Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����

Vol. 3, No. 5, Mei 2021

 

ANALISA ALIH SUPLAI PERTALITE MENGGUNAKAN MOBIL TANGKI �DI PULAU BINTAN KEPRI

 

Virgy Andyka Putri

Politeknik Energi Mineral (PEM Akamigas) Cepu Blora Jawa Tengah, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstract

The purpose of this research was to analyze the transfer of pertalite supply using tank cars in Bintan Island Kepri Terminal X is one of the largest fuel terminals in Indonesia and is relied on to be a national oil stockpile reserve and has a very strategic role to provide fuel for the people of Aceh, North Sumatra, Riau, Riau Islands, Jambi, and surrounding areas. In February and March, there was a shortage of Pertalite products in Bintan Island because fuel supply using tangkers from Terminal X to Terminal Z was constrained by queues at Terminal X docks so that supplies had to be diverted to meet the needs of Pertalite products at Bintan gas stations. This prompted the author to analyze the transfer of Pertalite products from Terminal Z to Terminal X using cars for pertalite fuel distribution directly to gas stations in Bintan Kepri Island compared to the old pattern of from Terminal X to Terminal Z by boat and then using tank cars to gas stations in Bintan. Based on the results of the 2018 data analysis on distribution patterns, costs, losses, and quality, it can be concluded that the pattern of distribution from Terminal X to gas stations in Bintan will reduce the cost of transportation payments by Rp 92,175,460 in a year. In addition, it can also reduce losses by 35,671liters in a year.

 

Keywords: transfer of supply; distribution patterns; cost of transport; losses

 

Abstrak

Tujuan penelitian dilakukan ini adalah menganalisa alih suplai pertalite menggunakan mobil tangki di Pulau Bintan Kepri Terminal X adalah salah satu Terminal bahan bakar yang terbesar di Indonesia dan diandalkan menjadi cadangan stok minyak nasional serta memiliki peran yang sangat strategis untuk menyediakan BBM bagi masyarakat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan sekitarnya. Pada tahun 2019 bulan Februari dan Maret terjadi kelangkaan produk Pertalite di Pulau Bintan karena suplai BBM menggunakan tangker dari Terminal X ke Terminal Z terkendala antrian di dermaga Terminal X sehingga harus dilakukan alih suplai guna memenuhi kebutuhan produk Pertalite di SPBU-SPBU Bintan. Hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisa alih suplai produk Pertalite dari Terminal Z ke Terminal X menggunakan mobil untuk distribusi BBM Pertalite langsung ke SPBU-SPBU yang ada di Pulau Bintan Kepri dibandingkan dengan pola lama yaitu dari Terminal X ke Terminal Z menggunakan kapal lalu menggunakan mobil tangki ke SPBU di Bintan. Berdasarkan hasil analisa data tahun 2018 mengenai pola penyaluran, biaya, losses, dan kualitas dapat disimpulkan bahwa pola penyaluran dari Terminal X ke SPBU- SPBU di Bintan akan mengurangi beban pembayaran ongkos angkut sebanyak Rp 92.175.460 dalam setahun. Selain itu, juga dapat menekan losses sebesar 35.671liter dalam setahun.

 

Kata Kunci: alih suplai; pola penyaluran; ongkos angkut; losses;

 

Pendahuluan

Terminal merupakan pembangkit lalu lintas. Oleh karena itu penentuan lokasi terminal harus tidak lebih menimbulkan dampak lalu lintas tetapi sebaliknya �harus dapat mengurangi dampak lalu lintas (Fisu, 2018).

Terminal X adalah salah satu Terminal BBM terbesar di Indonesia yang diandalkan menjadi tempat cadangan stok BBM Nasional serta memiliki peran strategis dalam menyediakan BBM bagi masyarakat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan sekitarnya. Pulau Bintan merupakan tempat Ibukota Provinsi Kepri berada yaitu Ibu Kota Tanjung Pinang. Pulau Bintan memiliki 11 (Sebelas) unit SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) yang disuplai dari Terminal Z dan sebagian dari Terminal X. Jarak dari Terminal Z ke Terminal Z sekitar 72 km. Terminal Z mendapatkan stok minyak Pertalite dari Terminal X (Sasono, 2021).

