Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�
Vol. 3, No. 7, Juli 2021
ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER STEROID DAN TERPENOID DARI 5 TANAMAN
Febri Nola, Gita Kurniawati
Putri, Lhidya Halizah Malik, Nadia Andriani
Universitas Singaperbangsa
Karawang (UNSIKA) Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Indonesia kaya akan
keanekaragaman flora dan fauna. Data menunjukkan bahwa terdapat sekitar 30.000
spesies flora di hutan tropis di Indonesia, dan sekitar 9.600 spesies tumbuhan
diketahui memiliki khasiat sebagai obat. Tumbuhan menghasilkan metabolit
sekunder yang memiliki sifat berracun yang dapat digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit manusia salah satunya yaitu Steroid dan Terpenoid.
Beberapa tanaman yang dipakai adalah biji mahoni (Swietenia mahagonia Jacq.), rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), herba meniran (Phyllanthus niruri Linn), buncis (Phaseolus vulgaris L.), dan batang tanaman patah tulang (Euphorbia
tirucalli L.). Tujuan dari review jurnal ini yaitu untuk menganalisis isolasi senyawa
metabolit sekunder steroid dan terpenoid dengan menggunakan metode studi
tinjauan literatur. Isolasi senyawa steroid dan terpenoid dapat dilakukan
dengan ekstraksi, fraksinasi dan bercak UV. Berdasarkan hasil pencarian
literatur ini biji mahoni (Swietenia mahagonia
Jacq.) mengandung
steroid dan triterpenoid, rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mengandung seskuiterpenoid, herba meniran (Phyllanthus niruri Linn) mengandung steroid, buncis (Phaseolus vulgaris L.) mengandung steroid dan
triterpenoid, dan batang tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) mengandung steroid dan terpenoid.
Kata
Kunci: isolasi senyawa; steroid; terpenoid
Abstract
Indonesia is
rich in flora and fauna diversity. Data shows that there are about 30,000
species of flora in tropical forests in Indonesia, and about 9,600 species of
plants are known to have medicinal properties. Plants produce secondary
metabolites that have toxic properties that can be used to treat various human
diseases, one of which is steroids and terpenoids. Some of the plants used are
mahogany seeds (Swietenia mahagonia Jacq.), temulawak rhizomes (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.), meniran herbs (Phyllanthus niruri Linn), chickpeas
(Phaseolus vulgaris L.), and broken bone stems (Euphorbia tirucalli L.). The
purpose of this journal review is to analyze the isolation of steroid and
terpenoid secondary metabolites by using the literature review study method. Isolation
of steroid and terpenoid compounds can be done by extraction, fractionation and
UV spotting. Based on the results of this literature search, mahogany seeds
(Swietenia mahagonia Jacq.) contain steroids and triterpenoids, temulawak
rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) contain sesquiterpenoids, meniran herbs
(Phyllanthus niruri Linn) contain steroids, green beans (Phaseolus vulgaris L.)
contain steroids and triterpenoids, and the stem of the broken bone plant
(Euphorbia tirucalli L.) contains steroids and terpenoids.
����������������������������������������������������������������������������������������������������������
Keywords: isolation
coumounds; steroids; terpenoid
Pendahuluan
Indonesia
kaya akan keanekaragaman flora dan fauna. Sumber keanekaragaman hayati di
Indonesia memegang peranan penting di semua masyarakat. Sebagai negara dengan
budaya yang kental akan pemanfaatan berbagai tanaman tradisional digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit, masyarakat terutama di pedesaan cenderung
menggunakan tanaman sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit (Baud et al., 2014).
Data menunjukkan bahwa terdapat sekitar 30.000 spesies flora di hutan tropis di
Indonesia, dan sekitar 9.600 jenis tanaman diketahui memiliki manfaat sebagai obat
Perkembangan
obat herbal terus dilakukan melalui pemanfaatan metabolit sekunder yang sangat
potensial untuk dikembangkan menjadi obat. Masyarakat yang suka
menggunakan bahan-bahan alami juga mendukung hal tersebut, karena efek
sampingnya lebih rendah dibandingkan obat sintetik (Dewi, 2018).
Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang
bersifat racun yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit
manusia. Metabolit sekundernya adalah flavonoid, alkaloid, saponin, tanin,
steroid,triterpenoid dan
terpenoid. Pada review jurnal ini akan membahas salah
satu metabolit sekunder yaitu steroid dan terpenoid.
Terpenoid
adalah turunan terdehidrogenasi dan teroksidasi dari senyawa terpen. Terpen
adalah kelompok hidrokarbon, terutama diproduksi oleh tumbuhan dan beberapa
hewan seperti serangga. Rumus molekul terpena adalah (C5H8)n. Terpenoid disebut juga
isoprenoid. Hal ini karena kerangka karbonnya sama dengan senyawa isoprena.
Secara kimia, terpenoid adalah campuran unit isoprena, yang dapat berupa rantai
terbuka atau siklik, dan dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil,
gugus karbonil, atau gugus fungsional lainnya. Adapun
turunan dari senyawa terpenoid yaitu triterpenoid. Triterpenoid merupakan
kerangka karbon yang berasal dari enam satuan isoprene (2 �
metilbuta-1,3-diene) satuan C5 dan diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yakni skualena. Senyawa golongan triterpenoid menunjukan
aktivitas farmakologi yang signifikan, seperti antiviral, antibakteri,
antiinflamasi yang sebagai inhibisi sintesis kolestrol dan sebagai antikanker (Balafif et al., 2013).
Steroid
adalah golongan triterpenoid yang mengandung inti siklopentana perhidrofenantrena,
yang terdiri dari tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana.
Steroid memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan garam, mengendalikan
metabolisme dan meningkatkan fungsi organ seksual dan perbedaan fungsi biologis
lainnya antara jenis kelamin. Steroid pada tanaman telah menunjukkan efek
penurun kolesterol dan anti kanker (Nasrudin, 2017).
Berbagai macam tumbuhan obat
diduga mengandung senyawa metabolit seperti terpenoid dan steroid. Penelitian
yang dilakukan (Musfiroh et al., 2011)
Isolat Rimpang Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza Roxb) yang mengandung terpenoid. Selain Curcuma Xanthorrhiza Roxb, Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) mengandung
steroid berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Maryam et al., 2020). Tumbuhan obat lain yang juga mengandung terpenoid dan steroid adalah
Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri
Linn) sesuai dengan hasil penelitian (Rivai et al., 2017) dan
Batang Tanaman patah tulang (Euphorbia
tirucalli L) pada hasil penelitian (Baud et al., 2014). Sedangkan
kelompok terpenoid lainnya yaitu Buah buncis (Phaseolus vulgaris L) pada penelitian (R Nugrahani, 2015). Tujuan dari mereview jurnal ini
yaitu untuk mengumpulkan dan menganalisis isolasi senyawa metabolit sekunder
steroid, terpenoid dan triterpenoid dari beberapa jenis tanaman.
Metode
Penelitian
Review jurnal ini dilakukan dengan metode mencari
berbagai jurnal penelitian ilmiah berbahasa Indonesia yang berkaitan dengan
isolasi metabolit sekunder dari tanaman yang mengandung steroid dan terpenoid.
Sumber tinjauan literatur ini meliputi studi pencarian sistematis informasi jurnal
berupa google cendikia dengan 15 jurnal yang direview.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
Sample |
Hasil |
Keterangan |
Biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) |
Terbentuk cincin
merah kecoklatan, lapisan atas berwarna ungu atau bening dan lapisan bawah berwarna
merah |
(+) Triterpenoid |
Terbentuk cincin
coklat kemerahan |
(+) Steroid |
|
Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) |
Terbentuk cairan
seperti minyak, berwarna kuning |
(+) Seskuiterpenoid |
Herba Meniran (Phyllanthus niruri Linn) |
Muncul warna coklat kemerahan |
(+) Steroid |
Muncul warna merah muda |
(+) Terpenoid |
|
Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L) |
Cincin berwarna kecoklatan
pada batas dua pelarut |
(+) Triterpenoid |
Menjadi warna hijau |
(+) Steroid |
|
batang tanaman patah tulang (Euphorbia
tirucalli L.) |
Berwarna merah atau ungu |
(+) Terpenoid |
Berwarna biru atau hijau |
(+) Steroid |
B.
