Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�
Vol. 3, No.10, Oktober 2021
IMPLEMENTASI PELAYANAN
KONSELING APOTEKER MODEL SERVQUAL
TERHADAP PASIEN KLINIK MUIZZAH DI KECAMATAN RENGAT BARAT, RIAU
Oktri Lestari, Lila Wahyuni, Riri Amanda Fitriani,
Elza Rachman Panca Priyanda, Ayu Dwi Utami
Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Har-Kausyar, Indragiri Hulu, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Konseling apoteker merupakan komponen
yang wajib diberikan oleh apoteker ketika menyerahkan obat kepada pasien. Hal
ini termasuk salah satu bentuk Pelayanan di instansi kesehatan yaitu pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan sediaan farmasi dengan maksud
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Penilaian terhadap mutu pelayanan
kefarmasian dapat dilakukan berdasarkan kepuasan pasien. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kepuasan pasien terhadap pelayanan
konseling apoteker dapat dilakukan dengan menggunakan model SERVQUAL yang memiliki 5 dimensi, yaitu dimensi tangible (bukti
nyata), reliability (kehandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance
(jaminan), dan emphaty (empati). Penelitian ini bertujuan untuk
meninjau hasil yang paling menonjol pada 5 dimensi tersebut dan dengan
responden sebanyak 40 orang dalam bentuk beberapa pertanyaan (kuesioner). Berdasarkan implementasi konseling apoteker pada pelayanan
terhadap pasien di klinik Muizzah menggunakan model SERVQUAL ditemukan
dari 5 dimensi tersebut yang paling tinggi adalah Nilai assurance sebanyak 90,1%.
Banyak pasien mengharapkan kompetensi tenaga kefarmasian dapat menanamkan
kepercayaan dan keyakinan pada pasien, seperti kinerja apoteker yang
berkompeten, professional dan diharapkan dapat
memberikan masukan kepada pihak klinik untuk
meningkatkan kualitas pelayanan terhadap setiap pasien.
�
Kata Kunci: Konseling
Apoteker; Model SERVQUAL; Pelayanan
Abstract
Pharmacist counseling is a component that must be
provided by pharmacists when dispensing drugs to patients. This includes one
form of service in health institutions, namely pharmaceutical services.
Pharmaceutical service is a direct and responsible service to patients related
to pharmaceutical preparations with a view to improving the quality of life of
patients. Assessment of the quality of pharmaceutical services can be done
based on patient satisfaction. In this study, patient satisfaction with pharmacist
counseling services can be done using the SERVQUAL model which has 5
dimensions, namely tangible dimensions (real evidence), reliability
(reliability), responsiveness (responsiveness), assurance (guarantee), and
empathy (empathy). This study aims to review the most prominent results on
these 5 dimensions and with a total of 40 respondents in the form of several
questions (questionnaires). Based on the implementation of pharmacist
counseling in services to patients at the Muizzah clinic using the SERVQUAL
model, it was found that of the 5 dimensions the highest was the assurance
value of 90.1%. Many patients expect the competence of pharmacists to instill
trust and confidence in patients, such as the performance of pharmacists who
are competent, professional and are expected to provide input to the clinic to
improve the quality of service for each patient.
