Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�

Vol. 3, No. 6, Juni 2021

 

ISOLASI SENYAWA TURUNAN KUINON DARI TANAMAN

 

Klaritya Anisya Kurnia, Shafa Qotrunnada Widyatamaka, Shipa Paujiah, Erlangga Muhamad Prayuda

Universitas Singaperbangsa Karawang Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]ms[email protected], s[email protected], [email protected]

 

Abstract

Indonesia is an archipelago with a wealth of flora where 7,000 types of medicinal plants have various properties. With this biodiversity there is also chemical diversity such as secondary metabolites and one of them is quinones. This review article was created with the aim of providing information and evidence regarding the isolation found in plants suspected of having quinone-derived compounds. The isolation of quinone derivatives can be carried out by extraction, fractionation, and isolation methods using different solvents and methods. The method used in this review is based on analytical literature study which was analyzed from several scientific publications in national and international journals. The results obtained showed that isolates from aloe vera, bisbul, mengkudu, hedyotis caudatifolia Merr and ceratotheca triloba plants showed positive responses to the tests carried out, so it can be concluded that each plant contains quinone derivative compounds.

 

Keywords: compound isolated; secondary metabolites; quinone

 

Abstrak

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan flora dimana 7.000 spesies diantaranya dikategorikan tanaman obat yang memiliki beragam khasiat. Dengan keanekaragaman hayati tersebut, terdapat pula keanekaragaman kimiawi seperti metabolit sekunder dan salah satunya adalah kuinon. Review artikel ini dibuat dengan tujuan memberikan informasi dan pembuktian mengenai isolasi yang terdapat pada tanaman yang diduga memiliki senyawa turunan kuinon. Pembuktian dilakukan dengan metode ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi dengan pelarut dan menggunakan cara yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam review ini berdasarkan studi literatur yang dianalisis dari beberapa publikasi ilmiah di jurnal nasional maupun internasional. Hasil yang diperoleh didapatkan bahwa isolat dari tanaman aloe vera, bisbul, mengkudu, hedyotis caudatifolia Merr dan ceratotheca triloba menunjukan respon positif terhadap pengujian yang dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa masing masing tanaman mengandung senyawa turunan kuinon.

 

Kata Kunci: isolasi senyawa; kuinon; metabolit sekunder

 

 

 

 

�����������������������������������������������������������������������������������

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan flora sekitar 30.000 jenis tanaman, dimana 7.000 spesies diantaranya dikategorikan tanaman obat yang memiliki beragam khasiat (Jumiarni & Komalasari, 2017). Penggunaan tanaman obat untuk menanggulangi masalah kesehatan merupakan pengalaman dan juga keterampilan yang diwariskan secara turun temurun. Dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki negara Indonesia, terdapat berbagai keanekaragaman kimiawi salah satunya adalah metabolit sekunder (Manek, Boro, & Ruma, 2019). Tanaman dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, tannin, saponin, steroid, dan juga triterpenoid yang memiliki sifat toxic sehingga dapat digunakan untuk mengobati bermacam-macam penyakit (Baud, Sangi, & Koleangan, 2014). Beragam gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa metabolit sekunder dan jumlahnya yang lebih dari satu menandakan tumbuhan tersebut mempunyai banyak kegunaan serta bioaktivitas karena dapat berinteraksi dengan lebih dari satu senyawa target lain (Manek et al., 2019). Salah satu senyawa metabolit sekunder adalah kuinon yang dapat diidentifikasi dan diisolasi melalui proses ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi.