Pembahasan
Tumbuhan
menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat racun yang dapat digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit manusia. Metabolit sekunder tersebut berupa
Steroid,� Triterpenoid dan Terpenoid. Berbagai macam
tumbuhan obat diduga mengandung senyawa metabolit seperti terpenoid dan
steroid.
Tanaman
yang diduga mengandung steroid adalah biji mahoni (Swietenia mahagonia Jacq.) . Mahoni (Swietenia mahagonia Jacq.) merupakan family Meliaceae, yang dapat
tumbuh di daerah tropis benua Asia. Biji mahoni ditemukan sebagai vitamin dan
obat-obatan, di Indonesia itu sendiri mahoni dimanfaatkan sebagai obat Diabetes
Melitus (Ambarwati & Theresih, 2018).
Pada
awalnya terbukti menggunakan metode maserasi bertingkat berdasarkan 3 pelarut
dengan tingkat kepolaran mulai dari yang paling non-polar sampai yang paling
polar yaitu heksana, etil asetat dan etanol. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa steroid dari
ektrak biji mahoni (Swetenia mahagoni
Jacq.). Kemudian berdasarkan uji skrining fitokimia beberapa ekstrak biji
mahoni, menunjukan adanya senyawa stroid dalam ekstrak etil asetat. Hal ini
didukung oleh penelitian bahwa dibandingkan dengan pelarut n-heksan dan
methanol, penggunaan pelarut etil asetat dalam ekstraksi dapat menghasilkan
rendemen yang paling tinggi dan efektif menarik senyawa Steroid. Selanjutnya
digunakan fase diam silica gel G-60 dan fase gerak n-heksan : etil asetat untuk
memisahkan 5 gram ektrak biji mahoni dengan Kromatografi kolom. Fase gerak
tersebut telah diuji kelarutannya sebelumnya, dari kepolaran rendah hingga
kepolaran tinggi. Kromatografi Kolom adalah metode yang sangat baik untuk
memisahkan sejumlah kecil komponen kimia dan memperoleh hasil dengan cepat.
Menurut distribusi nilai Rf dan cara pemisahan hasil kromatografi KLT,
diperoleh total 6 fraksi gabungan dari 70 vial. Hasil isolasi dan karakterisasi
senyawa steroid� dari ekstrak etil asetat
biji mahoni diperoleh isolate P2b yang diduga merupakan senyawa steroid, dan
uji gugus senyawa pada ekstrak menunjukan hasil positif mengandung steroid (Maryam & Musthainah, 2020).
Tanaman
kedua yaitu pada rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.). Temulawak itu sendiri banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai bahan pangan, pewarna serta obat tradisional atau bahan
obat diakarenakan temulawak dapat memelihara kesehatan serta dapat mengobati
seseorang yang kurang nafsu makan, sembelit/ambeien, jerawat, obat kejang �
kejang , diare dan sebagainya (Aldizal et al., 2019). Temulawak pun
terdiri dari beberapa metabolit baik primer maupun sekunder, salah satunya
yaitu steroid. Cara membuktikan adanya senyawa metabolit sekunder yaitu dengan
melakukan identifikasi isolasi senyawa. Sebagai hasil
ekstraksi dan fraksinasi, diperoleh 0,902 g (rendemen 15,18%) untuk ekstrak
methanol pekat dan 0,308 g (rendemen 34,02%) fraksi etil asetat. Fraksi etil
Asetat diisolasi menggunakan Kromatografi Cair Vakum
(KCV) dengan Fase gerak n � heksan dan etil asetat secara
bertahap meningkat polaritasnya dan fase diam silika
gel 60 H. Dari hasil KLT Didapatkan lima kelompok fraksi,
yaitu fraksi A, B, C, dan E, diperoleh dari profil KLT dengan plat silica gel
GF254, pelarut toluene etil asetat (93:7), dan penampak bercak vanillin sulfat
10%. Kemudian fraksi A membentuk cairan berwarna kekuningan seperti minyak dan
terdiri dari dua bercak. Lalu fraksi A disaring menggunakan metode KLT
preparatif dengan mengembangkan toluene etil asetat (99:1) serta didapatkan
isolate dari penampak bercak vanillin sulfat yang disebut CXA, dan menghasilkan 10% vanillin sulfat digunakan untuk deteksi, nilai Rf adalah titik
tunggal 0,85. Kemurnian isolat dilakukan dengan KLT dua dimensi menggunakan dua
sistem pengembangan yang berbeda. Pengembang pertama adalah toluena-etil asetat
(99:1) dan yang kedua adalah n-heksana-etil asetat (6:4). Bintik yang
dihasilkan adalah noda tunggal saat diuji dengan nilon sulfat 10%. Isolat CXA
diduga merupakan seskuiterpenoid karena menghasilkan warna ketika sampel
diekstraksi dengan eter dan diteteskan ke dalam larutan vanillin sulfat (Musfiroh et al., 2011). Adapun penelitian
lain menyebutkan bahwa rimpang temulawak mengandung senyawa steroid yang berupa
diantaranya estrogen� yang digunkan untuk
mencegah keguguran dan uji kehamilan (Agustina et al., 2016).
Tanaman selanjutnya yaitu
herba meniran (Phyllanthus niruri
Linn). Langkah
pertana yaitu herba meniran yang masih segar, kemudian
dikeringkan dan dihaluskan untuk memperoleh ekstrak herba meniran. Langkah pertama
yang dilakukan untuk membuktikan dengan isolasi senyawa, estrak herba meniran
diperoleh dari herba meniran segar yang telah dikeringkan dan dihaluskan,
kemudian sampel direndam dalam methanol 96% selama 6 jam untuk dimaserasi dan dipekatkan
dengan dengan rotary evaporator. Didapatkan hasil ekstraksi 40
gr ekstrak pekat. Pada� langkah kedua
dilakukan� fraksinasi dengan cara ekstrak
herba meniran ditimbang sebanyak 14 gr, dilarutkan dalam
lumpang dengan aquadest, gerus perlahan, pindahkan ekstrak terlarut ke corong
pisah 100 ml, kocok kuat-kuat untuk melarutkan ekstrak. selanjutnya
eter dan air ditambahkan secukupnya, kocok kuat-kuat selama �15 menit lalu biarkan
sampai
membentuk 2 lapisan. Lapisan yang palih bawah berupa air dipindahkan perlahan-lahan
ke dalam Erlenmeyer melalui keran dibagian bawah corong pemisah. Setelah hasil
fraksinasi, dilakukan uji skrining fitokimia untuk mengetahui metabolit
sekunder steroid. Pada pengujian ini dilakukan uji salkowiski, dengan hati-hati
0,5 ml ekstrak kloroform dan 1 ml asam sulfat pekat ditambahkan
kedalam
tabung reaksi, kemudian muncul warna coklat kemerahan, menandakan bahwa ekstrak
meniran positif mengandung steroid (Rivai et al., 2017). Sedangkan apabila hasil isolasi
berubah warna menjadi warna merah muda dengan menggunakan pereaksi Lieberman
Burchard, hal tersebut menandakan bahwa isolate mengandung senyawa golongan
terpenoid (Risnawati et al., 2021).
Tanaman
yang mengandung terpenoid adalah buncis (Phaseolus
vulgaris L.). Rendam buncis segar dengan air sebagai pelarut, panaskan dan
keringkan pada suhu tinggi setelah diserbukkan untuk dijadikan sampel, masukkan
sampel ke dalam botol plastik kedap udara, kemudian ubah suhu penyimpanan yang
telah ditentukan yaitu kurang dari 1 bulan mencapai �3 bulan pada suhu ruang.
Untuk uji skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan 0,1 g sampel dalam
methanol kemudian diuapkan di atas penangas air. Setelah filtrate dihaluskan,
larutkan dalam tabung reaksi dengan 2 mL kloroform, tambahkan 10 tetes asetat
anhidrada, lalu tambahkan� �3 tetes H2SO4
pekat melalui dinding tabung reaksi. Tambahkan sampel larutan anhidrida asetat
dan asam sulfat pekat menunjukkan hasil positif mengandung senyawa triterpenoid
berupa perubahan warna cincin coklat pada batas kedua
pelarut
dan mengandung senyawa steroid berupa perubahan warna menjadi hijau yang
terjadi karena mengembun atau melepaskan H2O
dan bergabung dengan Karbokation (Rizki Nugrahani et al., 2016). Berdasarkan penelitian sebelumnya
tanaman buncis menggunakan ekstrak kental diketahui tanaman buncis mengandung
komponen senyawa kimia (Balafif et al., 2013)
Tanaman
lain yang diduga memiliki senyawa steroid dan triterpenoid adalah batang
tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli
L.) dengan tahapan awal proses
pembuatan simplisia dengan tanaman patah tulang dipisahkan dari kotoran �
kotoran yang menempel, kemudian
dicuci hingga bersih dan tiriskan. Selanjutnya tempatkan tanaman yang sudah bersih di
atas nampan untuk dikeringkan dibawah sinar matahari ataupun di masukkan ke
dalam oven dengan suhu 50�C. Setelah kering tanaman patah tulang dihaluskan
menggunakan blender hingga menjadi serbuk halus (Wahid, 2019). Proses kedua
yaitu ekstraksi batang tanaman patah tulang dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi. Perendaman 100 g
sampel yang telah dihaluskan dalam 500 mL etanol 96% p.a selama 2x24 jam sambil
sesekali dikocok, kemudian saring, dan rendam kembali residu dengan 250 mL
etanol 96% p.a, kemudian kocok dan simpan selama 2x24 jam, lalu saring. Filtrat
yang diperoleh dari perendaman pertama dan kedua dicampur dan diuapkan,
kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40-500�C untuk mendapatkan ekstrak
kental. Uji skrinning fitokimia dilakukan dengan
penambahan CH3COOH glasial sebanyak 10 tetes dan H2SO4
pekat sebanyak 2 tetes ke dalam sejumlah sampel. Sampel yang telah ditambahkan
CH3COOH glasial dan H2SO4 pekat menunjukan
kedua ekstrak etanol batang tanaman patah tulang menunjukkan hasil positif
mengandung senyawa triterpenoid membentuk warna merah atau ungu dan untuk
senyawa steroid membentuk warna biru atau hijau. Warna
hijau yang terbentuk disebabkan oleh reaksi ekstrak etanol batang tanaman Patah tulang
dengan asam (CH3COOH glasial dan H2SO4 pekat) (Baud et al., 2014).
Kesimpulan
Hasil
dari pencarian dari beberapa literatur ini dapat disimpulkan bahwa, biji mahoni (Swietenia mahagonia
Jacq.) mengandung
steroid dan triterpenoid, rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) mengandung seskuiterpenoid, herba meniran (Phyllanthus niruri Linn) mengandung steroid, buncis (Phaseolus vulgaris L.) mengandung steroid dan triterpenoid, dan batang
tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli
L.) mengandung steroid dan terpenoid.
Agustina, S.,
Wiraningtyas, A., & Bima, K. (2016). Skrining fitokimia tanaman obat di
kabupaten bima. 4, 71�76. Google Scholar
Aldizal, R., Rizkio,
M., Perdana, F., Suci, F., Galuh, V., Putri, A., Rina, A., Cahyani, N. D.,
Yanti, R., Khendri, F., Garut, F. M., & No, J. J. (2019). Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari Temulawak Plant ( Curcuma Xanthorrhiza Roxb ) As A Traditional
Medicine Review : Tanaman Temulawak ( Curcuma Xanthorrhiza Roxb ) Sebagai
Obat Tradisional. 51�65. Google Scholar
Ambarwati, O., &
Theresih, K. (2018). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Dari
Biji Mahoni ( Swietenia Mahagoni Jacq .) Menggunakan Metode Ekstraksi Soxhlet
Pelarut Etanol Isolation And Identification Of Secondary Metabolite Compounds
From. Kimia Dasar,7(3), 88�95. Google Scholar
Balafif, R. A. R.,
Andayani, Y., & Gunawan, R. (2013). Analisis Senyawa Triterpenoid Dari
Hasil Fraksinasi Ekstrak Air Buah Buncis ( Phaseolus Vulgaris Linn ). 6(2),
56�61. Google Scholar
Baud, G. S., Sangi,
M. S., & Koleangan, H. S. J. (2014). Analisis senyawa metabolit sekunder
dan uji toksisitas ekstrak etanol batang tanaman patah tulang (Euphorbia
tirucalli L.) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jurnal
Ilmiah Sains, 14(2), 106�112. Google Scholar
Dewi, N. L. A.
(2018). Pemisahan, Isolasi, dan Identifikasi Senyawa Saponin Dari Herba Pegagan
(Centella asiatica L. Urban). Jurnal Farmasi Udayana, 7(2), 68. Google Scholar
Maryam, F., &
Musthainah, L. (2020). Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Steroid Dari
Ekstrak Biji Mahoni ( Swietenia mahagoni Jacq .). 7(2), 6�11. Google Scholar
Maryam, F., Subehan,
S., & Musthainah, L. (2020). Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Steroid Dari
Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Jurnal Fitofarmaka Indonesia,
7(2), 6�11. Google Scholar
Musfiroh, I.,
Diantini, A., Levita, J., & Mustarichie, R. (2011). Aktivitas Antiproliferasi
Ekstrak, Fraksi Etil Asetat Dan Isolat Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza
Roxb.) Terhadap Sel Kanker Payudara T47d. Bionatura, 13(2). Google Scholar
Nasrudin, N. (2017).
Isolasi Senyawa Steroid Dari Kukit Akar Senggugu (Clerodendrum Serratum L. Moon).
Pharmacon, 6(3). Google Scholar
Nugrahani, R.
(2015). Analisis Potensi Serbuk Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
sebagai Antioksidan. Tesis S2. Universitas Mataram. Google Scholar
Nugrahani, Rizki,
Andayani, Y., Pascasarjana, P., Mataram, U., & Words, K. (2016). Jurnal
penelitian pendidikan ipa. Google Scholar
Risnawati, R., Muharram, M., & Jusniar, J. (2021). Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak n-heksana Tumbuhan Meniran
(Phyllanthus niruri Linn.). Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia Dan Pendidikan
Kimia, 22(1), 65�73. Google Scholar
Rivai, H., Septika,
R., & Boestari, A. (2017). Karakterisasi ekstrak herba meniran (Phyllanthus
niruri Linn) dengan analisa Rivai, Harrizul, Septika, Refilia, & Boestari,
Agusri. (2017). Karakterisasi ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri Linn)
dengan analisa fluoresensi. Jurnal Farmasi Higea, 5(2. Jurnal Farmasi Higea,
5(2), 127�136. Google Scholar
Wahid, A. R. (2019).
Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Terhadap Ekstrak Tanaman
Ranting Patah Tulang ( Euphorbia Tirucalli L .). 23(1), 45�47. Google Scholar
Febri Nola, Gita Kurniawati Putri, Lhidya
Halizah Malik, Nadia Andriani (2021) |
First publication right : |
This article is licensed under: |