Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�
Vol. 3, No. 7, Juli 2021
POLA KEBIJAKAN KPID WILAYAH RIAU DALAM MENGAWASI DIGITALISASI PENYIARAN
�
Desy Mairita, M. Tazri, Sumayah
Universitas Muhammadiyah Riau
(UMRI), Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini
mendeskripsikan tentang pola kebijakan KPID Wilayah Riau dalam mengawasi digitalisasi penyiaran. Di saat regulasi kita
belum siap dengan segala bentuk
kebebasan� perstersebut,
kita juga dipaksa untuk menghadapi era digitalisasi dan konvergensi yang
juga memerlukan regulasi
yang lebih tepat dan lugas. Meskipun di banyak sisi, regulasi
kita masih memiliki kekurangan dan kurang konsisten dengan Undang-Undang pendahulunya. Tinjauan pustaka ketersediaan data pada saat ini didapatkan
melalui studi pustaka dan observasi dalam bentuk bukti-bukti
tempirik dalam bentuk jurnal dan buku. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode deskriktif kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Kantor KPID
wilayah Riau Jl. Gajah Mada. Dengan subjek dalam penelitian
ini adalah Komisioner KPID Wilayah Riau. Hasil penelitian
menunjukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa isi siaran yang baik sesuaidengan UU No.32 Tahun 2002 dan
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2012, namun masih ada pelanggaran yang dilakukan tetapi tergolong kepada pelanggaran yang ringan, pola pengawasan yang dilakukan KPID Riau menggunakan pola pengawasan langsung yaitu dengan memantau langsung dari alat pemantau KPID Riau yang dilakukan
oleh tim pemantau, dan
menggunakan polapengawasan tidak langsung yaitu dengan menerima aduan masyarakat dan dalam melakukan pengawasan KPID Riau mengikuti langkah-langkah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sedangkan �KPID Riau dalam mengawasi durasi dan pola siaran di Riau mengharuskan mendaftarkans etiap acara yang akan� �yang ada di KPID Riau untuk mendapatkan izin siar. Untuk sarana pengawasann yang digunakan KPID Riau
antara lain ruangan pengawasan, alat pemantau yang disertai dengan alatperekam dan
monitor dan juga melalui situs website www.kpidriau.go.id dan media sosial
email, twitter, facebook, instagram, SMS dan whatshap Kelima KPID Riau memberikan KPID
award setiap tahunnya sebagai bentuk apresiasi.
Kata Kunci: Digitalisasi;
KPID; Penyiaran
Abstract
This
research describes the kpid strategy pattern of Riau
Region in digitalization of panyan spy. At a time
when we are not ready for the free form of perstersebut,
we are also brothers for the era of digitalization and convergence that there
are also some more precise and straightforward. Although on many sides, we are
still deficient and less consistent with the Act of its predecessor. Library
studies appear data at the moment post-study study library and observation in
the form of evidence tempirik in the form of journals
and books. The methodology in this study uses qualitative descriptive methods.
This research was conducted at kpid office in Riau,
Jl. Gajah Mada. With the subject in this study is the Commissioner kpid Riau Region. The results of the research points showed
that the content of the broadcast is good with Law No.32 of 2002 and Guidelines
for Broadcast Performance and Broadcast Program Standards in 2012, but there
are still violations committed but classified to the minor violations, the pattern
of supervision that KPID Riau uses a pattern of direct care with monitoring,
and using indirect surveillance patterns that are with the good name of public
complaints and in the supervision of KPID Riau operational measures Procedure
(SOP). While KPID Riau in the past the duration and pattern of broadcasts in
Riau remains in Riau caught every event which is in KPID Riau to get a
broadcast permit. For which means of supervision that use KPID Riau, among
others, surveillance, monitoring tools accompanied by tools and monitors and
also sites www.kpidriau.go.id sites and social media email, twitter, facebook, instagram, SMS and whatshap Only KPID Riau awards KPID every year so a form of
appreciation.
Keywords: digitization; KPID; Broadcast
Pendahuluan
Televisi (TV) adalah media penerima suara dan gambar bergerak yang paling banyak digunakan di seluruh pelosok dunia. Semua peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di berbagai sudut dunia, dengan cepat dapat
diketahui masyarakat melalui pesawat TV di manapun bahkan diberbagai belahan dunia berkat sistem penyiaranTV
(television broadcasting) (Kustiawan, 2016).
�Proses perkembangan penyiaran TV sudah berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang. Produk teknologi modern ini juga telah tampil sebagai sarana penyebaran informasi yang cukup efektif dan relatif murah pada masyarakat luas, sehingga akan semakin berperan
dalam memengaruhi pembangunan karakter bangsa. Dengan demikian penguasaan teknologi dan sistem penyiaran TV menjadi sangat strategis bagi bangsa Indonesia (Ahmad, 2015).
Dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi digital, yang memberikan
kontribusi dominan terhadapi bidang penyiaran, telekomunikasi dan teknologi informasi, memungkinkan siaran TV berkualitas gambar yang tinggi dapat dinikmati
para pemirsa �berbagai
perangkat seperti telepon gengam (handphone),
PDA (personal digital assistant), komputer, maupun media TV yangtak bergerak� (fixed)
dan bergerak (mobile). Berdasarkan
pengalaman negara lain yang telah
mengganti sistem penyiaran TV-nya ke teknologi digital, perubahan tersebut telah menyebabkan terjadinya perubahan model bidang usaha dan meningkatnya layanan konten serta optimasi
penggunaan kanal frekuensi, sehingga migrasi sistem penyiaran TV analog ke sistem penyiaran TVdigital, akan sangat bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat maupun industri (Wahyuni, 2018).
Penyiaran Digital menjadi sebuah keniscayaan, dan dianggap sebagai solusi untuk mengatasi
keterbatasan dan ketidak efisienan penyiaran analog. Seperti yang diketahui, teknologi analog tidak dapat mengimbangi permintaan industry penyiaran dalam hal penyaluran
program siaran yang terus bertambah karena terbatasnya jumlah kanal frekuensi yang tersedia. Selain itu juga, penggelaran infrastruktur penyiaran analog pun tidak efisien karena belum menyentuh konvergensi. Dalam suatu system penyiaran analog, masing-masing lembaga
penyiaran memiliki infrastruktur penyiarannya sendiri-sendiri, seperti menara pemancar, antena, dan lain sebagainya. Akibatnya, biaya pemeliharaan cenderung relatif mahal, pemakaian daya listrik yang sangat besar, serta
pemanfaatan lahan yang jauh lebih boros.
Di sisi penerimaan siaran pun, kualitas siarannya tidak akan �merata meski berada
dalam wilayah layanan yang sama (Rianto, 2012).
Di dalam
UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran telah diatur pasal
pasal tentang isi siaran, pasal
35 dan 36 jadi sangat diharapkan bahwa lembaga penyiaran mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan, tetapi pada kenyataannya masih banyak lembaga
penyiaran yang melanggaraturan-aturan
yang sudah disepakati bersama (Bunga Indriani Nst, Rum, & Katutu, 2019). Menurut undang-undang No. 32 tahun 2002 ini terdapat tujuan penyiaran:
1) Untuk memperkukuh integrasi nasional.
2) Terbinanya watak dan jati diri bangsa
yang beriman dan bertaqwa.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Memajukan kesejahteraan umum.
5) Menumbuhkan industry penyiaran
Indonesia
Dalam system pengawasan penyiaran, Riau telah memiliki Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Riau (KPID Riau) yang bertugas sebagai
pengawas penyiaran yang ada di daerah provinsi
Riau itu sendiri. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Riau juga berhubungan dengan
masyarakat dalam menampung segala hal dan menindak lanjuti segenap apresiasi masyarakat terhadap lembaga penyiaran maupun terhadap dunia penyiaran pada umumnya. Dalam melaksanakan dan menjalankan fungsi serta tugas, wewenang
dan kewajibannya Komisi Penyiaran Indonesia Pusat diawasi
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, dan Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu sendiri (Sambodo & Ishak, 2017). Dalam menjalankan fungsinya Komisi Penyiaran Indonesia mempunyai kewewenang:
1) Menetapkan standar program siaran
2) Menyusun peraturan
dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran
3) Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran
4) Memberikan sanksi terhadap pelanggar peraturan dan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran
5) Melakukan koordinasi dengan pemerintah, lembaga siaran dan masyarakat KPID Riau mengawasi penyiaran baik itu siaran radio maupun siaran TV lokal.
Kebutuhan teknologi digital sangat tepat mengatasi
jumlah alokasi kanal analog yang terbatas, sementara minat masyarakat berpartisipasi begitu kuat. Sehingga
jalan alternatif penerapan siaran televisi digital di Indonesia merupakan
satu solusi keterbatasan kanal tersebut. Dengan adanya siaran sistem
digital tersebut, beberapa stasiun penyiaran swasta dapat bergabung
dalam penyiarannya dengan satu kanal
digital yang diberikan oleh pemerintah
(Budiman, 2016).
Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi berdampak terhadap konvergensi antara industri penyiaran dan telekomunikasi atau yang lebih dikenal sebagai �konvergensi media� (media
convergence). Industri penyiaran,
para pengusaha media menyediakan
konten-konten penyiaran ke dalam format digital atau aplikasi berbasis
mobile seperti e-paper dan online streaming. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan rjudul �Pola Kebijakan Komisi Penyiaran Indonesia Wilayah Riau dalam
Mengelola Digitalisasi Penyiaran� (Sa�diyah El Adawiyah & Swarnawati, 2015).
�� Di saat regulasi
kita yang belum siap dengan segala
bentuk kebebasan pers tersebut, kita juga dipaksa untuk menghadapi
era digitalisasi dan konvergensi
yang juga memerlukan regulasi
yang lebih tepat dan lugas. Meskipun di lain sisi, regulasi kita masih memiliki
banyak kekurangan dan tidak konsisten dengan Undang-Undang pendahulunya. Oleh kerenanya, ini merupakan suatu
permasalahan dalam penyiran dan menarik untuk diteliti. Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola kebijakan KPID wilayah Riau dalam mengawasi Digitalisasi Penyiaran.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Dalam hal ini peneliti berupaya melakukan
deskripsi tentang pola kebijakan KPID Wilayah Riau dalam mengawasi digitalisasi
penyiaran.� Penelitian ini dilakukan di
Kantor KPID wilayah Riau
Jl. Gajah Mada. Dengan
subjek dalam penelitian ini adalah Komisioner KPID Wilayah Riau. Objek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi
sosial penelitian yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek
penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu
(Gumilang, 2016).
Yang menjadi objeknya dalam penelitian ini adalah pola kebijakan
KPID Wilayah Riau dalam Mengawasi
Digitalisasi Penyiaran. Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan
istilah populasi ataupun sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam
penelitian kualitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang
terdiri atas� obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian
dari populasi itu (Sugiyono, 2008).
Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan informan untuk memperoleh berbagai informasi yang dipelukan selama proses penelitian. Informan penelitian dipilih berdasarkan teknik snowball yaitu dengan mencari informan kunci. Yang dimaksud dengan informan kunci (key informan) adalah mereka yang
mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian atau informan yang yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini komisioner KPID wilayah Riau. Menurut Lopland dalam Buku Metodologi Penelitian Kualitatif dijelaskan bahwa sumber data� utama dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan (Fauzia, 2020).
Data apabila digolong menurut asal sumbernya dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti
(responden). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti (komisioner KPID wilayah Riau) sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari lembaga atau instansi tertentu, seperti biro pusat statistic dan lain-lain (Fauzia, 2020). Teknik pengumpulan Data dalam penelitian ini yaitu dengan cara Interview, Observasi dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengelolaan
data tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan analisis
yang akan dikerjakan. Analisis
yang digunakan
adalah analisis studi kasus dimana studi kasus itu adalah suatu strategi dan metode analisis data kualitatif yang menekankan pada
kasus-kasuskhusus yang terjadi pada objek analisis
(Bungin, 2011)
dan ini menyangkut masalah perkembangan objek,
sejarah dan struktur fenomona. Uji Keabsahan Data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah
Credibility (derajat kepercayaan) dengan cara triangulasi. Menurut (Pritandhari, 2016), trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Diagram
Air Pola Kebijakan KPID Wilayah Riau dalamMengawasiDigitalisasiPenyiaran
Star
Hasil dan Pembahasan
Perubahan dari televisi analog ke televisi di pengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi termasuk dengan melihat perubahan pengguna internet di dunia yang terus meningkat. Pada tahun 2002 pengguna internet diperkirakan mencapai 605.6 miliar jiwa. Di Indonesia, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet pada tahun 2013 mencapa 71,19 juta, meningkat 13 persen dibandin tahun 2012 yang mencapai sekitar 63 juta pengguna (Nurudin, 2018). Dari data yang telah dipublikasikan oleh Kominfo pada laman web mereka menunjukan Indonesia berada di posisi keenam jumlah total pengguna internet yaitu sebesar 102,8 juta Perkembangan dari televisi digital memperoleh kritik, bahwa dalam proses ini tidak diberikan spektrum bagi pemain baru. Padahal pemain baru diharapkan dapat lebih mampu mengembangkan inovasi yang berbeda dalam jasa yang ditawarkan. Hal ini, kebijakan yang ada lebih kepada membatasi kompetisi. Televisi digital berdasarkan Permen Kemenkominfo No. 22/2011 tidak memiliki aturan yang kuatmengenaiizinpenyiaran, sertatidakmelibatkan KPI dan KPID� didalamnya. Regulasi penyiaran digital dimulai tahun 2007 melalui Permen Kemenkominfo. Kemudian, telah disusul dengan beberapa peraturan menteri lainnya. Adapun perkembangan regulasi dalam proses digitalisasi di Indonesia dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1
Perkembangan Regulasi Dalam Proses Digitaliasai
Di Indonesia
Regulasi |
Isi Siaran |
Peraturan Kementrian
Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia No. 07/PER/M.KOMINFO/3/2007 |
�
Standar penyiaran digital terestrial untuk televisi immobile di
Indonesia �
Lembaga Penyiaran Publik yang bebes bersiaran harus berupaya
mengadopsi teknologi digital |
Peraturan Mentri
Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia No. 39/PER/M.KOMUNFO/10/2009
tentang framework dasar dari penyiaran televisi digital teristrial untuk
secara bebas mengisi dengan penerimaan yang permanen (free-to-air) |
�
Perpindahan dari televisi analog ke televisi digital |
Peraturan Kementrian
Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia No. 21/PER/M.KOMINFO/4/2011 |
�
Standar penyiaran digital bagi radio
dengan Very High Frequency (VHF) band di Indonesia |
Dalam
Perkembangannya saat ini, pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informatika
telah
menerbitkan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2016 tentang Uji
Coba Teknologi
Telekomunikasi, Informatika dan Penyiaran. Konsideran regulasi tersebut 2 adalah dalam rangka penelitian dan
penetapan arah kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi, informatika dan penyiaran. Beberapa jenis teknologi yang
berkembang dan perlu dilakukan uji coba diantaranya open BTS, Google Loon, PPDR (public Protection and
Disaster Relief), 5G, TV digital metode SFN (single frequency network) dan
MFN (multi frequency network). Ujicoba yang dilakukan tersebut cukup membingungkan baik bagi publik maupun bagi pelaku bisnis. Sebab,
selama ini pemerintah belum menyelesaikan urusan regulasi penyiaran digital
yang seharusnya dibuat dalam bentuk UU, tetapi pemerintah lebih memilih untuk melakukan
berbagai uji coba siaran yang dikawatirkan proses ini nantinya sama sekali berbeda
saat digitalisasi penyiaran disahkan (Nurudin, 2018).
Dalam rangka untuk mewujudkan visi Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Riau yaitu : �Terwujud Sistem Penyiaran yang Sehat, Adil dan
Berkualitas di Provinsi Riau�, maka perlukiranya Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Riau untuk melakukan pengawasan yang lebih intensif.
Pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh
sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Untuk tercapainya siaran yang
berkualitas bagi masyarakat dan mempermudah pendirian perizinan bagi dunia
usaha di bidang penyiaran serta kontrol terhadap siaran yang akan diberikan kepada
masyarakat di Provinsi Riau, maka pada tahun 2010 terbentuklah Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Riau (KPID Riau) (Rusli & Zulkarnaen, 2014). Kemudian untuk menunjang kinerja KPID Provinsi Riau maka dibentuklah Sekretariat KPID Provinsi Riau sesuai amanat Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pembentukan Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Riau, yang
rincian tugasnya diatur dalam Peraturan Gubenur Riau Nomor 48 Tahun 2015 tentang Rincian, Tugas, Fungsi
dan Tata kerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Riau. Sehingga keseriusan Pemerintah
Provinsi Riau dalam mengelola penyiaran dibuktikan melalui lahirnya peraturan daerah
dan peraturan gubernur tersebut Dalam melaksanakan fungsi, wewenang, tugas dan
kewajibannya, KPID Provinsi Riau terdiri atas beberapa bidang yaitu :
a. BidangPengelolaanStruktur dan SistemPenyiaran
b. BidangPengawasan Isi Siaran
c. BidangKelembagaan
Dari ketiga bidang di atas, peneliti menitik beratkan pada Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran serta Bidang Pengawasan Isi Siaran, dimana salah satu tupoksi bidangt ersebut adalah melakukan pengawasan. Pasal 4 Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 yang berbunyi, dalam melaksanakan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya, Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPID Provinsi Riau menyelenggarakan koordinasi, mengawasi, dan mengevaluasi program dan kegiatan
1)
Perizinan lembaga
penyiaran sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2)
Yang berkaitan dengan
penjaminan kesempatan masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar
sesuai dengan hak asasi manusia
3)
Yang berkaitan dengan
pengaturan infrastruktur penyiaran; dan
4)
Pembangunan iklim persaingan
yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait. Selain itu, dalam
melaksanakan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya, Bidang Pengawasan Isi Penyiaran KPID
Provinsi Riau juga menyelenggarakan
koordinasi, mengawasi, dan mengevaluasi program dan kegiatan:
Mengacu pada tupoksi kedua bidang diatas,
pelaksanaan pengawasan merupakan tupoksi dari KPID Riau yang dilaksanakan melalui
pengawasan
5)
Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung KPID Riau dilaksanakan melalui� Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran
serta Bidang Pengawasan Isi Siaran, dimana kedua bidang tersebut melakukan
pengawasan langsung ke kantor atau studio lembaga penyiaran yang terindikasi
bermasalah, seperti perizinan lembaga penyiaran yang akan berkahir, perizinan
lembaga penyiaran yang telah berkahir, ataupun lembaga penyiaran yang belum
memiliki perizinan, serta pengawasan langsung isi siaran dari lembaga penyiaran
6)
Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung KPID Riau dilaksanakan melalui Tim Pengawasan Reguler
yang terdiri dari 13 orang Tenaga Harian Lepas (THL), yang ditempatkan di ruang
monitoring Sekretariat KPID Riau. Tim Pengawasan Reguler tersebut melaksanakan
pengawasan terhadap konten isi siaran yang disiarkan oleh lembaga penyiaran.
Apabila ditemukan konten atau isi siaran yang terindikasi dalam pelanggaran
penyiaran, maka konten tersebut dicatat oleh tim dan dilaporkan kepada Bidang
Pengawasan Isi Siaran untuk selanjutnya dilakukan tindak lanjut atas temuan
pelanggaran tersebut. Provinsi Riau sebagai provinsi yang sedang dalam
perkembangan dan pembangunan tidak luput dari aktivitas penyiaran. Aktivitas
penyiaran tersebut sangat berkembang pesat, yang ditandai berdirinya berbagai
lembaga penyiaran seperti TVRI, RRI, Riau Televisi, Riau Channel dan lembaga
penyiaran lainnya. Hal ini dapat dilihat pada jumlah lembaga penyiaran di Riau
Kesimpulan
Pola Kebjakan KPID dalam mengawasi digitalisasi penyiaran adalah sebagai berikut. Ada 2 jenis pengawasaan yang dilakukan oleh KPID dalam melakukan pengawasan. 1) Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan apabila pimpinan organisasi melakukan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Dalam penelitian ini pengawasan langsung yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Riau dilihat dari 3 (tiga) bentuk, yaitu: inspeksi langsung, observasi di tempat (The-spot observation), dan membuat laporan di tempat (On-the-spot report). Inspeksi langsung merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui dan memeriksa secara langsung kebenaran yang terjadi di lapangan. 2) Pengawasan tidak langsung adalahmerupakan pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan yang ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan, pihak yang diawasi, dan oleh masyarakat yang terkena dampak pengawasan. Laporan yang didapat berbentuk: laporan tertulis, laporan lisan, dan laporan khusus. Laporan tertulis merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban lembaga penyiaran� kepada pihak Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Riau atas pelaksanaan kegiatan penyiaran melalui laporan tertulis .Hasil penelitian menunjukkan bahwa isi siaran yang baik sesuaidengan UU No.32 Tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2012, namun masih ada pelanggaran yang dilakukan tetapi tergolong kepada pelanggaran yang ringan, pola pengawasan yang dilakukan KPID Riau menggunakan pola pengawasan langsung yaitu dengan memantau langsung dari alat pemantau KPID Riau yang dilakukan oleh tim pemantau, dan menggunakan polapengawasan tidak langsung yaitu dengan menerima aduan masyarakat dan dalam melakukan pengawasan KPID Riau mengikuti langkah-langkah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sedangkan �KPID Riau dalam mengawasi durasi dan pola siaran di Riau mengharuskan mendaftarkans etiap acara yang akan� �yang ada di KPID Riau untuk mendapatkan izin siar. Untuk sarana pengawasann yang digunakan KPID Riau antara lain ruangan pengawasan, alat pemantau yang disertai dengan alatperekam dan monitor dan juga melalui situs website www.kpidriau.go.id dan media sosial email, twitter, facebook, instagram, SMS dan whatshap Kelima KPID Riau memberikan KPID award setiap tahunnya sebagai bentuk apresiasi.
Ahmad, Nur. (2015).
Radio Sebagai Sarana Media Massa Elektronik. AT-TABSYIR STAIN Kudus, 3(2).Google Scholar
Budiman, Ahmad.
(2016). Model Pengelolaan Digitalisasi Penyiaran di Indonesia. Jurnal
Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional, 6(2).Google Scholar
Bunga Indriani Nst,
Ipt121295, Rum, Muhammad, & Katutu, Buchari. (2019). Upaya Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (Kpid) Provinsi Jambi Dalam Menerapkan Informasi
Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran (P3sps) Di Kota
Jambi. Uin Sulthan Thaha Saifuddin. Google Scholar
Bungin, Burhan.
(2011). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Ed.2. Jakarta: Kencana,. Google Scholar
Fauzia, Reka Resti.
(2020). Strategi Komunikasi Balai Rehabilitasi Sosial Pada Kegiatan
Bimbingan Karier Untuk Meningkatkan Life Skill Bagi Penyandang Disabilitas
Netra. Universitas Komputer Indonesia. Google Scholar
Gumilang, Galang
Surya. (2016). Metode penelitian kualitatif dalam bidang bimbingan dan
konseling. Jurnal Fokus Konseling, 2(2). Google Scholar
Kustiawan, Usep.
(2016). Pengembangan media pembelajaran anak usia dini. Penerbit Gunung
Samudera [Grup Penerbit PT Book Mart Indonesia]. Google Scholar
Nurudin, Ade.
(2018). Digitalisasi Penyiaran Indonesia Dalam Bingkai Kepentingan Publik. Source:
Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(3). Google Scholar
Pritandhari, Meyta.
(2016). Penerapan Komik Strip Sebagai Media Pembelajaran Mata Kuliah Manajemen
Keuangan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Metro. PROMOSI: Jurnal Program
Studi Pendidikan Ekonomi, 4(2). Google Scholar
Rianto, Fuji DKK.
(2012). Digitalisasi Televisi di Indonesia (Ekonomi Politik, Peta Persoalan,
dan Rekomendasi Kebijakan). PR2 Media bekerja sama dengan Yayasan Tifa:
Yogyakarta. Google Scholar
Rusli, Zaili, &
Zulkarnaen, Deddy. (2014). Efektivitas Pengawasan Penyiaran Tv Kabel Berlangganan
oleh KPID Riau. Riau University. Google Scholar
Sa�diyah El Adawiyah,
Suwarto, & Swarnawati, Aminah. (2015). Hubungan Media Baru dengan Sikap
Nasionalisme Remaja di DKI Jakarta. Information and Communication Technology,
95. Google Scholar
Sambodo, Satria,
& Ishak, Ishak. (2017). Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Riau Terhadap Penyelenggaraan Penyiaran TV Kabel Di Pekanbaru Tahun 2015-2016.
Riau University. Google Scholar
Sugiyono. (2008). Metode
Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta. Google Scholar
Wahyuni, Hermin
Indah. (2018). Kebijakan Media Baru Di Indonesia:(Harapan Dinamika Dan
Capaian Kebijakan Media Baru Di Indonesia). Ugm Press. Google Scholar
Desy Mairita,
M.Tazri, Sumayah (2021) |
First publication right : |
This article is licensed under: |