Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X


Vol. 4, No. 10, Oktober 2022

 

TINJAUAN YURIDIS PENCEGAHAN PEMBERIAN PASPOR REPUBLIK INDONESIA KEPADA PEKERJA MIGRAN INDONESIA NONPROSEDURAL DENGAN MODUS BERPROFESI SEBAGAI PELAUT (STUDI PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I TPI TANJUNG PRIOK)

 

Brianta Petra Ginting, Hedwig Adianto Mau, Mardi Candra Politeknik Imigrasi Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dan memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Untuk memberikan kesejahteran kepada masyarakat, pemerintah Indonesia berusaha menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya. Tetapi saat ini lapangan pekerjaan yang tersedia belum mencukupi jumlah angkatan kerja Indonesia. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, banyak Warga Negar Indonesia mencari pekerjaan diluar negeri. Hal ini telah menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia mengingat banyaknya Warga Negara Indonesia bekerja secara ilegal dan menjadi korban penyeludupan orang di luar negeri. Penulis melakukan penelitian terkait tinjauan yuridis pencegahan pemberian Paspor Republik Indonesia kepada Pekerja Migrasi Nonprosedural dengan modus berprofesi sebagai pelaut. Metode penelitan yang digunakaan metode pendekatan peraturan perundang-undangan. Penulis melakukan tinjauan hukum terkait peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan upaya preventif pencegahan Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural.

 

Kata Kunci: pekerja migran Indonesia; peraturan perundang-undangan; paspor republik indonesia

Abstract

Indonesia is a developing country and has the largest population in the world. To provide welfare to the community, the Indonesian government seeks to provide the widest possible job opportunities. However, currently the available job opportunities are not sufficient for the Indonesian workforce. Therefore, to fulfill their daily needs, many Indonesian citizens are looking for work abroad. This has become a concern for the Indonesian government considering that many Indonesian citizens work illegally and become victims of people smuggling abroad. The author conducted a research related to the juridical review of the prevention of the issuance of the Republic of Indonesia Passport to Non-procedural Migration Workers with the mode of profession as a seafarer. The research method used is the statutory approach method. The author conducts a legal review related to the applicable laws and regulations to carry out preventive efforts to prevent non- procedural Indonesian Migrant Workers

 

Keywords: indonesian migrant workers; legislation; indonesian passport

 

 

How to cite:

Brianta Petra Ginting, Hedwig Adianto Mau, Mardi Candra (2022) Tinjauan Yuridis Penc Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural De Kantor Imigrasi Kelas I Tpi Tanjung Priok),

egahan Pemberian Paspor Republik Indonesia Kepada ngan Modus Berprofesi Sebagai Pelaut (Studi Pada (4) 10, https:// 10.36418/syntax-idea.v4i10.1310

E-ISSN:

2684-883X

Published by:

Ridwan Institute

�����������������


Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang dan memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam pemberian pekerjaan kepada masyarakat. Bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Bahwa negara menjamin hak, kesempatan, dan memberikan pelindungan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan. Selain itu pada Pasal 28 Huruf h UUD 1945, pemerintah Indonesia menjamin setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini tercatat jumlah penduduk laki- laki Indonesia sebanyak 119.630.913 jiwa dan perempuan sebanyak 118.010.413 jiwa (BPS, 2017). Saat ini penduduk usia kerja sebanyak 2,92 juta orang dengan klasifikasi Bukan Angkatan Kerja sebanyak 1,19 juta orang dan Angkatan Kerja sebanyak 1,73 orang. Dalam data Angkatan Kerja terdiri dari penduduk yang bekerja sebanyak 1,67 juta orang dan jumlah pengangguran sebanyak 6,68 juta orang (Badan Pusat Statistik, 2020).

Bekerja merupakan jawaban dalam memenuhi kebutuhan hidup yang layak setiap orang. Dengan bekerja dan memperoleh penghasilan, seseorang dapat melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan pangan, papan, dan sandang bagi dirinya serta keluarganya. Setiap Warga Negara Indonesia (WNI) mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Saat ini banyak WNI yang mencari kerja tidak hanya di dalam negeri, melain mencari pekerjaan di luar negeri. Dengan kemajuan teknologi transportasi saat ini, semakin memudahkan WNI berpergian mencari kerja dan penghidupan yang lebih layak ke luar negeri.

Untuk melindungi WNI yang bekerja di luar negeri, pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Tujuan dari Undang-Undang ini adalah menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan menjamin pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya. Sebelumnya para WNI yang bekerja diluar negeri dikenal dengan berbagai istilah seperti Buruh Migran Indonesia (BMI), Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Namun setelah diterbitkannya Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2017, maka semua istilah tersebut diganti menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).


PMI adalah setiap WNI yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia. PMI yang bekerja diluar negeri meliputi Pekerja Migran Indonesia yang bekerja pada Pemberi Kerja berbadan hukum, Pekerja Migran Indonesia yang bekerja pada Pemberi Kerja perseorangan atau rumah tangga, dan Pelaut awak kapal dan pelaut perikanan. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, setiap calon PMI yang akan bekerja ke luar negeri harus memenuhi persyaratan yang telah di tentukan oleh undang- undang. Persyaratan tersebut antara lain: berusia minimal 18 (delapan belas) tahun, memiliki kompetensi, sehat jasmani dan rohani, terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan Jaminan Sosial, dan memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi minat masyarakat untuk bermigrasi dan bekerja sebagai PMI yang bekerja di luar negeri. dikutip dalam, menurut (lee, 2019) Theory of Migration, faktor-faktor tersebut terdiri dari umur, pendidikan terakhir, status pernikahan, jumlah tanggungan, pekerjaan migran, dan pendapatan yang diperoleh (Rahmawati & Wiratno, 2010). Sedangkan faktor pendorong utama migrasi adalah pertimbangan ekonomi yang rasional terhadap keuntungan (benefit) dan biaya (cost) baik dalam arti finansial maupun psikologis. Asumsi Todaro adalah bahwa, dalam jangka waktu tertentu, harapan penghasilan (income) di negara lain tetap lebih tinggi di bandingkan dengan di daerah asal, walaupun dengan memperhitungkan biaya migrasi.

Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memilih untuk menjadi PMI. Berdasarkan data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia per Maret 2020, sejak tahun 2018 sampai dengan 2020, jumlah PMI yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia sebanyak 65.179 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa Menjadi PMI ke luar negeri merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. PMI ini tersebar di hampir seluruh penjuru dunia, sebagaimana diperlihatkan dalam tabel berikut:

 

Tabel 1

Penempatan Pekerja Migran Indonesia Berdasarkan Periode Tahun 2018-2019 (Maret)

No

Provinsi

������� 2018�������

2019����������������������

2020��������������

Total

Maret

Maret

Maret

1

Malaysia

8.171

7.441

3.788

19.400

2

Hongkong

7.411

6.764

3.748

17.923

3

Taiwan

4.733

5.919

6.460

17.112

4

Singapore

1.462

1.480

1.249

4.191

5

Korea Selatan

563

833

259

1.655

6

Brunei Darussalam

531

586

347

1.464

7

Saudi Arabia

471

580

280

1.331

8

New Zealand

72

75

132

279

9

Turkey

126

117

31

274

10

Kuwait

77

141

19

237


 

No

Provinsi����������� �������������������������

2018����������������������

2019��������������������

2020������������

Total

Maret

Maret

Maret

11

Italy

131

39

18

188

12

United Arab Emirates

81

44

4

129

13

Papua New Guinea

9

99

11

119

14

Qatar

65

35

7

107

15

Oman

43

30

14

87

16

Japan

22

12

47

81

17

Maldives

27

27

12

66

18

Solomon Island

17

26

9

52

19

Gabon

7

24

7

38

20

Congo

5

4

7

16

21

Zambia

3

8

1

12

22

Seychelles

2

8

1

11

23

Cyprus

5

3

1

9

24

Romania

2

2

5

9

25

Jordan

3

3

2

8

26

Lainya

203

95

83

381

 

Total

24.242

24.395

16.542

65.179

Sumber: BP2MI


Para PMI ini memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Latar belakang pendidikan tersebut mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan selama berada di luar negeri. Sebagaimana diperlihatkan dalam gambar di bawah ini:

Gambar 1

Penempatan Pekerja Migran Indonesia Berdasarkan Tingkat Pendidikan Periode Tahun 2018-2020 (Maret)

Sumber: BP2MI


Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa sebagian besar PMI berasal dari latar belakang pendidikan tingkat dasar yang sebagaian besar berasal dari keluarga yang kurang mampu dan ingin mengubah nasibnya sendiri maupun keluarganya. Keinginan untuk meningkatkan taraf hidup dan terbebas dari kemiskinan secara singkat memicu sebagian besar masyarakat Indonesia untuk bekerja diluar negeri. Pada kenyataanya, keinginan tersebut seringkali terhalang oleh ketatnya peraturan perundang-undangan terkait bekerja di luar negeri. Pengetatan terhadap peraturan perundang- undangan terkait tersebut, memunculkan ekses berupa celah atau jalur yang tidak sah untuk tetap dapat bekerja di luar negeri. Tidak sedikit dari WNI yang memanfaatkan celah tidak resmi (ilegal) tersebut karena tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan yang resmi. Hal ini menjadi kekhawatiran pemerintah Indonesia, karena berakibat pada tidak adanya jaminan terhadap pemenuhan hak-hak sebagai seoarang WNI yang bekerja secara sah di luar negeri.

Adapun istilah yang berkembang saat ini yang ditujukan bagi WNI yang bekerja di luar negeri dengan tidak memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut sebagai PMI nonprosedural atau lebih dikenal dengan istilah TKI nonprosedural. Kebanyakan dari WNI tersebut menjadi korban eksploitasi dan bekerja tanpa ada jaminan pemenuhan hak-hak yang melekat pada diri manusia. Selain itu, WNI yang bekerja di luar negeri juga umumnya merupakan korban tindak pidana penyelupan atau perdagangan orang.

Direktorat Jenderal Imigrasi memiliki peran yang penting untuk mendukung program kerja pemerintah serta melindungi PMI yang merupakan penghasil devisa terbesar Indonesia. Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan pengawasan sejak permohonan dan penerbitan paspor, keberangkatan, keberadaan selama diluar negeri, hingga kepulangannya ke Indonesia. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan Pasal

1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, fungsi keimigrasian yaitu memberi pelayanan Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan usaha preventif dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan dan penyeledupan manusia. Pada Pasal 89 Ayat 2 Huruf (e) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) atau Pejabat Imigrasi memastikan bahwa integritas dan pengamanan Dokumen Perjalanan yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh atau atas nama negara untuk mencegah pembuatan dokumen tersebut secara melawan hukum dalam hal penerbitan dan penggunaannya.

Untuk menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Imigrasi menerbitkan Surat Edaran Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017 tentang Pencegahan Tenaga Kerja Indonesia Nonprosedural yang dilakukan oleh setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) keimigrasian. Pencegahan dilakukan terutama pada proses permohonan Paspor RI dan pada saat proses pemeriksaan keimigrasian pada Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Akibat maraknya WNI di luar negeri yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menjadi salah satu ancaman bagi ketahanan nasional serta menajdi


sorotan dan isu yang berkembang ditengah masyarakat. TPPO dapat terjadi melalui pengiriman PMI yang tidak sesuai dengan ketentuan (nonprosedural) dengan modus operandi haji, umroh, program bursa kerja khusus, beasiswa, penempatan buruh migran dan duta budaya.

Tetapi untuk saat ini, modus operandi yang digunakan telah berkembang. Modus operandi yang digunakan untuk dapat mengirim PMI nonprosedural adalah dengan menggunakan kedok berprofesi sebagai pelaut internasional. Saat ini persyaratan permohonan Paspor RI bagi pelaut belum diatur secara khusus oleh peraturan perundang- undangan Keimigrasian. Berbeda dengan persyaratan permohonan Paspor RI bagi WNI yang hendak melakukan ibadah Haji atau Umroh yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu untuk mencegah pengiriman PMI nonprosedural dengan modus berprofesi sebagai pelaut internasional, maka Pejabat Imigrasi mendasari persyaratan tambahan sebagaimana yang diatur oleh instansi terkait seperti Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk sebagai PMI. Hal tersebut menyebabkan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan wajib melaksanakan aturan- aturan yang ada di dalam undang-undang tersebut. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, setiap calon PMI yang telah memenuhi persyaratan untuk bekerja di luar negeri, sebelum berangkat harus melakukan pendataan sidik jari biometrik melalui SISKO P2MI pada Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP). Sehingga setiap pelaut yang hendak bekerja di luar negari wajib terdaftar pasa SISKO P2MI.

Sedangkan berdasarkan Pasal 224 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 menyebutkan bahwa setiap orang yang bekerja di kapal dalam jabatan apapun harus memiliki kompetensi, dokumen pelaut, dan disijil oleh Syahbandar. Dokumen pelaut yang dimaksud adalah dokumen identitas pelaut dan perjanjian kerja laut. Dokumen identitas pelaut antara lain terdiri atas Buku Pelaut dan Kartu Identitas Pelaut. Jika persyaratan tersebut terpenuhi, maka bentuk kesepakatan antara pelaut dan perusahaan perkapalan untuk bekerja di atas kapal dituangkan dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL). Dalam PKL tersebut tertuang hak-hak dan kewajiban pelaut dan perusahaan perkapalan yang harus dipenuhi.

Saat ini Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, sama-sama mengatur ketentuan terkait pelaut. Terdapat perbedaan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam masing-masing undang-undang. Oleh sebab itu, proses pemeriksaan secara cermat dan selektif terhadap persyaratan formil dan kebenaran materil yang dilampirkan dalam permohonan Paspor RI merupakan upaya Pejabat Imigrasi dalam melakukan pencegahan pengiriman PMI nonprosedural ke luar negeri dengan modus berprofesi sebegai pelaut.

Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok merupakan salah satu UPT Keimigrasian yang berada di wilayah kerja Kantor Wilayah Kemenkumham DKI


Jakarta. Berdasarkan Lampiran II Peraturan Menkumham Nomor 19 Tahun 2018 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Imigrasi, wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok meliputi wilayah administrasi Pelabuhan Laut Tanjung Priok, Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Administrasi Jakarta Utara (Kecamatan Koja dan Kecamatan Tanjung Priok). Dengan posisinya yang strategis (berada dekat pelabuhan), maka berpotensi tinggi PMI nonprosedural untuk menggunakan modus berprofesi sebagai pelaut tersebut dalam permohonan paspornya di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok.

Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai permasalahan yang terjadi, maka perlu dilakukannya penelitian mengenai pencegahan PMI nonprosedural dengan modus berprofesi sebagai pelaut dalam permohonan Paspor RI dengan lokasi penelitian di Kantor Imigrasi Tanjung Priok.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris atau penelitian hukum sosiologis (Yulianto & Waluyo, 2020) dengan jenis penelitian normatif empiris. Penelitian hukum dilakukan untuk meneliti implementasi atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan di masyarakat (Efendi & Ibrahim, 2018). Data yang diperoleh bersumber dari hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier berupa bahan pustaka seperti dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, buku, tulisan-tulisan ilmiah, dan lain sebagainya (Soekanto, 2019) . Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif (Chaedar Alwasilah, 2019). sehingga mampu menghasilkan penulisan yang bersifat deskriptif untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya (Soekanto, 2015).

 

Hasil dan Pembahasan

a.              Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural Mengajukan Permohonan Paspor Republik Indonesia dengan Modus Berprofesi sebagai Pelaut

Dokumen Perjalanan Republik Indonesia (DPRI) berfungsi sebagai identitas dari pemegang dokumen tersebut dalam melakukan perjalanan ke berbagai negara. Setiap pemilik dokumen perjalanan tersebut bertanggungjawab penuh atas keabsahan dan penggunaan dokumen perjalanan tersebut. Peraturan keimigrasian yang dapat dijadikan rujukan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, yakni Dokumen Perjalanan (Pasal 1 Ayat 13), Paspor (Pasal 1 Ayat 16), dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (Pasal 1 Ayat 17). Permohonan DPRI dapat dilakukan di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Imigrasi di Kantor Imigrasi terdekat dari domisili pemohon dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, yang secara khusus diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan


Laksana Paspor. Penerbitan DPRI dilakukan melalui mekanisme pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan, verifikasi, dan adjudikasi yang tersimpan dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM).

Saat ini, WNI tidak hanya menggunakan paspor dengan tujuan wisata, berobat, atau melanjutkan pendidikan ke negara lain. Tetapi ada juga WNI menggunakan paspor dengan tujuan untuk bekerja di luar negeri. Untuk dapat bekerja di� luar negeri, setiap PMI harus mematuhi ketentuan yang diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan peraturan yang terkait lainnya. Kenyataannya banyak WNI bekerja sebagai PMI tanpa melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Padahal kewajiban PMI sudah diatur dalam Pasal 6 Huruf (f) Peraturan Menkumham Nomor 8 Tahun 2014 dengan melampirkan surat rekomendasi oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Saat ini modus yang digunakan PMI sudah berkembang, tidak hanya untuk melakukan permohonan paspor tidak hanya untuk tujuan wisata, pendidikan, berobat, ibadah keagamaan, dan kunjungan kebudayaan. Modus yang digunakan PMI bertujuan untuk bekerja di atas kapal sebagai pelaut internasional. Saat ini Kementerian Perhubungan Indonesia melalui Direktorat Perhubungan Laut telah mencatat WNI yang berprofesi sebagai pelaut berjumlah 1.179.947 orang dengan rincian laki-laki 1.155.602 orang dan perempuan 24.345 orang. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa profesi sebagai pelaut menjadi pekerjaan yang minati oleh masyarakat Indonesia. Untuk dapat bekerja di atas kapal, seseorang wajib memiliki Dokumen Identitas Pelaut (DIP) yang terdiri dari Buku Pelaut dan Kartu Identitas Pelaut (Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubugnan Nomor KM 30 Tahun 2008 tentang Dokumen Identitas Pelaut) serta sertifikat kepelautan (Sertifikat Keahlian dan Sertifikat Keterampilan Pelaut) yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan.

Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic Safety Traning) dapat diperoleh dengan waktu relatif singkat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: HK.103/2/4/DJPL-14. Hal tersebut dimanfaatkan dan menjadi celah untuk memperoleh Paspor RI oleh WNI yang hendak bekerja diluar negeri secara illegal dengan modus berprofesi sebagai pelaut. Menurut teori tegang (strain theory) yang dikemukan oleh Robert K. Merton, meskipun manusia itu pada dasarnya baik, karena kondisi sosialah yang menciptakan tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan (Prakoso, 2015). Berdasarkan data dari Kantor Imigrasi Keals I TPI Tanjung Priok (2020), ditemukan WNI dengan inisial nama H. L J dan M terdeteksi saat mengajukan permohonan paspor baru dengan modus berprofesi sebagai pelaut. Temuan tersebut diketahui adanya duplikasi paspor dalam proses verifikasi dan adjudikasi terhadap penerbitan paspor baru yang tersimpan dalam SIMKIM mendeteksi bahwa para pemohon sudah pernah mengajukan paspor sebagai PMI.

Sebagaimana ditegaskan melalui hasil wawancara dengan petugas imigrasi atas nama Ahmad Apriandi, A.Md.Im., S.H (Pejabat Imigrasi pada Subseksi Pelayanan Dokumen Perjalanan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok) yang menyatakan


bahwa permohonan paspor oleh PMI nonprosedural dengan modus beprofesi pelaut kerap terjadi yang dipengaruhi oleh ketatnya regulasi yang berlaku saat ini. Berdasarkan temuan di atas, faktor-faktor yang menyebabkan pengajuan permohonan paspor baru dengan modus berprofesi sebagai pelaut dapat pengaruhi oleh:

1.               Faktor pengetatan regulasi

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tidak mengatur secara khusus terkait persyaratan paspor bagi calon PMI. Persyaratan paspor bagi PMI diwajibkan setelah Peraturan Menkumham Nomor 8 Tahun 2014 diundangakan pada tanggal 30 April 2014. Meskipun pengetatan tersebut bertujuan untuk melindungi PMI, kenyataanya pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah disalah artikan dengan beranggapan bahwa peraturan yang ada mempersulit mereka bekerja diluar negeri.

2.               Faktor ekonomi

Keadaan perekonomian yang sulit mempengaruhi kesempatan setiap orang untuk mencapai kehidupan sesuai harapan sehingga mendorong seseorang untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidup bagi diri sendiri dan kebutuhan hidup anggota keluarga dengan berbagai upaya. Namun upaya-upaya yang dilakukan tidak selalu sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Selain itu� masyarakat memiliki opini bahwa penghasilan (income) bekerja di luar negeri lebih besar dari pada bekerja di Indonesia, serta dapat mengeluarkan dari� belenggu kemiskinan secara singkat.

3.               Faktor lapangan kerja dan kesempatan kerja

Jumlah ankatan kerja Indonesia menurut data BPS pada Februari 2020 sebanyak 137,91 juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,99 persen. Dari persentase TPT yang ada, jumlah penganguran di Indonesia sebanyak 6.881.709 orang. Dari data tersebut menunjukkan bahwa TPT dipengaruhi oleh jumlah lapangan kerja yang tersedia dan kesempatan kerja yang diberikan oleh pemberi kerja. Sedangkan menurut data BP2MI di bulan Maret Tahun 2020, jumlah PMI yang bekerja diluar negeri yang dengan tingkat pendidikan pasca sarjana berjumlah 1 (satu) orang, sarjana berjumlah 83 orang, diploma berjumlah 116 orang, SMA berjumlah 5.037, SMP berjumlah 6.018, dan SD berjumlah 5.287. Jika dilihat dari temuan di atas PMI tersebut memiliki tingkat pendidikan rendah. Oleh sebab itu, masyarakat mencari peluang dengan segala cara untuk bekerja.

 

 

b.            Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melakukan Pencegahan Pemberian Paspor Republik Indonesia kepada PMI Nonprosedural dengan Modus Berprofesi Sebagai Pelaut

Salah satu bentuk pelayanan keimigrasian diberikan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi yaitu pelayanan pemberian DPRI dalam hal ini Paspor RI bagi WNI. Oleh karena itu, untuk memastikan hwa DPRI tidak disalahgunakan, maka pengawasan


dilakukan dengan cara pengawasan administrasif dan pengawasan lapangan berdasarkan Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 4 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengawasan Keimigrasian. Selain itu, untuk menyikapi penyalahgunaan paspor pekerja secara ilegal di luar negeri yang sering terjadi saat ini, Direktur Jenderal Imigrasi menerbitkan Surat Ederan Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017.

Menurut (Muchsin, 2003), negara melalui peraturan perundang-undangan memberi perlindungan hukum terhadap subjek-subjek hukum. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh negara yaitu penegakan hukum untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan (Puang, 2015).Penegakan hukum dapat bersifat preventif (serangkaian upaya tindakan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran atau penyimpangan ketentuan yang ada) dan penindakan (represif) atau penegakan hukum (Reiss, 2020). Sedangkan menurut (Arief, 2011), penanggulangan kejahatan (pelanggaran hukum) lewat jalur non-penal atau disebut juga dengan upaya jalur diluar hukum pidana.

Dalam teori efektivitas hukum, yang mempengaruhi penegakan hukum ditentukan oleh faktor hukumnya sendiri (undang- undang), faktor penegak hukum (pihak membentuk maupun menerapkan hukum), faktor sarana atau fasilitas yang mendukung hukum, faktor masyarakat (lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan), dan faktor kebudayaan. Kelima faktor tersebut merupakan esensi penegak hukum, serta juga tolok ukur dari pada efektifitas penegakan hukum yang saling berkaitan satu sama lain (Novita & Agung Basuki Prasetyo, 2017).

Bentuk upaya pencegahan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017 dilakukan pada proses permohonan Paspor RI dan pada saat proses pemeriksaan keimigrasian pada TPI. Pada saat ini, penelitian fokus pada upaya preventif yang dilakukan untuk mencegah permohonan paspor oleh PMI nonprosedural dengan modus berprofesi sebagai pelaut. Hal ini sebagaimana ditegaskan melalui hasil wawancara dengan petugas imigrasi atas nama Dimas Akhbar Nourzaman (Analis Keimigrasian Pertama pada Subseksi Pelayanan Dokumen Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok), kendala- kendala yang dihadapi oleh petugas dalam upaya pencegahan pemberian paspor bagi PMI nonprosedural yang menggunakan modus berprofesi sebagai pelaut yaitu petugas tidak memiliki aturan pasti terkait persyaratan. Hal tersebut disebakan aturan yang berlaku saat ini saling tumpang tindih. Selain itu, selama ini petugas sulit menilai keaslian dan keabsahan berkas persyaratan pendukung yang ditentukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pejabat imigrasi pada Kantor Imigrasi mendapat kendala-kendala dalam melakukan pencegahan pemberian Paspor RI kepada PMI Nonprosedural dengan modus berprofesi sebagai pelaut. Adapun kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut:

c.               Belum Diaturnya Regulasi Secara Khusus Terkait Persyaratan Permohonan Paspor RI bagi Pelaut


Saat ini persyaratan permohonan paspor bagi pelaut belum diatur secara khusus. Berbeda dengan permohonan paspor bagi WNI yang hendak melakukan ibadah haji, umroh, dan bekerja sebagai PMI telah diatur secara khusus. Untuk mencegah mencegah penyalahgunaan paspor dengan tujuan ibadah haji atau umroh, Direktorat Jenderal Imigrasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor IMI-GR.01.01-1029 tanggal 20 Maret 2017 tentang Penegasan Pelaksanaan Pencegahan Prosedur Pelaksaan Pencegahan TKI Nomprosedural. Dalam surat tersebut menegaskan bahwa setiap permohonan paspor harus melampirkan dokumen pendukung seperti surat rekomendasi dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan surat keterangan dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji Khusus/Umroh. Aturan tersebut memuat persyaratan pendukung yang menguatkan tujuan penggunaan paspor sesuai dengan tujuannya. Untuk menyikapi hal tersebut, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok meminta pemohon untuk melampir persyaratan tambahan Buku Pelaut atau Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic Safety Traning) bagi pemohon yang berprofesi sebagai pelaut.

Jika dilihat dari peraturan yang saat ini berlaku terkait pelaut, terdapat dua aturan yang bersinggungan yaitu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 yang peraturan pelaksanya diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan. Terdapat perbedaan persyaratan yang wajib dipenuhi pelaut, proses penempatan, dan peran pemerintah daerah.

d.            Sulitnya untuk Mengetahui Keaslian dan Keabsahan Dokumen Pendukung yang Dilampirkan untuk Permohonan Paspor

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, persyaratan permohonan paspor wajib melampirkan KTP, KK, dan Akta Lahir. Dokumen tersebut merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Jika pada saat pengajuan permohonan paspor terdapat keraguan terhadap keabsahan dari dokumen tersebut, maka Pejabat Imigrasi harus berkoordinasi dengan instansi pemerintah yang mengeluarkan dokumen tersebut. Pejabat Imigrasi tidak dapat menilai keabsaan suatu dokumen yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah lainnya. Oleh sebab untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan akurasi data dalam penerbitan layanan keimigrasian, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Direktorat Jenderal Imigrasi membuat perjanjian kerjasama. Perjanjian tersebut diatur dalam Perjanjian Kerjasama Nomor: 119/2601/DUKCAPIL dan Nomor: IMI-UM.01.01-0466 tentang Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan, Data Kepemdudukan, Kartu Tanda Penduduk Elekronik, dan Kartu Identitas Anak Dalam Layanan Keimigrasian. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka mengefektifkan validasi dan verifikasi data pemohon layanan keimigrasian (Patmonodewo, 2000)

Persyaratan permohonan paspor bagi pelaut tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Untuk memastikan tujuan dan mencegah penyalahgunaan paspor, saat ini Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok meminta pemohon untuk


melampirkan dokumen pendukung Buku Pelaut atau Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic Safety Traning). Pada Buku Pelaut terdapat informasi identitas diri, kualifikasi keahlian atau keterampilan kepelautan, dan pengalaman kerja di atas kapal. Sedangkan Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic Safety Traning) sebagai syarat awal untuk mendapat Buku Pelaut.

Saat ini Sistem Penerbitan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia belum bisa mengakses data pada Direktorat Perhubungan Laut. Sehingga Pejabat Imigrasi tidak dapat menilai keabsahan dari Buku Pelaut dan Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic Safety Traning). Berbeda dengan NIK yang dapat di verifikasi secara langsung pada Sistem Penerbitan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia (SPDPRI). Hal itu diperlukan karena pada bulan Februari 2020 terdapat kasus pemalsuan sertifikat keterampilan kepelautan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab (Islami, 2020)

Selain itu, saat ini SPDPRI juga belum terintegrasi dengan Sisko P2MI dan Sisnaker. Sedangkan data pada Sisko P2MI dan Sisnaker telah terintegrasi satu sama lain. Akibat belum terintegrasinya data pada SPDPRI, menyulitkan Pejabat Imigrasi umtuk mengetahui pelaut terdaftar sebagai PMI atau tidak. Dengan terintegrasi data antar instansi pemerintah terkait untuk memastikan paspor digunakan sesuai dengan peruntukannya (Tantri, 2022)

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, ditemukan bahwa terdapat modus baru dalam permohonan paspor untuk bekerja sebagai PMI nonprosedural untuk bekerja sebagai pelaut. Faktor-faktor yang menyebabkan pengajuan permohonan paspor baru dengan modus berprofesi sebagai pelaut dipengaruhi oleh faktor pengetatan regulasi, faktor ekonomi dan faktor lapangan pekerjaan yang sulit. Pada dasarnya tujuan pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin dan melindungi PMI yang bekerja di luar negeri. Sehingga PMI dan keluarganya mendapat jaminan pemenuhan hak-hak� serta mendapat perlindungan hukum, ekonomi, dan sosial oleh pemerintah Indoneisa. Tetapi kenyataanya pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah disalah artikan dengan beranggapan bahwa peraturan yang ada mempersulit mereka bekerja diluar negeri. Selain kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan pencegahan pemberian paspor kepada PMI Nonprosedural dengan modus sebagai pelaut diantaranya adalah belum diaturnya regulasi secara khusus terkait persyaratan permohonan paspor bagi pelaut dan sulitnya untuk mengetahui keaslian dan keabsahan dokumen pendukung yang dilampirkan untuk permohonan paspor.


BIBLIOGRAFI

 

Arief, B. N. (2015). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana:(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru).Google Scholar

 

Chaedar Alwasilah, A. (2019). Pokoknya kualitatif: Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Google Scholar

 

Efendi, J., & Ibrahim, J. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris.

Google Scholar

 

Islami, R. (2020). Efektivitas Program Simkada (Sistem Informasi Izin Kapal Daerah) Dalam Meningkatkan Pelayanan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Di Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara. UMSU. Google Scholar

 

Budi Lee, E. S. (2017). A theory of migration. Demography, 3(1), 47�57. Google Scholar

 

Muchsin, P. (2018). Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Magister Ilmu� Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Google Scholar

 

Novita, R. A., & Agung Basuki Prasetyo, S. (2017). Efektivitas Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian (Tanah Kering) Di Desa Bringin, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo. Diponegoro Law Journal, 6 (2), 1�12. Google Scholar

 

Patmonodewo, S. (2018). Pendidikan anak prasekolah. Rineka Cipta bekerjasama dengan Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Google Scholarvn. Google Scholar

Prakoso, A. (2015). Kriminologi dan hukum pidana. Laksbang Grafika. Google Scholar Puang, V. M. H. R. (2015). Hukum Pendirian Usaha Dan Perizinan. Deepublish.

Google Scholar

 

Rahmawati, T. M., & WIRATNO, W. (2016). Faktor yang mempengaruhi minat tenaga kerja untuk bekerja ke luar negeri (kasus: kota Semarang). UNIVERSITAS DIPONEGORO. Google Scholar

 

Reiss Jr, A. J. (2020). Consequences of compliance and deterrence models of law enforcement for the exercise of police discretion. Law & Contemp. Probs., 47, 83.Google Scholar

 

Soekanto, S. (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet. V, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Google Scholar

 

Soekanto, S. (2016). Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2014. Supriadi


Dan Alimuddin, Hukum Perikanan Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika. Google Scholar

 

Tantri, E. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Lex Privatum, 10(3). Google Scholar

 

Yulianto, B. W., & Waluyo, B. (2019 Implikasi Hukum Tidak Diwajibkannya Pembuktian Tindak Pidana Asal (Tinjauan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014). Humani (Hukum Dan Masyarakat Madani), 10(2), 229�255. Google Scholar

 

Copyright holder:

Brianta Petra Ginting, Hedwig Adianto Mau, Mardi Candra (2022)

First publication right:

Syntax Idea

This article is licensed under: