Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 1 Januari 2020
SUPERVISI KLINIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU SMK NEGERI JATILUHUR
MEMBUAT RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Nana Suryana
Pengawas SMK Kabupaten Purwakarta
Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran kecakapan hidup abad 21 yang seharusnya dikembangkan terhadap diri siswa,
yakni: (1) keahlian-keahlian
menemukan solusi dari persoalan, (2) kreatif (3) kemampuan berkomunikasi, dan (4) kemampuan berkolaborasi dikenal dengan istilah 4C. Model PBL adalah suatu model pembelajaran yang mampu mengeskalasi kemampuan memecahkan masalah pada diri siswa. Namun
hasil studi pendahuluan terhadap guru SMK
Negeri Jatiluhur lewat pengenalan, angket serta studi dokumentasi
RPP yang berdasarkan pada kurikulum
2013 revisi, mengindikasikan
separuhnya guru belum memakai model PBL dalam RPPnya, sedangkan Kompetensi Dasar (KD) yang bisa memakai model PBL relatif lumayan banyak. Maka dari itu,
seharusnya terdapat supervisi akademik spesialisasinya pembinaan, dengan memakai model supervisi klinis yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah, agar guru mengimplementasikan
pembelajaran model PBL yang berkualitas.
Metode penelitian yang dipakai ialah penelitian
aktivitas sekolah memakai sistem spiral refleksi model Kemmis dan Mc
Taggart yang ditransformasi. Strategi/metode kerja/teknik
pembinaan yang dipakai dari siklus I hingga
siklus II memakai sistem in-on-in dengan mengimplementasikan model supervisi
klinis. Hasil pembinaan
pada siklus I mengindikasikan
bahwa, kegiatan guru SMK
Negeri Jatiluhur dalam membuat RPP berbasis PBL yang berdasarkan pada kurikulum 2013 revisi, spesialisasinya Permendikbud No 22 tahun 2016 belum memuaskan. Maka dari itu,
kapabilitas serta keahlian dan aktivitas guru pada siklus I, seharusnya dieskalasi serta perlu �dikoreksi pada
siklus II. Siklus II, menyelesaikan prosedur pembinaan pada guru �lewat supervisi klinis, dengan petunjuk aktivitas guru sudah diatas 70.00% �serta skor� guru min.70.00 telah
diatas 85%.
Kata kunci: Kemampuan Guru, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, Problem Based Learning, Supervisi Klinis
Pendahuluan
Satuan pendidikan pada saat ini harus mengembangkan dan
menanamkan pembelajaran kecakapan hidup abad 21 yaitu: (1) kemampuan berpikir
kritis dan kemampuan memecahkan masalah, (2) kreatif dan berinovasi, (3)
kemampuan berkomunikasi dan (4) kemampuan berkolaborasi, ke empat kecakapan
hidup tersebut dikenal dengan istilah 4C, (5)�
kemampuan literasi, dan (6) mempersiapkan karier dan kecakapan hidup (Forgaty, 1997; Lazear, 2004; No, 21AD; Lampiran
Permendikbud, 2016; Salpeter, 2003; Tan, 2003).
Ke enam kemampuan tersebut pada kurikulum 2013 revisi,
merupakan bagian dari Standar Kompetensi Lulusan (Lampiran Permendikbud, 2016). Dengan demikian,
guru harus memfasilitasi dan mengambangkan ke enam kemampuan tersebut pada diri
siswa SMK, dengan memasukan kemampuan tersebut pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Kemampuan memecahkan masalah sebagai bagian dari kemampuan
4C, sangat penting dikuasai siswa untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai
permasalahan dan memilih solusinya juga memprovokasi terbentuknya keterampilan berasumsi
tingkat tinggi (dan Kebudayaan, 2016; Forgaty, 1997; No, 21AD; Savoie & Hughes, 1994;
Tan, 2003; Wood, 2005). Namun realitanya di tempat hasil observasi,
studi dokumentasi RPP dan angket terhadap
guru di
sekolah binaan, menunjukkan: (1) separuhnya guru
belum memakai model
PBL dalam RPPnya, sedangkan Kompetensi Dasar
(KD) yang bisa memakai model PBL relatif lumayan banyak; (2) sebagian
guru yang menuliskan model PBL pada RPPnya, tapi tidak menuliskan sintaks model
tersebut pada langkah-langkah pembelajaran; (3) sebagian guru yang memilih
model PBL tetapi KD yang dipilih tidak sesuai jika menggunakan model PBL. Maka dari itu, seharusnya terdapat supervisi akademik spesialisasinya pembinaan dengan memakai model supervisi
klinis yang dilaksanakan oleh
pengawas, supaya kompetensi dan profesionalisme guru dapat berkembang,
khususnya kompetensi pedogogik guru dalam mengimplementasikan beragam pendekatan,
strategi, metode dan model penataran yang mendidik dengan cara kreatif dan variatif dalam mata pelajaran yang diampu (Permendiknas, n.d.).
Proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi. Di dalam proses komunikasi selalu
melibatkan tiga komponen pokok yaitu komunikator dalam tersebut pengirim pesan
(guru), komunikan atau penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri
yang biasanya berupa materi pelajaran. Proses komunikasi ini tidak selalu
berhasil dengan baik. Kadang-kadang dalam proses komunikasi ini terjadi kegagalan komunikasi (Suryana, 2019). Salah satu model
variatif yang bisa ditumbuhkan guru serta bisa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan keahlian berasumsi tingkat tinggi siswa
adalah model Problem Based Learning (PBL) (dan Kebudayaan, 2016; Forgaty, 1997; No, 21AD; Savoie & Hughes, 1994;
Tan, 2003; Wood, 2005). Tujuan dari penerapan
pembelajaran berbasis PBL adalah mendorong siswa, untuk terlibat aktif dalam
membangun pengetahuan, sikap, serta prilaku lewat aktivitas menemukan solusi dari masalah. Melalui kegiatan pemecahan masalah terhadap
permasalahan yang ada, maka pada akhirnya siswa terbiasa memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, memilih solusinya dan memprovokasi
terbentuknya keterampilan berasumsi tingkat tinggi, maka siswa mempunyai
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta pada publik (Azer, Hasanato, Al-Nassar, Somily, & AlSaadi,
2013; Barrett, Mac Labhrainn, & Fallon, 2005; Carson, 2007; Dogru, 2008;
Duch, Groh, & Allen, 2001; Savoie & Hughes, 1994). Keahlian
guru dalam membuat RPP berbasis PBL yang berdasarkan kepada kurikulum 2013
revisi hendak mengeskalasi, apabila terdapat supervisi akademik spesialisasinya
lewat pembinaan yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah.
Salah satu model supervisi akademik tersebut adalah model
supervisi klinis. Melalui penerapan model supervisi klinis, guru secara
kolaboratif dibimbing pengawas sekolah mendiagnosis kekurangan-kekurang diri
dalam membuat RPP berbasis PBL yang berdasarkan kepada kurikulum 2013 revisi,
kemudian melalui FGD diarahkan untuk menentukan solusinya sehingga produk RPP
yang dibuat akan benar dan bermutu (Negara, n.d.; R. I. Permendikbud, n.d.).
Metode Penelitian
Strategi/metode kerja/teknik pembinaan
yang dipakai dari siklus I hingga siklus II memaksi sistem in-on-in. Pada
siklus 1 (in) memakai model supervisi klinis melalui
observasi-refleksi-rekomendasi, studi dokumentasi, angket dan FGD dilaksanakan
pada tanggal 10-11 Juli 2017, kemudian on dari tanggal 12 Juli � 3 Agustus
2017, sedangkan siklus 2 dilaksanakan pada 4-5 Agustus 2017 memakai model
supervisi klinis melalui observasi-refleksi-rekomendasi, studi dokumentasi
angket, FGD, dan presentasi produk RPP.
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil Pembinaan
Siklus 1
Aktivitas guru pada siklus I, bisa ditinjau pada Tabel 1:
Tabel� 1
Aktivitas Guru Pada Siklus 1
No |
Kriteria yang diamati |
Jumlah Guru |
% |
1 |
Terampil membuat RPP berbasis
PBL |
12 |
66.67 |
2 |
Terampil membuat
penilaian berbasis PBL |
12 |
66.67 |
3 |
Terampil membuat
angket respon siswa terhadap penggunaan PBL |
13 |
72.22 |
4 |
Terampil membuat
pedoman observasi aktivitas� siswa
berbasis PBL |
13 |
72.22 |
5 |
Terampil membuat
daftar check berbasis PBL |
14 |
77.78 |
6 |
Terampil membuat
format observasi aktivitas� siswa
berbasis PBL |
14 |
77.78 |
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa guru yang
melakukan aktivitas membuat RPP berbasis PBL dengan benar,
berjumlah 12 orang (66.67%), terampil membuat penilaian berbasis PBL
sebanyak 12 orang (66.67%), terampil membuat angket respon siswa sebanyak13 orang
(72.22%), terampil membuat pedoman observasi aktivitas� siswa berbasis PBL sebanyak 13 orang
(72.22%), terampil membuat daftar check berbasis PBL sebanyak 14 orang (77.78%), serta terampil membuat
format observasi aktivitas� siswa
berbasis PBL sebanyak 14 orang (77.78%).
Data pada Tabel 1
menggambarkan bahwa kemampuan guru dalam membuat RPP berbasis PBL relatif perlu
ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar guru
selalu membuat RPP berbasis metode ceramah, sehingga untuk memulai membuat RPP
menggunakan model pembelajaran lain yang inovatif salah satunya PBL, relatif
belum terbiasa.Selain itu pada saat membuat alat penataran lainnya berbasis PBL, berawal dari membuat
angket respon siswa, membuat pedoman observasi aktivitas siswa, membuat daftar check, dan membuat format observasi aktivitas
siswa guru belum terbiasa
Kemampuan guru dalam
membuat membuat RPP berbasis PBL yang
sesuai
dengan tuntutan Permendikbud No 22 Tahun 2016, tentang Standar Proses pada siklus I, bisa ditinjau pada Tabel 2.
Tabel 2
Jumlah
Komponen RPP Berbasis PBL yang Dipenuhi oleh Guru
(dari
Total 20 Komponen RPP yang Sesuai dengan Tuntutan
Permendikbud
No 22 Tahun 2016)pada Siklus I
No |
Kode Guru |
Jumlah komponen RPP berbasis PBL yang Dipenuhi oleh Guru (dari total
20 komponen RPP) |
% |
1 |
AA |
13 |
65,00 |
2 |
AB |
15 |
75,00 |
3 |
AC |
11 |
55,00 |
4 |
AD |
12 |
60,00 |
5 |
AE |
16 |
80,00 |
6 |
AF |
15 |
75,00 |
7 |
AG |
14 |
70,00 |
8 |
AH |
11 |
55,00 |
9 |
AI |
14 |
70,00 |
10 |
AJ |
15 |
75,00 |
11 |
AK |
13 |
65,00 |
12 |
AL |
16 |
80,00 |
13 |
AM |
14 |
70,00 |
14 |
AN |
15 |
75,00 |
15 |
AO |
14 |
70,00 |
16 |
AP |
13 |
65,00 |
17 |
AQ |
16 |
80,00 |
18 |
AR |
13 |
65,00 |
Rata-rata |
14 |
69,44 |
|
Daya Serap Klasikal |
61,11 |
�����
Uraian 20 komponen
RPP yang Sesuai dengan Tuntutan Permendikbud No 22� Tahun 2016 sebagai berikut:
Tabel 3
Kompenen RPP
No |
Komponen RPP |
No |
Komponen RPP |
1 |
Mencantumkan
identitas sekolah/nama satuan pendidikan |
11 |
Materi
pelajaran memuat prinsip relevan dengan indikator |
2 |
Mencantumkan
identitas mata pelajaran |
12 |
Materi
pelajaran memuat prosedur relevan dengan indicator |
3 |
Mencantumkan� identitas kelas/semester |
13 |
Metode
pembelajaran sesuai dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan |
4 |
Mencantumkan materi
pokok dan sub materi pokok |
14 |
Metode
pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa |
5 |
Mencantumkan alokasi
waktu (termasuk jumlah pertemuan) |
15 |
Media
pembelajaran sesuai dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan |
6 |
Mencantumkan KD yang
sesuai untuk model PBL |
16 |
Sumber
belajar sesuai dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan� |
7 |
Mencantumkan
Indikator |
17 |
Langkah-langkah
pembelajaran melalui tahapan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup |
8 |
Rumusan tujuan
pembelajaran berdasarkan KD/indikator |
18 |
Langkah-langkah
pembelajaran memuat sintaks/ langkah-langkah model PBL (orientasi siswa
kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual
dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah; Sumber: Arends, 2008) |
9 |
Materi pelajaran
memuat fakta relevan dengan indikator |
19 |
Langkah-langkah
pembelajaran mengembangkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan |
10 |
Materi pelajaran
memuat konsep relevan dengan indikator |
20 |
Penilaian
sesuai dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan |
Data pada Tabel 2
menunjukkan bahwa jumlah komponen terkecil
RPP berbasis PBL yang dipenuhi guru, dari total 20 komponen RPP yang sesuai dengan
tuntutan Permendikbud No 22� Tahun 2016,pada Siklus I sebanyak 11
komponen (55.00%) dilakukan oleh dua orang guru (11.11%). Sedangkan jumlah
komponen terbanyak yang dipenuhi guru sebanyak 16 komponen (80.00%) dilakukan
oleh tiga orang guru (16.67%). Rata-rata jumlah komponen yang dipenuhi guru sebanyak 14 komponen
(70.00%) dengan daya serap klasikal sebesar 61.11%.
Hasil pembinaan pada
siklus I, menunjukkan bahwa pada siklus pertama menunjukkan kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya yaitu, peneliti mulai menerapkan langkah-langkah
pembinaan sesuai dengan rencana pembinaan�
siklus I yang telah dibuat peneliti, kemudian guru sangat antusias untuk meningkatkan kemampuannya
dalam membuat RPP berbasis PBL. Kekurangan yang ada pada pelaksanaan siklus 1
diantaranya:
a.
Peneliti kurang mengeksplore
potensi guru untuk mengembangkan kemampuannya dalam membuat RPP berbasis PBL,
dengan menugaskan guru mencari di berbagai sumber yang relevan.�
b.
Pemberian motivasi dan apresiasi pada saat akan melakukan
pembinaan oleh peneliti masih harus ditingkatkan
c.
Pada saat melaksanakan pembinaan, peneliti masih dominan di
barisan paling depan, serta kurang intensif melakukan pembinaan yang
komunikatif dengan guru, terutama pada saat guru mengalami kesulitan dalam
membuat RPP
Berdasarkan kekurangan yang ada pada pelaksanaan siklus 1,� maka pelaksanaan pembinaan pada� siklus�
II,� perlu� memperhatikan perbaikan-perbaikan seperti di
bawah ini :
a.
Peneliti harus mengekspore potensi
guru untuk mengembangkan kemampuannya dalam membuat RPP berbasis PBL
b.
Peneliti harus memberikan motivasi dan apresiasi pada saat
akan melakukan pembinaan
c.
Peneliti pada saat melaksanakan pembinaan harus intensif dan
komunikatif, dengan mendatangi setiap guru yang mengalami kesulitan, terutama
pada saat menguasai teori belajar, khususnya dalam membuat RPP berbasis PBL.
B. Hasil Pembinaan
Siklus II
1.
Aktivitas Guru pada Siklus II
Kegiatan pembinaan pada siklus II telah memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas
guru dibanding pada siklus I, berawal dari membuat
RPP bagi setiap siklus, membuat penilaian untuk setiap siklus, membuat angket
respon siswa, membuat pedoman observasi aktivitas siswa, membuat
daftar check, membuat format observasi aktivitas siswa, membuat format observasi pelaksanaan model pembelajaran oleh guru serta
siswa, dan membuat format diskusi balikan. Aktifitas guru selama pembinaan pada
siklus II dapat dilihat dari Tabel berikut.
Tabel� 4
Aktivitas guru
pada Siklus II
No |
Kriteria yang diamati |
Jumlah Guru |
% |
1 |
Terampil membuat RPP
berbasis PBL |
14 |
77.78 |
2 |
Terampil membuat
penilaian berbasis PBL |
15 |
83.33 |
3 |
Terampil membuat
angket respon siswa terhadap penggunaan PBL |
16 |
88.89 |
4 |
Terampil membuat
pedoman observasi aktivitas� siswa
berbasis PBL |
16 |
88.89 |
5 |
Terampil membuat daftar
check berbasis PBL |
17 |
94.44 |
6 |
Terampil membuat
format observasi aktivitas� siswa
berbasis PBL |
17 |
94.44 |
����������� Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa guru yang
melakukan aktivitas membuat RPP berbasis PBL dengan benar,
berjumlah 14 orang (77.78%),terampil membuat penilaian berbasis PBL
sebanyak 15 orang (83.33%), terampil membuat angket respon siswa sebanyak 16 orang
(88.89%), terampil membuat pedoman observasi aktivitas� siswaberbasis PBL sebanyak 16 orang (88.89%),
terampil membuat daftar check berbasis PBL sebanyak 17 orang (94.44%),
dan terampil membuat format observasi aktivitas siswa berbasis PBL sebanyak17
orang(94.44%). Tabel3 diatas menggambarkan bahwa kemampuanguru dalam dalam
membuat RPP berbasis PBL sudah menunjukkan peningkatan dibanding pada siklus I,
yaitu skor aktivitas minimal sudah diatas 70.00% yaitu paling kecil 77.78%
2.
Evaluasi Kemampuan Guru dalam
membuat RPP berbasis PBL yang sesuai
dengan tuntutan Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses pada Siklus II
Kemampuan guru dalam
membuat membuat RPP berbasis PBL yang
sesuai
dengan tuntutan Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses pada siklus II, dapat dilihat pada berikut
Tabel 5
Jumlah
Komponen RPP Berbasis PBL yang Dipenuhi oleh Guru
(dari
Total 20 Komponen RPP yang Sesuai dengan Tuntutan
Permendikbud
No 22� Tahun 2016) pada Siklus II
No |
Kode Guru |
Jumlah komponen RPP berbasis PBL yang Dipenuhi oleh Guru (dari total
20 komponen RPP) |
% |
1 |
AA |
16 |
80,00 |
2 |
AB |
18 |
90,00 |
3 |
AC |
13 |
65,00 |
4 |
AD |
15 |
75,00 |
5 |
AE |
18 |
90,00 |
6 |
AF |
18 |
90,00 |
7 |
AG |
17 |
85,00 |
8 |
AH |
13 |
65,00 |
9 |
AI |
17 |
85,00 |
10 |
AJ |
18 |
90,00 |
11 |
AK |
16 |
80,00 |
12 |
AL |
18 |
90,00 |
13 |
AM |
17 |
85,00 |
14 |
AN |
18 |
90,00 |
15 |
AO |
17 |
85,00 |
16 |
AP |
16 |
80,00 |
17 |
AQ |
18 |
90,00 |
18 |
AR |
16 |
80,00 |
Rata-rata |
17 |
83,06 |
|
Daya Serap Klasikal |
88,89 |
Uraian� 20 komponen RPP yang Sesuai dengan Tuntutan
Permendikbud No 22� Tahun 2016 sebagai
berikut:
Tabel 6
Komponen RPP
No |
Komponen RPP |
No |
Komponen RPP |
1 |
Mencantumkan
identitas sekolah/nama satuan pendidikan |
11 |
Materi pelajaran
memuat prinsip relevan dengan indikator |
2 |
Mencantumkan
identitas mata pelajaran |
12 |
Materi pelajaran
memuat prosedur relevan dengan indicator |
3 |
Mencantumkan� identitas kelas/semester |
13 |
Metode pembelajaran berdasarkan
dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan |
4 |
Mencantumkan materi pokok
dan sub materi pokok |
14 |
Metode pembelajaran
sesuai dengan karakteristik siswa |
5 |
Mencantumkan alokasi
waktu (termasuk jumlah pertemuan) |
15 |
Media pembelajaran berdasarkan dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan |
6 |
Mencantumkan KD yang
sesuai untuk model PBL |
16 |
Sumber belajar sesuai
dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan� |
7 |
Mencantumkan
Indikator |
17 |
Langkah-langkah
pembelajaran melalui tahapan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup |
8 |
Rumusan tujuan
pembelajaran berdasarkan KD/indikator |
18 |
Langkah-langkah pembelajaran
memuat sintaks/ langkah-langkah model PBL (orientasi siswa kepada persoalan,
mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual dan kelompok, menumbuh
kembangkan serta menyuguhkan hasil karya, dan menganalisis serta
mengevaluasi proses pemecahan masalah; Sumber: Arends, 2008) |
9 |
Materi pelajaran
memuat fakta relevan dengan indikator |
19 |
Langkah-langkah
pembelajaran mengembangkan ranah perilaku, afektif, serta keterampilan |
10 |
Materi pelajaran
memuat konsep relevan dengan indikator |
20 |
Penilaian sesuai
dengan tuntutan KD/ indikator/tujuan |
�������������������
������ Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
jumlah komponen terkecil RPP
berbasis PBL yang dipenuhi guru, dari keseluruhan 20 komponen RPP yang berdasarkan
dengan tuntutan Permendikbud No 22 Tahun 2016,pada Siklus II sebanyak 13
komponen (65.00%) dilakukan oleh dua orang guru (11.11%). Sedangkan jumlah
komponen terbanyak yang dipenuhi guru sebanyak 18 komponen (90.00%) dilakukan
oleh tujuh orang guru (38.89%). Rata-rata jumlah komponen yang dipenuhi guru
sebanyak 17 komponen (85.00%), dengan daya serap klasikal sebesar 88.89%.
Indikator daya serap klasikal sudah diatas 85,00% dengan nilai minimal 70,00,
maka siklus II ini mengakhiri penelitian tindakan sekolah proses pembinaan pada
guru melalui supervisi klinis.
C. Pengaruh Pembinaan
Terhadap Peningkatan Aktivitas Guru dari Siklus I � Siklus II
Proses pembinaan
dari siklus I sampai siklus II, menunjukkan bahwa aktivitas guru semakin aktif,
serta antusias mengikuti setiap sesi pembinaan. Hampir semua guru berperan aktif
mulai dari membuat RPP berbasis PBL untuk setiap siklus, membuat penilaian berbasis PBL untuk setiap siklus, membuat angket respon siswa, membuat pedoman
observasi aktivitas siswa, membuat daftar check, dan membuat format observasi aktivitas siswa. Walaupun pada awalnya
banyak yang belum terampil tetapi pada siklus II sudah menunjukkan kemajuan
yang sangat pesat
��������� �
D. Pengaruh
Diterapkannya Pembinaan terhadap Kemampuan dan Keterampilan Guru dalam� Menguasai Teori Belajar, khususnya dalam Membuat
RPP Berbasis PBL.
Proses pembinaan
dari siklus I sampai siklus II, skor guru menunjukan adanya peningkatan.
Peningkatan itu mengindikasikan bahwa tiap-tiap guru sudah mengimplementasikan
serta menjalani proses jalannya aktivitas pembinaan, dan mengindikasikan bahwa nyaris
semua guru berperan aktif menjalani tiap-tiap sesi pembinaan yang dilaksanakan
oleh peneliti. Selain itu, proses pengarahan serta bimbingan
selama aktivitas pembinaan yang dilaksanakan telah diupayakan efektif, efisien
dan intensif. Bahwa guru tidak mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas pembinaan.
Maka ketika dilakukan pengukuran kemampuan serta keterampilan guru dalam
membuat RPP berbasis PBL, pada siklus II, daya serap klasikal telah diatas 85%.
Data itu menjadi penunjuk siklus II ini mengakhiri penelitian
tindakan sekolah, kegiatan pembinaan pada guru lewat
penggunaan model supervisi klinis.
Kesimpulan
1. Hasil pembinaan pada siklus
I, mengindikasikan bahwa kegiatan guru dalam
membuat RPP berbasis PBL, membuat penilaian, membuat angket respon siswa, membuat pedoman pengenalan aktivitas
siswa, membuat daftar check, membuat format observasi aktivitas
siswa, membuat format observasi pelaksanaan model pembelajaran oleh guru serta
siswa, juga membuat format diskusi balikan belum memuaskan. Kemampuan serta keahlian juga aktivitas guru dalam siklus
I, seharusnya direskalasi serta perlu dikoreksi
pada siklus II.��
2. Hasil pembinaan pada siklus
II, mengindikasikan bahwa kegiatan guru berawal
dari membuat RPP
berbasis PBL, membuat penilaian, membuat angket respon siswa,
membuat pedoman pengenalan aktivitas siswa, membuat
daftar check, membuat format observasi aktivitas siswa, membuat format observasi pelaksanaan model pembelajaran
oleh guru serta siswa, serta membuat format diskusi
balikan sudah meningkat dan lenih baik dibanding siklus I. Siklus II ini menyelesaikan penelitian aktivitas sekolah, proses pembinaan terhadap guru memakai model supervisi klinis melalui observasi-refleksi-rekomendasi, studi dokumentasi angket, FGD, dan
presentasi produk RPP, dengan petunjuk kegiatan guru sudah diatas
70.00% serta skor� guru
minimal 70.00 telah diatas 85%, yakni sebesar 88.89%.
3. Selama pembinaan
dari siklus I hingga siklus II, peneliti berusaha melaksanakan bimbingan serta arahan secara adil, dan menyeluruh pada setiap guru, supaya
setiap guru berpartisifasi dalam mengikuti setiap sesi pembinaan, berawal dari membuat
RPP berbasis PBL bagi tiap-tiap siklus, membuat penilaian bagi setiap siklus, membuat
angket respon siswa, membuat pedoman observasi aktivitas siswa, membuat daftar check, membuat format observasi aktivitas
siswa,membuat format pengenalan pengimplementasian model pembelajaran oleh guru serta
siswa, juga membuat format diskusi balikan.
BIBLIOGRAFI
Azer, Samy A.,
Hasanato, Rana, Al-Nassar, Sami, Somily, Ali, & AlSaadi, Muslim M. (2013).
Introducing integrated laboratory classes in a PBL curriculum: impact on
student�s learning and satisfaction. BMC Medical Education, 13(1),
71.
Barrett,
Terry, Mac Labhrainn, Iain, & Fallon, Helen. (2005). Handbook of enquiry
& problem based learning. Galway: CELT, 13�25.
Carson,
Jamin. (2007). A problem with problem solving: Teaching thinking without
teaching knowledge. The Mathematics Educator, 17(2).
dan Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan. (2016). Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar
Proses. Jakarta: Kemendikbud.
Dogru,
Mustafa. (2008). The Application of Problem Solving Method on Science Teacher
Trainees on the Solution of the Environmental Problems. International
Journal of Environmental and Science Education, 3(1), 9�18.
Duch,
Barbara J., Groh, Susan E., & Allen, Deborah E. (2001). The power of
problem-based learning: a practical" how to" for teaching
undergraduate courses in any discipline. Stylus Publishing, LLC.
Forgaty,
R. (1997). Problem Based Learning and Other Curicular Models for Multiple
Intellegences Classroom. New York: IRI/Skyligt Training and Publishing,
Inc.
Lazear,
David G. (2004). Higher-order thinking the multiple intelligences way.
Zephyr Press.
Negara,
Menteri Pendayagunaan Aparatur. (n.d.). Birokrasi. 2010. Permenpan Dan
Birokrasi No. 21 Tahun 2010 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Pengawas.
No,
Permendikbud. (21AD). Tahun 2016. Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah
Yang Memuat Tentang Tingkat Kompetensi Dan Kompetensi Inti Sesuai Dengan
Jenjang Dan Jenis Pendidika Tertentu.
Permendikbud,
Lampiran. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.
Permendikbud,
R. I. (n.d.). Nomor 143 Tahun 2014. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah Dan Angka Kreditnya.
Permendiknas,
R. I. (n.d.). No. 16 Tahun 2007 tentang. Standar Kualifikasi Akademik Dan
Kompetensi Guru.
Salpeter,
Judy. (2003). 21st century skills: Will our students be prepared? TECHNOLOGY
AND LEARNING-DAYTON-, 24(3), 17�29.
Savoie,
Joan M., & Hughes, Andrew S. (1994). Problem-based learning as classroom
solution. Educational Leadership, 52(3), 54�57.
Suryana,
Nana. (2019). Supervisi Klinis Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Digital
Guru SMK Negeri Maniis Purwakarta. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,
4(9), 73�82.
Tan, Oon
Seng. (2003). Problem-based learning innovation. Singapore: Thomson.
Wood, D.
(2005). Problem based learning especiallyin the contex to flarge classes.
Online]. Tersedia:[12 Maret 2008].