Kuinon merupakan salah satu turunan senyawa fenol yang menunjukkan aktivitas biologis dan farmakologis diantaranya sebagai antijamur, antimalaria, antibakteri, antikanker dan antioksidan (Mutrikah, Santoso, & Syauqi, 2018), (Ulfah, Alimuddin, & Wibowo, 2018). Kuinon terbagi menjadi 4 kelompok yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Untuk mengidentifikasi senyawa kuinon pada tanaman dilakukan proses pemisahan kompenen berdasarkan kepolarannya atau fraksinasi. Salah satu metode fraksinasi adalah kromatografi, terdapat kromatografi cair datar (KLT, KKt) dan kromatografi kolom (KKG, KCV). Berbagai macam tumbuhan obat diduga mengandung senyawa kuinon ataupun turunannya seperti antrakuinon atau naftokuinon.� Penelitian yang dilakukan (Luo et al., 2016) menunjukan Hedyotis caudatifolia Merr. et Metcalf mengandung turunan kuinon yaitu antrakuinon. Selain Hedyotis caudatifolia, Lidah Buaya (Aloe vera) juga mengandung antrakuinon berdasarkan penelitian yang dilakukan (Kang, Zhao, Yue, & Liu, 2017). Tumbuhan obat lain yang juga mengandung antrakuinon adalah Mengkudu (Morinda citrifolia L) sesuai dengan hasil penelitian (Rudiyansyah, CL, & Alimuddin, 2012) dan Ceratotheca triloba pada hasil penelitian (Mohanlall, Steenkamp, & Odhav, 2011). Sedangkan kelompok kuinon lainnya yaitu naftokuinon dimiliki oleh tumbuhan Bisbul (Diospyros anisandra) sesuai dengan hasil penelitian (Gabriela, Rawung, & Ludong, 2020).

Pada penelitian terdahulu telah dilakukan pengisolasian senyawa turunan kuinon terhadap suatu tanaman. Namun, dilakukan dengan proses yang lebih singkat, selain itu pada penelitian terdahulu pada tahapan skrinning fitokimia senyawa kuinon menggunakan pereaksi NaOH. Pada review artikel kali ini peneliti melakukan isolasi senyawa turunan kuinon yang dimulai dari tahap skrinning fitokimia senyawa kuinon menggunakan uji Brontrager hingga didapatkan hasil isolat yang diinginkan.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai skrining fitokimia yang berbeda dan metode pemisahan yang lebih rinci. Selain itu, penelitian ini dilakukan sebagai pembuktian terkait tanaman yang diduga mengandung senyawa kuinon yang memiliki berbagai aktivitas biologis dan farmakologis yang penting bagi manusia secara luas. Sehingga tanaman yang mengandung senyawa kuinon diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk digunakan sebaik mungkin sebagai pengobatan secara herbal. Oleh karena itu, tujuan dari review ini adalah untuk mempelajari dan memberikan informasi terkait senyawa kuinon dari berbagai tanaman dengan menampilkan beberapa penelitian dengan cara yang beragam untuk identifikasi senyawa kuinon.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah literatur review dengan bahan acuan 15 artikel mengenai isolasi senyawa turunan kuinon. literatur review merupakan metode yang mengkaji suatu topik yang sama dari berbagai buku, jurnal ataupun artikel lainnya dan menghasilkan suatu tulisan mengenai topik tersebut. Artikel isolasi senyawa turunan kuinon menggunakan metode ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi dengan pelarut dan cara yang digunakan berbeda-beda.

 

Hasil dan Pembahasan

 

Tabel 1

Hasil uji isolasi turunan senyawa Kuinon pada tanaman

Tanaman

Hasil Isolasi

lidah buaya (Aloe vera)

1,8-dihiroksiantrakuinon

Bisbul (Diospyros anisandra)

1,4- naftakuinon

Hedyotis caudatifolia Merr

2-hidroxy-1,7,8-trimethoxyanthracene-9,10-dione

Ceratotheca triloba (Bernh.) Hook.

3 turunan antrakuinon: 1-hidroxy-4-methylanthraquinone; 9,10 anthracenedione; 5,8-dimethoxy-2,3,10,10a-tetrahydro-1H-phenanthrene-4,9-dione

Mengkudu (Morinda citrifolia L)

2,4-dihidroksi-3-metilenmetoksiantra

Sumber: (Kang et al., 2017), (Flota-Burgos et al., 2020), (Luo et al., 2016), (Mohanlall et al., 2011), (Rudiyansyah et al., 2012)

 