Keywords: pharmacist counseling; Service; SERVQUAL model
Received:
2021-09-22; Accepted: 2021-10-05; Published: 2021-10-20
Pendahuluan
Implementasi
kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi,
motivasi dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan
sumber daya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam
menjalankan kinerja. Salah satu implementasi kinerja dalam bidang kesehatan
adalah konseling apoteker (Ramdhani & Affandi, 2018). �Konseling bertujuan memberi edukasi tentang pemahaman
pasien terhadap terapi yang dijalaninya, meningkatkan kepatuhan, memotivasi
pasien untuk ikut ambil bagian dalam kesehatannya (Harlianti, Andayani, & Puspandari, 2018). Adanya Informasi obat dan konseling merupakan
komponen pharmaceutical care yang
wajib diberikan oleh apoteker ketika menyerahkan obat kepada pasien. Informasi
tersebut berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional (Harlianti
et al., 2018). Informasi yang disampaikan saat konseling
apoteker juga meliputi nama obat, indikasi obat, aturan pemakaian obat, efek
samping, penanganan masalah yang dihadapi pasien (Fatiha & Bintang, 2021). Pemberian edukasi dan
pelayanan informasi obat yang dibutuhkan oleh pasien yaitu informasi mengenai
instruksi penggunaan obat dengan baik dan benar (N Putra O, A Damayanti, 2020). Konseling apoteker
termasuk salah satu bentuk pelayanan yang harus di tetapkan di rumah sakit
maupun di kilinik. Pelayanan di rumah sakit atau di klinik
berorientasi kepada akar permasalahan kenapa waktu tunggu pelayanan resep pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu dan lebih lama dari SPM, menentukan
alternatif solusi atas terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Lianti, 2017). Kemampuan seseorang
melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk
memperoleh hasil tertentu, diidentifikasi sebagai prediktor penting dari sejumlah perilaku kesehatan, termasuk dalam kepatuhan minum obat (Farmasi
& Indonesia, 2012). Tingkat kepuasan merupakan suatu luaran humanis yang
fokus terhadap pasien serta dapat digunakan sebagai penunjang dalam pengukuran
luaran lainnya seperti luaran klinik dan luaran ekonomi (Nugraheni Ambar Yunita, Sari Ika Puspita, 2015). Semakin tingginya tuntutan masyarakat dan semakin berkembangnya pelayanan
yang diberikan menuntut apoteker harus mampu memenuhi keinginan dan tuntutan
masyarakat yang berubah-ubah dan beragam. Akibatnya, dibutuhkan eksistensi apoteker
sebagai sumber daya manusia dalam hal peningkatan pengetahuan, keterampilan serta
mampu berinteraksi dengan masyarakat (Pratiwi, Mustikaningtias, Widyartika, & Setiawan, 2020).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien
membandingkan dengan apa yang dirasakan. Pasien akan merasa puas apabila
kinerja layanan kesehatan yang diperoleh sama atau melebihi harapan (Sari Dyah Taufika, Sunardi, Astuti Harti, 2019). Waktu pelayanan adalah waktu
yang dibutuhkan petugas untuk menyelesaikan satu resep pada setiap proses
pelayanan. Sedangkan waktu tunggu adalah waktu tunda sebuah resep tidak
dilakukan pelayanan (Sujoko & Chalidyanto, 2015). Penelitian
ini akan dilakukan untuk melihat implementasi konseling apoteker dan hasil dari
pelayanan di Klinik Muizzah terhadap pasien. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan model SERVQUAL. Salah satu model yang banyak
dipakai untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah model SERVQUAL (Service
Quality) dengan cara membuat survey penilaian kepuasan pelanggan. Analisis
kepuasan pelanggan dapat dilakukan berdasarkan lima dimensi kualitas layanan,
yakni sebagai berikut: Tangible (bukti nyata) merupakan
fasilitas/ sarana fisik yang dapat dilihat atau dirasakan pasien terkait
pelayanan yang didapat dibandingkan dengan harapannya. Dalam penelitian ini
adalah kemudahan akses lokasi apotek, kecukupan tempat duduk di ruang tunggu,
kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu. Reliability (kehandalan) merupakan kemampuan
tenaga kefarmasian memberikan pelayanan resep yang sesuai dengan harapan
pasien. Dalam penelitian ini adalah kemudahan prosedur administrasi pasien
menebus obat; Responsiveness (ketanggapan) merupakan
dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis, yaitu kecepatan tenaga
kefarmasian memberikan pelayanan resep. Assurance (jaminan) merupakan dimensi kualitas yang berhubungan dengan kompetensi
tenaga kefarmasian menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada pasien. Emphaty
(empati) merupakan suatu kemampuan emosional tenaga kefarmasian untuk
mengerti, menolong, dan merasakan apa yang dirasakan pasien. Dalam penelitian
ini dimensi emphaty adalah keramahan tenaga kefarmasian memberikan
pelayanan kepada pasien tanpa memandang status sosialnya (Prihartini, Yuniar, Susyanty, & Raharni, 2020). Penelitian ini
bertujuan untuk melihat hasil pelayanan di
klinik Muizzah dengan menggunakan model SERVQUAL terutama dibidang
kefarmasian.� Informasi yang didapat
diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak klinik Muizzah untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap setiap pasien.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah metode
yang tidak memberikan perlakuan, manipulasi, atau perubahan variabel bebas,
tetapi menggambarkan keadaan sebagaimana adanya (Priscylio, n.d, 2018). Pada jenis penelitian kualitatif digunakan dengan
pendekatan narrative. Penambahan pendekatan ini untuk mempermudah teknis
penelitian dan memperluas hasil penelitian tersebut. �Instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner sebagai instrumen penelitian.
