Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 3, No. 5, Mei 2021
ANALISA ALIH SUPLAI
PERTALITE MENGGUNAKAN MOBIL TANGKI �DI PULAU BINTAN KEPRI
Virgy Andyka Putri
Politeknik Energi Mineral (PEM
Akamigas) Cepu Blora Jawa Tengah, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
The purpose of this
research was to analyze the transfer of pertalite
supply using tank cars in Bintan Island Kepri Terminal X is one of the largest fuel terminals in Indonesia and is relied
on to be a national oil stockpile reserve and has a very strategic role to
provide fuel for the people of Aceh, North Sumatra, Riau, Riau Islands, Jambi,
and surrounding areas. In February and March, there was a shortage of Pertalite products in Bintan
Island because fuel supply using tangkers from
Terminal X to Terminal Z was constrained by queues at Terminal X docks so that
supplies had to be diverted to meet the needs of Pertalite
products at Bintan gas stations. This prompted the
author to analyze the transfer of Pertalite products
from Terminal Z to Terminal X using cars for pertalite
fuel distribution directly to gas stations in Bintan Kepri Island compared to the old pattern of from Terminal X
to Terminal Z by boat and then using tank cars to gas stations in Bintan. Based on the results of the 2018 data analysis on
distribution patterns, costs, losses, and quality, it can be concluded that the
pattern of distribution from Terminal X to gas stations in Bintan
will reduce the cost of transportation payments by Rp 92,175,460 in a year. In
addition, it can also reduce losses by 35,671liters in a year.
Keywords: transfer of
supply; distribution patterns; cost of transport; losses
Abstrak
Tujuan penelitian dilakukan ini adalah menganalisa
alih suplai pertalite menggunakan mobil tangki di Pulau Bintan Kepri
Terminal X adalah salah satu
Terminal bahan bakar yang terbesar di Indonesia dan diandalkan
menjadi cadangan stok minyak nasional
serta memiliki peran yang sangat strategis untuk menyediakan BBM bagi masyarakat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan
Riau, Jambi, dan sekitarnya. Pada tahun
2019 bulan Februari dan
Maret terjadi kelangkaan produk Pertalite di Pulau Bintan karena
suplai BBM menggunakan tangker dari Terminal X ke Terminal Z terkendala antrian di dermaga Terminal X sehingga harus dilakukan alih suplai guna memenuhi
kebutuhan produk Pertalite di SPBU-SPBU Bintan.
Hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan
analisa alih suplai produk Pertalite
dari Terminal Z ke Terminal
X menggunakan mobil untuk distribusi BBM Pertalite langsung ke SPBU-SPBU yang ada di Pulau Bintan Kepri
dibandingkan dengan pola lama yaitu dari Terminal X ke Terminal Z menggunakan kapal lalu menggunakan mobil tangki ke
SPBU di Bintan. Berdasarkan
hasil analisa data tahun 2018 mengenai pola penyaluran, biaya, losses, dan kualitas dapat disimpulkan bahwa pola penyaluran
dari Terminal X ke SPBU-
SPBU di Bintan akan mengurangi beban pembayaran ongkos angkut sebanyak Rp 92.175.460 dalam setahun. Selain itu, juga dapat menekan losses sebesar
35.671liter dalam setahun.
Kata Kunci: alih suplai; pola penyaluran; ongkos angkut; losses;
Pendahuluan
Terminal merupakan pembangkit lalu lintas. Oleh karena itu penentuan lokasi
terminal harus tidak lebih menimbulkan dampak lalu lintas
tetapi sebaliknya �harus dapat mengurangi dampak lalu lintas
(Fisu, 2018).
Terminal X adalah salah satu Terminal BBM terbesar di
Indonesia yang diandalkan menjadi
tempat cadangan stok BBM Nasional serta memiliki peran strategis dalam menyediakan BBM bagi masyarakat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan
Riau, Jambi, dan sekitarnya. Pulau
Bintan merupakan tempat Ibukota Provinsi Kepri berada yaitu Ibu Kota Tanjung
Pinang. Pulau Bintan memiliki 11 (Sebelas) unit SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum) yang disuplai dari Terminal
Z dan sebagian dari
Terminal X. Jarak dari Terminal Z ke
Terminal Z sekitar 72 km. Terminal Z mendapatkan stok minyak Pertalite dari Terminal X (Sasono, 2021).
Tugas utama dari Terminal BBM adalah menjaga ketersediaan suplai dan distribusi BBM di
wilayah kerjanya, Namun
pada Bulan Februari dan Maret Tahun
2019 terjadi kelangkaan produk Pertalite di SPBU-SPBU Pulau Bintan. Kelangkaan
tersebut disebabkan karena stok kritis
BBM produk Pertalite di
Terminal Z sehingga Terminal Z tidak
dapat mengirimkan produk Pertalite ke SPBU. BBM produk Pertalite yang seharusnya dikirimkan dari Terminal X menggunakan kapal belum diterima Terminal Z sebab antrian kapal
di dermaga Terminal X ramai
kemudian dilakukan alih suplai guna
memenuhi kebutuhan BBM produk Pertalite di SPBU-SPBU Pulau Bintan. Alih suplai penyaluran BBM produk Pertalite sementara menjadi dari Terminal X ke SPBU-SPBU di Pulau Bintan. Hal-hal tersebut mendorong
penulis untuk melakukan analisa alih suplai BBM produk Pertalite dari Terminal Z ke Terminal X. Apa saja keuntungan
yang akan didapatkan dan hal yang perlu dipersiapkan mendukung alih suplai tersebut.
Akhirnya penulis memilih untuk mengangkat
judul �Analisa Alih Suplai Pertalite Menggunakan Mobil Tangki di Pulau Bintan Kepri�.
Metode Penelitian
Optimasi transportasi adalah
suatu cara atau metode untuk melakukan perbaikan atau pengembangan terhadap
pola pendistribusian BBM ke konsumen dengan moda tertentu agar didapatkan suatu
kondisi optimum. Optimasi transportasi perlu dilakukan untuk menciptakan
efisiensi dan efektifitas dalam meningkatkan
kehandalan operasi suplai
dan distribusi BBM (Azis, 2018). Optimasi transportasi
ditujukan untuk mengevaluasi pola operasi saat ini dan membandingkannya dengan kebutuhan atau perkembangan teknologi
untuk mendapatkan hasil yang lebih optimum dengan tetap mempertimbangkan aspek
keekonomian (Parinduri et al., 2020).
Biaya merupakan faktor yang sangat menentukan kegiatan transportasi dalam penetapan tarif dan alat kontrol agar pengoperasian mencapai
tingkat yang seefisien dan seefektif mungkin (Nurhayati, 2018). Beberapa biaya yang
termasuk dalam biaya transportasi meliputi:��
a.
Biaya Modal (Capital
Costs) adalah biaya yang digunakan untuk modal awal menjalankan usaha
transportasi atau untuk investasi serta pembelian
peralatan lainnya yang digunakan untuk memperlancar kegiatan transportasi (Makatengkeng, Sondakh, & Walandouw, 2014).
b.
Biaya Operasional (Operational
Costs) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola transportasi yang meliputi:
�
Biaya pemeliharaan jalan raya, bantalan kereta api, jalur
pelayaran, pelabuhan, dermaga, penahan gelombang, dam, menara, rambu jalan, dan
lain sebagainya
�
Biaya pemeliharaan kendaraan, bus, truk, lokomotif, gerbong,
pesawat udara, kapal laut, dan lain sebagainya
�
Biaya transportasi untuk
bahan bakar, oli, tenaga penggerak, gaji, crew/awak, dan lain sebagainya
�
Biaya-biaya trafik yang terdiri dari biaya advertensi,
promosi, penerbitan buku, tarif administrasi, dan lain sebagainya
c.
Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel
(Variabel Cost). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan
setiap bulan. Biaya variabel adalah biaya yang
besarnya berubah tergantung pada pengoperasian alat-alat angkutan (Waileruny, Matruty, & Ambon, 2015).
d.
Biaya Kendaraan (Automobile
Cost) adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan bahan bakar,
oli, dan suku cadang serta biaya reparasi modal transportasi (Rahman, 2012).
e.
Biaya Langsung (Direct
Cost) dan Biaya Tidak Langsung (Indirect
Cost). Biaya langsung adalah biaya yang diperhitungkan dalam
produksi jasa- jasa angkutan, misalnya gaji untuk awak pesawat, biaya
pendaratan, dan biaya bahan bakar. Biaya tidak langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam penerbangan yang terdiri dari biaya harga peralatan,
reparasi, workshop, akuntansi, dan biaya kantor/umum (Mayasari, 2014).
f.
Biaya Unit (Unit Cost)
dan Biaya Rata-Rata (Average Cost). Biaya unit adalah
biaya dari jumlah total dibagi dengan unit jasa produk yang dihasilkan. Sedangkan
untuk biaya rata-rata adalah biaya total yang dibagi dengan jumlah produk/jasa
yang dihasilkan
g.
Biaya Pelayanan (Cost
of Service) adalah biaya yang digunakan untuk penentuan tarif
h.
Biaya Transportasi adalah faktor yang menentukan dalam
transportasi untuk penetapan tarif dan alat kontrol agar dalam pengoperasian
dapat dicapai secara efektif dan efisien
Struktur biaya suatu perusahaan
jasa angkutan tergantung dari kapasitas angkutan dan kecepatan alat angkutan
yang digunakan serta penyesuaian terhadap besar angkutan yang berlaku, termasuk
manajemen perusahaan untuk mengatur jalannya penggunaan kapasitas angkutan (Jinca, 2019). Jumlah biaya jasa
angkutan tergantung dari jarak dalam ton-kilometer, tingkat penggunaan
kapasitas angkutan dalam ukuran waktu, dan sifat khsusus dari muatan.
a. Penetapan
Harga
Penetapan harga membawa akibat yang
menentukan pembentukan harga dari
segi produsen maupun konsumen. Ada dua tahap dalam penetapan harga yaitu waktu
produksi dan konsumsi jasa-jasa angkutan serta tempat atau lokasi dimana alat
produksi angkutan berhenti dan muatan membutuhkan jasa angkutan.
b. Menghitung Harga Jasa Angkutan
Harga jasa angkutan (H) ditentukan oleh faktor
Berat muatan yang hendak diangkut (B), Jarak seberapa jauh muatan hendak diangkut
(J), Kecepatan muatan diangkut (K), Jenis Muatan (M). Rumus yang digunakan
adalah
𝐻
= 𝑓
(𝐵
𝑥
𝐽
𝑥
𝐾
𝑥
𝑀)
c. Kategori Tarif Angkutan
Tarif angkutan adalah
suatu daftar yang memuat harga untuk para pemakai jasa angkutan yang disusun
secara teratur. Tarif angkutan dapat dikategorikan sebagai berikut:
�
Tarif Angkutan Reguler (Regular Service)
Cara penentuan tarif adalah biaya per ton km per jam
ditambah dengan profit marjin sesuai keadaan pasar jasa angkutan yang tersedia.
Tarif jasa angkutan regular dibedakan menurut jumlah muatan dan jenis muatan.
Dalam menentukan tarif angkutan, waktu yang dibutuhkan untuk menempuh trayek
yang bersangkutan memainkan
peran yang menentukan (Adi, 2021).
�
Tarif Angkutan Non Reguler (Non Regular Service)
Tarif jasa non regular didasarkan pada perhitungan
biaya kapasitas angkutan tertentu, tidak ada jadwal untuk memproduksi jasa
angkutan
d.
Tarif
Angkutan Reguler (Regular Service)
Cara yang dibutuhkan
konsumen sebagai konsekuensi pengusaha tidak memiliki posisi monopoli. Angkutan
jasa non regular dapat dijual dengan
borongan menurut kapasitas yang tersedia atau alat angkutan yang disewakan
untuk waktu tertentu. Tarif angkutan berlaku tetap, tidak dipengaruhi keadaan.
Sehingga pedoman menentukan tarif jasa angkutan berdasarkan pada kalkulasi biaya
dan hasil pendapatan yang diperoleh
�
Harga Sewa
Harga sewa (charter) merupakan
hasil negosiasi antara
pemakai dan penyedia jasa angkutan, walaupun harga tersebut dipengaruhi oleh tingkat tarif
yang berlaku. Perjanjian sewa
ada 2 macam yaitu waktu pemakaian alat angkutan (time charter) dan perjalanan yang dilakukan (voyage charter) (Satria, Taufik, MH, Muttaqin, & EI, 2019). Harga voyage charter berlaku untuk jangka
pendek sedangkan time charter berlaku
untuk jangka waktu yang lebih lama. Jika permintaan jasa angkutan lebih besar
dari kapasitas angkutan, pemakaian jasa mengarah kepada time charter, sebaliknya jika kapasitas angkutan lebih besar dari
permintaan mengarah kepada voyage charter.
�
Losses
Dalam mengelola BBM (Bahan Bakar Minyak), losses tidak dapat dihindari dari faktor
kerugian karena sifat BBM yang mudah menguap. Losses dapat difenisikan sebagai kerugian yang hilang akibat
berkurangnya volume dalam perhitungan kuantitas BBM. (3:3) Losses dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu accountable loss atau susut fisik dan unaccountable loss atau susut semu. Susut fisik adalah susut minyak
yang secara fisik hilang dan faktor penyebabnya dapat diketahui. Faktor
penyebab susut fisik antara lain bisa karena penguapan minyak,��� kebocoran tangki, kebocoran
jalur pipa, pencurian, tumpahan minyak, drain
atau pengurasan tangki, dan tank cleaning
atau pembersihan tangki. Susut semu adalah susut minyak yang fisiknya tidak
hilang, tetapi secara administratif dinyatakan hilang dan faktor penyebabnya
sangat sulit untuk diketahui. Faktor penyebab
susut semu antara lain bisa karena kesalahan mengukur, kesalahan
menghitung, kesalahan alat ukur, kesalahan prosedur, kondisi sarana dan
fasilitas, dan human error. (4:4) Jenis losses ada 5 yaitu:
i.
Loading loss adalah perbedaan
antara volume hasil pengukuran pada seluruh kompartemen kapal setelah selesai
muat di pelabuhan muat disebut SFAL (Ship�s
Figure After Loading) dengan volume minyak dalam dokumen muatan kapal
disebut BL (Bill of Lading).
𝑹𝟏 = 𝑺𝑭𝑨𝑳−𝑩𝑳�
𝑩𝑳
ii.
Transport loss adalah perbedaan antara SFAL dengan
volume minyak hasil pengukuran seluruh kompartemen
kapal sebelum dilaksanakan pembongkaran di lokasi tujuan disebut SFBD (Ship�s Figures Before Discharged).
𝑹𝟐 = 𝑺𝑭𝑨𝑳−𝑺𝑭𝑩𝑫�
𝑩𝑳
iii.
Discharge loss adalah perbedaan antara SFBD dengan volume minyak
yang diterima dilokasi tujuan
disebut AR (Actual Receipt).
𝑹𝟑 = 𝑺𝑭𝑩𝑫−𝑨𝑹�
𝑩𝑳
iv.
Supply loss adalah perbedaan
antara volume minyak dalam dokumen pengirim yang disebut BL (Bill of Lading) dengan volume minyak
hasil pengukuran pada tangki timbun di lokasi penerima disebut AR (Actual Receipt).
𝑹𝟒 = 𝑩𝑳−𝑨𝑳�
𝑩𝑳
v.
Working loss adalah besarnya
losses BBM yang terjadi dalam melaksanakan operasi pendistribusian BBM baik kepada
konsumen maupun untuk memenuhi kebutuhan operasi sendiri (own use) dan konsinyasi.
𝑾𝑳 = (𝑪𝑺−𝑨𝑺)−(𝑶𝑷−𝑨𝑹)
𝑨𝑺
Keterangan Rumus
CS = Closing Stock������������� OP = Opening Stock
AS = Actual Sales��������������� AR = After Receipt
Hasil dan Pembahasan
1.
Analisa Pola Penyaluran
Operasi penyaluran produk Pertalite pola lama dilakukan dengan cara konsinyasi menggunakan kapal tangker dari Terminal X ke Terminal Z. Kapal tangker yang digunakan adalah kapal yang mengangkut multi product dalam sekali perjalanan. Kemudian, produk Pertalite disalurkan ke SPBU menggunakan mobil tangki. Pada Bulan Februari hingga Maret 2019 Terminal Z mengalihkan penyaluran produk Pertalitenya ke Terminal X. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kehandalan suplai BBM Pertalite ke SPBU-SPBU di wilayah Bintan. Ada 2 (dua) faktor penyebab alih suplai produk Pertalite ke Terminal X yaitu
a. Realisasi volume penyaluran harian ke SPBU mengalami peningkatan dari
yang sebelumnya sebesar 48 Kl/hari menjadi 55
Kl/hari.
b. Keterlambatan kapal pengangkut produk Pertalite yang diakibatkan
keterbatasan jetty di loading port dan banyaknya antrian kapal
yang akan melakukan loading dan discharge, sehingga memakan waktu lebih
dari 1 hingga 3 hari.
Kendala dari pola penyaluran lama adalah timbulnya alih suplai karena antrian kapal di dermaga dan menyebabkan kelangkaan produk Pertalite di pasaran. Sedangkan kendala dari pola penyaluran baru yaitu belum adanya filling point khusus produk Pertalite dan Terminal X yang tidak memiliki armada mobil tangki sehingga harus menunggu selesainya penyaluran di Terminal Z. Pada Bulan Februari 2019 terdapat 6 kali pengangkutan Pertalite ke Terminal Z (4 kali kapal A dan 2 kali kapal B) dan pada Bulan Maret 2019 terdapat 4 kali pengangkutan Pertalite ke Terminal Z yang semuanya menggunakan kapal A. Perhitungan biaya yang timbul akibat Awaiting Jetty atau menunggu dermaga kosong untuk mengirimkan BBM produk Pertalite ke Terminal Z pada bulan Februari 2019 (Lampiran 2) yaitu
A = 199 𝑗𝑎𝑚 0 𝑚𝑒𝑛𝑖t
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
= $ 81,67 𝑥 199 𝑗𝑎𝑚 0 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= $ 16.251,67
B = 123 𝑗𝑎𝑚 40 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
= $ 109,38 𝑥 123 𝑗𝑎𝑚 40 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= $ 13.526,66
Perhitungan biaya yang timbul akibat Awaiting Jetty atau menunggu dermaga kosong untuk mengirimkan BBM produk Pertalite ke Terminal Z pada Bulan Maret 2019 (Lampiran 2) yaitu
A = 296 𝑗𝑎𝑚 6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
= $ 81,67 𝑥 296 𝑗𝑎𝑚 6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= $ 24.182,49
Sehingga
didapat total kelebihan biaya charter kapal
pada Bulan Februari 2019 adalah $ 29.778,33 dan total kelebihan biaya charter kapal pada Bulan Maret 2019
adalah $24.182,49. Dengan adanya penyaluran
langsung dari Terminal X kepada SPBU akan mengurangi antrian kapal di dermaga,
mencegah kelangkaan produk Pertalite di pasaran dan menghindari adanya
kelebihan biaya charter akibat awaiting
jetty. Sehingga tujuan menjaga kehandalan suplai BBM Pertalite ke SPBU-SPBU
di Bintan dapat terpenuhi.
2.
Analisa Biaya
Penyaluran
Tarif biaya
sewa mobil tangki
adalah Rp 738. Perhitungan tarif
mobil tangki adalah perkalian dari jarak, tarif,
dan volume BBM yang diangkut
oleh mobil tangki. Sehingga biaya penyaluran mobil tangki model lama adalah sebagai berikut
Tabel 1
Analisis Biaya Penyaluran
Nomor SPBU |
Volume Penjualan Sebulan (Kl) |
Tarif (Rp) |
Supply
Point TBBM Kijang |
|
Jarak (km) |
Biaya (Rp/bln) |
|||
1 |
60 |
738 |
30 |
1.328.400 |
2 |
100 |
738 |
30 |
2.214.000 |
3 |
80 |
738 |
30 |
1.771.200 |
4 |
160 |
738 |
30 |
3.542.400 |
5 |
80 |
738 |
30 |
1.771.200 |
6 |
120 |
738 |
72 |
6.376.320 |
7 |
60 |
738 |
30 |
1.328.400 |
8 |
120 |
738 |
30 |
2.656.800 |
9 |
60 |
738 |
30 |
1.328.400 |
10 |
100 |
738 |
30 |
2.214.000 |
11 |
160 |
738 |
30 |
3.542.400 |
Total |
28.073.520 |
Dari tabel diatas diperoleh nilai rupiah yang dibayarkan Terminal Z ke pengelola mobil tangki perbulan adalah
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑆𝑃𝐵𝑈
= 𝑣𝑜𝑙. 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
(𝑘𝑙)𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
(𝑘𝑚)𝑥 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 60 𝑘𝑙
𝑥 30 𝑘𝑚 𝑥 𝑅𝑝 738
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 𝑅𝑝
1.328.400 𝑑𝑠𝑡
∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = 1.328.400 + 2.214.000 + � � � + 3.542.400
∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 = 𝑅𝑝 28.073.520
Selanjutnya perlu diperhitungkan juga biaya charter kapal dari Terminal X ke
Terminal Z. Rincian biaya charter kapal adalah sebagai berikut
Tabel 2
Biaya Charter
Ship's Name |
Status |
Grade |
Cargo (Liter) |
Load Time |
Disc Time |
Total Time |
Charter Rate
($/Hour) |
Biaya Charter
Kapal |
|
JANUARI |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
687.047 |
5:30:00 |
5:00:00 |
10:30:00 |
81,67 |
857,54 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
596.935 |
3:30:00 |
6:36:00 |
10:06:00 |
81,67 |
824,87 |
FEBRUARI |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
428.708 |
4:24:00 |
4:30:00 |
8:54:00 |
81,67 |
726,86 |
MT. |
B |
TC |
P'LITE |
1.006.750 |
6:24:00 |
6:48:00 |
13:12:00 |
119,79 |
1.581,23 |
MARET |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
431.690 |
4:18:00 |
4:36:00 |
8:54:00 |
81,67 |
726,86 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
700.066 |
5:48:00 |
5:36:00 |
11:24:00 |
81,67 |
931,04 |
APRIL |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
432.354 |
4:12:00 |
4:18:00 |
8:30:00 |
81,67 |
694,20 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
430.283 |
4:54:00 |
4:30:00 |
9:24:00 |
81,67 |
767,70 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
419.854 |
6:12:00 |
6:00:00 |
12:12:00 |
81,67 |
996,37 |
MEI |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
425.966 |
3:48:00 |
4:00:00 |
7:48:00 |
81,67 |
637,03 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
432.540 |
5:54:00 |
4:30:00 |
10:24:00 |
81,67 |
849,37 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
465.122 |
5:24:00 |
5:37:00 |
11:01:00 |
81,67 |
899,73 |
JUNI |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
430.031 |
2:48:00 |
4:00:00 |
6:48:00 |
81,67 |
555,36 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
428.453 |
4:54:00 |
4:30:00 |
9:24:00 |
81,67 |
767,70 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
531.279 |
4:36:00 |
4:56:00 |
9:32:00 |
81,67 |
778,59 |
JULI |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
351.094 |
2:36:00 |
2:30:00 |
5:06:00 |
81,67 |
416,52 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
460.288 |
4:50:00 |
5:00:00 |
9:50:00 |
81,67 |
803,09 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
403.884 |
4:36:00 |
4:50:00 |
9:26:00 |
81,67 |
770,42 |
AGUSTUS |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
691.699 |
5:30:00 |
5:48:00 |
11:18:00 |
81,67 |
922,87 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
429.859 |
4:18:00 |
3:54:00 |
8:12:00 |
81,67 |
669,69 |
SEPTEMBER |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
427.867 |
3:12:00 |
3:12:00 |
6:24:00 |
81,67 |
522,69 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
439.249 |
5:48:00 |
5:42:00 |
11:30:00 |
81,67 |
939,21 |
MT. |
B |
TC |
P�LITE |
498.214 |
4:28:00 |
4:48:00 |
9:16:00 |
119,79 |
1.110,05 |
OKTOBER |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
424.460 |
4:12:00 |
3:54:00 |
8:06:00 |
81,67 |
661,53 |
MT. |
C |
TC |
P'LITE |
937.592 |
5:18:00 |
5:06:00 |
10:24:00 |
125 |
1.300,00 |
NOVEMBER |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
408.278 |
2:54:00 |
4:06:00 |
7:00:00 |
81,67 |
571,69 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
419.244 |
3:30:00 |
3:48:00 |
7:18:00 |
81,67 |
596,19 |
DESEMBER |
|||||||||
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
418.532 |
3:42:00 |
4:12:00 |
7:54:00 |
81,67 |
645,19 |
MT. |
A |
TC |
P'LITE |
422.253 |
3:24:00 |
3:24:00 |
6:48:00 |
81,67 |
555,36 |
MT. |
C |
TC |
P'LITE |
695.362 |
3:00:00 |
3:42:00 |
6:42:00 |
125 |
837,50 |
TOTAL |
23.916.45 |
Dari tabel 2 diperoleh nilai rupiah yang dibayarkan untuk biaya charter kapal adalah
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙
= (𝑙𝑜𝑎𝑑 𝑡𝑖𝑚𝑒 + 𝑑𝑖𝑠𝑐ℎ
𝑡𝑖𝑚𝑒) 𝑥 𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡𝑒𝑟
𝑟𝑎𝑡𝑒
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎
15 (𝐹𝑒𝑏) = (5 𝑗𝑎𝑚
30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 + 5 𝑗𝑎𝑚)
𝑥 81,67
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎
15 (𝐹𝑒𝑏) = 10 𝑗𝑎𝑚
30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 81,67
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎
15 (𝐹𝑒𝑏) = (10 + (10/60)) 𝑥 81,67
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎
15 (𝐹𝑒𝑏) = 10,5 𝑥
81,67
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 𝑀𝑇 𝑇𝑟𝑖𝑎𝑘𝑠𝑎 15 (𝐹𝑒𝑏) = $ 857,54 dst
∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙
= 857,54 + 824,87 + 726,86 + � � . +837,50
∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙
= $ 23.916,42
Biaya charter yang dikeluarkan Perusahaan untuk pengiriman produk Pertalite ke Terminal Z dari Terminal X dengan moda kapal tangker pada Tahun 2018 adalah $23.916,42 atau setara dengan Rp 334.829.880 ($1 = Rp 14.000). Maka total biaya angkut yang dikeluarkan Perusahaan untuk pendistribusian produk Pertalite dengan pola lama dalam setahun pada tahun 2018 adalah Rp 671.712.120 dengan perhitungan sebagai berikut
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 = Rp 28.073.520 x 12 bulan = Rp 336.882.240
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑙 = Rp 334.829.880
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 = Rp 336.882.240 + Rp 334.829.880
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑙𝑎 𝐿𝑎𝑚𝑎 = Rp 671.712.120����
Nilai rupiah yang akan dibayarkan Terminal X ke pengelola mobil tangki
perbulan seandainya dilakukan penyaluran dengan pola
baru atau pola yang dilakukan saat terjadi alih suplai adalah sebagai berikut
Tabel 3
Nilai rupiah yang akan dibayarkan Terminal X ke pengelola mobil
tangki perbulan
Nomor SPBU |
Volume Penjualan Sebulan (Kl) |
Tarif Sesuai SK (Rp) |
Supply Point Terminal X |
|
Jarak �(km) |
Biaya (Rp/bln) |
|||
1 |
60 |
738 |
66 |
2.922.480 |
2 |
100 |
738 |
57 |
4.206.600 |
3 |
80 |
738 |
62 |
3.660.480 |
4 |
160 |
738 |
63 |
7.439.040 |
5 |
80 |
738 |
61 |
3.601.440 |
6 |
120 |
738 |
30 |
2.656.800 |
7 |
60 |
738 |
75 |
3.321.000 |
8 |
120 |
738 |
58 |
5.136.480 |
9 |
60 |
738 |
52 |
2.302.560 |
10 |
100 |
738 |
68 |
5.018.400 |
11 |
160 |
738 |
68 |
8.029.440 |
Total |
48.294.720 |
Berikut adalah pemaparan perhitungan biaya tarif mobil tangki penyaluran pola baru
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑆𝑃𝐵𝑈
= 𝑣𝑜𝑙. 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
(𝑘𝑙)𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
(𝑘𝑚)𝑥 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 60 𝑘𝑙
𝑥 66 𝑘𝑚 𝑥 𝑅𝑝738
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑇 𝑆𝑃𝐵𝑈 13.291.701 = 𝑅𝑝 2.922.480 dst
∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 = 2.922.480 + 4.206.600 + � � + 8.029.440
∑𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑀𝑇 = 𝑅𝑝 48.294.720
Total 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑙𝑎 𝐵𝑎𝑟𝑢 = Rp 48.294.720 x 12 bulan Total 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 𝑃𝑜𝑙𝑎 𝐵𝑎𝑟𝑢 = Rp 579.536.640.Total biaya angkut untuk pendistribusian produk Pertalite apabila menggunakan pola baru dalam setahun pada tahun 2018 adalah Rp 579.536.640. Penyaluran BBM produk Pertalite pola lama pada tahun 2018 menghabiskan biaya angkut sebesar Rp 671.712.120 dengan rincian biaya charter kapal dari Terminal X ke Terminal Z adalah sebesar Rp 334.829.880 dan biaya tarif mobil tangki dari Terminal Z ke SPBU adalah sebesar Rp 336.882.240. Sedangkan apabila menggunakan pola baru yakni mobil tangki langsung dari Terminal X ke SPBU-SPBU di Pulau Bintan Kepri memerlukan biaya sebesar Rp 579.536.640. Sehingga, Perusahaan dapat melakukan penghematan biaya sebesar Rp 92.175.480 dalam setahun
3.
Analisa Losses Penyaluran
Supply losses adalah perbedaan /
selisih cargo antara BL (Bill of Lading)
dengan AR (Actual Receipt). Toleransi
supply losses oleh Direktorat Hilir
Perusahaan maksimum 0,5%. Selama tidak terjadi transport losses pada saat pengangkutan cargo dari loading port ke discharge port, maka supply
losses merupakan tanggung jawab antara pengirim muatan dengan penerima
muatan. Pengklaimnya mengirimkan surat protes (querry) kepada unit pengirim. Adapun supply losses yang terjadi selama tahun 2018 seperti pada tabel 4:
Tabel 4
Supply Losses yang Terjadi Selama Tahun 2018
BULAN���� NAMA KAPAL BL (liter)������ AR (liter)��� Selisih������������ R4 |
|||||
JANUARI |
A |
690.028 |
687.047 |
-2.981 |
-0,43% |
A |
599.336 |
596.935 |
-2.401 |
-0,40% |
|
FEBRUARI |
A |
421.354 |
428.708 |
7.354 |
1,75% |
B |
1.010.235 |
1.006.750 |
-3.485 |
-0,34% |
|
MARET |
A |
432.616 |
431.690 |
-0.926 |
-0,21% |
A |
708.012 |
700.066 |
-7.946 |
-1,12% |
|
APRIL |
A |
433.654 |
432.354 |
-1.3 |
-0,30% |
A |
430.992 |
430.283 |
-0.709 |
-0,16% |
|
A |
421.182 |
419.854 |
-1.328 |
-0,32% |
|
MEI |
A |
427.239 |
425.966 |
-1.273 |
-0,30% |
A |
433.579 |
432.540 |
-1.039 |
-0,24% |
|
A |
465.983 |
465.122 |
-0.861 |
-0,18% |
|
JUNI |
A |
431.645 |
430.031 |
-1.614 |
-0,37% |
A |
435.064 |
428.453 |
-6.611 |
-1,52% |
|
A |
543.744 |
531.279 |
-12.465 |
-2,29% |
|
JULI |
A |
352.549 |
351.094 |
-1.455 |
-0,41% |
A |
461.520 |
460.288 |
-1.232 |
-0,27% |
|
A |
407.839 |
403.884 |
-3.955 |
-0,97% |
|
AGUSTUS |
A |
695.470 |
691.699 |
-3.771 |
-0,54% |
A |
430.790 |
429.859 |
-0.931 |
-0,22% |
|
SEPTEMBER |
A |
428.117 |
427.867 |
-0.25 |
-0,06% |
A |
445.490 |
439.249 |
-6.241 |
-1,40% |
|
B |
498.874 |
498.214 |
-0.66 |
-0,13% |
|
OKTOBER |
A |
424.397 |
424.460 |
0.063 |
0,01% |
C |
938.292 |
937.592 |
-0.7 |
-0,07% |
|
NOVEMBER |
A |
408.879 |
408.278 |
-0.601 |
-0,15% |
A |
420.597 |
419.244 |
-1.353 |
-0,32% |
|
DESEMBER |
A |
419.289 |
418.532 |
-0.757 |
-0,18% |
A |
409.884 |
422.253 |
12.369 |
3,02% |
|
C |
703.776 |
695.362 |
-8.414 |
-1,20% |
|
Total |
15.330.426 |
15.274.953 |
-55.473 |
-0.36% |
Dari tabel tersebut
diatas diperloleh presentase supply
losses produk Pertalite, rata-rata supply
losses produk Pertalite setiap kali suplai adalah
R4 (%) =�
R4 MT A (Jan) = -0,43% dst
Rata-Rata
R4 Pertalite (%) = =�
�= - 0.36%
Pada
Tahun 2018, rata-rata supply losses Pertalite
masih dibawah batas toleransi yang diizinkan yakni -0,36% dengan batas
toleransinya -0,50%. Total supply losses
Pertalite pada 2018 adalah 55.473
liter apabila dikalikan
dengan harga Pertalite setara
dengan Rp 347.094.561.
Kesimpulan
Berdasarkan
keseluruhan hasil penulisan KKW (Kertas Kerja Wajib) maka dapat disimpulkan
bahwa (1.) Pola penyaluran produk Pertalite yang selama ini dilakukan
menggunakan 2 (dua) moda transportasi yakni moda kapal dari TBBM Tanjung Uban
ke TBBM Kijang secara konsinyasi dan penjualan menggunakan mobil tangki dari TBBM
Kijang ke SPBU di Pulau Bintan Kepri. Pola penyaluran produk Pertalite baru dari
penulis mempersingkat jalur penyaluran menjadi penjualan menggunakan mobil
tangki dari TBBM Tanjung Uban ke SPBU di Pulau Bintan Kepri yang selama
dilaksanakan apabila terjadi stok kritis. (2.) Pola penyaluran yang saat ini
dilakukan terkendala dengan antrian kapal di dermaga TBBM Tanjung Uban dan
menyebabkan kelangkaan produk Pertalite di pasaran sehingga timbul pengalihan
suplai Pertalite sementara di TBBM Tanjung Uban. Awaiting Jetty atau antrian
kapal di dermaga menimbulkan kelebihan biaya charter kapal pada bulan Februari
2019 sebesar $ 29.778,33 atau setara dengan Rp 416.896.620 dan pada bulan Maret
2019 sebesar $24.182,49 atau setara dengan Rp 338.554.860. Pola penyaluran baru
akan mengurangi antrian kapal di dermaga, mencegah kelangkaan produk Pertalite
di pasaran dan menghindari adanya kelebihan biaya charter akibat awaiting
jetty. (3.) Pola penyaluran produk Pertalite saat ini pada Periode Januari
hingga Desember 2018 menghabiskan biaya angkut sebesar Rp 671.712.120 dengan
rincian yaitu biaya charter kapal sebesar Rp 334.829.880 dan biaya tarif mobil
tangki dari TBBM Kijang ke SPBU adalah sebesar Rp 336.882.240. Apabila
menggunakan pola baru, biaya angkut yang diperlukan sebesar Rp 579.536.640.
Sehingga, Pertamina dapat melakukan penghematan biaya sebesar Rp 92.175.480
dalam setahun. (4.) Total supply losses kapal produk Pertalite dari TBBM Tanjung
Uban ke TBBM Kijang pada Tahun 2018 sebesar Total supply losses pada 2018
sebesar 55.473 liter atau setara dengan Rp 347.094.561. Apabila menggunakan
pola baru, losses dapat ditekan menjadi 19.800 liter atau setara dengan Rp
123.888.600. Sehingga akan mengurangi kerugian akibat losses produk senilai Rp
223.205.961 dalam setahun. (4.) Secara kualitas, tidak terdapat perbedaan
signifikan antara blending produk Pertalite di kapal ataupun blending produk di
mobil tangki karena kedua cara blending tersebut menghasilkan produk Pertalite
yang on specification sesuai dengan spesifikasi standar yang berlaku.
Adi, Haryanto. (2021). Analisa
Biaya Operasional Kendaraan (Bok) Truk (Trayek Lembar-Kayangan).
Universitas_Muhammadiyah_Mataram. Google Scholar
Azis, Rudi. (2018). Pengantar Sistem dan Perencanaan
Transportasi. Deepublish. Google Scholar
Fisu, Amiruddin Akbar. (2018). Analisis Lokasi Pada
Perencanaan Terminal Topoyo Mamuju Tengah. Pena Teknik: Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Teknik, 3(1), 1�12. Google Scholar
Jinca, Ing M. Y. (2019). Transportasi laut Indonesia:
analisis sistem & studi kasus. Firstbox Media. Google Scholar
Makatengkeng, Meryll Michelle, Sondakh, Jullie J., &
Walandouw, Stanley Kho. (2014). Perlakuan Akuntansi Capital Expenditure Dan
Revenue Expenditure Pada Pt. Bangun Wenang Beverages CO. Jurnal EMBA: Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2(3). Google Scholar
Mayasari, Dita. (2014). Tinjauan Prosedur Pengiriman
Barang Pada Pt Ayat Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. Google Scholar
Nurhayati, Nurhayati. (2018). Norma Hukum Ijarah Terhadap
Penetapan Tarif pada jasa Layanan Angkutan Umum DAMRI: Studi kasus pada perum
DAMRI Kantor Cabang Bandung. UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Google Scholar
Parinduri, Luthfi, Hasdiana, S., Purba, Pratiwi Bernadetta,
Sudarso, Andriasan, Marzuki, Ismail, Armus, Rakhmad, Rozaini, Noni, Purba,
Bonaraja, Purba, Sukarman, & Ahdiyat, Madya. (2020). Manajemen Operasional:
Teori dan Strategi. Yayasan Kita Menulis. Google Scholar
Rahman, Rahmatang. (2012). Analisa biaya operasi kendaraan
(bok) angkutan umum antar kota dalam propinsi rute palu-poso. Jurnal
Rekayasa Dan Manajemen Transportasi, 2(1). Google Scholar
Sasono, Herman Budi. (2021). Manajemen Pelabuhan dan
Realisasi Ekspor Impor. Penerbit Andi. Google Scholar
Satria, Moch Ichwan, Taufik, H. Abdullah, MH, S. H.,
Muttaqin, Amrul, & EI, M. (2019). Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung
No. 37p/Hum/2017 Tentang Uji Materiil Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26
Tahun 2017. Qaw�n�n: Journal of Economic Syaria Law, 3(1), 66�96. Google Scholar
Waileruny, Welem, Matruty, Dinatonia J., & Ambon, Pattimura.
(2015). Analisis Finansial Usaha Penangkapan Ikan Cakalang dengan Alat Tangkap
Pole and Line di Maluku Indonesia. J. Amanisal, 4(1), 1�9. Google Scholar
Virgy Andyka Putri (2021) |
First publication right: Journal Syntax Idea |
This article is licensed under: |