Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X
Vol. 2, No. 2 Februari 2020
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DENGAN INTEGRATED �CLINICAL PATHWAY TERHADAP MUTU PELAYANAN
KEPERAWATAN
Lia Dwi Jayanti dan �Rr. Tutik Sri
Hariyati
Universitas Indonesia
Email: [email protected]
dan [email protected]
Abstrak
Integrated �Clinical pathway (ICP) adalah rencana
asuhan pasien terintegrasi dan terkoordinasi efektif antar multidisiplin
dengan mendayagunakan sumber daya yang ada secara efisien
dalam pelayanan kesehatan. Implementasi Clinical
pathway bisa menjadi fasilitas dalam tercapainya peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Akan tetapi, pengembangan dan penerapan ICP di
Rumah Sakit tidaklah mudah karena pendokumentasian ICP dilakukan multidisiplin maka memerlukan pengetahuan yang mumpuni dan keterampilan klinis yang baik dalam menerapkan
clinical pathway. Tujuan dari
tinjauan literature review ini
adalah untuk mengetahui pengembangan sistem informasi manajemen dengan� Integrated �Clincal Pathway terhadap mutu pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit. Studi ini
menggunakan perangkat penelitian PICO (Population, Intervention, Comparison,
Outcome) dengan mengambil sumber dari EBSCO, ProQuest,
Scopus, JKI dan artikel lain. Studi
ini menunjukkan bahwa ICP yang terintegrasi dengan sistem informasi
manajemen dapat mengefisienkan waktu serta tenaga saat
pemberian asuhan keperawatan professional. Penerapan
sosialisasi, pelatihan dan evaluasi Clinical pathway yang optimal dapat.
mengeskalasi mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
Kata kunci: Clinical Pathway, Manajemen Keperawatan,
Mutu Pelayanan, Sistem Informasi
Pendahuluan
Salah satu upaya oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejak 1 Januari 2014 adalah memberikan pelayanan kesehatan sebagai upaya pelayanan kesehatan global (health
coverage) dengan memberlakukan
kepesertaan wajib untuk seluruh masyarakat
Indonesia yang diharapkan mampu
mencukupi hak setiap warga negara dalam memperoleh kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan melunasi pada fasilitas kesehatan tahap awal dengan sistem
kapitasi serta agar fasilitas kesehatan rujukan tahap selanjutnya
dengan sistem paket Indonesia Case
Based Groups (INACBG�s). Penentuan tarif paket INA-CBGs ini meminta manajemen
rumah sakit agar dapat menghemat biaya serta memaksimalkan
pengaturan keuangan rumah sakit, juga melaksanakan kendali mutu (Astuti, Dewi, & Arini, 2017). Dalam kehidupan bernegara, pemerintah pada hakikatnya memiliki kewajiban untuk memberi pelayanan terhadap masyarakat begitupun institusi privat seperti rumah sakit Swasta
ia tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi faktor public service sebagaai sesuatu keniscayaan dan sebaliknya masyarakat menerima pelayanan dari aparat pemerintah
sesuai dengan tugas masing-masing Instansi, rumah sakit swasta (institusi
privat) secara substansial mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tergantung pada manajemen dalam organisasi sehingga mampu mencapai tujuan organisasi dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat (Pujiastuti, 2017).
Clinical
pathway terintegrasi merupakan bagian penting dokumen yang melibatkan Profesional Pemberi Asuhan sebagai intradisiplin dan interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dalam pemberian asuhan pada pasien di Rumah Sakit (Sakit, 2017). Penerapan
Clinical pathway bisa
menjadi fasilitas dalam tercapainya tujuan akreditasi rumah sakit yaitu
dalam mengeskalasi mutu pelayanan rumah sakit, mengeskalasi
keselamatan pasien rumah sakit serta
mengeskalasi penjagaan untuk pasien, publik
danjuga sumber daya rumah sakit
(RI, 2014). Pada zaman modern ini rumah sakit
diwajibkan untuk melaksanakan akreditasi baik nasional melalui
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) ataupun standar internasional lewat Joint
Commission International (JCI) guna membenahi keselamatan serta kualitas dari pelayanan. Di Indonesia pengimplemantasian ICP berkaitan penerapan INA-DRG yang salah satu
versi Departemen Kesehatan RI untuk Diagnostic Related Group (DRG�s Casemix) yakni sistem pembiayaan sesuai pendekatan sistem casemix, yang mana diharapkan akan timbul efisiensi serta pengeskalasian mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Adisasmito, 2008). Maka,
ketika tahun 2010 sudah dilaksanakan pertemuan inkorporasi fraksi kerja Clinical pathway dalam pengimplementasian INA-DRG ketika
15 rumah sakit vertikal Depkes sebagai Pilot Project di Indonesia
(Depkes, 2010) Mutu
pelayanan kesehatan adalah intervensi terintegrasi kepada klien secara aman
dan sesuai standar profesi dengan mendayagunakan sumber daya yang terlatih sehingga kebutuhan pelangan dapat terpenuhi dan mencapai derajat kesehatan yang optimal. Mutu pelayanan keperawatan profesionalitas yang merujuk kepada 5 dimensi kualitas pelayanan yakni: reability, tangibles, assurance, responsiveness, serta empathy. Pengaruh faktor mutu pelayanan, antara lain: aspek kompetensi teknis, aspek pelayanan, efektifitas, efisiensi, relasi antara manusia,
keamanan, kenyamanan serta kesinambungan terhadap kepuasan pasien (Muninjaya, 2011) Berdasarkan
hasil sejumlah studi terkait manfaat
Integrated �Clinical Pathway, antara
lain: melakukan pemantauan sesuai standar perawatan, peningkatan mutu pelayanan, dokumentasi yang baik, pengimplementasian evidence-based
best practice, mengeskalasi kerjasama
tim, mendekadensi duplikasi, pembenahan pengaturan resiko, serta pemberian perawatan memfokuskan bagi pasien. Selain
itu, ICP bisa mendukung infrastruktur kesehatan dengan menyediakan berita yang sesuai, tepat serta
persis waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi pengamatan strategis pelayanan pasien serta outcome.
Metode Penelitian
Metode dalam kajian literature ini menggunakan perangkat PICO
(Population, Intervention, Comparison dan
Outcome). Pertanyaan penelitiannya adalah: �Apakah implementasi Integrated �Clinical
pathway memiliki pengaruh terhadap mutu pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit?�
Perangkat
pertanyaan:
Pertanyaan
penelitian: �Apakah implementasi Integrated
�Clinical
pathway memiliki pengaruh terhadap mutu pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit?�
Adapun sumber yang dapat diakses untuk penelitian adalah
EBSCO, ProQuest, Scopus, JKI dan artikel lain dengan kata kunci, clinical
pathway, manajemen keperawatan, mutu pelayanan dan sistem informasi. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah: pasien di RS, perawat dan sumber data 5
tahun terahir.
Hasil
dan Pembahasan
Clinical pathway ialah plot yang mengindikasikan dengan cara detail tahap-tahap prinsipil dari pelayanan kesehatan meliputi hasil yang diinginkan. Secara sederhana bisa dibilang bahwa Clinical pathway ialah suatu plot yang memvisualkan proses berawal ketika penerimaan pasien supaya pemulangan pasien. Clinical pathway memiliki banyak nama lain misalnya: Critical care pathway, Integrated �care pathway, Coordinated care pathway, Caremaps
(alur perawatan, alur kritis, alur perawatan terintegrasi atau peta perawatan),
ialah salah satu perangkat
penting yang
dipakai untuk mengendalikan kualitas pelayanan
kesehatan berkenaan dengan standardisasi proses perawatan (Sitorus, 2011). Sitorus mengutip pernyataan Muller bahwa pengimplementasian clinical pathways adalah suatu pendekatan yang bisa dipakai dalam rasionalisasi
biaya tanpa mendekadensi mutu. Care pathways merupakan �the heart of quality and patient safety�.
Care pathways menjadi sangat penting
sebagai petunjuk tim multidisiplin termasuk klinikan,
para manajer dan pasien sampai pada tingkatan pelaksanaan seharihari (Olsson, Hansson, Ekman, & Karlsson, 2009)
Tujuan utama implementasi
ICP menurut (Depkes, 2010) adalah untuk:
a.
Menetapkan �best practice� ketika pola praktek
diketahui tidak sama secara signifikan.
b.
Menentukan standar yang diinginkan
terkait lama perawatan serta pemakaian inpeksi klinik juga prosedur klinik lainnya.
c.
Menilai relasi antara beragam tahap serta
keadaan yang tidak sama dalam suatu
proses serta menyusun strategi untuk mengkoordinasikan supaya bisa menimbulkan pelayanan yang lebih gesit dengan tahapan
yang lebih sedikit.
d.
Memberikan peran bagi semua staf yang ikut serta dalam
pelayanan dan peran mereka dalam proses itu.
e.
Menyediakan konteks kerja untuk mengakumulasi serta menganalisis data proses pelayanan maka operator bisa mengetahui sesering serta mengapa seorang pasien tidak memperoleh
pelayanan sesuai prosedur.
f.
Mendepresiasi beban dokumentasi klinik.
g.
Meningkatkan kepuasan pasien lewat pengeskalasian pengetahuan bagi pasien, contohnya dengan menyediakan berita yang lebih sesuai perihal rencana pelayanan.
ICPAT adalah
bagian instrument yang telah
divalidasi serta bisa dipakai agar melaksanakan evaluasi dari isi serta
mutu ICP, yang terdiri atas 6 dimensi (Whittle, 2009) yaitu:
Dimensi 1: hal trsebut menentukan apakah formulir yang dinilai ialah Clinical
pathway (CP). Hal tersebut sebab
ada banyak kesimpangsiuran pengertian dan definisi CP. Sehingga langkah awal yang harus dilaksanakan ialah untuk menilai
apakah suatu guideline yang
akan kita nilai adalah CP atau bukan.
Dimensi 2: Menilai proses dokumentasi
ICP. CP ialah formulir yang
dipakai dengan cara faktual untuk
mendokumentasikan pelayanan
/ terapi yang diberikan untuk masing-masing pasien. Dokumentasi ini juga untuk mencatat kepatuhan ataupun ketidakpatuhan (variasi).
Dimensi 3: Menilai proses pengembangan
CP sama prinsipilnya dengan CP yang dihasilkan, sebab CP adalah suatu instrumen yang hendak dipakai untuk mengevaluasi pelayanan/terapi yang sudah diberikan serta untuk membenahi
pelayanan itu maka akan mengikut
sertakan proses perubahan dalam praktek sehari-hari.
Dimensi 4: Menilai proses implementasi
ICP. Definisi dari pengimplementasian (penerapan) CP
ialah ketika proses ekspansi CP (meliputi uji coba) sudah selesai
dilaksanakan serta tim yang menumbuhkan sudah siap untuk
mengimplementasikan dalam praktek harian. Dalam bagian tersebut
pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
ialah untuk menentukan efektifitas pengimplementasian serta pemakaian CP.
Dimensi 5: Menilai proses konservasi
ICP. Salah satu faktor sukses yang prinsipil dalam pemakaian CP ialah aktivitas untuk melindungi CP yang mensyaratkan CP berfungsi menjadi instrumen dinamis yang bisa merespon masukan dari staf, pasien,
respon klinis, referensi terbaru maka isi serta
desain dari CP harus selalu direview.
Dimensi 6: Menilai peran organisasi (RS). Peran organisasi adalah salah satu inti prinsipil yang akan mendukung proses pengimplementasian ICP.
1.
Kelebihan Penggunaan ICP
Banyak rumah sakit mulai mengaplikasikan ICP dalam pemberian pelayanan kesehatan untuk pasien, sebab
pemakaian ICP mempunyai kelebihan diantaranya:
a.
ICP adalah
format pendokumentasian dari
multidisiplin ilmu. Format ini bisa memberikan
penghematan dalam pencatatan, menghindari duplikasi penulisan, sehingga menghindari kemungkinan kesalahan komunikasi dalam tim kesehatan saat
merawat pasien.
b.
Meningkatkan pengetahuan dan kompetensi
dari tim multidisplin saat berkomunikasi dengan pasien.
c.
Memiliki standarisasi outcome berdasarkan
lamanya hari rawat, maka akan
teraih effective cost dalam
perawatan pasien.
d.
Dapat mengeskalasi kepuasan
pasien sebab pengimplementasian discharge planning lebih
jelas sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan (Sitorus, 2011).
2.
Kekurangan Penggunaan ICP
Selain mempunyai kelebihan dalam penggunaan ICP, perlu dicermati juga kekurangan yang ditemui dalam penerapan format ICP ini, diantarnya:
a.
Kurangnya pengetahuan terhadap
pentingnya Clinical
pathway karena sosialisasi
dan pelatihan yang diberikan
belum optimal.
b.
Tidak terlihat proses keperawatan
secara jelas sebab perlu menyesuaikan
dengan tahap perencanan medis, pengobatan, serta inspeksi penopang lainnya.
c.
Dokumentasi ICP ini membutuhkan
waktu yang relatif lama dalam pembentukan dan pengembangannya karena terbatasnya sumber daya.
d.
Format dokumentasi
hanya digunakan untuk per masalah spesifik tidak untuk keseluruhan penyakit sehingga tidak efisien dari
segi alat.
e.
Masih rendahnya
kepatuhan dalam pendokumentasian Clinical
pathway karena dianggap
sebagai beban kerja tambahan bagi para staf (Astuti et al., 2017).
Proses Keperawatan
digunakan sebagai kerangka kerja dalam pembuatan clinical pathway. Dalam
membuat clinical pathway, proses keperawatan
digunakan sebagai kerangka kerja. Proses keperawatan memberikan template untuk keberhasilan gabungan dari orientasi
pada pasien, kesepakatan dalam manajemen pengobatan yang dihasilkan untuk memperbaiki pelayanan dengan meningkatkan patient safety dan biaya
yang efektif sehingga Clinical pathway dapat
mengeskalasi mutu pelayanan keperawatan serta kepuasan pasien.
Mutu pelayanan kesehatan
ialah sesuatu bentuk intervensi terintegrasi kepada pasien secara aman
dan sesuai standar profesi dengan mendayagunakan sumber daya yang terlatih sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi
dan mencapai derajat kesehatan yang optimal. Mutu pelayanan keperawatan profesionalitas berlandaskan pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu: reability, tangibles,
assurance, responsiveness, dan empathy. Pengaruh faktor mutu pelayanan,
antara lain: aspek kompetensi teknis, aspek pelayanan, efektifitas, efisiensi, relasi diantara manusia, keamanan, kenyamanan serta kontinuitas terhadap kepuasan pasien (Muninjaya, 2011)
Hal ini
juga didukung dari artikel yang membahas mengenai penerapan Clinical pathway dalam
meningkatkan kepedulian
pada sesama, didapatkan bahwa Clinical
pathway memiliki pengaruh
yang positif terhadap kualitas perawatan yang diberikan pada pasien, dimana dapat membantu
meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit (Buchert, 2016) Adanya diferensiasi
signifikan bagi biaya perawatan stroke iskemik
akut setelah pengimplementasian CP pada pasien,
dimana mampu menurunkan biaya perawatan secara signifikan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Iroth, Ahmad, & Pinzon, 2017).
Penerapan Clinical pathway menurut standar penilaian ICPAT dan pada bagian konten dan mutu termasuk dalam kriteria moderate. Peran organisasi rumah sakit pada aspek konten masuk dalam
kriteria baik, sedangkan aspek mutu termasuk dalam
kriteria moderate (Astuti et al., 2017) Pada penelitian penerapan
Clinical pathway yang dilakukan oleh staf keperawatan pada pasien kanker, memberi pengalaman memuaskan bagi staf karena
dapat mengasah pengetahuan dan kemampuan
professional saat memberikan
asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien dan mutu pelayanan meningkat (Zhou, Ruan, Liao, & Wu, 2017).
Menurut salah satu penelitian
menyatakan bahwa Clinical pathway telah
diterapkan di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou
dan memberi manfaat penting bagi mutu
pelayanan kesehatan menjadi lebih baik,
adanya kepastian rencana untuk tata laksana pasien, mengurangi length of stay pasien,
dan mengontrol biaya. Implementasi Clinical
pathway sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan clinical governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan biaya yang dapat di estimasi dan terjangkau (Paat, Kristanto, & Kalalo, 2017).
Dari penelitian
didapatkan hasil penerapan Clinical
pathway bisa mendekadensi
average length of stay, tetapi belum
dapat menunjukan adanya diferensial terhadap outcomes pasien anak dengan DF-DHF di RSUD Kota
Yogyakarta (Fadilah & Budi, 2018). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit didapatkan hasil mutu pelayanan
keperawatanpun membaik hanya di kelompok intervensi (62,9% vs 97,1%) setelah
penerapan clinical pathway. Penerapan
Clinical pathway mengakibatkna
kepuasan pasien serta mutu pelayanan
keperawatan menimbulkan dampak terhadap kepuasan pasien (Wijayanti & Tjitra, 2019).
Kesimpulan
Sesuai dengan Permenkes RI No. 69 tahun 2014 tentang
Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien pasal 24 ayat 1 menyatakan bahwa
pasien memiliki hak mendapatkan layanan kesehatan
yang bermutu berdasarkan dengan standar
profesi serta standar
prosedur operasional. Salah satu strategi rumah sakit untuk mengeskalasi mutu pelayanan adalah
penerapan Clinical pathway atau integrated �Clinical
pathway (ICP).
Clinical pathway adalah rencana
kolaboratif asuhan pasien yang dilakukan secara multidisiplin, yaitu kolaborasi antar dokter, perawat, staf
klinis, serta staf penunjang. Clinical pathway terintegrasi merupakan bagian penting dokumen yang melibatkan Profesional Pemberi Asuhan sebagai intradisiplin dan interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dalam pemberian asuhan pada pasien di Rumah Sakit (Sakit, 2017). Implementasi Clinical pathway bisa menjadi
fasilitas dalam tercapainya tujuan akreditasi rumah sakit yakni dalam
mengeskalasi mutu pelayanan rumah sakit, mengeskalasi keselamatan pasien rumah sakit serta
mengeskalasi perlindungan bagi pasien, masyarakat
serta sumber daya rumah sakit
(RI, 2014).
Clinical pathway berbentuk dokumentasi keperawatan
professional terpadu, yang mampu
memastikan bahwa pasien menerima perawatan terbaik setiap saat dan dapat memberikan peningkatan mutu pelayanan bagi organisasi. ICP ialah format dokumentasi multidisplin dengan cara umum
dapat dipastikan di
Indonesia dengan pertimbangan
keperluan untuk membenahi kualitas dokumentasi, keperluan untuk mengefisiensi waktu perawat mencatat,
keperluan mengefisiensi biaya, mendekadensi duplikasi, mendekadensi salah komunikasi serta aksentuasi ketika hasil yang hendak dicapai pasien.
Kekurangan yang mungkin ditemui
dalam format dokumentasi multidisiplin adalah tidak terlihatnya proses keperawatan secara jelas, masih rendahnya
kepatuhan dalam pendokumentasian Clinical
pathway karena dianggap
sebagai beban kerja tambahan bagi para staf dan kurangnya pengetahuan terhadap pentingnya Clinical pathway karena
sosialisasi dan pelatihan
yang diberikan belum
optimal.
Clinical pathway adalah rencana kolaboratif
dalam pemberian asuhan pada pasien yang melibatkan dokter, perawat, staf klinis
dan staf penunjang. Alat dokumentasi primer yang menjadi tiap-tiap dari proses dokumentasi asuhan dan dalam mengoperasionalkannya terintegrasi
dalam sistem informasi manajemen. Clinical pathway bisa
dipakai supaya memberikan pelayanan keperawatan professional dengan mengefisienkan waktu serta tenaga. Dari berbagai penelitian, didapatkan hasil bahwa implementasi Clinical pathway yang optimal dengan evaluasi berkelanjutan memiliki banyak manfaat dan terbukti mampu meningkatkan kepuasan pasien sehingga mutu pelayanan keperawatan dapat meningkat.
BIBLIOGRAFI
Adisasmito, Wiku.
(2008). Kebijakan standar pelayanan medik dan diagnosis related group (DRG),
kelayakan penerapannya di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Univesitas Indonesia, Jakarta.
Astuti,
Yurni Dwi, Dewi, Arlina, & Arini, Merita. (2017). Evaluasi Implementasi Clinical pathway Sectio Caesarea di RSUD
Panembahan Senopati Bantul. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah
Sakit, 6(2), 97.
Buchert,
A. R. M. D. and G. A. M. S. N. R. N. Butler. (2016). �Clinical Pathways.�
Pediatric Clinics of North America. 63(2), 317�328.
Depkes,
R. I. (2010). Clinical Pathway. Jakarta: Ditjen Bina Pelayanan Medik.
Fadilah,
Neri Faradina Nur, & Budi, Savitri Citra. (2018). Efektifitas Implementasi Clinical pathway Terhadap Average Length
Of Stay dan Outcomes Pasien DF-DHF Anak di RSUD Kota Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan Vokasional, 2(2), 175�181.
Iroth,
Jemsner Stenly, Ahmad, Riris Andono, & Pinzon, Rizaldy. (2017). Dampak
penerapan Clinical pathway terhadap
biaya perawatan pasien stroke iskemik akut di RS Bethesda Yogyakarta. Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 2(1), 267.
Muninjaya,
A. A. Gde. (2011). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. EGC.
Olsson,
Lars‐Eric, Hansson, Elisabeth, Ekman, Inger, & Karlsson, Jon. (2009).
A cost‐effectiveness study of a patient‐centred integrated �care pathway. Journal of Advanced Nursing,
65(8), 1626�1635.
Paat,
Cicilia, Kristanto, Erwin, & Kalalo, Flora P. (2017). Analisis Pelaksanaan Clinical pathway di RSUP Prof. Dr. RD
Kandou Manado. JURNAL BIOMEDIK: JBM, 9(1).
Pujiastuti,
Endang. (2017). Hubungan Antara Kompetensi Profesional Tenaga Medis, Budaya
Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Dengan Mutu Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Rumah
Sakit Waled Kab. Cirebon. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(4),
34�65.
RI,
Permenkes. (2014). PMK No.69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien.
Sakit,
Komisi Akreditasi Rumah. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi
1. Jakarta: KARS.
Sitorus.
(2011). Penerapan Clinical Pathways Terbukti Mampu Menurunkan Biaya
Pengobatan di RS. Retrieved from ,
www.ugm.ac.id/.../3142-penerapanclinical-pathway, diakses 11 Oktober 2019.
Whittle,
Claire. (2009). ICPAT: Integrated �Care
pathways appraisal tool. International Journal of Care Pathways, 13(2),
75�77.
Wijayanti,
Catharina Dwiana, & Tjitra, Emiliana. (2019). Pengaruh Clinical pathway Terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan dan Kepuasan
Pasien. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 9(03), 616�622.
Zhou,
Jin, Ruan, Jian, Liao, Rongrong, & Wu, Xiumei. (2017). Application of Clinical
pathway management in the training and practice of nursing staff for cancer
patients.
��������������������������������������������������������������������������������������������������