Pembuatan kuesioner diadopsi dari beberapa jurnal lalu diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia. Penyebaran kuesioner dalam penelitian ini melalui media
langsung. Penyebaran kuesioner melalui media langsung, peneliti melakukan
dengan cara meminta konfirmasi responden untuk mengisi secara langsung. Peneliti
mendistribusikan kuesioner penelitian kepada pasien di klinik Muizzah yang
bersedia untuk mengisi.� Penelitian ini
akan menjadi dasar untuk memberikan masukan kepada pihak klinik dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap setiap pasien di klinik Muizzah.
Hasil dan Pembahasan
Model
Servqual sudah dilakukan dari penelitian terdahulu dan telah banyak menarik
minat para peneliti dan praktisi dalam beberapa tahun terakhir ini, para praktisi
yakin bahwa kualitas layanan dapat meningkatkan kinerja yang baik (B�ttcher et
al., 2019). Dinamika yang terjadi saat ini dalam dunia farmasi terutama
di bidang instansi kesehatan telah melihat pergeseran ke arah kualitas
pelayanan (Mirzae, Dubrovski, Kenneth, Morozov, & Leshansky, 2018).
Kepuasan
dan harapan pasien diukur untuk mengetahui kualitas pelayanan
konseling oleh apoteker di apotek dari 5
dimensi, yaitu : tangible, reliability, responsiveness, �assurance dan emphaty.
Tabel 1
Distribusi Jenis Kelamin dan
Usia di Klinik Muizzah pada bulan Juni 2021
Karakter Pasien |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Jenis Kelamin |
Laki-laki��������������� (17) Perempuan������������ (23) |
42,5 57,5 |
Usia (Tahun) |
�20-35�������������������� (10) �36-45 ��������������������(14) �46-55�������������������� (7) �>60���������������������� �(9) |
25 35 17,5 22,5 |
Tabel 2
Kesesuaian Pelayanan
Apoteker� kepada Pasien pada 5 Dimensi di
Klinik Muizzah
Dimensi |
No Kuesioner |
Indikator |
S (%) |
TS (%) |
Tangibles |
1 |
Klinik Muizzah menyediakan tempat khusus untuk pelayanan informasi obat |
81,6 |
18,4 |
2 |
Klinik Muizzah menyediakan majalah kesehatan, brosur dan leafleat tentang
obat. |
70,9 |
29,1 |
|
3 |
Kenyamanan ruang tunggu pasien. |
92,5 |
7,5 |
|
Reliability |
4 |
Apoteker memberi tahu indikasi obat yang diberikan kepada pasien. |
80,3 |
19,7 |
5 |
Apoteker memberi tahu aturan pakai obat yang diberikan kepada pasien. |
85,7 |
14,3 |
|
6 |
Apoteker memberi tahu efek samping obat yang diberikan kepada pasien. |
92,3 |
7,7 |
|
Responsiveness |
7 |
Apoteker langsung memberikan informasi obat yang dibutuhkan oleh pasien
tanpa harus diminta oleh pasien |
84,9 |
15,1 |
8 |
Apoteker bertanya kembali terkait kejelasan pemahaman pasien terhadap
informasi obat yang telah disampaikan oleh apoteker |
78,3 |
21,7 |
|
9 |
Apoteker bersedia menjelaskan kembali jika pasien belum paham dengan
informasi obat yang telah disampaikan oleh apoteker. |
80,6 |
19,4 |
|
Assurance |
10 |
Apoteker memiliki pengetahuan yang baik dalam menjelaskan indikasi,
aturan pakai dan efek samping obat pada saat menyerahkan obat kepada pasien. |
87,5 |
12,5 |
11 |
Apoteker memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi kepada
pasien pada saat melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien. |
92,7 |
7,3 |
|
12 |
Apoteker memberikan informasi obat dengan jelas dan mudah dimengerti oleh
pasien. |
90,3 |
9,7 |
|
Emphaty |
13 |
Apoteker melayani pasien dengan ramah dan murah senyum. |
88,9 |
11,1 |
14 |
Apoteker memberikan pelayanan informasi obat kepada semua pasien tanpa
memandang status sosial dan ekonomi. |
94,5 |
5,5 |
|
15 |
Apoteker memantau penggunaan obat oleh pasien misalnya via telepon atau
pada saat pasien datang kembali. |
82,6 |
17,4 |
Keterangan :
S��������� = Sesuai
TS������� = Tidak Sesuai
Dari data diatas,
didapatkan rata-rata pada 5 Dimensi tersebut yang tertera pada tabel dibawah
ini.
Tabel 3
Nilai Rata-rata pada 5 Dimensi
terhadap pelayanan di Klinik Muizzah
Dimensi |
Nilai Rata-rata (∑) (%) |
Tangibles |
81,6 |
Reliability |
86,1 |
Responsiveness |
81,2 |
Assurance |
90,1 |
Emphaty |
88,6 |
Tabel 1, dilihat tentang
distribusi jenis kelamin dan usia di klinik Muizzah pada bulan Juni 2021.
Peneliti melakukan penelitian dengan 40 responden. Namun dapat dilihat pada
tabel 2, setiap indikator pada kuesioner sudah ada tanggapan dari responden
dengan kriteria jawaban Sesuai (S) maupun Tidak Sesuai (TS). Pada tabel 3 dapat
dilihat bahwa dimensi assurance (jaminan) pada pelayanan konseling apoteker di klinik
Muizzah memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dimensi lainnya karena
memiliki skor rata-rata tertinggi yaitu 90,1%, sehingga� kompetensi tenaga kefarmasian menanamkan
kepercayaan dan keyakinan kepada pasien. Keterampilan dan kemampuan tenaga kefarmasian memberikan informasi obat secara
jelas dan lengkap kepada pasien.
Dimensi responsiveness (ketanggapan) perlu
mendapat perhatian karena memiliki skor yang paling rendah dengan nilai
rata-rata 81,2%, untuk menghindari semakin menurunnya tingkat kepuasan yang
menunjukkan semakin menurunnya kualitas pelayanan konseling oleh apoteker.
Kecepatan tenaga kefarmasian di klinik Muizzah masih kurang dalam memberikan
pelayanan resep. Oleh karena itu, apoteker harus lebih cepat tanggap lagi dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien. Nilai
rata-rata urutan kedua adalah dimensi emphaty
(empati) dengan 88,6%, urutan ketiga adalah pada dimensi reliability
(kehandalan) dengan 86,1%, begitu juga urutan keempat adalah dimensi Tangible (bukti nyata) dengan nilai
rata-rata 81,6%.� Konseling untuk meningkatkan kompetensinya. Adanya Kompetensi apoteker dalam proses konseling yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan kualitas layanan sehingga kepercayaan pasien terhadap apoteker dan apotek meningkat.
Kesimpulan
Konseling apoteker
sangat berpengaruh terhadap pelayanan di klinik Muizzah pada pasien yang
ditinjau menggunakan model SERVQUAL. Kelima dimensi pada
model servqual
tersebut diantaranya dimensi tangibles (bukti fisik) 81,6%, dimensi reliability (keandalan) 86,1%, dimensi responsiveness (daya tanggap) 81,2%, dimensi assurance (jaminan kepastian) 90,1%, dan dimensi empathy (empati) 88,6%. Guna meningkatkan kepuasan pasien di klinik Muizzah perlu
secara rutin melakukan evaluasi dan monitoring pelayanan
kefarmasian, agar dapat mempertahankan kelebihan yang ada dan selalu meningkatkan
kualitas pelayanan pada dimensi yang masih kurang dalam standar penilaiannya. Kompetensi
tenaga kefarmasian diharapkan juga dapat menanamkan kepercayaan dan keyakinan
pada pasien.
B�ttcher, Chotima, Schlickeiser, Stephan,
Sneeboer, Marjolein A. M., Kunkel, Desiree, Knop, Anniki, Paza, Evdokia,
Fidzinski, Pawel, Kraus, Larissa, Snijders, Gijsje J. L., & Kahn, Ren� S.
(2019). Human microglia regional heterogeneity and phenotypes determined by
multiplexed single-cell mass cytometry. Nature Neuroscience, 22(1),
78�90.Google Scholar
Farmasi, Jurnal, & Indonesia, Klinik.
(2012). Dampak Self Efficacy terhadap Perilaku Inovasi Apoteker di Rumah
Sakit Impact of Self Efficacy on Innovative Behaviour Pharmacist in Hospital.
1.Corespondesse. Google Scholar
Fatiha, Chilmia Nurul, & Bintang,
Sabiti Farroh. (2021). Peningkatan Kepatuhan Minum Obat Melalui Konseling Apoteker
pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Halmahera Kota Semarang.
41�48. Google Scholar
Harlianti, Mariska Sri, Andayani, Tri
Murti, & Puspandari, Diah Ayu. (2018). Willingness to Pay Pelayanan
Konseling Apoteker di Apotek di Kecamatan Polokarto Tahun 2016. 15(1),
1�5. Google Scholar
Lianti, Puji. (2017). Rekredensialing
Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Pada Pelayanan Rawat Jalan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Di Kabupaten Jember Tahun 2017. Corespondesse. Google Scholar
Mirzae, Yoni, Dubrovski, Oles, Kenneth,
Oded, Morozov, Konstantin I., & Leshansky, Alexander M. (2018). Geometric
constraints and optimization in externally driven propulsion. Science
Robotics, 3(17). Google Scholar
N Putra O, A Damayanti, T. Pinani D.
(2020). Evaluasi Kepuasaan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Hipertensi
Terhadap Layanan Kefarmasian di Puskesmas Mulyorejo Surabaya. 8(2),
95�103.
Nugraheni Ambar Yunita, Sari Ika Puspita,
Andayani Tri Murti. (2015). Pengaruh Konseling Apoteker Dengan Alat Bantu
Pada Pasien Diabetes Melitus. 233�240. Google Scholar
Pratiwi, Hening, Mustikaningtias, Ika, Widyartika,
Fajri R., & Setiawan, Didik. (2020). Analisis Persepsi Masyarakat
Terhadap Peran Apoteker Pada Layanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sokaraja ,
Baturraden , Sumbang , Dan. 33�48. Google Scholar
Prihartini, Nita, Yuniar, Yuyun, Susyanty,
Andi Leny, & Raharni. (2020). Kepuasan Pasien Rawat Jalan terhadap
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Puskesmas di 11 Provinsi di Indonesia
Outpatient Satisfaction with Pharmaceutical Sevices at Hospital and Primary
Health Care in 11 Provinces in Indonesia Peraturan Pemerintah N. 10(1),
42�49. Google Scholar
Priscylio, Ghery. (n.d.). Need of E- Integrated
Science Teaching Material Developed Using 4S TMD Model For Science Learning and
Teaching in Junior High School. Google Scholar
Ramdhani, Rani, & Affandi, H. Dr Azhar.
(2018). Analisis Peningkatan Kinerja Berbasis Komitmen Kerja Di Museum
Konferensi Asia Afrika (Mkaa). Perpustakaan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Unpas Bandung. Corespondesse.
Google Scholar
Sari Dyah Taufika, Sunardi, Astuti Harti,
Susilowati Agustina. (2019). Unit Farmasi Rumah Sakit Santa Elisabeth
Ganjuran Bantul. 4(1), 20�24. Google Scholar
Sujoko, Aris, & Chalidyanto, Djazuly. (2015).
Analisis Antrian Pelayanan Obat Non Racikan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia, 3(2), 99�107. Google Scholar
Oktri Lestari, Lila Wahyuni, Riri Amanda
Fitriani, Elza Rachman Panca Priyanda, Ayu Dwi Utami (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |