 67-2-1 adalah sebesar 1,34 atau cukup melihat
sig F yaitu 0,000 yang artinya dengan �lebih kecil dari 5 %
masih menunjukan signifikan.
Kata kunci: Kebijakan jaminan kesehatan, kualitas
pelayanan kesehatan
Pendahuluan
Pembangunan dibidang kesehatan
merupakan bagian dari pembangunan nasional, pemerintah sebagai institusi yang
bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan harus memenuhi kewajiban dalam
menyediakan sarana pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi
seluruh masyarakat (Naldi, 2019). Kesehatan
merupakan kebutuhan manusia yang utama dan menjadi prioritas yang mendasar bagi
kehidupan. Pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan melibatkan seluruh warga
masyarakat Indonesia hal tersebut dapat dimengerti karena pembangunan kesehatan
mempunyai hubungan yang dinamis dengan sektor pembangunan lainnya.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
28 H dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 4 tentang kesehatan,
ditetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena
itu, setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan
terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab agar terpenuhinya hak hidup
sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu,
kemudian pemerintah bekerja sama dengan pemerintah daerah dengan perangkat
daerah yang disebut dengan Dinas Kesehatan kemudian Dinas Kesehatan
mengalokasikan dana kepada pihak Rumah Sakit Daerah dan Puskesmas� yang diberikan kepada masyarakat yang benar-benar
tidak mampu, dengan persyaratan yang sudah ditentukan oleh pihak Dinas
Kesehatan. Persyaratan yang dimaksud adalah warga/ masyarakat yang benar-benar
miskin dan sudah terdata oleh pemerintah, memiliki kartu jamkesmas.
Program ini bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang tidak mampu. Melalui
pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin itu diharapkan dapat menurunkan angka
kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta
penurunan angka kelahiran, disamping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan
masyarakat miskin umumnya (Keputusan Menteri Kesehatan No.
125/Menkes/SK/II/2008 Tanggal 6 Pebruari 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat).
Begitu juga yang terjadi di Kota
Tasikmalaya, melalui Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 67 Tahun 2014 Tentang
Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)), masyarakat miskin yang ditetapkan dengan
Surat Keputusan Walikota Tasikmalaya adalah Jamkesmas 183.197 jiwa dan
Jamkeskinda 53.364 jiwa. Pemerintah Kota Tasikmalaya tahun 2013 mendapatkan
kuota Jaminan Asuransi Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sebanyak 228.000,
sementara jumlah warga miskin mencapai 240.093 orang, dengan kuota tersebut
berarti jumlah warga miskin yang belum mendapatkan kartu Jamkesmas sebanyak
12.093 orang. Kekurangan tersebut bisa diatasi oleh Jamkeskinda Kota
Tasikmalaya.
Walaupun pemerintah Kota Tasikmalaya
sudah mengatasi kekurangan kuota Jamkesmas, tetapi fakta yang terjadi di
lapangan menunjukkan bahwa masih banyak warga miskin yang tidak mampu belum
mendapatkan fasilitas kesehatan ini terjadi karena adanya ketimpangan data yang
terjadi di tingkat kelurahan, sehingga ada sebagian masyarakat yang mendapatkan
dua kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Ini menunjukkan bahwa implementasi Jamkesda
masih kurang optimal dan tidak tepat sasaran. Selain itu juga masih ada
instansi kesehatan yang memungut biaya pengelolaan darah untuk warga miskin
yang tidak mampu, padahal sesuai dengan keputusan Walikota Tasikmalaya bahwa
warga miskin dibebaskan dari semua biaya apapun dalam pelayanan kesehatan.
Jumlah keluarga miskin yang berada
di Kota Tasikmalaya tiap tahunnya meningkat, pada tahun 2011 jumlah keluarga
miskin sebanyak 6.844 orang, tahun 2012 sebanyak 153.197 orang, sedangkan pada
tahun 2013 sebanyak 228.781. Dari jumlah keluarga miskin tersebut pemerintah
Kota Tasikmalaya mengeluarkan anggaran biaya untuk program Jamkesda pada tahun
2010 sebesar Rp. 5.450.000.000, tahun 2011 Rp. 6.575.777.000, sedangkan pada
tahun 2012 sebesar Rp. 8.694.464.805. Selain mengeluarkan biaya sendiri
pemerintah Kota Tasikmalaya mendapatkan sumber dana APBD Propinsi Jawa Barat
pada tahun 2010 sebesar Rp. 2,2 miliar, tahun 2011 sebesar Rp. 2,2 miliar dan
pada tahun 2012 sebesar Rp. 2,1 miliar.
Anggaran yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk Program Jamkesda ternyata belum mampu
mencukupi kebutuhan biaya kesehatan bagi warga miskin di Kota Tasikmalaya,
masih banyaknya warga miskin yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang
gratis dari pemerintah, bahkan pada tahun 2012 pemerintah Kota Tasikmalaya
menunggak ke Rumah Sakit Umum Tasikmalaya yang jumlahnya sangat besar. Selain
adanya tunggakan, tidak terpenuhinya layanan kesehatan gratis bagi warga miskin
ini disebabkan karena banyak ditemukan warga miskin yang mempunyai kartu
kesehatan ganda, sehingga warga miskin lain tidak memperoleh kartu layanan
gratis. Sarana dan prasarana pun menjadi salah satu persoalan tidak
terlayaninya masyarakat miskin dalam pelayanan kesehatan seperti kurangnya
tempat perawatan yang terbatas di Rumah Sakit, sehingga banyak pasien Jamkesda
yang menggunakan tempat transit, sehingga membuat ketidaknyamanan bagi keluarga
atau penunggu pasien yang dapat mengakibatkan keluarga atau penunggu pasien
terpapar penyakit.
Dengan adanya program jaminan
kesehatan bagi masyarakat miskin sangat membantu bagi mereka yang membutuhkan
biaya pengobatan bagi rawat jalan maupun rawat inap, terutama bagi mereka yang
akan menjalani tindakan operasi yang membutuhkan biaya yang cukup mahal, dengan
adanya Jamkesda masyarakat dapat menjalani tindakan tersebut dengan tidak
membayar. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang gratis bagi warga miskin
perlu dibuat suatu kebijakan agar seluruh warga miskin khususnya yang ada di
Kota Tasikmalaya mendapatkan layanan kesehatan gratis.
Dalam pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan Daerah di Kota Tasikmalaya memang masih banyak menghadapi
kendala-kendala baik secara internal maupun eksternal. Berbagai permasalahan
masih sering ditemui terkait dengan kebijakan tersebut, baik karena kurang
siapnya kelembagaan pengelola maupun ketersediaan anggaran untuk menjalankan
program dengan baik. Masalah-masalah tersebut semula diharapkan akan memperoleh
bantuan dari pemerintah daerah. Namun secara umum, distribusi tersebut sulit
diperoleh karena keterbatasan-keterbatasan dana pemerintah daerah.
Sehubungan dengan kebijakan tersebut
dalam mengimplementasikan suatu kebijakan diperlukan hal-hal seperti yang
dikatakan (Edwards, 1980), dalam menjalankan kebijakan perlu memperhatikan empat isu pokok agar
implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan bureaucratic
structures
Implementasi kebijakan sebagaimana
pendapat Howelett dan Rames (1960:45 dalam Teguh Yuwono, 2002:8) adalah
mentransfer kebijakan ke dalam program dan tindakan aksi sehingga membutuhkan
berbagai kondisi yang berkaitan dengan bentuk masalah yang hendak dipecahkan
dengan implementasi kebijakan itu sendiri, kondisi lingkungan yang ikut
mempengaruhi implementasi, organisasi pelaksanaan dan sumber daya pelaksanaan
serta sumber daya yang beralokasi.
Sementara menurut Paters Hufen dan
Nispen (1998:34) dalam (Soesilowati & Sucihatiningsih, 2016) melihat
implementasi kebijakan mengandung unsur-unsur berdasarkan instrumen kebijakan
yang meliputi antara lain adalah : (1) sistem karier pegawai, teknik medis
(dokter, bidan, perawat) atau memberikan sistem kenyamanan dan keamanan pasien,
dan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik, lebih cepat dan lebih
akurat, lebih baru, serta sesuai dengan harapan pelanggan/pasien. Rakyat adalah
pemilik ditujukan pada seperangkat nilai yang menjadi dasar tindakan para pihak
yang terlibat dalam implementasi. (2) Jaringan kerja, baik secara personal
maupun institusi di dalam dan luar negeri. Guna memenuhi tuntutan reformasi
pelayanan atau birokrasi. Menurut pandangan Islami (2007:26), �dalam hal ini
birokrasi tidak hanya bertanggung jawab yuridis formal tetapi juga bertanggung
jawab moral� dan sumber kekuatan dan lain-lain yang ditujukan pada seperangkat
nilai yang menjadi dasar tindakan bagi para pihak yang terlibat dalam
implementasi kebijakan.
Selain instrumen sebagaimana
disebutkan di atas implementasi menurut Lester dan Stewart (2000) dalam (Mulyadi, 2015) juga membutuhkan
kejelasan dari pihak yang akan melaksanakan kebijakan itu dan pilihan pada
teknik implementasi. Pendekatan pertama pada seputar siapa melaksanakan
pelaksana atau para pihak yang terlibat dalam implementasi untuk menerapkan
standar pelayanan kesehatan, sistem pengawasan, pemberian sanksi dan hukuman,
berdasarkan pada upaya persuasif yang memberikan kebebasan kepada pelaksana atau
para pihak yang terlibat untuk mengikuti atau tidak mengikuti mekanisme yang
sudah digariskan disertai dengan konsekuensi logis pilihan mereka.
Menghadapi permasalahan kesehatan
dengan multi aspek sebagaimana telah dijelaskan di atas maka jelaslah bahwa
sehebat apapun sebuah implementasi kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan,
termasuk kebijakan sektor pelayanan kesehatan yang diharapkan berdampak pada
kualitas hidup masyarakat, akan tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini karena
beragamnya aspek kesehatan itu sendiri yang kemudian berhadapan dengan berbagai
publik interest sejak policy process berlangsung, tetapi juga
perubahan arah kebijakan sering terjadi pada setiap periode pergantian
kepemimpinan termasuk instabilitas politik pasca orde baru.
Selain itu juga
permasalahan-permasalahan dalam penyaluran dana Jaminan Kesehatan Daerah di
Kota Tasikmalaya adalah : kurangnya sosialisasi penggunaan kartu Jaminan
Kesehatan Daerah, pendataan keluarga miskin kurang akurat sehingga tidak tepat
sasaran, banyak kartu tanda penduduk yang double, nama tidak sesuai dengan
identitas lain (KTP + KK), dan sarana di rumah sakit belum menunjang. Berbagai
permasalahan di bidang kesehatan sebagaimana dipaparkan di atas adalah yang
dialami oleh pihak Dinas Kesehatan maupun masyarakat Tasikmalaya.
Metode Penelitian
Penelitian ini diarahkan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang pengaruh implementasi
kebijakan Jamkesda terhadap pelayanan kesehatan masyarakat miskin pada Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis
yaitu melakukan penelitian terhadap kenyataan-kenyataan yang tengah berlangsung
yang merupakan suatu masalah yang harus segera diatasi. Sejalan dengan pendapat
(Komariah, 2012) bahwa pada
umumnya persamaan sifat dan segala bentuk penyelidikan deskriptif ini
menuturkan dan menafsirkan data yang ada, seperti situasi yang dialami, hubungan
kegiatan dan pandangan terhadap proses yang
sedang terjadi.
Hasil
dan Pembahasan
Analisis data menggunakan analisis jalur (path analisis) dengan bantuan SPSS Versi
17.0. Hasil penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis untuk
melihat :
1.
Pengaruh variabel X1 (komunikasi) terhadap
variabel Y (kualitas pelayanan) di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
2.
Pengaruh variabel X2 (sumber daya) terhadap
variabel Y (kualitas pelayanan) di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
3.
Pengaruh variabel X3 (disposisi) terhadap variabel
Y (kualitas pelayanan) di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
4.
Pengaruh variabel X4 (struktur birokrasi) terhadap
variabel Y (kualitas pelayanan) di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
5.
Pengaruh variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi terhadap variabel kualitas pelayanan di Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya.
Pengaruh komunikasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat miskin pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari
indikator yang digunakan yaitu : transformasi, kejelasan, dan konsistensi
Untuk menguji hipotesis diatas maka dilakukan pengolahan atas
data, dimana berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran� didapat nilai koefisien jalur rYX1 sebesar 0,238.
Untuk dapat mengetahui besarnya pengaruh komunikasi terhadap kualitas pelayanan
kesehatan dilakukan perhitungan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
komunikasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang penulis sajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1
Analisis Pengaruh Komunikasi Terhadap
Kualitas Pelayanan Kesehatan
Pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
No. |
Uraian |
Total Pengaruh |
1 |
Pengaruh Langsung Y �X1 � Y = (0,238)2 |
0.057 |
2 |
Pengaruh
Tidak Langsung Y �X1 �X2� Y2 (0,238. 0,357. 0,264) |
0.022 |
3 |
Y �X1 �X3� Y3 (0,238. 0,509. 0,248) |
0,030 |
4 |
Y �X1 �X4� Y4 (0,238. 0,284. 0,217) |
0,015 |
Total pengaruh X1 terhadap Y |
0,124 |
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh
langsung komunikasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan (rYX1)2
sebesar 0,057 sedangkan pengaruh tidak langsung yang melalui sumber daya sebesar
0,022, melalui disposisi sebesar 0,030, dan struktur birokrasi sebesar 0,015
sehingga total pengaruh komunikasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan
sebesar 0,124. Dengan demikian dapat diketahui bahwa komunikasi berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan kesehatan sebesar 12,4%.
Dengan kriteria penolakan Ho jika -t� α > thitung
atau thitung > t� α, maka dengan koefisien beta () = 0,238, diperoleh nilai thitung sebesar 2,222
(lampiran 5) dengan mengambil taraf signifikansi sebesar 5 %, maka nilai ttabel 2,000, sehingga -t�
α > thitung > t� α maka terima Ho atau
dengan kata lain komunikasi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Pengaruh sumber daya terhadap kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat miskin pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari
indikator yang digunakan yaitu : sumber daya manusia, sumber daya anggaran,
sumber daya peralatan, dan sumber daya informasi dan kewenangan.
Untuk menguji hipotesis diatas maka dilakukan pengolahan atas
data, dimana berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran� didapat nilai koefisien jalur rYX2 sebesar 0,264.
Untuk dapat mengetahui besarnya pengaruh sumber daya terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dilakukan perhitungan pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung sumber daya terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang penulis sajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2
Analisis Pengaruh Sumber Daya
Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan
Pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
No. |
Uraian |
Total Pengaruh |
1 |
Pengaruh Langsung Y �X2 � Y = (0,264)2 |
0.070 |
2 |
Pengaruh
Tidak Langsung Y �X2 �X3� Y3 (0,264. 0,496. 0,248) |
0.032 |
3 |
Y �X2 �X4� Y4 (0,264. 0,197. 0,217) |
0.011 |
4 |
Y �X2 �X1� Y1 (0,264. 0,357. 0,238) |
0.022 |
Total pengaruh X1 terhadap Y |
0,136 |
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh
langsung sumber daya terhadap kualitas pelayanan kesehatan (rYX2)2
sebesar 0,070 sedangkan pengaruh tidak langsung yang melalui disposisi sebesar
0,032, melalui struktur birokrasi sebesar 0,011, dan melalui komunikasi sebesar
0,022 sehingga total pengaruh sumber daya terhadap kualitas pelayanan kesehatan
sebesar 0,136. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sumber daya berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan kesehatan sebesar 13,6%.
Dengan kriteria penolakan Ho jika -t� α > thitung
atau thitung > t� α, maka dengan koefisien beta () = 0,264, diperoleh nilai thitung sebesar 2,516
(lampiran 5) dengan mengambil taraf signifikansi sebesar 5 %, maka nilai ttabel 2,000, sehingga -t�
α > thitung > t� α maka terima Ho atau
dengan kata lain sumber daya berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Pengaruh disposisi terhadap kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat miskin pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari
indikator yang digunakan yaitu : pengetahuan, pemahaman dan pendalaman terhadap
kebijakan, arah respons, menerima, menolak atau netral, dan intensitas terhadap
kebijakan
Untuk menguji hipotesis diatas maka dilakukan pengolahan atas
data, dimana berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran� didapat nilai koefisien jalur rYX3 sebesar 0,248.
Dengan kriteria penolakan Ho jika -t� α > thitung
atau thitung > t� α, maka dengan koefisien beta () = 0,248, diperoleh nilai thitung sebesar 2,112
(lampiran 5) dengan mengambil taraf signifikansi sebesar 5 %, maka nilai ttabel 2,000, sehingga -t�
α > thitung > t� α maka terima Ho atau
dengan kata lain disposisi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Pengaruh struktur birokrasi terhadap kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat miskin pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya dapat dilihat
dari indikator yang digunakan yaitu : prosedur operasi standar dan fragmentasi
yang berasal dari organisasi.
Untuk menguji hipotesis diatas maka dilakukan pengolahan atas
data, dimana berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran� didapat nilai koefisien jalur rYX4 sebesar 0,217.
Untuk dapat mengetahui besarnya pengaruh struktur birokrasi terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dilakukan perhitungan pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung struktur birokrasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang penulis sajikan
dalam Tabel 3.
Tabel 3
Analisis Pengaruh Struktur Birokrasi
Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
No. |
Uraian |
Total Pengaruh |
1 |
Pengaruh Langsung Y �X4 � Y = (0,217)2 |
0.047 |
2 |
Pengaruh
Tidak Langsung Y �X4 �X1� Y1 (0,217. 0,284. 0,238) |
0.015 |
3 |
Y �X4 �X2� Y2 (0,217. 0,197. 0,264) |
0.011 |
4 |
Y �X4 �X3� Y3 (0,217. 0,352. 0,217) |
0,017 |
Total pengaruh X1 terhadap Y |
0,090 |
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh
langsung struktur organisasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan (rYX4)2
sebesar 0,047 sedangkan pengaruh tidak langsung yang melalui komunikasi sebesar
0,015, melalui disposisi sebesar 0,011, dan melalui struktur birokrasi sebesar
0,017 sehingga total pengaruh struktur birokrasi terhadap kualitas pelayanan
kesehatan sebesar 0,090. Dengan demikian dapat diketahui bahwa struktur
birokrasi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan sebesar 9,0%.
Dengan kriteria penolakan Ho jika -t� α > thitung
atau thitung > t� α, maka dengan koefisien beta () = 0,217, diperoleh nilai thitung sebesar 2,227
(lampiran 5) dengan mengambil taraf signifikansi sebesar 5 %, maka nilai ttabel 2,000, sehingga -t�
α > thitung > t� α maka terima Ho atau
dengan kata lain disposisi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Pengujian hipotesis �pengaruh Implementasi Kebijakan
(Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur birokrasi) Terhadap Kualitas
Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya� tersebut menggunakan uji F yaitu untuk menguji apakah terdapat
pengaruh secara signifikan antara Implementasi Kebijakan (Komunikasi, Sumber
daya, Disposisi, dan Struktur birokrasi) Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan
di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dimana hasil dan pengolahan data melalui
SPSS versi 17.0.
Untuk pengujian hipotesis dilakukan pengolahan data, dimana
dari hasil perhitungan (lampiran 5) di peroleh koefisien jalur ryX1X2 X3X4 sebesar 0,703, rYX1 sebesar 0,124, rYX2 sebesar 0,136, rYX3 sebesar 0,143, dan rYX4 sebesar 0,090
dilakukan analisis melalui pengaruh langsung dan tidak langsung pada tabel 4.
Tabel 4
Analisis Pengaruh Implementasi Kebijakan (Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur
birokrasi) Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya
No. |
Uraian |
Total
Pengaruh |
||
1 |
Pengaruh
Langsung Y �X1
� Y = (0,238)2 |
0.057 |
||
2 |
Pengaruh Tidak Langsung Y �X1 �X2� Y2 (0,238. 0,357.
0,264) |
0.022 |
||
3 |
Y �X1 �X3� Y3 (0,238. 0,509. 0,248) |
0,030 |
||
4 |
Y �X1 �X4� Y4 (0,238. 0,284. 0,217) |
0,015 |
||
Total pengaruh X1 terhadap Y |
0,124 |
|||
5 |
Pengaruh
Langsung Y �X2
� Y = (0,264)2 |
0.070 |
||
6 |
Pengaruh Tidak Langsung Y �X2 �X3� Y3 (0,264. 0,496.
0,248) |
0.032 |
||
7 |
Y �X2 �X4� Y4 (0,264. 0,197. 0,217) |
0.011 |
||
8 |
Y �X2 �X1� Y1 (0,264. 0,357. 0,238) |
0.022 |
||
Total pengaruh X2 terhadap Y |
0,136 |
|||
9 |
Pengaruh
Langsung Y �X3
� Y = (0,248)2 |
0.062 |
||
10 |
Pengaruh Tidak Langsung Y �X3 �X4� Y4 (0,248. 0,352.
0,217) |
0.019 |
||
11 |
Y �X3 �X1� Y1 (0,248. 0,509. 0,238) |
0.030 |
||
12 |
Y �X3 �X2� Y2 (0,248. 0,496. 0,264) |
0.032 |
||
Total pengaruh X3 terhadap Y |
0,143 |
|||
13 |
Pengaruh
Langsung Y �X4
� Y = (0,217)2 |
0.047 |
||
14 |
Pengaruh Tidak Langsung Y �X4 �X1� Y1 (0,217. 0,284.
0,238) |
0.015 |
||
15 |
Y �X4 �X2� Y2 (0,217. 0,197. 0,264) |
0.011 |
||
16 |
Y �X4 �X3� Y3 (0,217. 0,352. 0,217) |
0,017 |
||
Total pengaruh X4 terhadap Y |
0,090 |
|||
|
17 |
Total pengaruh X1,
X2, X3, dan X4 Terhadap Y |
0,494 |
|
|
18 |
Pengaruh
faktor residu �� Y = (PY)2 |
0,506 |
|
|
19 |
Total
pengaruh |
1,00 |
|
Dari Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa
pengaruh implementasi Kebijakan (Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan
Struktur birokrasi) Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya diperoleh pengaruh sebesar 0,494 atau 49,4%, sedangkan
pengaruh faktor luar yang tidak termasuk dalam variabel penelitian adalah
sebesar 0,506 atau 50,6%. Faktor tersebut diduga antara lain kompensasi,
prestasi kerja, pengawasan langsung maupun tidak langsung, penghargaan, dan
lain-lain.
Dari hasil perhitungan SPSS (lampiran 5), diperoleh nilai Fhitung
sebesar 15,128 dengan kriteria penolakan Ho, jika Fhitung
> Ftabel, dengan mengambil taraf signifikan sebesar 5 %, maka dari tabel distribusi F- Snedecor diperoleh
F;k ; (n-k-1) = 67-2-1 adalah sebesar 1,34 atau cukup melihat
sig F yaitu 0,000 yang artinya dengan �lebih kecil dari 5 %
masih menunjukan signifikan.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Implementasi kebijakan jaminan kesehatan
yang terdiri dari komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi di
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sudah cukup berjalan dengan optimal, hal ini
dapat terlihat dari kategori yang diperoleh dari tanggapan responden ada pada
kategori baik.
2. Kualitas pelayanan kesehatan pada
masyarakat miskin di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sudah baik, hal ini
terlihat dari tanggapan responden bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh
petugas sudah baik.
3. Ada pengaruh signifikan implementasi kebijakan jaminan kesehatan daerah terhadap kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat miskin pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
baik secara parsial maupun simultan.
Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya perlu mengevaluasi kebijakan Jamkesmas terutama
Pedoman Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jamkesmas dan dalam hal kepesertaan, akses,
mekanisme pelayanan, pendanaan dan mutu pelayanan. Pemerintah Daerah / Dinas
Kesehatan perlu membuat Peraturan Daerah mengenai pelaksanaan Jamkesmas yang
mengatur secara terintegratif dan komprehensif tentang kepesertaan, akses,
mekanisme pelayanan, pendanaan dan mutu pelayanan, dan perlu membuat kebijakan
dan program pengembangan SDM di bidang pelayanan Jamkesmas melalui pendidikan
dan pelatihan keterampilan manajemen pelayanan, kursus, seminar, lokakarya,
meningkatkan koordinasi dan kerjasama serta pelibatan tokoh masyarakat, tokoh
agama dan organisasi sosial dalam pelaksanaan Jamkesmas.
BIBLIOGRAFI
Edwards, George C.
(1980). Implementing public policy. Congressional Quarterly Press.
Komariah,
Siti. (2012). Respons siswa terhadap penggunaan model pembelajaran active
learning hubungannya dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran IPS:
Penelitian di kelas V MI Naelushibyan Cibiru Wetan Cileunyi Bandung. UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
Mulyadi,
Deddy. (2015). Perilaku organisasi dan kepemimpinan pelayanan. Bandung:
Alfabeta.
Naldi,
Yandri. (2019). Implementasi Regulasi Pelayanan Medis Bagi Mahasiswa Kedokteran
di Rumah Sakit Waled Kabupaten Cirebon. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 4(9), 152�162.
Soesilowati,
Etty, & Sucihatiningsih, D. W. P. (2016). Strategic Policies for Increasing
the Competitive Powers of Indonesian Horticultural Products in Asean Markets. 1st
Unnes International Conference, 64.