Metode pemisahan dan pemurnian senyawa metabolit sekunder bertujuan untuk mendapatkan zat murni, salah satu senyawa metabolisme sekunder ialah senyawa kuinon yang terdiri dari empat kelompok yaitu benzokuinon, antrakuinon, naftokuinon dan isoprenoid. Sebelum dilakukan pemisahan dan pemurnian, tanaman yang di uji akan di skrinning menggunakan uji Brontager dengan cara memasukan kloroform sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi yang telah berisikan serbuk ekstrak tanaman, dikocok selama 5 menit. Kemudian ekstrak tersebut disaring dan didapat suatu filtrat. Filtrat dimasukan kedalam tabung reaksi dan dimatambahkan larutan ammonia 10% dengan volume yang sama dengan filtrat, lalu dikocok. Terjadi perubahan warna merah atau ungu muda yang menandakan tanaman tersebut mengandung senyawa kuinon. Tanaman lidah buaya (Aloe vera), Bisbul (Diospyros anisandra), Hedyotis caudatifolia Merr, Ceratotheca triloba (Bernh.) Hook, dan Mengkudu (Morinda citrifolia L) positif mengandung kuinon (Smitha & Vadivel, 2019).

Tanaman yang mengandung kuinon diantaranya adalah lidah buaya (Aloe vera L.) yang termasuk kedalam kelompok senyawa antrakuinon. Tahap pemisahan diawali dengan proses esktraksi dimana simplisia kulit daun lidah buaya dilakukan maserasi dengan merendam 2600 gram dengan pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan selama 12 hari dengan total pelarut sebanyak 18 Liter, pelarut diganti setiap 24 jam sekali dan dilakukan pengadukan setiap tiga kali sehari, Selanjutnya ekstrak hasil maserasi yang bercampur dengan pelarut dievaporasi dengan rotary evporator hingga didapatkan ekstrak kental. Estraksi lidah buaya dilakukan dengan menggunakan metode maserasi karena mudah dan sederhana. Penelitian ini menggunakan penyari etanol 96% yang merupakan senyawa polar yang mudah menguap sehingga baik digunakan sebagai pelarut ekstrak. Hasil dari ekstraksi lidah buaya didapatkan serbuk kering kulit daun lidah buaya (Novita Sari, Apridamayanti, & Sari, 2018). Tahap ketiga dilakukan proses fraksinasi, Silika gel dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 105C selama 30 menit agar kering dan yang terbawa hanya eluen lalu dilakukan penotolan ekstrak lidah buaya pada silika gel GF254 yang merupakan fase diam lalu dielusi dengan fase gerak n-heksan:etil asetat (7:3). Tahap terakhir dilakukan pemisahan atau pemurnian untuk menghasilkan isolate, Plat KLT yang sudah dielusi dideteksi pada sinar UV 366 nm dan bercak diidentifikasi dengan penyemprotan KOH 10% dalam methanol sehingga diperoleh 4 spot noda yang dilihat pada sinar UV 366 nm. Fase gerak yang menghasilkan spot pemisahan diduga merupakan senyawa antrakuinon karena terbentuk noda warna merah muda setelah disemprot dengan larutan KOH 10% dalam methanol (Rafika Sari & Apridamayanti, 2018). Bercak yang diperoleh diambil, dikumpulkan dan dibagi dalam dua larutan dimetiksulfoksida lalu diuji pada panjang gelombang 200-500 nm menggunakan spektrofometri UV-VIS dan hasil yang didapatkan pada lidah buaya ialah 1,8-dihiroksiantrakuinon (Kang et al., 2017).

Tanaman lain yang diduga memiliki senyawa kuinon ialah daun dan kulit batang Bisbul yang dibuktikan dengan tahapan awal proses ekstraksi, bagian tanaman tersebut dipisahkan dan ditempatkan dalam oven pengering pada suhu 40oC selama 48 jam lalu dilakukan perajangan untuk mengurangi ukuran hingga ukuran menjadi 5mm. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing dilakukan selama 24 jam menggunakan methanol (MeOH) dengan perbandingan 30 ml untuk setiap 25 gram sampel. Setelah itu, setiap ekstraksi pelarut methanol dipisahkan dari bahan tanaman dengan menggunakan kertas saring dan disimpan dalam gelas kaca kemudian pelarut dihilangkan dibawah tekanan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga terbentuk ekstrak kering. Hasil yang diperoleh ditempatkan dalam botol kaca dan disimpan pada suhu 40oC kemudian dilakukan proses fraksinasi, hasil ekstrak dipartisi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan methanol menghasilkan suatu fraksi. Setelah itu, dilakukan sub-fraksi dengan menggunakan kolom kaca silica gel 60F254 berukuran 4x5 cm, setiap� fraksi dielusi dengan cair-cair partisi menggunakan 200 ml n-heksana lalu dilanjutkan dengan n-heksana dan aseton dengan perbandingan 8:2 kemudian disemprotkan dengan larutan asam fosfomolibdat dan 11 fraksi dikelompokkan. Dugaan senyawa kuinon diperkuat dengan analisis menggunakan metode kromatografi gas dengan HP-5MS (5% phenyl-methilpolysiloxa) dengan suhu 100�C selama 3 menit, suhu dinaikan sampai mencapai suhu akhir 280�C secara bertahap. Hasil identifikasi pada daun dan kulit batang bisbul isolate menunjukan adanya senyawa 1,4-naftokuinon (Flota-Burgos et al., 2020).

Tanaman Hedyotis caudatifolia Merr. et Metcalf pun diduga memiliki senyawa kuinon yang dilakukan uji senyawa dengan tahapan awal proses ekstraksi menggunakan metode perkolasi, semua bagian tanaman hedyotis dibersihkan dari pengotornya kemudian dikeringkan di tempat yang teduh dan disimpan pada suhu 4oC. Setelah itu dihaluskan hingga berbentuk serbuk. Kemudian dilakukan proses ekstraksi secara berturut-turut, serbuk HC sebanyak 30 kg diekstraksi menggunakan ethanol-air (95:5, v/v, 240 L), (80:20, v/v, 240 L), (60:40, v/v, 240 L), (40:60, v/v, 240 L) dan air sebanyak 240 L, proses ekstraksi dilakukan pada suhu ruangan. Kemudian, ekstrak dicampur dan ekstrak yang didapatkan dilakukan penguapan dengan menggunakan vacuum pada suhu 60�80 ï¿½C. Ekstrak kasar disuspensikan dengan air kemudian diekstraksi berturut-turut dengan empat bagian masing-masing dari petroleum eter, kloroform, etil asetat dan n-butyl alkohol. Tahap selanjutnya dilakukan proses fraksinasi, petroleum eter dilakukan kromatografi kolom menggunakan fase diam silica gel dan gradient bertahap dengan 100:0→80:1→50:1→20:1→10:1→5:1→2:1→1:1→0:100 sebagai fase gerak dan menghasilkan padatan berwarna kuning, lalu padatan dilakukan pemurnian dengan kromatografi kembali pada kolom spadex LH-20. kloroform dilakukan ktomatografi menggunakan fase diam silica gel dan gradient bertahap kloroform-aseton sebagai fase gerak sehingga menghasilkan 6 fraksi. Fraksi 1 dielusi menggunakan kloroform 100:1 dilakukan kristalisasi dan rekristalisasi dalam kloroform-methanol menghasilkan 10 mg, fraksi 2 dielusi dengan kloroform-aseton 80:1 yang dimurnikan pada kolom gel silica dan menghasilkan 60 mg, fraksi 3 dilakukan elusi dengan perbandingan 50;1 dan dimurnikan menggunakan kolom gel silica dan sphadex L-20 menghasilkan 5 mg, fraksi 4 dilakukan elusi kloroform-aseton 50:1 dimurnikan menggunakan kolom gel silica menghasilkan 30 mg dan 10 mg, fraksi 5 dielusi menggunakan kloroform-aseton 5:1 mendapatkan 20 mg dan fraksi 6 dielusi dengan klorofrom:aseton 1:1 menghasilkan 15 mg fraksi. Untuk tahapan terakhir yaitu dilanjutkan proses tindakan lebih lanjut pada 3 fraksi dengan menggunakan metode kromagtografi kolom dengan fase diam sephandex LH-20 dan silica gel, untuk eluen kloroform-metanol (untuk sephandex LH-20 1:1) sehingga menghasilkan sebuah senyawa antrakuinon jenis baru 2-hidroxy-1,7,8-trimethoxyanthracene-9,10-dione (Luo et al., 2016).

Ceratotheca triloba diduga memiliki senyawa kuinon, proses isolasi senyawa dilakukan dengan tahapan awal yakni akar, batang dan daun dipisahkan dan dikeringkan pada suhu ruangan selama 5-8 hari hingga dapat dihancurkan dengan mudah menggunakan tangan. Setelah dikeringkan, simplisia dihancurkan menggunakan blender kemudian disimpan pada suhu ruangan. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan metode Harborne dan Harborne yang memiliki prinsip pemisahan bioaktif molekul yang di dasarkan pada pelarutan molekul-molekul dalam pelarut dengan polaritas yang berbeda. Proses awal ekstraksi bahan direndam selama 5 menit pada metanol-air dengan perbandingan 4:1 kemudian disaring sehingga dihasilkan residu dan filtrate, residu dibuang dan filtrat dipekatkan sampai 1/10 volume dan diasamkan menggunakan H2SO4 2M setelah itu filtrate diekstraksi menggunakan kloroform sebanyak 3 kali dan didapatkan hasil kloroform partisi yang mengandung senyawa cukup polar dan lapisan asam yang dibasakan sampai pH 10 menggunakan NH4OH dan diekstraksi dengan kloroform: metanol (3: 1) sehingga menghasilkan ekstrak polar dan basa. Selanjutnya dilakukan tahap fraksinasi menggunakan KLT dengan plat silica gel 60 GF254 sebagai fase diam dimana silika gel tersuspensi dalam pelarut yang dibutuhkan dan dibiarkan selama kurang lebih 2 jam mengembang dan fase gerak yang digunakan ialah hexan:etil asetat (9:1) sebagai eluen, proses fraksinasi didapatkan 20 fraksi. Kemudian dilakukan penggabungan dengan menggunakan metode kromatografi kolom fraksi E6-20 dan dilakukan penotolan dengan menggunakan pipet dengan sangat hati-hati agar tidak mengganggu bagian atas kolom, eluen yang digunakan yaitu heksana-etil asetat (1:1 dan 2:1) secara berurutan dan heksana 100% kemudian komponen polar diminimalkan dengan penambahan 1% amonium klorida ke dalam larutan fase gerak lalu kolom dibiarkan semalaman. Proses ini menghasilkan 3 fraksi A,B dan C yang dilanjutkan dengan proses KLT preparative menggunakan fase diam silica gel 60 F254 dan dideteksi pada sinar UV 254 dan 360 nm dengan 3 kali pengulangan. Hasil yang diperoleh dikerok dan dilakukan ekstraksi kembali menggunakan aseton, kloroform, asam asetat dan methanol yang bertujuan untuk memisahkan komponen polar dan diangin-anginkan. Fraksi dari aseton dianalisis lebih lanjut dengan LC-MS dengan kloroform:asam asetat. Kemudian, plat disemprotkan vanilil dan ditandai dengan pensil secara tipis lalu plat dipanaskan pada suhu 100oC selama 2-5 menit hingga terjadi perubahan warna. Selanjutnya dilakukan penyemprotan kembali menggunakan air sehingga isolate dapat dikerok atau dipisahkan dari plat yang kemudian dikumpulkan dan dihancurkan menjadi bubuk halus dan serbuk dielusi dengan 5 ml aseton, proses tersebut dilakukan 2 kali sampai serbuk menjadi berwarna putih hasil yang diperoleh didapatkan senyawa 3 turunan antrakuinon yakni 1-hidroxy-4-methylanthraquinone; 9,10 anthracenedione; 5,8-dimethoxy-2,3,10,10a-tetrahydro-1H-phenanthrene-4,9-dione (Mohanlall et al., 2011).

Tanaman terakhir yang diduga memiliki senyawa antrakuinon ialah kayu akar tumbuhan mengkudu yang dilakukan identifikasi dan isolasi senyawa. Tahapan awal akar mengkudu dibersihkan dan dicuci hingga bersih kemudian akar dipisahkan dari tanaman mengkudu. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dari sampel sehingga mikroorganisme tidak tumbuh dan berinteraksi dengan senyawa yang terkandung pada sampel. Selain itu, sampel yang kering lebih mudah untuk diserbukkan yang bertujuan untuk memperluas permukaan sampel sehingga dapat memperluas kontak senyawa yang terdapat dalam sampel dengan pelarut pada proses maserasi, sehingga senyawa tersebut dapat terekstrak secara maksimal (Mohanlall et al., 2011). Akar mengkudu dengan cara maserasi menggunakan methanol selama 3 x 24 jam. Setiap 24 jam ekstrak disaring dan ditampung yang disebut maserat. Maserat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dihasilkan ekstrak pekat berwarna coklat kemerahan. Fraksinasi terdapat 3 tahapan yaitu partisim KCV, dan KKT. Maserat dipartisi secara berturut-turut, partisi dilakukan untuk memperoleh campuran yang lebih sederhana dengan menggunakan pelarut n-hekana, kloroform dan methanol secara berurutan dari non-polar sampai sangat polar. Hasil yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator berupa fraksi n-heksana, fraksi koroform, dan fraksi methanol. Fraksi kloroform dilanjutkan ke tahapan berikutnya di karenakan fraksi tsb masih kompleks dan beragam. Kemudian dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan metode KCV dengan menggunakan fasa diam silika gel Merck 60 GF254 dan fasa gerak pelarut organik yang ditingkatkan kepolarannya secara gradien dengan n-heksana:etil asetat (9:1;8:2;7:3;6:4;4:6;3:7;2:8;1:9), diperoleh fraksi C.

fraksi C dimurnikan dengan KKT, menggunakan kolom berdiameter 1 cm dengan Panjang 30 cm. fasa diam yang digunakan silika gel 60. Diperoleh fraksi MJI, MJ2, MJ3, MJ4, MJ5. MJ2 memiliki berat yang paling besar sehingga dilakukan analisis lebih lanjut, analisis tsb menggunakan metode KLT preparative dengan eluen n-heksana : etil asetat. Noda yang diperoleh dikerok dan dipisahkan dengan n-heksana. Hasil isolate diuapkan pada suhu kamar dan didapat isolat murni. untuk mengetahui tingkat kemurnian isolate diuji menggunakan KLT 2D dengan n-heksana:etil asetat dan mendapatkan hasil noda tunggal berwarna kuning berupa padatan amorf. Selanjutnya, dilakukan pengujian isolate murni antrakuinon menggunakan KLT dengan fase gerak toluene-etil asetat-asam asetat (75:24:1) dijenuhkan sebanyak 10 ml, noda tersebut disemprotkan KOH 10% sehingga terdapat perubahan menjadi merah yang menandakan golongan antrakuinon. kayu akar tumbuhan mengkudu positif mengandung antrakuinon yakni 2,4-dihidroksi-3-metilenmetoksiantra (Sindora & Andi Hairil Allimudin, 2017), (Rudiyansyah et al., 2012).

 

Kesimpulan

Berdasarkan studi literatur diduga bahwa tumbuhan aloe vera, bisbul, mengkudu, hedyotis caudatifolia Merr dan ceratotheca triloba memiliki senyawa turunan kuinon dan hal ini dibenarkan dengan identifikasi senyawa menggunakan proses skrinning fitokimia, ekstraksi, fraksinasi dan isolasi dengan cara yang beragam untuk masing masing tanaman. Isolat dari tanaman yang diuji menunjukan reaksi positif terhadap pengujian, pada tanaman Aloe vera teridentifikasi mengandung 1,8-dihiroksiantrakuinon, Bisbul terdapat senyawa 1,4- naftakuinon, Hedyotis caudatifolia Merr mengandung 2-hidroxy-1,7,8-trimethoxyanthracene-9,10-dione, pada Ceratotheca triloba mengandung 3 turunan antrakuinon: 1-hidroxy-4-methylanthraquinone; 9,10 anthracenedione; 5,8-dimethoxy-2,3,10,10a-tetrahydro-1H-phenanthrene-4,9-dione dan pada mengkudu mengandung 2,4-dihidroksi-3-metilenmetoksiantra.

 

 

 

Syntax Idea,

 

10

 

BIBLIOGRAFI

 

Baud, Grace S., Sangi, Meiske S., & Koleangan, Harry S. J. (2014). Analisis senyawa metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak etanol batang tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jurnal Ilmiah Sains, 14(2), 106�112.

 

Flota-Burgos, Gabriela Janett, Rosado-Aguilar, Jos� Alberto, Rodr�guez-Vivas, Roger Iv�n, Borges-Arg�ez, Roc�o, Mart�nez-Ortiz-de-Montellano, Cintli, & Gamboa-Angulo, Marcela. (2020). Anthelmintic Activity of Extracts and Active Compounds From Diospyros anisandra on Ancylostoma caninum, Haemonchus placei and Cyathostomins. Frontiers in Veterinary Science, 7, 675. Google Scholar

 

Gabriela, Michella C., Rawung, Dekie, & Ludong, Maya M. (2020). Pengaruh Penambahan Maltodekstrin Pada Pembuatan Minuman Instan Serbuk Buah Pepaya (Carica papaya L.) dan Buah Pala (Myristica fragrans H.). Cocos, 7(7). Google Scholar

 

Jumiarni, Wa Ode, & Komalasari, Oom. (2017). Inventory of Medicines Plant as Utilized by Muna Tribe in Kota Wuna Settlement. Majalah Obat Tradisional, 22(1), 45�56. Google Scholar

 

Kang, Shimo, Zhao, Xin, Yue, Lu, & Liu, Ling. (2017). Main anthraquinone components in Aloe vera and their inhibitory effects on the formation of advanced glycation end‐products. Journal of Food Processing and Preservation, 41(5), e13160. Google Scholar

 

Luo, Peng, Su, Jiale, Zhu, Yilin, Wei, Jianhua, Wei, Wanxing, & Pan, Weigao. (2016). A new anthraquinone and eight constituents from Hedyotis caudatifolia Merr. et Metcalf: isolation, purification and structural identification. Natural Product Research, 30(19), 2190�2196. Google Scholar

 

Manek, M. N., Boro, M. T., & Ruma, M. T. L. (2019). Identifikasi Jenis-Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat Di Desa Lookeu Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu. Jurnal Biotropikal Sains, 16(1), 64�77. Google Scholar

 

Mohanlall, Viresh, Steenkamp, Paul, & Odhav, Bharti. (2011). Isolation and characterization of anthraquinone derivatives from Ceratotheca triloba (Bernh.) Hook. f. Journal of Medicinal Plants Research, 5(14), 3132�3141. Google Scholar

 

Mutrikah, Mutrikah, Santoso, Hari, & Syauqi, Ahmad. (2018). Profil Bioaktif pada Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dan Beluntas (Pluchea indica Less). Biosaintropis (Bioscience-Tropic), 4(1), 15�21. Google Scholar

 

Rudiyansyah, Lang, CL, Gusrizal, & Alimuddin, A. H. (2012). Senyawa antrakuinon yang bersifat antioksidan dari kayu akar tumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia). Bulletin of the Indonesian Society of Natural Product Chemistry, 12(1), 9�13. Google Scholar

 

 

Sari, Novita, Apridamayanti, Pratiwi, & Sari, Rafika. (2018). Penentuan Nilai MIC Ekstrak Etanol Kulit Lidah Buaya (Aloe vera Linn) Terhadap Isolat Bakteri Pseudomonas aeruginosa Resisten Antibiotik. Jurnal Pendidikan Informatika Dan Sains, 7(2), 219�232. Google Scholar

 

Sari, Rafika, & Apridamayanti, Pratiwi. (2018). Penentuan Nilai FICI Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Daun Lidah Buaya (Aloe vera (L) Burm. f) dan Gentamisin Sulfat Terhadap Bakteri Escherichia coli. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 4(3), 132�142. Google Scholar

 

Sindora, Gloria, & Andi Hairil Allimudin, Harlia. (2017). Identifikasi Golongan Senyawa Antraquinon Pada Fraksi Kloroform Akar Kayu Mengkudu (Morinda Citrifolia, L). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 6(1). Google Scholar

 

Smitha, V., & Vadivel, V. (2019). Phytochemical screening for active compounds in Ceratopteris thalictroides (L.) Brogn. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 8(3), 3556�3559. Google Scholar

 

Ulfah, Sulistiana, Alimuddin, Andi Hairil, & Wibowo, Muhamad Agus. (2018). Sintesis Senyawa Turunan Antrakuinon Menggunakan Vanilil Alkohol Dan Ftalat Anhidrida. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 7(2). Google Scholar

 

Copyright holder :

Klaritya Anisya Kurnia, Shafa Qotrunnada Widyatamaka, Shipa Paujiah, Erlangga Muhamad Prayuda (2021)

 

First publication right :

Jurnal Syntax Idea

 

This article is licensed under: