Muhammad Ilham Akbar
1390 Syntax Idea, Vol. 3, No. 6, Juni 2021
force ataupun berperilaku sebagai celebrity (Waluyo, 2017). Ini merupakan fenomena
dimana korupsi seakan menjadi hal yang biasa.
Perilaku korupsi merupakan perbuatan negatif, perlu diberantas pemerintah
sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Dukungan politik pemerintah (presiden),
menjadi suatu catatan pasti dalam pemberantasan korupsi (Yuwanto, 2016). Cerita kisah
sukses negara yang mampu bangkit dari keterpurukan akibat korupsi umumnya dimulai
dari sebuah komitmen (Damanik et al., 2010). pemimpinnya yang kemudian diturunkan
dalam berbagai kebijakan politik (Fariz, 2019). Lazimnya dukungan tersebut diberikan
terhadap kelembagaan yang melaksanakan pemberantasan korupsi. Berbicara dalam
potret Indonesia, maka dukungan tersebut dilihat dari bagaimana seorang Presiden
mendukung segala upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, sebagai
anak kandung reformasi. Komitmen politik Presiden tersebut jamak dipahami menjadi
parameter untuk melihat kehendak baik Presiden (political will) di wilayah
pemberantasan korupsi. Kebijakan mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi
merupakan wujud nyata political will seorang Presiden.
Salah satu political will yang menarik untuk kita bicarakan dalam konteks
mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi, adalah era Presiden Jokowi. Di awal
pemerintahannya Presiden Jokowi dengan tegas secara eksplisit dalam nawa-citanya
(Nomenklatur visi-misi Jokowi-JK ditahun 2014) menyebutkan bahwa pemerintahannya
kelak menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Namun itu merupakan visi-misi,
bukan tahapan implementasi. Untuk melihat sejauh mana implementasi visi-misi
tersebut maka perlu dilihat, konsistenkah kebijakan pemerintah dibawah komando
Presiden Jokowi untuk mendukung KPK, sebagai symbol pemberantasan nasional.
Secara konseptual strategi pemberantasan korupsi harus dibangun dan didahului
oleh adanya itikad kolektif, yaitu semacam kemauan dan kesungguhan (willingness)
dari kekuasaan Presiden tidak memberikan toleransi sedikitpun terhadap perilaku
korupsi. Oleh karena itu, dalam mewujudkan sebuah strategi yang efektif memberantas
korupsi, dibutuhkan pemenuhan prasyarat yakni didorong oleh political will yang kuat
(Badjuri, 2011). Hal tersebut dilakukan dengan memberikan dukungan politik yang
jelas dan tegas, diberikan oleh Presiden terhadap lembaga KPK. Sikap politik Presiden
yang demikian, sesungguhnya menjadi kunci keberhasilan strategi pemberantasan
korupsi. Sebaliknya sikap politik yang tidak berpihak pada kelembagaan KPK dapat
merusak cita-cita pemberantasan korupsi. Maka sangat penting untuk melihat sejauh
mana kebijakan Presiden Jokowi yang mendukung kelembagaan KPK, dalam arti
sudahkah terlaksana dengan baik political will presiden jokowi terhadap KPK.
Kita ketahui bersama Sejak tahun 2018 hingga 2021 political will Presiden
Jokowi terhadap kelembagaan KPK kerap dipertanyakan. Ada tiga persoalan konkrit
yang penulis ambil sebagai bahan kajian untuk menilai sejauh mana political will
Presiden Jokowi terhadap kelembagaan KPK. Tiga persoalan ini juga menimbulkan
pertanyaan ditengah publik, perihal seriuskah Presiden Jokowi mendukung kiprah KPK.
Pertama, Lambannya penemuan fakta dibalik penyiraman air keras terhadap mata