Tugas utama dari Terminal BBM adalah menjaga ketersediaan suplai dan distribusi BBM di wilayah kerjanya, Namun pada Bulan Februari dan Maret Tahun 2019 terjadi kelangkaan produk Pertalite di SPBU-SPBU Pulau Bintan. Kelangkaan tersebut disebabkan karena stok kritis BBM produk Pertalite di Terminal Z sehingga Terminal Z tidak dapat mengirimkan produk Pertalite ke SPBU. BBM produk Pertalite yang seharusnya dikirimkan dari Terminal X menggunakan kapal belum diterima Terminal Z sebab antrian kapal di dermaga Terminal X ramai kemudian dilakukan alih suplai guna memenuhi kebutuhan BBM produk Pertalite di SPBU-SPBU Pulau Bintan. Alih suplai penyaluran BBM produk Pertalite sementara menjadi dari Terminal X ke SPBU-SPBU di Pulau Bintan. Hal-hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisa alih suplai BBM produk Pertalite dari Terminal Z ke Terminal X. Apa saja keuntungan yang akan didapatkan dan hal yang perlu dipersiapkan mendukung alih suplai tersebut. Akhirnya penulis memilih untuk mengangkat judul �Analisa Alih Suplai Pertalite Menggunakan Mobil Tangki di Pulau Bintan Kepri�.

 

Metode Penelitian

1.    Suplai dan Transportasi BBM

Optimasi transportasi adalah suatu cara atau metode untuk melakukan perbaikan atau pengembangan terhadap pola pendistribusian BBM ke konsumen dengan moda tertentu agar didapatkan suatu kondisi optimum. Optimasi transportasi perlu dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam meningkatkan kehandalan operasi suplai dan distribusi BBM (Azis, 2018). Optimasi transportasi ditujukan untuk mengevaluasi pola operasi saat ini dan membandingkannya dengan kebutuhan atau perkembangan teknologi untuk mendapatkan hasil yang lebih optimum dengan tetap mempertimbangkan aspek keekonomian (Parinduri et al., 2020).

2.    Biaya, Tarif Angkutan, dan Pembentukan Harga

Biaya merupakan faktor yang sangat menentukan kegiatan transportasi dalam penetapan tarif dan alat kontrol agar pengoperasian mencapai tingkat yang seefisien dan seefektif mungkin (Nurhayati, 2018). Beberapa biaya yang termasuk dalam biaya transportasi meliputi:��

a.       Biaya Modal (Capital Costs) adalah biaya yang digunakan untuk modal awal menjalankan usaha transportasi atau untuk investasi serta pembelian peralatan lainnya yang digunakan untuk memperlancar kegiatan transportasi (Makatengkeng, Sondakh, & Walandouw, 2014).

b.      Biaya Operasional (Operational Costs) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola transportasi yang meliputi:

�         Biaya pemeliharaan jalan raya, bantalan kereta api, jalur pelayaran, pelabuhan, dermaga, penahan gelombang, dam, menara, rambu jalan, dan lain sebagainya

�         Biaya pemeliharaan kendaraan, bus, truk, lokomotif, gerbong, pesawat udara, kapal laut, dan lain sebagainya

�         Biaya transportasi untuk bahan bakar, oli, tenaga penggerak, gaji, crew/awak, dan lain sebagainya

�         Biaya-biaya trafik yang terdiri dari biaya advertensi, promosi, penerbitan buku, tarif administrasi, dan lain sebagainya

c.       Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variabel Cost). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan setiap bulan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian alat-alat angkutan (Waileruny, Matruty, & Ambon, 2015).

d.      Biaya Kendaraan (Automobile Cost) adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan bahan bakar, oli, dan suku cadang serta biaya reparasi modal transportasi (Rahman, 2012).

e.       Biaya Langsung (Direct Cost) dan Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost). Biaya langsung adalah biaya yang diperhitungkan dalam produksi jasa- jasa angkutan, misalnya gaji untuk awak pesawat, biaya pendaratan, dan biaya bahan bakar. Biaya tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan dalam penerbangan yang terdiri dari biaya harga peralatan, reparasi, workshop, akuntansi, dan biaya kantor/umum (Mayasari, 2014).

f.        Biaya Unit (Unit Cost) dan Biaya Rata-Rata (Average Cost). Biaya unit adalah biaya dari jumlah total dibagi dengan unit jasa produk yang dihasilkan. Sedangkan untuk biaya rata-rata adalah biaya total yang dibagi dengan jumlah produk/jasa yang dihasilkan

g.      Biaya Pelayanan (Cost of Service) adalah biaya yang digunakan untuk penentuan tarif

h.      Biaya Transportasi adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif dan alat kontrol agar dalam pengoperasian dapat dicapai secara efektif dan efisien

3.    Struktur Biaya

Struktur biaya suatu perusahaan jasa angkutan tergantung dari kapasitas angkutan dan kecepatan alat angkutan yang digunakan serta penyesuaian terhadap besar angkutan yang berlaku, termasuk manajemen perusahaan untuk mengatur jalannya penggunaan kapasitas angkutan (Jinca, 2019). Jumlah biaya jasa angkutan tergantung dari jarak dalam ton-kilometer, tingkat penggunaan kapasitas angkutan dalam ukuran waktu, dan sifat khsusus dari muatan.

a.       Penetapan Harga

Penetapan harga membawa akibat yang menentukan pembentukan harga dari segi produsen maupun konsumen. Ada dua tahap dalam penetapan harga yaitu waktu produksi dan konsumsi jasa-jasa angkutan serta tempat atau lokasi dimana alat produksi angkutan berhenti dan muatan membutuhkan jasa angkutan.

b.      Menghitung Harga Jasa Angkutan

Harga jasa angkutan (H) ditentukan oleh faktor Berat muatan yang hendak diangkut (B), Jarak seberapa jauh muatan hendak diangkut (J), Kecepatan muatan diangkut (K), Jenis Muatan (M). Rumus yang digunakan adalah

 

𝐻 = 𝑓 (𝐵 𝑥 𝐽 𝑥 𝐾 𝑥 𝑀)

 

c.       Kategori Tarif Angkutan

Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga untuk para pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur. Tarif angkutan dapat dikategorikan sebagai berikut:

�         Tarif Angkutan Reguler (Regular Service)

Cara penentuan tarif adalah biaya per ton km per jam ditambah dengan profit marjin sesuai keadaan pasar jasa angkutan yang tersedia. Tarif jasa angkutan regular dibedakan menurut jumlah muatan dan jenis muatan. Dalam menentukan tarif angkutan, waktu yang dibutuhkan untuk menempuh trayek yang bersangkutan memainkan peran yang menentukan (Adi, 2021).

�         Tarif Angkutan Non Reguler (Non Regular Service)

Tarif jasa non regular didasarkan pada perhitungan biaya kapasitas angkutan tertentu, tidak ada jadwal untuk memproduksi jasa angkutan

d.      Tarif Angkutan Reguler (Regular Service)

Cara yang dibutuhkan konsumen sebagai konsekuensi pengusaha tidak memiliki posisi monopoli. Angkutan jasa non regular dapat dijual dengan borongan menurut kapasitas yang tersedia atau alat angkutan yang disewakan untuk waktu tertentu. Tarif angkutan berlaku tetap, tidak dipengaruhi keadaan. Sehingga pedoman menentukan tarif jasa angkutan berdasarkan pada kalkulasi biaya dan hasil pendapatan yang diperoleh

�         Harga Sewa

Harga sewa (charter) merupakan hasil negosiasi antara pemakai dan penyedia jasa angkutan, walaupun harga tersebut dipengaruhi oleh tingkat tarif yang berlaku. Perjanjian sewa ada 2 macam yaitu waktu pemakaian alat angkutan (time charter) dan perjalanan yang dilakukan (voyage charter) (Satria, Taufik, MH, Muttaqin, & EI, 2019). Harga voyage charter berlaku untuk jangka pendek sedangkan time charter berlaku untuk jangka waktu yang lebih lama. Jika permintaan jasa angkutan lebih besar dari kapasitas angkutan, pemakaian jasa mengarah kepada time charter, sebaliknya jika kapasitas angkutan lebih besar dari permintaan mengarah kepada voyage charter.

�         Losses

Dalam mengelola BBM (Bahan Bakar Minyak), losses tidak dapat dihindari dari faktor kerugian karena sifat BBM yang mudah menguap. Losses dapat difenisikan sebagai kerugian yang hilang akibat berkurangnya volume dalam perhitungan kuantitas BBM. (3:3) Losses dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu accountable loss atau susut fisik dan unaccountable loss atau susut semu. Susut fisik adalah susut minyak yang secara fisik hilang dan faktor penyebabnya dapat diketahui. Faktor penyebab susut fisik antara lain bisa karena penguapan minyak,��� kebocoran tangki, kebocoran jalur pipa, pencurian, tumpahan minyak, drain atau pengurasan tangki, dan tank cleaning atau pembersihan tangki. Susut semu adalah susut minyak yang fisiknya tidak hilang, tetapi secara administratif dinyatakan hilang dan faktor penyebabnya sangat sulit untuk diketahui. Faktor penyebab susut semu antara lain bisa karena kesalahan mengukur, kesalahan menghitung, kesalahan alat ukur, kesalahan prosedur, kondisi sarana dan fasilitas, dan human error. (4:4) Jenis losses ada 5 yaitu:

                                   i.         Loading loss adalah perbedaan antara volume hasil pengukuran pada seluruh kompartemen kapal setelah selesai muat di pelabuhan muat disebut SFAL (Ship�s Figure After Loading) dengan volume minyak dalam dokumen muatan kapal disebut BL (Bill of Lading).

 

𝑹𝟏 = 𝑺𝑭𝑨𝑳𝑩𝑳�

𝑩𝑳

                                 ii.         Transport loss adalah perbedaan antara SFAL dengan volume minyak hasil pengukuran seluruh kompartemen kapal sebelum dilaksanakan pembongkaran di lokasi tujuan disebut SFBD (Ship�s Figures Before Discharged).

𝑹𝟐 = 𝑺𝑭𝑨𝑳𝑺𝑭𝑩𝑫�

𝑩𝑳

                               iii.         Discharge loss adalah perbedaan antara SFBD dengan volume minyak yang diterima dilokasi tujuan disebut AR (Actual Receipt).

𝑹𝟑 = 𝑺𝑭𝑩𝑫𝑨𝑹�

𝑩𝑳

                               iv.         Supply loss adalah perbedaan antara volume minyak dalam dokumen pengirim yang disebut BL (Bill of Lading) dengan volume minyak hasil pengukuran pada tangki timbun di lokasi penerima disebut AR (Actual Receipt).

𝑹𝟒 = 𝑩𝑳𝑨𝑳�

𝑩𝑳

                                 v.         Working loss adalah besarnya losses BBM yang terjadi dalam melaksanakan operasi pendistribusian BBM baik kepada konsumen maupun untuk memenuhi kebutuhan operasi sendiri (own use) dan konsinyasi.

𝑾𝑳 = (𝑪𝑺𝑨𝑺)(𝑶𝑷𝑨𝑹)

𝑨𝑺

Keterangan Rumus

CS = Closing Stock������������� OP = Opening Stock

AS = Actual Sales��������������� AR = After Receipt

 

Hasil dan Pembahasan

1.      Analisa Pola Penyaluran

Operasi penyaluran produk Pertalite pola lama dilakukan dengan cara konsinyasi menggunakan kapal tangker dari Terminal X ke Terminal Z. Kapal tangker yang digunakan adalah kapal yang mengangkut multi product dalam sekali perjalanan. Kemudian, produk Pertalite disalurkan ke SPBU menggunakan mobil tangki. Pada Bulan Februari hingga Maret 2019 Terminal Z mengalihkan penyaluran produk Pertalitenya ke Terminal X. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kehandalan suplai BBM Pertalite ke SPBU-SPBU di wilayah Bintan. Ada 2 (dua) faktor penyebab alih suplai produk Pertalite ke Terminal X yaitu

a.       Realisasi volume penyaluran harian ke SPBU mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 48 Kl/hari menjadi 55 Kl/hari.

b.      Keterlambatan kapal pengangkut produk Pertalite yang diakibatkan keterbatasan jetty di loading port dan banyaknya antrian kapal yang akan melakukan loading dan discharge, sehingga memakan waktu lebih dari 1 hingga 3 hari.

Kendala dari pola penyaluran lama adalah timbulnya alih suplai karena antrian kapal di dermaga dan menyebabkan kelangkaan produk Pertalite di pasaran. Sedangkan kendala dari pola penyaluran baru yaitu belum adanya filling point khusus produk Pertalite dan Terminal X yang tidak memiliki armada mobil tangki sehingga harus menunggu selesainya penyaluran di Terminal Z. Pada Bulan Februari 2019 terdapat 6 kali pengangkutan Pertalite ke Terminal Z (4 kali kapal A dan 2 kali kapal B) dan pada Bulan Maret 2019 terdapat 4 kali pengangkutan Pertalite ke Terminal Z yang semuanya menggunakan kapal A. Perhitungan biaya yang timbul akibat Awaiting Jetty atau menunggu dermaga kosong untuk mengirimkan BBM produk Pertalite ke Terminal Z pada bulan Februari 2019 (Lampiran 2) yaitu

A = 199 𝑗𝑎𝑚 0 𝑚𝑒𝑛𝑖t

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 = $ 81,67 𝑥 199 𝑗𝑎𝑚 0 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = $ 16.251,67

B = 123 𝑗𝑎𝑚 40 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 = $ 109,38 𝑥 123 𝑗𝑎𝑚 40 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = $ 13.526,66

Perhitungan biaya yang timbul akibat Awaiting Jetty atau menunggu dermaga kosong untuk mengirimkan BBM produk Pertalite ke Terminal Z pada Bulan Maret 2019 (Lampiran 2) yaitu

A = 296 𝑗𝑎𝑚 6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 = $ 81,67 𝑥 296 𝑗𝑎𝑚 6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = $ 24.182,49

Sehingga didapat total kelebihan biaya charter kapal pada Bulan Februari 2019 adalah $ 29.778,33 dan total kelebihan biaya charter kapal pada Bulan Maret 2019 adalah $24.182,49. Dengan adanya penyaluran langsung dari Terminal X kepada SPBU akan mengurangi antrian kapal di dermaga, mencegah kelangkaan produk Pertalite di pasaran dan menghindari adanya kelebihan biaya charter akibat awaiting jetty. Sehingga tujuan menjaga kehandalan suplai BBM Pertalite ke SPBU-SPBU di Bintan dapat terpenuhi.

2.      Analisa Biaya Penyaluran

Tarif biaya sewa mobil tangki adalah Rp 738. Perhitungan tarif mobil tangki adalah perkalian dari jarak, tarif, dan volume BBM yang diangkut oleh mobil tangki. Sehingga biaya penyaluran mobil tangki model lama adalah sebagai berikut

Tabel 1

Analisis Biaya Penyaluran

Nomor SPBU

Volume Penjualan

Sebulan (Kl)

Tarif

(Rp)

Supply Point TBBM Kijang

Jarak (km)

Biaya (Rp/bln)

1

60

738

30

1.328.400

2

100

738

30

2.214.000

3

80

738

30

1.771.200

4

160

738

30

3.542.400

5

80

738

30

1.771.200

6

120

738

72

6.376.320

7

60

738

30

1.328.400

8

120

738

30

2.656.800

9

60

738

30

1.328.400

10

100

738

30

2.214.000

11

160

738

30

3.542.400

Total

28.073.520

 

Dari tabel diatas diperoleh nilai rupiah yang dibayarkan Terminal Z ke pengelola mobil tangki perbulan adalah

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑆𝑃𝐵𝑈 = 𝑣𝑜𝑙. 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑘𝑙)𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 (𝑘𝑚)𝑥 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 60 𝑘𝑙 𝑥 30 𝑘𝑚 𝑥 𝑅𝑝 738

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 𝑅𝑝 1.328.400 𝑑𝑠𝑡

∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = 1.328.400 + 2.214.000 + � � � + 3.542.400

∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = 𝑅𝑝 28.073.520

Selanjutnya perlu diperhitungkan juga biaya charter kapal dari Terminal X ke Terminal Z. Rincian biaya charter kapal adalah sebagai berikut

Tabel 2

Biaya Charter

Ship's Name

Status

Grade

Cargo (Liter)

Load Time

Disc Time

Total Time

Charter Rate ($/Hour)

Biaya Charter Kapal

JANUARI

MT.

A

TC

P'LITE

687.047

5:30:00

5:00:00

10:30:00

81,67

857,54

MT.

A

TC

P'LITE

596.935

3:30:00

6:36:00

10:06:00

81,67

824,87

FEBRUARI

MT.

A

TC

P'LITE

428.708

4:24:00

4:30:00

8:54:00

81,67

726,86

MT.

B

TC

P'LITE

1.006.750

6:24:00

6:48:00

13:12:00

119,79

1.581,23

MARET

MT.

A

TC

P'LITE

431.690

4:18:00

4:36:00

8:54:00

81,67

726,86

MT.

A

TC

P'LITE

700.066

5:48:00

5:36:00

11:24:00

81,67

931,04

APRIL

MT.

A

TC

P'LITE

432.354

4:12:00

4:18:00

8:30:00

81,67

694,20

MT.

A

TC

P'LITE

430.283

4:54:00

4:30:00

9:24:00

81,67

767,70

MT.

A

TC

P'LITE

419.854

6:12:00

6:00:00

12:12:00

81,67

996,37

MEI

MT.

A

TC

P'LITE

425.966

3:48:00

4:00:00

7:48:00

81,67

637,03

MT.

A

TC

P'LITE

432.540

5:54:00

4:30:00

10:24:00

81,67

849,37

MT.

A

TC

P'LITE

465.122

5:24:00

5:37:00

11:01:00

81,67

899,73

JUNI

MT.

A

TC

P'LITE

430.031

2:48:00

4:00:00

6:48:00

81,67

555,36

MT.

A

TC

P'LITE

428.453

4:54:00

4:30:00

9:24:00

81,67

767,70

MT.

A

TC

P'LITE

531.279

4:36:00

4:56:00

9:32:00

81,67

778,59

JULI

MT.

A

TC

P'LITE

351.094

2:36:00

2:30:00

5:06:00

81,67

416,52

MT.

A

TC

P'LITE

460.288

4:50:00

5:00:00

9:50:00

81,67

803,09

MT.

A

TC

P'LITE

403.884

4:36:00

4:50:00

9:26:00

81,67

770,42

AGUSTUS

MT.

A

TC

P'LITE

691.699

5:30:00

5:48:00

11:18:00

81,67

922,87

MT.

A

TC

P'LITE

429.859

4:18:00

3:54:00

8:12:00

81,67

669,69

SEPTEMBER

MT.

A

TC

P'LITE

427.867

3:12:00

3:12:00

6:24:00

81,67

522,69

MT.

A

TC

P'LITE

439.249

5:48:00

5:42:00

11:30:00

81,67

939,21

MT.

B

TC

P�LITE

498.214

4:28:00

4:48:00

9:16:00

119,79

1.110,05

OKTOBER

MT.

A

TC

P'LITE

424.460

4:12:00

3:54:00

8:06:00

81,67

661,53

MT.

C

TC

P'LITE

937.592

5:18:00

5:06:00

10:24:00

125

1.300,00

NOVEMBER

MT.

A

TC

P'LITE

408.278

2:54:00

4:06:00

7:00:00

81,67

571,69

MT.

A

TC

P'LITE

419.244

3:30:00

3:48:00

7:18:00

81,67

596,19

DESEMBER

MT.

A

TC

P'LITE

418.532

3:42:00

4:12:00

7:54:00

81,67

645,19

MT.

A

TC

P'LITE

422.253

3:24:00

3:24:00

6:48:00

81,67

555,36

MT.

C

TC

P'LITE

695.362

3:00:00

3:42:00

6:42:00

125

837,50

TOTAL

23.916.45

 

Dari tabel 2 diperoleh nilai rupiah yang dibayarkan untuk biaya charter kapal adalah

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 = (𝑙𝑜𝑎𝑑 𝑡𝑖𝑚𝑒 + 𝑑𝑖𝑠𝑐ℎ 𝑡𝑖𝑚𝑒) 𝑥 𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡𝑒𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑒

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎 15 (𝐹𝑒𝑏) = (5 𝑗𝑎𝑚 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 5 𝑗𝑎𝑚) 𝑥 81,67

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎 15 (𝐹𝑒𝑏) = 10 𝑗𝑎𝑚 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 81,67

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎 15 (𝐹𝑒𝑏) = (10 + (10/60)) 𝑥 81,67

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎 15 (𝐹𝑒𝑏) = 10,5 𝑥 81,67

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎 15 (𝐹𝑒𝑏) = $ 857,54 dst

∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 = 857,54 + 824,87 + 726,86 + � � . +837,50

∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 = $ 23.916,42

Biaya charter yang dikeluarkan Perusahaan untuk pengiriman produk Pertalite ke Terminal Z dari Terminal X dengan moda kapal tangker pada Tahun 2018 adalah $23.916,42 atau setara dengan Rp 334.829.880 ($1 = Rp 14.000). Maka total biaya angkut yang dikeluarkan Perusahaan untuk pendistribusian produk Pertalite dengan pola lama dalam setahun pada tahun 2018 adalah Rp 671.712.120 dengan perhitungan sebagai berikut

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = Rp 28.073.520 x 12 bulan = Rp 336.882.240

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 = Rp 334.829.880

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 = Rp 336.882.240 + Rp 334.829.880

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑙𝑎 𝐿𝑎𝑚𝑎 = Rp 671.712.120����

Nilai rupiah yang akan dibayarkan Terminal X ke pengelola mobil tangki perbulan seandainya dilakukan penyaluran dengan pola baru atau pola yang dilakukan saat terjadi alih suplai adalah sebagai berikut

Tabel 3

Nilai rupiah yang akan dibayarkan Terminal X ke pengelola mobil tangki perbulan

 

Nomor

SPBU

Volume Penjualan

Sebulan (Kl)

Tarif Sesuai

SK (Rp)

Supply Point

Terminal X

Jarak

�(km)

Biaya (Rp/bln)

1

60

738

66

2.922.480

2

100

738

57

4.206.600

3

80

738

62

3.660.480

4

160

738

63

7.439.040

5

80

738

61

3.601.440

6

120

738

30

2.656.800

7

60

738

75

3.321.000

8

120

738

58

5.136.480

9

60

738

52

2.302.560

10

100

738

68

5.018.400

11

160

738

68

8.029.440

Total

48.294.720

 

Berikut adalah pemaparan perhitungan biaya tarif mobil tangki penyaluran pola baru

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑆𝑃𝐵𝑈 = 𝑣𝑜𝑙. 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑘𝑙)𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 (𝑘𝑚)𝑥 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 60 𝑘𝑙 𝑥 66 𝑘𝑚 𝑥 𝑅𝑝738

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 𝑅𝑝 2.922.480 dst

∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = 2.922.480 + 4.206.600 + � � + 8.029.440

∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = 𝑅𝑝 48.294.720

Total 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑙𝑎 𝐵𝑎𝑟𝑢 = Rp 48.294.720 x 12 bulan Total 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑙𝑎 𝐵𝑎𝑟𝑢 = Rp 579.536.640.Total biaya angkut untuk pendistribusian produk Pertalite apabila menggunakan pola baru dalam setahun pada tahun 2018 adalah Rp 579.536.640. Penyaluran BBM produk Pertalite pola lama pada tahun 2018 menghabiskan biaya angkut sebesar Rp 671.712.120 dengan rincian biaya charter kapal dari Terminal X ke Terminal Z adalah sebesar Rp 334.829.880 dan biaya tarif mobil tangki dari Terminal Z ke SPBU adalah sebesar Rp 336.882.240. Sedangkan apabila menggunakan pola baru yakni mobil tangki langsung dari Terminal X ke SPBU-SPBU di Pulau Bintan Kepri memerlukan biaya sebesar Rp 579.536.640. Sehingga, Perusahaan dapat melakukan penghematan biaya sebesar Rp 92.175.480 dalam setahun

3.      Analisa Losses Penyaluran

Supply losses adalah perbedaan / selisih cargo antara BL (Bill of Lading) dengan AR (Actual Receipt). Toleransi supply losses oleh Direktorat Hilir Perusahaan maksimum 0,5%. Selama tidak terjadi transport losses pada saat pengangkutan cargo dari loading port ke discharge port, maka supply losses merupakan tanggung jawab antara pengirim muatan dengan penerima muatan. Pengklaimnya mengirimkan surat protes (querry) kepada unit pengirim. Adapun supply losses yang terjadi selama tahun 2018 seperti pada tabel 4:

Tabel 4

Supply Losses yang Terjadi Selama Tahun 2018

BULAN���� NAMA KAPAL BL (liter)������ AR (liter)��� Selisih������������ R4

JANUARI

A

690.028

687.047

-2.981

-0,43%

A

599.336

596.935

-2.401

-0,40%

FEBRUARI

A

421.354

428.708

7.354

1,75%

B

1.010.235

1.006.750

-3.485

-0,34%

MARET

A

432.616

431.690

-0.926

-0,21%

A

708.012

700.066

-7.946

-1,12%

 

APRIL

A

433.654

432.354

-1.3

-0,30%

A

430.992

430.283

-0.709

-0,16%

A

421.182

419.854

-1.328

-0,32%

 

MEI

A

427.239

425.966

-1.273

-0,30%

A

433.579

432.540

-1.039

-0,24%

A

465.983

465.122

-0.861

-0,18%

 

JUNI

A

431.645

430.031

-1.614

-0,37%

A

435.064

428.453

-6.611

-1,52%

A

543.744

531.279

-12.465

-2,29%

 

JULI

A

352.549

351.094

-1.455

-0,41%

A

461.520

460.288

-1.232

-0,27%

A

407.839

403.884

-3.955

-0,97%

AGUSTUS

A

695.470

691.699

-3.771

-0,54%

A

430.790

429.859

-0.931

-0,22%

SEPTEMBER

 

A

428.117

427.867

-0.25

-0,06%

A

445.490

439.249

-6.241

-1,40%

B

498.874

498.214

-0.66

-0,13%

OKTOBER

A

424.397

424.460

0.063

0,01%

C

938.292

937.592

-0.7

-0,07%

NOVEMBER

A

408.879

408.278

-0.601

-0,15%

A

420.597

419.244

-1.353

-0,32%

 

DESEMBER

A

419.289

418.532

-0.757

-0,18%

A

409.884

422.253

12.369

3,02%

C

703.776

695.362

-8.414

-1,20%

Total

15.330.426

15.274.953

-55.473

-0.36%

 

 

Dari tabel tersebut diatas diperloleh presentase supply losses produk Pertalite, rata-rata supply losses produk Pertalite setiap kali suplai adalah

 

R4 (%) =�

R4 (%) =�

R4 MT A (Jan) = -0,43% dst

Rata-Rata R4 Pertalite (%) = =� �= - 0.36%

 

Pada Tahun 2018, rata-rata supply losses Pertalite masih dibawah batas toleransi yang diizinkan yakni -0,36% dengan batas toleransinya -0,50%. Total supply losses Pertalite pada 2018 adalah 55.473 liter apabila dikalikan dengan harga Pertalite setara dengan Rp 347.094.561.


 

Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan hasil penulisan KKW (Kertas Kerja Wajib) maka dapat disimpulkan bahwa (1.) Pola penyaluran produk Pertalite yang selama ini dilakukan menggunakan 2 (dua) moda transportasi yakni moda kapal dari TBBM Tanjung Uban ke TBBM Kijang secara konsinyasi dan penjualan menggunakan mobil tangki dari TBBM Kijang ke SPBU di Pulau Bintan Kepri. Pola penyaluran produk Pertalite baru dari penulis mempersingkat jalur penyaluran menjadi penjualan menggunakan mobil tangki dari TBBM Tanjung Uban ke SPBU di Pulau Bintan Kepri yang selama dilaksanakan apabila terjadi stok kritis. (2.) Pola penyaluran yang saat ini dilakukan terkendala dengan antrian kapal di dermaga TBBM Tanjung Uban dan menyebabkan kelangkaan produk Pertalite di pasaran sehingga timbul pengalihan suplai Pertalite sementara di TBBM Tanjung Uban. Awaiting Jetty atau antrian kapal di dermaga menimbulkan kelebihan biaya charter kapal pada bulan Februari 2019 sebesar $ 29.778,33 atau setara dengan Rp 416.896.620 dan pada bulan Maret 2019 sebesar $24.182,49 atau setara dengan Rp 338.554.860. Pola penyaluran baru akan mengurangi antrian kapal di dermaga, mencegah kelangkaan produk Pertalite di pasaran dan menghindari adanya kelebihan biaya charter akibat awaiting jetty. (3.) Pola penyaluran produk Pertalite saat ini pada Periode Januari hingga Desember 2018 menghabiskan biaya angkut sebesar Rp 671.712.120 dengan rincian yaitu biaya charter kapal sebesar Rp 334.829.880 dan biaya tarif mobil tangki dari TBBM Kijang ke SPBU adalah sebesar Rp 336.882.240. Apabila menggunakan pola baru, biaya angkut yang diperlukan sebesar Rp 579.536.640. Sehingga, Pertamina dapat melakukan penghematan biaya sebesar Rp 92.175.480 dalam setahun. (4.) Total supply losses kapal produk Pertalite dari TBBM Tanjung Uban ke TBBM Kijang pada Tahun 2018 sebesar Total supply losses pada 2018 sebesar 55.473 liter atau setara dengan Rp 347.094.561. Apabila menggunakan pola baru, losses dapat ditekan menjadi 19.800 liter atau setara dengan Rp 123.888.600. Sehingga akan mengurangi kerugian akibat losses produk senilai Rp 223.205.961 dalam setahun. (4.) Secara kualitas, tidak terdapat perbedaan signifikan antara blending produk Pertalite di kapal ataupun blending produk di mobil tangki karena kedua cara blending tersebut menghasilkan produk Pertalite yang on specification sesuai dengan spesifikasi standar yang berlaku.

 

BIBLIOGRAFI

 

Adi, Haryanto. (2021). Analisa Biaya Operasional Kendaraan (Bok) Truk (Trayek Lembar-Kayangan). Universitas_Muhammadiyah_Mataram. Google Scholar

 

Azis, Rudi. (2018). Pengantar Sistem dan Perencanaan Transportasi. Deepublish. Google Scholar

 

Fisu, Amiruddin Akbar. (2018). Analisis Lokasi Pada Perencanaan Terminal Topoyo Mamuju Tengah. Pena Teknik: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik, 3(1), 1�12. Google Scholar

 

Jinca, Ing M. Y. (2019). Transportasi laut Indonesia: analisis sistem & studi kasus. Firstbox Media. Google Scholar

 

Makatengkeng, Meryll Michelle, Sondakh, Jullie J., & Walandouw, Stanley Kho. (2014). Perlakuan Akuntansi Capital Expenditure Dan Revenue Expenditure Pada Pt. Bangun Wenang Beverages CO. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2(3). Google Scholar

 

Mayasari, Dita. (2014). Tinjauan Prosedur Pengiriman Barang Pada Pt Ayat Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. Google Scholar

 

Nurhayati, Nurhayati. (2018). Norma Hukum Ijarah Terhadap Penetapan Tarif pada jasa Layanan Angkutan Umum DAMRI: Studi kasus pada perum DAMRI Kantor Cabang Bandung. UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Google Scholar

 

Parinduri, Luthfi, Hasdiana, S., Purba, Pratiwi Bernadetta, Sudarso, Andriasan, Marzuki, Ismail, Armus, Rakhmad, Rozaini, Noni, Purba, Bonaraja, Purba, Sukarman, & Ahdiyat, Madya. (2020). Manajemen Operasional: Teori dan Strategi. Yayasan Kita Menulis. Google Scholar

 

Rahman, Rahmatang. (2012). Analisa biaya operasi kendaraan (bok) angkutan umum antar kota dalam propinsi rute palu-poso. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Transportasi, 2(1). Google Scholar

 

Sasono, Herman Budi. (2021). Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor Impor. Penerbit Andi. Google Scholar

 

Satria, Moch Ichwan, Taufik, H. Abdullah, MH, S. H., Muttaqin, Amrul, & EI, M. (2019). Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 37p/Hum/2017 Tentang Uji Materiil Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Qaw�n�n: Journal of Economic Syaria Law, 3(1), 66�96. Google Scholar

 

Waileruny, Welem, Matruty, Dinatonia J., & Ambon, Pattimura. (2015). Analisis Finansial Usaha Penangkapan Ikan Cakalang dengan Alat Tangkap Pole and Line di Maluku Indonesia. J. Amanisal, 4(1), 1�9. Google Scholar

 

Copyright holder:

Virgy Andyka Putri (2021)

 

First publication right:

Journal Syntax Idea

 

This article is licensed under: