Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�
Vol. 3, No. 8, Agustus 2021
DETERMINAN KETIMPANGAN
PENDAPATAN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2012-2020
Luluk Miftakhurrohmah Nabila, Lorentino Togar Laut
Universitas Tidar (UNTIDAR) Magelang Jawa Tengah, Indonesia
Email: luluknabila88@gmail.com,
[email protected]
Abstrak
Kesejahteraan suatu
masyarakat bukan hanya diukur berdasar tingkat besaran pendapatan nasional maupun
pendapatan perkapitannya saja tetapi juga dilihat menurut alur pendistribusian
pendapatan nasional itu sendiri mengalami ketimpangan atau tersebar secara
merata. Bagi negara
Indonesia, masalah ketimpangan sulit diatasi karena terdapat perbedaan pendapatan antara masyarakat
perkotaan dan perdesaan. Di daerah perkotaan
pendapatan yang diperoleh masyarakatnya jauh lebih besar dibanding di perdesaan
dikarenakan adanya sokongan dari instansi maupun perusahaan besar sehingga bisa
memperoleh upah yang didapat sebanding dengan roda perekonomiannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan-hubungan antar
variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka dan bantuan sosial
terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun
2012-2020. Penelitian
ini
menggunakan data
sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan RKPD Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Berdasarkan
analisis data panel dengan menggunakan bantuan Eviews 10, penggunaan metode pada penelitian ini memakai metode random effect model
(REM). Hasil penelitian menyatakan variabel yang berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan
merupakan variabel
tingkat pengangguran terbuka, variabel bansos tidak berpengaruh positif signifikan dan variabel pertumbuhan ekonomi
tidak berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2012 � 2020. �
Kata Kunci: ketimpangan
pendapatan; tingkat pengangguran terbuka; pertumbuhan ekonomi; bantuan sosial
Abstract
The welfare of a society is not only measured based on the level of
national income and per capita income alone but also seen according to the flow
of national income distribution itself is inequality or spread evenly. For the
Indonesian state, the problem of inequality is difficult to overcome because
there is a difference in income between urban and rural communities. In urban
areas the income earned by the community is much greater than in rural areas
due to the support from agencies and large companies so that they can earn
wages that are earned in proportion to the wheels of the economy. This study
aims to find out the relationships between economic growth variables, open
unemployment rate and social assistance to income inequality in the Province of
Yogyakarta Special Region in 2012 - 2020. This study uses secondary data
sourced from the Central Statistics Agency (BPS) and RKPD of Yogyakarta Special
Region Province. Based on the analysis of panel data using the help of Eviews
10, the use of methods in this study using random effect model (REM) method.
The results of the study stated that variables that affect income inequality
are open unemployment rate variables, bansos variables have no significant
positive effect and economic growth variables have no effect on income inequality
in the Province of Yogyakarta Special Region in 2012 - 2020.
Keywords: income inequality; open unemployment rate; economic growth; social assistance
Pendahuluan
Ketimpangan merupakan suatu masalah yang
sangat kompleks sampai menjadi suatu realita serta isu yang sangat penting
untuk segera ditinjau dan diatasi oleh kelompok negara maju ataupun berkembang.
Ketimpangan itu sendiri di negara berkembang selama 70 tahun yang lalu telah
menjadi topik utama sebagai bahan dasar dalam menentukan arah kebijakan yang
telah terjadi. Hal ini dimaksudkan karena terjadinya tendensi bahwa dengan
ketentuan-ketentuan pembangunan yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi sudah
banyak menimbulkan maraknya tingkat disparitas dalam masyarakat (Cahya Saputri, 2017).
Secara teoritis, tingginya pertumbuhan
ekonomi nantinya akan beresiko terhadap perbedaan distribusi pendapatan dalam
suatu wilayah. Ketimpangan atau disparitas pendapatan itu erat kaitannya dengan
pemerataan dalam hal penyaluran pendapatan yang diberikan oleh masing-masing
masyarakat dalam satu daerah atau negara. Apabila ketimpangan pendapatan
semakin meningkat maka distribusi pendapatan masyarakat suatu daerah akan
mengalami timpang atau ketidakmerataan. Hal itu menimbulkan adanya
disekuilibrium (gap) yang semakin melebar antara masyarakat baik dari kelompok
kaya dengan pendapatan tinggi maupun kelompok miskin dengan pendapatan rendah (Amri, 2017).
