Dwi Kartika Sari, Fitriana dan Farida Yuliaty
22 Syntax Idea, Vol. 2, No. 1 Januari 2020
keberlangsungan kehidupan perusahaan (going concern) dianggap perlu untuk dijadikan
acuan dalam pengambilan keputusan di masa mendatang. Salah satu ukuran untuk
menilai keberlangsungan kehidupan perusahaan adalah dengan mengukur variabel
variabel penting yang ada didalamnya melalui laporan keuangan yang diterbitkan oleh
perusahaan.
Suatu perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sehingga
untuk memenuhi tuntutan tersebut, serta menjaga diri agar terhindar dari kebangkrutan,
sebuah perusahaan haruslah menjalankan fungsi manajemen secara efektif agar dapat
bertahan dan bersaing dengan perusahaan yang lain. Sebagai upaya untuk menjalankan
manajemen secara efektif, memperhatikan manajemen modal kerja adalah sesuatu yang
harus diutamakan. Terlebih dengan terdapat persaingan usaha yang dewasa ini semakin
ketat, manajemen modal kinerja seolah jadi sesuatu yang wajib dimiliki perusahaan.
Sebab, karena adanya manajemen itu, instansi hendak mempunyai arah jangka panjang
yang baik bagi kemudahan meraih tujuan (Kamaludin, 2017).
Kelangsungan hidup serta kegagalan instansi ialah dua bagian yang saling
bertolak belakang, bagaikan sisi depan serta belakang sekeping uang logam. Going
concern dipakai jika suatu instansi bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Tetapi, kemungkinan instansi mengalami kegagalan dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya selalu ada, apalagi dalam keadaan krisis ekonomi serta
financial. Besar kecilnya kemungkinan tersebut berbeda-beda pada setiap perusahaan,
tergantung kondisi yang dipengaruhinya (Purba, 2009). Going concern (kelangsungan
hidup) ialah kelangsungan hidup suatu badan usaha serta merupakan opini dalam
pelaporan financial suatu institusi maka apabila satu instansi mengalami keadaan yang
sebaliknya, instansi itu menjadi bermasalah.
Seorang akuntan yang bertindak baik sebagai auditor eksternal maupun auditor
internal perusahaan yang bertugas menyusun laporan keuangan harus dapat melihat
tingkat kemungkinan kegagalan instansi dalam menjaga kelangsungan hidupnya (Purba,
2009). Melakukan prediksi kegagalan perusahaan bukanlah pekerjaan yang mudah
dilakukan. Hal tersebut membutuhkan penilaian dari seorang akuntan dengan
memperhatikan aspek hukum dan perundang-undangan yang berlaku atas perusahaan
tersebut.
Indonesia pernah mengalami situasi dimana kepercayaan para investor berada
pada tingkat terendah akibat tingkat kegagalan usaha yang sangat tinggi. Pada tahun
1999, Indonesia mengalami krisis kepercayaan, berbarengan dengan krisis moneter
yang terjadi pasca jatuhnya rezim Orde Baru. Pada masa itu, sektor perbankan,
konstruksi dan manufaktur mengalami kemerosotan yang sangat tajam dan sebagian
besar gulung tikar. Biaya ekonomi yang diakibatkan kegagalan perusahaan jelas sekali,
seperti menurunnya nilai perusahaan atau corporate value. Berkurangnya kepercayaan
investor dan berkurangnya lapangan pekerjaan. Auditor eksternal yang mengeluarkan
opini wajar dengan pengecualian juga menghadapi ancaman gugatan karena dianggap
gagal memberikan warning kepada pembaca laporan.