Kuznets merupakan ahli ekonomi pertama
yang merumuskan bahwa terdapat keterkaitan diantara ketimpangan distribusi pendapatan
terhadap pendapatan perkapita, biasa kita kenal dengan �Hipotesis Kuznets (U-terbalik)
(Kuznet, 1955). Hipotesis ini
menyatakan hasil pemikirannya bahwa dalam hubungan antara ketimpangan dan
pembangunan, yang mana ketika proses pembangunan dimulai, ketimpangan itu akan
melebar dan meningkat sampai di titik maksimum, namun ketika memasuki tahap
terakhir dari proses pembangunan maka akan terjadi penurunan dalam ketimpangan.
Maka dari itu, hubungan tersebut kemudian dinyatakan pada pendapatan perkapita
beserta ketimpangan yang berbentuk kurva U-terbalik (Safitri, 2018).
Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian
terdahulu yang menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan
terhadap ketimpangan pendapatan masyarakat (Nadhifah & Wibowo, 2021).
Ketimpangan pendapatan terjadi tidak
hanya pada daerah perkotaan yang cakupannya besar dan luas. Akan tetapi, di
provinsi DI Yogyakarta yang hanya memiliki 5 daerah yang terbagi atas 4
kabupaten dan 1 kota justru merupakan wilayah dengan tingkat ketimpangan
pendapatan tertinggi di Indonesia. BPS menghitung ketimpangan pendapatan
menggunakan indeks gini ratio sebagai tolak ukur. Indeks gini ini dalam
perhitungannya menggunakan skala angka yaitu antara 0 - 1. Pemerataan pendapatan
dikatakan baik apabila bernilai 0, yang mana jika koefisien gini semakin besar
maka tingkat pemerataan pendapatan menjadi semakin tidak sempurna (Istikharoh et al., 2018). Hal itu menandakan
bahwa kesenjangan ekonomi yang terjadi antar kelompok wilayah tersebut menjadi
semakin besar (Khoirudin & Musta�in, 2020). Dalam mengukur
rasio ini BPS hanya menghitung melalui jumlah dari pengeluaran konsumsi yang
dilakukan oleh masyarakat di tiap tahunnya. Nilai indeks gini di DI Yogyakarta
menurut perhitungan BPS lebih tinggi dari pada indeks gini Indonesia yaitu
mencapai 0.432 sementara indonesia dengan angka 0.393. Dimana itu menandakan
bahwa ketimpangan di Yogyakarta itu melebihi dari kota besar lainnya yang ada
di Indonesia ialah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bali
serta Banten.
Grafik 1
Perkembangan Gini Ratio Kabupaten/ Kota Provinsi DI
Yogyakarta Periode 2012 � 2020
Sumber : BPS DIY, 2020
(diolah)
Berdasar grafik 1, diketahui di tahun
2012 kabupaten Sleman adalah daerah yang menempati urutan pertama dimana angka
indeks gini nya lebih tinggi dari kabupaten/ kota lain yaitu sebesar 0, 44
persen, kemudian kulon progo menyusul dengan berada di urutan kedua dimana
angka indeks gini nya mencapai 0,33. Dan begitu pula sebaliknya daerah yang
memiliki angka gini ratio terendah yaitu kabupaten bantul yaitu sebesar 0,24.
Sampai pada tahun 2020 daerah dengan gini ratio tertinggi adalah Kota Yogyakarta
dengan angka 0,487 dan di urutan kedua yaitu ada Kabupaten Sleman dengan gini
ratio sebesar 0,45. Dan Kabupaten Gunungkidul memiliki gini ratio paling rendah
diantara daerah lain yaitu sebesar 0,337. Hal itu berarti menandakan bahwa
semakin tinggi ketimpangan pendapatan yang terjadi maka kesejahteraan
masyarakat nya menjadi menurun begitu pula sebaliknya apabila ketimpangan pendapatan
yang terjadi rendah maka kesejahteraan masyarakatnya semakin membaik atau
meningkat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan komponen
paling pokok dalam suatu proyek pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya�
masalah pembangunan seperti ketimpangan pendapatan. Namun demikian, mutu
kehidupan masyarakat belum mampu untuk berubah secara otomatis hanya dengan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara cepat. Atau bisa disebut �trickle down effect� yang mana penduduk
miskin tidak bisa berharap lebih dari adanya pertumbuhan ekonomi. Sampai
apabila tidak terjadi distribusi pendapatan yang merata maka hanya penduduk
kaya yang akan menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi itu. Trade off atau
yang biasa disebut perubahan diantara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan
selalu terjadi di berbagai wilayah. Kuznets mengemukakan bahwa seiring berjalannya
maka antara distribusi pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat (Sukirno, 2006).
Grafik 2
Perkembangan
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota Provinsi DI Yogyakarta Periode 2012 � 2020
Sumber : BPS DIY, 2020
(diolah)
Berdasar grafik 2, diketahui pertumbuhan
ekonomi berdasarkan kabupaten/ kota Provinsi DIY tahun 2012-2020 relatif
signifikan setiap tahunnya di masing-masing wilayah. Namun di tahun 2020
masing-masing kabupaten/ kota, pertumbuhan ekonominya mengalami kemerosotan
sampai pada di titik angka negatif dimana salah satu hal yang paling berdampak
bagi pertumbuhan ekonomi yaitu disebabkan karena masalah pandemi covid-19 di
Indonesia, terutama yang terjadi di Provinsi DIY belum sepenuhnya teratasi dan hilang
di kalangan masyarakat.
Menurut (Kurniawan & Sugiyanto, 2013)
dalam penelitiannya memperoleh hasil yang menggambarkan bahwa pengaruh hubungan
positif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan itu terjadi sebab pada
daerah yang maju pertumbuhan ekonomi memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada
daerah di berkembang yang mana akhirnya akan mampu melahirkan serta memperlebar
ketimpangan diantara berbagai daerah. Namun hal itu bertentangan dengan (Astuti, 2015)
yang dalam
penelitiannya menyimpulkan terjadinya keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi
dan ketimpangan pendapatan tetapi kearah negatif. Semakin meningkatnya Pertumbuhan
ekonomi maka akan dapat menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan dalam satu
wilayah.
Faktor lain yang diduga berpengaruh
terhadap ketimpangan pendapatan yakni tingkat pengangguran terbuka. (Efriza, 2014)
menyimpulkan apabila tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dalam
suatu wilayah, maka pendapatan per kapita yangi diterima oleh sekelompok pihak
menjadi semakin menurun. Begitu pula sebaliknya, jika tingkat pengangguran
menurun, maka akan terjadi peningkatan pendapatan per kapita, yang mana hal itu
mungkin dapat menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan disuatu wilayah itu juga
(Syamsir, A., & Rahman, 2018).
Grafik 3
�Perkembangan
Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/ Kota Provinsi DI Yogyakarta Periode
2012 � 2020
Sumber : BPS DIY, 2020
(diolah)
Grafik 3 diatas menunjukkan bahwa
perkembangan TPT tiap kabupaten/kota provinsi DIY dari tahun 2012-2020
cenderung berfluktuatif. Dimana tingkat pengangguran tertinggi selama hampir 9
tahun ditempati Kota Yogyakarta dan paling rendah terletak di kabupaten
Gunungkidul. Itu menandakan bahwa terpusatnya 3 kegiatan� perekonomian yang relatif tinggi dalam suatu
daerah tertentu dapat memacu tingkat pertumbuhan daerah itu menjadi cenderung
lebih cepat, sedang daerah lain yang kegiatan perekonomiannya rendah dapat
menimbulkan tingginya angka pengangguran serta menjadikan rendah dan menurunnya
pendapatan yang akan menyebabkan ketimpangan di daerah itu sendiri (Todaro & Smith, 2013).
Selanjutnya faktor terduga lain yang
dapat mempengaruhi ketimpangan pendapatan yaitu bantuan sosial. Bantuan sosial
merupakan salah wujud penyaluran tunjangan atau donasi dari pemerintah daerah
berupa uang, barang, atau jasa kepada sekelompok masyarakat maupun keluarga
yang sedang dalam kondisi keuangan kurang mampu serta mudah terkena resiko
sosial. Maka karenanya, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Thn. 2011
maka perlu adanya pengeluaran dalam bentuk bantuan sosial yang dapat digunakan
untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang tinggi dan mendorong kegiatan ekonomi sampai
dapat mengurangi atau menahan adanya resiko sosial.
Grafik 4
�Perkembangan Bantuan
Sosial Di Kabupaten/ Kota Provinsi DI Yogyakarta Periode� 2012 � 2020
Sumber : BPS DIY, 2020
(diolah)
Berdasarkan grafik 4 diatas, menunjukkan
bahwa tingkat bantuan sosial antar kabupaten/ kota Provinsi DIY dari tahun
pertama sampai tahun terakhir berfluktuasi. Penyumbang bantuan sosial tertinggi
dari tahun 2012 sampai 2020 berada di kabupaten sleman dengan rata-rata Rp.
35.302.805,00. Pada 2012 sampai tahun 2017 Kota Yogyakarta penyumbang bantuan
sosial terendah namun, di tahun 2018 sampai 2019 berganti menjadi kabupaten
gunungkidul sebagai penyumbang bantuan sosial terendah. Dan 2020 Kota
Yogyakarta kembali menjadi penyumbang bantuan sosial terendah dengan nilai
sebesar Rp. 1.384.850,00.
Adanya pengalokasian belanja bantuan
sosial yang diarahkan sebagaimana mestinya diharapkan bisa mengurangi maupun
menurunkan terjadinya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di suatu daerah (Yasni, 2020).
Telah dijelaskan lebih rinci oleh
peneliti terdahulu mengenai pengaruh TPT, Pertumbuhan Ekonomi, serta Bantuan
Sosial terhadap Ketimpangan Pendapatan. (Todaro & Smith, 2013)
dan (Hassan et al., 2015)
melalui penelitiannya di pakistan menyatakan jika saat jangka pendek pertumbuhan
ekonomi dan ketimpangan pendapatan mempunyai keterkaitan positif, sedang dalam
jangka panjang berhubungan negatif. (Risso & Carrera, 2012)
dan (Amri, 2017)
menyatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunayi hubungan positif dan
signifikan dalam jangka panjang. Penelitian oleh (Sukirno, 2011)
dan (Hindun;Soejoto, 2019)
mengungkapkan TPT dan ketimpangan pendapatan berpengaruh negatif. Makin banyaknya
pengangguran membuat pendapatan upah yang diterima oleh masyarakat golongan
rendah akan semakin berkurang sampai dapat mengakibatkan ketimpangan pendapatan
yang semakin tinggi. Sementara (Efriza, 2014)
menyimpulkan jika diantara kedua variabel pengangguran terbuka dengan ketimpangan
pendapatan itu berhubungan positif. Menurut (Habibov & Fan, 2013)
pemberian bantuan sosial belum bisa menangkat taraf hidup masyarakat dari
jurang kemiskinan serta tingginya ketimpangan. Berdasarkan penelitian di negara
yang memiliki penghasilan rendah dan sedang dalam tahap transisi, membuktikan
bahwa pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan tidaklah cukup hanya
dengan pemberian bantuan sosial. Hal itu dapat ditimbulkan lantaran manfaat
yang diperoleh kelompok miskin sangat kecil dari manfaat yang seharusnya, dilihat
berdasar rancangan kebijakannya bantuan sosial bukan untuk mengangkat
kemiskinan maupun meminimalisir ketimpangan di negara sedang dalam tahap
perpindahan karena itu hanya akan memberatkan pemerintah dalam mencatat
masyarakat golongan miskin dan permasalahan tingkat ketimpangan.
Maka dengan ini, penelitian ini akan
membahas dan mempelajari lebih lanjut mengenai hubungan-hubungan antar variabel
pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka dan bantuan sosial terhadap
ketimpangan pendapatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2020. Penggunaan
variabel-variabel
tersebut dimaksudkan supaya kita bisa menggali dan mengkaji lebih dalam
mengenai pengaruh faktor-faktor yang menjadi permasalahan ketimpangan
pendapatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat ditemukan
solusi maupun kebijakan yang terbaik untuk menanggulangi permasalahan tersebut
dikarenakan melalui kebijakan yang diambil akan mempengaruhi pihak pemerintah
lokal maupun nasional.
Metode Penelitian
Model analisis data memanfaatkan
penelitian kuantitatif deskriptif, data yang diperoleh dan diaplikasikan berbentuk
angka. Studi empiris dalam penelitian ini memanfaatkan data sekunder dari Badan
Pusat Statistik (BPS) serta RKPD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bentuk data
berupa data panel yakni kombinasi antara data time series selama 9 tahun (2012-2020) dengan data cross-section (5 kabupaten/ kota
Provinsi DI Yogyakarta).
Keterangan:
KP���� : Ketimpangan Pendapatan (Indeks Gini)
������ : konstanta
TPT�� : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (persen/ %)
PE���� : Tingkat Pengangguran Terbuka (persen/ %)
BANSOS: Bantuan Sosial (ribuan)
β1,β2,β3: Koefisien
i�������� : Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
t�������� : Tahun (2012-2020)
������ : error term
Model diatas bertujuan mengetahui elastisitas diantara
variabel terikat terhadap variabel� bebas
(Abdulah, 2013). Model untuk
estimasi dalam data panel dibedakan menjadi 3 macam pendekatan. Pendekatan itu
dipilih berdasar model terbaik untuk diapilkasikan yaitu dengan Common Effect, Fixed Effect, atau Random Effect. Sebelum
menggunakan 3 model itu diperlukan beberapa langkah-langkah terlebih dahulu
untuk mengestimasi model terbaik yaitu dengan menggunakan uji Chow yang bertujuan membuktikan ketika mengestimasi data panel lebih baik menggunakan common effect ataukah
fixed effect dengan
nilai probability < α = 5%
(0,05). Uji Hausman digunakan untuk menentukan lebih tepat menggunakan model fixed effect model atau random effect, apabila nilai probability < �α = 5% (0,05) berarti penggunaan model
terbaik yakni fixed effect. Uji Lagrange Multiplier berguna membuktikan
model terbaik dari random effect ataupun
ordinary least square saat nilai probability > chi-square.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
������ Berikut pemilihan model paling tepat, yakni
melalui uji chow untuk menetapkan model fixed
effect atau model common effect.
Tabel 1
Hasil Chow Test
Effects
Test |
Statistic |
d.f. |
Prob. |
Cross-section F |
1.625023 |
(4,37) |
0.1885 |
Cross-section Chi-square |
7.283033 |
4 |
0.1217 |
Sumber: Data Diolah, E-views 10
Hasil estimasi
chow test tabel 1, nilai probability
(p-value) cross-section Chi-square = 0.1217 dengan tingkat signifikansi error
(α=0.05), diperoleh kesimpulan terima Ho dan tolak H1, maka common effect model (CEM) ialah model
terbaik.
Berikutnya ialah
model Uji Hausman. Uji Hausman untuk menetapkan lebih tepat menggunakan model fixed effect (FEM) atau random effect (REM).
Tabel 2
Hasil
Hausman Test
Test Summary |
Chi-Sq. Statistic |
Chi-Sq. d.f. |
Prob. |
Cross-section random |
6.003233 |
3 |
0.1115 |
Sumber: Data Diolah, E-views 10
Hasil estimasi hausman test tabel 2, diperoleh hasil yakni
nilai probability (p-value)
cross-section random = 0.1115 dengan tingkat signifikansi error (α=0.05)
maka terima Ho dan tolak H1, jadi model terbaik untuk digunakan ialah random effect model (REM).
Setelah melalui
uji model estimasi, uji chow dan uji hausman diperoleh kesimpulan akhir untuk
penggunaan model terbaik dan tepat yakni berupa random effect. Hasil regresi data panel random effect dinyatakan dalam tabel berikut :
Tabel 3
Hasil
Regresi Data Panel REM
Variable |
Random Effect Model |
TPT |
0.0002 |
PE |
0.6339 |
BANSOS |
0.2568 |
C |
0.0000 |
R-squared |
0.312178 |
Adjusted R-squared |
0.261849 |
F-statistic |
6.202813 |
Prob(F-statistic) |
0.001420 |
Sumber: Data Diolah, E-views 10
Dibawah ini
adalah hasil uji estimasi random effect
model:
1. Uji F
(Simultan)
Hasil
uji random effect model menunjukkan nilai f-hitung = 6.202813 dan nilai
probabilitas = 0.001420 signifikan pada α = 5%, diperoleh kesimpulan yaitu
menolak H0 dan menerima H1. Dari pernyataan tersebut bisa ditarik kesimpulan
bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka, Pertumbuhan Ekonomi, dan Bantuan Sosial
secara bersamaan (simultan) berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan.
2. Uji t
(Parsial)
Uji t
dipergunakan menganalisis adakah pengaruh signifikan secara parsial antara 2
variabel dalam penelitian yaitu variabel bebas dan terikat. Pengujian terfokus
pada membandingkan antara thitung dengan ttabel serta
membandingkan antara nilai probability terhadap tingkat signfikasi α = 5%.
Hasil
pengujian regresi dari tabel 3 diketahui bahwa :
a. Ha ditolak Ho ditolak
t-tabel = 1.683 t-hitung 4.076 t-tabel = 1.683
Gambar 1
Hasil Uji t
b. Pertumbuhan
ekonomi. Dari uji statistik yang telah dilakukan menujukkan bahwa nilai thitung
= -0.479768 < nilai ttabel = 1.683 dan nilai probabilitas =
0.6339 > (taraf nyata = 5%). Kesimpulannya berupa ada pengaruh negatif tak
signifikan dari variabel pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan DI
Yogyakarta. Hasilnya terlihat dalam gambar berikut :
Ha ditolak
��������������������������������������������������
t-hitung = -0.479 t-tabel = 1.683 t-tabel = 1.683
Gambar 2
Hasil Uji t
c.
Bantuan
sosial. Dari uji statistik yang telah dilakukan menujukkan bahwa nilai thitung
=1.150026 < nilai ttabel = 1.683 dan nilai probabilitas = 0.2568
> (taraf nyata = 5%). Kesimpulannya berupa ada pengaruh
positif tidak signifikan dari variabel pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan DI Yogyakarta. Hasilnya terlihat
dalam gambar berikut :
t-tabel = 1.683 Ho ditolak Ha ditolak t-hitung =
1.150 t-tabel = 1.683
Gambar 3
Hasil Uji t
3. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil uji koefisien determinasi tabel 3
REM, didapatkan nilai R-square (R2) =� 0.312178 atau sebesar 31,22%. Hal itu
menandakan jika 31,22% ketimpangan pendapatan telah dipengaruhi oleh variabel
tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan bantuan sosial yang
terdapat dalam model penelitian ini. Sedang sisanya 68,78% dijabarkan melalui
variabel lain diluar model dalam penelitian ini.
B.
Pembahasan
Dari pengolahan
data sekunder dengan menggunakan E-views 10, diperoleh persamaan regresi panel
random effect model seperti berikut :
Persamaan diatas
akan membahas dan menjelaskan bagaimana pengaruh antara masing-masing variabel
terhadap variabel ketimpangan pendapatan yaitu seperti berikut:
1.
Pengaruh
Tingkat Pengangguran Terbuka Terhadap Ketimpangan Pendapatan
���� Hasil uji regresi membuktikan ketika TPT
menghadapi kenaikan sebesar 1% lalu akan meningkatkan ketimpangan sebanyak
0.017614%. Sedangkan nilai probablitas TPT sebesar 0.0002 yang berarti
berpengaruh baik dari segi secara parsial maupun secara simultan terhadap
ketimpangan pendapatan. Namun, penelitian (Damarjati, 2010)
mengatakan bahwa tidak ada hubungan pengaruh signifikan dari TPT dengan
kesenjangan pendapatan yang terjadi di Jawa Tengah pada tahun 2004-2008.
Penelitian (Masruri, 2016)
menjelaskan hal berbanding terbalik bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT)
serta kesenjangan pendapatan Jawa Tengah pada 2011-2014 berpengaruh secara
signifikan. Hasilnya menunjukkan bahwa Pengangguran itu bisa mengganggu penurunan
ketimpangan di Jawa Tengah karena penduduk-penduduk yang menganggur tidak dapat
menghasilkan produk-produk ekonomi. Situasi itu diperjelas pula bahwasannya
urbanisasi menuju daerah yang lebih maju perekonomiannya menyebebkan munculnya
pengangguran terbuka sampai banyak kota besar terbebani oleh angkatan kerja yang
semakin banyak namun lapangan kerjanya terbatas dan memunculkan ketimpangan
yang semakin besar.
2.
Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan
Hasil uji
regresi membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi ketimpangan
pendapatan Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2012-2020. Pertumbuhan Ekonomi
memiliki koefisien -0.001185 dengan nilai probabilitas 0.6339 artinya setiap
terjadi kenaikan 1% dari pertumbuhan ekonomi tidak akan mampu merendahkan
ketimpangan pendapatan sebanyak 0.001185%. Hasil uji analisis ini sama dengan
penelitian (Permana, 2016)
yang menyimpulkan jika diantara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
ada pengaruh negatif tidak signifikan. Itu juga sejalan dengan penelitian (Ogus Binatli, 2012)
yang menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berhubungan dengan ketimpangan
pendapatan. Hal itu disebabkan karena pengaruh data sebelumnya yang hanya
sampai pada tahun tertentu. Perbandingan 2 periode tersebut mempunyai hubungan
yang berbeda diantara kedua variabel tersebut yang mana pertumbuhan ekonomi itu
memiliki efek lebih besar dari pada ketimpangan pendapatan.
���� Hasil ini berbanding terbalik dengan
penelitian (Masruri, 2016)
yang mengatakan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap ketimpangan ekonomi
yang mana jika pertumbuhan ekonomi mengalami naik turun justru membuat
ketimpangan ikut meningkat. Tingginya ketimpangan pendapatan diiringi dengan
trend yang menurun dimana penurunan itu tidak diikuti dengan pertumbuhan yang
meningkat maka hasilnya pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh signifikan akan
tetapi pada tingkat level terjadi penghambatan sampai ketimpangan mengalami
penurunan secara non maksimal dan selaras dengan teori neo marxist yang
menerangkan pertumbuhan ekonomi akhirnya menjadi satu faktor yang menyebabkan
jurang ketimpangan kalangan berkecukupan serta berkekurangan meluas lalu kian
melonjak.
3.
Pengaruh
Bantuan Sosial Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Hasil uji
regresi menunjukkan bantuan sosial tidak memberikan pengaruh terhadap
ketimpangan pendapatan. Bantuan Sosial memiliki nilai koefisien 3.07E-10 dengan
nilai probabilitas 0.2568 yang berarti setiap terjadi kenaikan 1% bantuan
sosial akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 3.07E-10%. Hasil
penelitian itu seperti penelitian yang dilakukan (Yasni, 2020)
yang menyimpulkan bahwa belanja bantuan sosial mempunyai pengaruh tidak
signifikan terhadap ketimpangan pendapatan Nasional. Terjadi peningkatan pada
masyarakat yang berpendapatan rendah saja belum tentu akan menurunkan
ketimpangan pendapatan itu. Akita et al (1999) dalam penelitiannya mendukung pernyataan
diatas yang mengatakan bahwa diantara pengeluaran rumah tangga/ pendapatan
rumah tangga dengan ketimpangan pendapatan tidak ada pengaruh signifikan. Riau
adalah provinsi yang pendapatannya tertinggi ketiga di indonesia namun
ketimpangannya kecil. Sebaliknya, nusa tenggara barat termasuk provinsi yang berpendapatan
rendah dan ketimpangannya masuk kategori tinggi. Hal itu berarti bahwa dengan
pendapatan yang tersu bertambah tidak selalu berpengaruh terhadap berkurangnya
ketimpangan.
Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan dari hasil dan
pembahasan mengenai Determinan Ketimpangan Pendapatan Provinsi D.I.Yogyakarta
Tahun 2012-2020 yaitu: Tingkat pengangguran terbuka mempengaruhi
ketimpangan pendapatan secara signifikan di Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2020.
Itu menandakan setiap peningkatan dalam tingkat pengangguran terbuka dapat
mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan begitu pula sebaliknya. Namun,
pengaruh dari tingkat pengangguran terbuka signifikan. Pertumbuhan ekonomi tak
mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2020.
Itu menandakan setiap peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi tidak akan
menyebabkan ketimpangan pendapatan begitu pula sebaliknya. Bantuan sosial
mempengaruhi ketimpangan pendapatan secara tidak signifikan di Provinsi DI
Yogyakarta tahun 2012-2020. Itu menandakan setiap peningkatan dalam bantuan
sosial akan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan begitu pula
sebaliknya. Namun, pengaruh dari bantuan sosial tidak signifikan. Ketimpangan
pendapatan di Provinsi DI Yogyakarta tahun 2012-2020 secara bersama-sama
dipengaruhi oleh Tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan bantuan
sosial.
Rekomendasi dari hasil dan pembahasan
mengenai Determinan Ketimpangan Pendapatan Provinsi D.I.Yogyakarta Tahun
2012-2020 yaitu: Dari pihak Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diperlukan
adanya suatu bentuk kepedulian seperti perluasan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat untuk memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik agar tingkat
pengangguran terbuka dapat berkurang sedikit demi sedikit sampai ketimpangan
pendapatan juga akan mengalami penurunan. Perlu adanya evaluasi
lebih dalam mengenai anggaran dan penyaluran belanja bantuan sosial yang
diberikan oleh Pemerintah supaya hal itu nantinya tersalurkan sesuai sasarannya
sampai diharapkan dengan hal itu bisa sedikit demi sedikit mampu mengurangi
ketimpangan pendapatan yang ada. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
diharapkan mampu mengambil langkah kebijakan yang tepat guna baik dari segi perekonomian
ataupun non perekonomian supaya ketimpangan menurun dan distribusi pendapatan
dapat terlaksana secara merata.
BIBLIOGRAFI
Abdulah, R. (2013). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Ketimpangan Pendapatan Di Jawa Tengah. JEJAK: Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan,
6(1), 42�53. Google Scholar
Amri, K. (2017). Analisis Pertumbuhan
Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan : Panel Data 8 Provinsi di Sumatera. Jurnal
Ekonomi Dan Manajemen Teknologi (EMT), 1(1), 1�11. Google Scholar
Astuti, R. D. (2015). Analisis Determinan
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode
2005-2013. Tirtayasa Ekonomika, 15(1), 17�30. Google Scholar
Cahya Saputri, R. G. (2017). Pengaruh
Produktivitas Sektoral Dan Laju Pdrb Terhadap Tingkat Ketimpangan Pendapatan Di
Jawa Tengah Pada Tahun 2006 � 2015. Jurnal REP (Riset Ekonomi Pembangunan),
2(1), 103�112. Google Scholar
Damarjati, A. G. (2010). Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan di propinsi jawa tengah. Google Scholar
Efriza, U. (2014). Analisis Kesenjangan
Pendapatan Antar Kabupaten / Kota Di Provinsi Jawa Timur Di Era Desentralisasi
Fiskal. Jurnal Universitas Brawijaya Malang. Google Scholar
Habibov, N. N., & Fan, L. (2013).
Social assistance and the challenges of poverty and inequality in Azerbaijan, a
low-income country in transition. Journal of Sociology and Social Welfare,
33(1), 203�226. Google Scholar
Hassan, S. A., Zaman, K., & Gul, S.
(2015). The Relationship between Growth-Inequality-Poverty Triangle and
Environmental Degradation: Unveiling the Reality. Arab Economic and Business
Journal, 10(1), 57�71. Google Scholar
Hindun;Soejoto, A. (2019). Pengaruh
Pendidikan , Pengangguran , dan Kemiskinan terhadap Ketimpangan Pendapatan di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 8(3), 250�265. Google Scholar
Istikharoh, Prijanto, W. J., &
Destiningsih, R. (2018). Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan , Upah Minimum
Dan Tingkat Pengangguran Terhadap Ketimpangan Pendapatan Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2008 -. Directory Journal of Economic, 2(1). Google Scholar
Khoirudin, R., & Musta�in, J. L.
(2020). Analisis Determinan Ketimpangan Pendapatan di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tirtayasa Ekonomika, 15(1), 17�30. Google Scholar
Kurniawan, B. R. A., & Sugiyanto, F.
(2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Share Sektor Industri Dan Pertanian Serta
Tingkat Jumlah Orang Yang Bekerja Terhadap Ketimpangan Wilayah Antar
Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2002-2010. Diponegoro Journal of
Economics, 2(1), 1�14. Google Scholar
Kuznet, S. (1955). Growth and Income Inequality. The
American Economic Review. Google Scholar
Masruri. (2016). Analisis Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Ipm, Tpak Dan Pengangguran Terbuka Terhadap Ketimpangan
Pendapatan Antar Daerah Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014. Jurnal
Ilmiah, 1�13. Google Scholar
Nadhifah, T., & Wibowo, M. G. (2021). Determinan
Ketimpangan Pendapatan Masyarakat Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis, 24(1), 39�52. Google Scholar
Ogus Binatli, A. (2012). Growth and Income
Inequality: A Comparative Analysis. Economics Research International, 2012,
1�7. Google Scholar
Permana, R. (2016). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur. Forum Ekonomi:
Jurnal Ekonomi, Manajemen Dan Akuntansi, 18(2), 111�129. Google Scholar
Risso, W. A., & Carrera, E. J. S.
(2012). Inequality and economic growth in China. Journal of Chinese Economic
and Foreign Trade Studies, 5(2), 80�90. Google Scholar
Safitri, D. (2018). Analisis Ketimpangan
Dan Dispersi Pertumbuhan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2018. Google Scholar
Sukirno, S. (2006). Teori Pengantar Ekonomi
Makro. In Jakarta. Google Scholar
Sukirno, S. (2011). Teori Pengantar Makroekonomi.
Rajawali Press. Google Scholar
Syamsir, A., & Rahman, A. (2018).
Menelusuri Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten dan Kota. EcceS
(Economics, Social, and Development Studies), 5(1), 22. Google Scholar
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2013).
Pembangunan ekonomi edisi kesembilan. In Erlangga.
Widarjono, A. (2018). Ekonometrika :
Pengantar dan Aplikasinya. In Jakarta : Ekonosia.
Yasni, R. (2020). Peran Belanja Modal Dan Belanja
Bantuan Sosial Pemerintah Daerah Terhadap Ketimpangan Pendapatan Di Indonesia. Substansi:
Sumber Artikel Akuntansi Auditing Dan Keuangan Vokasi, 4(1), 39�63. Google Scholar
Luluk Miftakhurrohmah Nabila, Lorentino Togar Laut (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |