Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����

Vol. 3, No. 5, Mei 2021

 

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI DI KOTA SOLO DAN SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH DAN KOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

 

Hillary Irene Samosir, Wiwin Priana Primandhana dan Mohammad Wahed

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]

 

Abstract

The cities which predicted to be the golden triangle are Yogyakarta, Solo and Semarang. The three cities work together within the scope of DIY - Central Java. The analysis techniques applied and used in this research are Location Quotient, Shift Share and Klassen Typology. This research is conducted to know the superior sectors that may have an impact both internally and externally. The results of this research are that in these three cities or the golden triangle in Joglosemar, eight sectors based on Location Quotient analysis which are the processing industri sector, electricity and gas supply, water supply, waste handling, waste, and recycling; providing facilities as well as food; information and communication; financial and insurance services; housing; company services; government administration, defence and compulsory social security. Through the Shift Share analysis, these three cities have different sectors. For Yogyakarta, the growing and influential sector is the sector in providing facilities and food. However, in Semarang, there is a sector of electricity and gas supply; transportation and warehousing; housing; company services; education services; along with several other services that cannot be mentioned. In Solo itself, the growing and influencing sectors are the health services sector and social activities.

 

Keywords: location quotient; gross regional domestic product; shift share; klassen typology

 

Abstrak

Daerah yang digadang-gadang sebagai segitiga emas ialah Kota Yogyakarta, Solo dan Semarang. Ketiga daerah tersebut saling berkerjasama dalam lingkup DIY-Jateng. Teknik dalam penganalisisan yang diterapkan ke dalam riset ini ialah Location Quotient,Shift Share dan Typology Klasssen dengam metode penelitian kuantitatif. Riset ini dilakukan dengan tujuan mengetahui sektor-sektor yang unggul dan juga dapat berpengaruh baik secara internal maupun eksternal. Hasil-hasil dari penelitian ini adalah di tiga kota ini atau segitiga emas kawasan joglosemar ini terdapat 8 sektor yang basis melalui analisis Location Quotient diantaranya sektor industri pengolahan, suplai listrik dan gas, suplai air, penanganan sampah, limbah, serta daur ulang; pemberian fasilitas serta pangan; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan beserta jaminan sosial wajib. Melalui analisis Shift Share ketiga kota ini memiliki sektor yang berbeda-beda di kota Yogyakarta sektor yang bertumbuh dan berpengaruh ialah pada sektor dalam memberikan fasilitas serta pangan, di Kota Semarang ada sektor suplai listrik dan gas; transportasi dan pergudangan; perumahan; jasa perusahaan; jasa pendidikan; beserta beberapa jasa lain yang tidak dapat disebutkan. Dikota Solo sektor yang bertumbuh dan berpengaruh ialah sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

 

Kata Kunci: produk domestik regional bruto; location quotient (lq); shift share (ss); tipologi klassen

 

Pendahuluan

Di sejumlah negara berkembang, pembangunan masyarakatnya condong ke arah pembangunan perekonomian, hal ini dilatarbelakangi pada ketertinggalan ekonomi di sejumlah negara yang dalam kategori negara berkembang. Oleh sebab itu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi mendapat perhatian utama dan menjadi tuntutan sejarah. (Siagian, 1984)

Pembangunan ekonomi bukan hanya proses, namun juga penjelamaan yang bersumber dari upaya untuk mengubah politik, sosial dan budaya bangsa. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil serta merata telah tercermin pada pembangunan nasional yang notebenenya merupakan cita-cita bangsa itu sendiri (Anonim, 2018)

Tingginya pertumbuhan perekonomian di suatu negara akan menjadi poin penting di dalam membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan. Pengukuran akan kesejahteraan masyarakat yaitu dalam hal meningkatkan kualitas dan standar hidup dapat diukur dengan melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah atau Provinsi. (Tambunan, 2012) Dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah serta memamfaatkan sumber daya ekonomi daerah secara optimal, pembangunan disusun menurut tujuan antar sektor. Perencanaan sektoral diartikan guna mengembangkan suatu sektor yang telah disesuaikan sedemikian rupa hingga dapat memenuhi kondisi dan potensi daerah tersebut beserta dapat menggapai tujuan yang telah dicita-citakan. (Hariyono, 2010).

Gambar 1

Perbandingan PDRB terbesar Kota Solo Semarang dan Yogyakarta

 

Tabel diatas menunjukkan tiga sektor terbesar dari ketiga kota penelitian, Pada Kota Yogyakarta sektor industri pengolahan meningkat sebesar 15% pada tahun 2014 ke 2018, hal ini diketahui pada 2017 ada tuntuna regulasi untuk zona industri. Bagi wilayah perkotaan sulit untuk mecari ruang, sehingga banyak pelaku yang memindahkan usaha ke kabupaten. Namun, industri tetap melakukan pengembangan sehingga masalah ini dapat diselesaikan dengan mudah. (Walikota Yogyakarta, 2019). Dikota Semarang sektor industri pengolahan juga meningkat sebesar 21%, hal ini dikarenakan ada kenaikan pertumbuhan produksi industri besar dan disumbangkan pada beberapa kelompok industri (PPID Disperindag Prov Jateng, 2019) Dikota Surakarta/Sol sektor konstruksi meningkat sebesar 24% dari tahun 2014 menuju tahun 2018. Kenaikan ini terjadi karena eksapnsi usaha terjadi seiring berjalannya proyek infrastruktur (Jatengprov, 2020).

Pola pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh visi dan misi dari masing-masing daerah (Restiatun, 2009). Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya serta menjalin pola-pola kemitraan dengan pihak swasta guna menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi (Nurlina, Andiny, & Sari, 2019).

Penelitian pada tahun 2018 menunjukkan bahwa di Kota Yogyakarta ditemukan ada 10 sektor yang dapat dikembangkan lebih lanjut, dikota Semarang terdapat 9 sektor, dan di Solo terdapat 12 sektor yang dapat dikembangkan atau dapat dikatakan merupakan sektor-sektor unggulan (KM & Eko Prakoso, 2018). Ketiga kota ini digadang-gadang sebagai segitiga emas atau tiga pusat pertumuhan dimana saling melakukan kerja sama antar daerah dalam lingkup DIY-Jateng (Noviani, 2010). Melihat latar belakang peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut apakag sektor-sektor yang termasuk dalam unggulan dapat mengembangkan dan bahkan bisa mempengaruhi sektor-sektor lain mapun wilayah-wilayah sekitarnya, terutama mendorong perekonomian di Provinsi masing-masing.

 

Metode Penelitian

1.    Jenis Penelitian

Penelitian ini dilangsungkan dengan mengadopsi pendekatan kuantitatif sehingga dapat secara bebas meninjau nilai, objektif, serta realita di lapangan. Fokus dalam penelitian yang mengadopsi pendekatan kuantitatif ialah untuk menghimpun dan menyusun fakta yang berada di lapangan serta dapat menjelaskan hubungan yang ada di antara hasil serta prediksi di dalam penelitian (Musianto, 2002). Dilakukannya penelitian ini dengan tujuan untuk mengtahui sektor unggulan di Kawasan Joglosemar tahun 2014 dan 2018.

2.    Pengumpulan Data

Data yang berhasil dihimpun di dalam penelitian ini ialah data sekunder yang didapat dari beberapa buku literatur sebagai bahan Pustaka dan juga beberapa Lembaga seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013-2014 dan 2017-2018.

1.      Teknis Analisis

Dalam penelitian ini digunakan 3 alat Analisis yaitu Location Quotient (LQ), Shift Share (SS), dan Typology Klassen.

a.       Location Quotient

Sejumlah data yang berhasil peneliti himpun, yaitu data yang bersumber dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi, dan PDRB per sektor, akan peneliti analisis. Ditambah lagi, PDRB yang berasal dari tiap-tiap kota setiap sektor akan dimanfaatkan datanya sebagai sumber data yang akan peneliti analisis. Berdasarkan data tersebutlah, peneliti dapat memperoleh informasi perihal sektor yang menjadi basis atau non-basis di tiap-tiap kota.

 

Adapun Formulasi perhitungan LQ adalah sebagai berikut

LQ =

Dimana : Vaji = Jumlah PDRB sektor Kota

: Vaii���������� = Jumlah PDRB sektor Provinsi

: PDRB������ = Jumlah PDRB total Kota

: PDRBi����� = Jumlah PDRB total Provinsi

 

Terdapat 3 kategori yang diadopsi ke dalam perhitungan Location Quotient (LQ) terhadap tingkat perekonomian di suatu daerah, diantaranya :

1)      Apabila nilai LQ>1, dapat didefinisikan bahwa sektor yang berada di dalam wilayah yang tengah dilaksanakan studi penelitian tersebut lebih unggul dalam suatu sektor apabila dibandingkan dengan wilayah referensi. Hal ini berarti sektor tersebut di dalam tingkat perekonomian suatu wilayah lebih unggul dibandingkan wilayah lainnya sehinga dapat diklasifikasikan ke dalam sektor basis.

2)      Apabila nilai LQ < 1, dapat didefinisikan bahwa sektor tersebut dinilai kurang unggul apabila dibandingan dengan wilayah yang menjadi referensi, sehingga sektor tersebut dimasukkan ke dalam kategori sektor non basis.

b.      Shift Share

Memanfaatkan analisa Shift Share ditujukan untuk melakukan sebuah perbandingan atas selisih dalam laju pertumbuhan di beberapa sektor yang berada di dalam wilayah studi maupun wilayah referensi. Dengan mengadopsi analisis ini ke dalam penelitian, peneliti mampu memperlihatkan sektor yang tengah berkembang di suatu wilayah studi apabila dilakukan perbandingan dengan tingkat perekonomian di wilayah referensi. Terlebih lagi, analisis ini memanfaatan data pertumbuhan PDRB terhadap tiap-tiap sektor baik yang memperoleh pengaruh dari dalam (faktor lokasional) ataupun pengaruh dari luar (struktur industri) (Yasa, 2011). Analisis Shift Share dibagi menjadi 3 bagian yang diukur yaitu :

 

Keterangan :

�=� Total PDRB Provinsi Periode tahun t

�=� Total PDRB Provinsi Periode tahun dasa

�= PDRB Provinsi sektor i pada tahun t

�= PDRB Provinsi sektor i pada tahun dasar

�= PDRB Kabupaten/Kota sektor i pada tahun t

�= PDRB Kabupaten/Kota sektor i pada tahun dasar

 

Setelah dilakuakn perhitungan diatas, dapat ditarik kesimpulan:

1.    PS < 0, dapat diartikan bahwa sektor yang terkait secara cepat tidak mengalami pertumbuhan di tingkat kota.

2.    PS > 0, didefinisikan bahwa sektor terkait secara cepat mengalami pertumbuhan di dalam tingkat kota.

3.    DS < 0, dapat didefinisikan bahwa sektor terkait mengalami keterlambatan di dalam pertumbuhan apabila disandingkan dengan di daerah yang berbeda, atau dapat diartikan bahwa sektor tersebut tidaklah memberikan keuntungan dalam hal lokasional secara optimal.

4.    DS > 0, diartikan bahwa sektor terkait lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan sektor tersebut bertumbuh di daerah yang berbeda, sehingga dapat didefinisikan bahwa sektor ini dalam faktor lokasional akan memberikan keuntungan yang optimal.

5.    PR <� , dapat diartikan bahwa produksi di daerah bersangkutan mengalami pertumbuhan yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan kota meningkat.

6.    PR > , dapat didefinisikan bahwa produksi di daerah bersangkutan mengalami pertumbuhan yang akan menekan pertumbuhan kota.

Penggunaan metode shift share dalam melakukan analisis terhadap perekonomian regional dapat dilakukan dengan menerapkan rumus di bawah ini (John P. Blair) (Nurlina et al., 2019)

 

Dij = Nij + Mij + Cij��. (1)

Apabila penganalisisan ini digunakan ke dalam Produk Domestik Regional Brutol (PDRB), terlihat bahwa :

����� Dij = Yij -Yij�� �����.(2)

����� Nij = Yij . rn�� �����.(3)

����� Mij = Yij (rin-rn)����.(4)

����� Cij = Yij (rij-rin)����..(5)

Dimana rij,rin, dan rn akan mewakilkan laju pertumbuhan wilayah provinsi dan nasional yang mana masing-masing didefinisikan sebagai berikut:

����� rij = (Yij � Yij)/Yij���..(6)

����� rin = (Yin � Yin)/Yin���(7)

����� rn = (Yn � Yn)/Yn����(8)

Dimana����� : Yij = PDRB sektor i di wilayah kota

����������������� : Yin = PDRB sektor I di tingkat provinsi

����������������� : Yn = PDRB di tingkat provinsi

Persamaan shift-share untuk sektor i di Provinsi adalah:

Dij = Yij.(rn) + Yij (rin-rn) + Yij (rij-rin)�. (9)

Kriteria penilaian adalah (Abidin, 2015)

1.      Jika Nij > 0 Pertumbuhan sektor i secara positif dipengaruhi pertumbuhan provinsi

2.      Jika Nij < 0 Pertumuhan sektor i secara negatif dipengaruhi pertumbuhan provinsi

3.      Jika Mij > 0 Kota x mengalami peningkatan pertumbuhan sektor serupa apabila disandingkan dengan tingkat pertumbuhan sektor tersebut di tingkat provinsi.

4.      Jika Mij < 0 Kota x mengalami keterbelakangan dalam perumbuhan sektor tersebut apabila disandingkan dengan tingkat pertumbuhan sektor yang serupa di koridor provinsi.

5.      Jika Cij > 0 Daya saing yang dimiliki sektor di kota x dinilai baik apabila bersaing di ranah provinsi.

6.      Jika Cij < 0 Daya saing yang dimiliki sektor tersebut di kota x dinilai tidak mampu bersaing di ranah provinsi.

7.      Jika Dij > 0 Sektor i tergolong sektor yang progresif/ bergerak maju

8.      Jika Dij < 0 Sektor i tergolong sektor yang regresif / bergerak mundur

 

a.       Typology Klassen

Analisis Typologi klassen dimanfaatkan dengan tujuan untuk memperoleh suatu gambaran perihal pola dan struktur dalam pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap daerah. Pada tipologi daerah, umumnya ada 2 indikator yang menjadi indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Dalam hal ini, rerata yang didapatkan berdasarkan data pertumbuhan perekonomian akan dilambangkan ke dalam sumbu vertikal dan rerata dari data pendapatan perkapita akan disimbolkan ke dalam sumbu horizontal, sehingga daerah pengamatan akan diklasifikasikan ke dalam 4 kategori sebagai berikut : (Prabansari Mahalayasakti, 2016).

a.    Daerah cepat maju dan cepat tumbuh ialah daerah yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang melebihi rerata wilayah tersebut.

b.      Daerah maju tapi tertekan ialah daerah yang mempunyai pendapatan perkapita yang relatif tinggi akan tetapi pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut masih di bawa rerata.

c.       Daerah berkembang cepat ialah daerah yang tengah bertumbuh akan tetapi tingkat perkapitanya di bawah rerata.

d.      Daerah relative tertinggal ialah daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan perekonomian dan pendapatan perkapita yang dinilai kurang dari rerata.

 

Gambar 2

Tingkat pertumbuhan perekonomian dan pendapatan perkapita

 

Dimana:���������� Ri������� = Laju pertumbuhan PDRB di kota/kabupaten i

����������������������� Yi������� =� Pendapatan perkapita kota/kabupaten i

����������������������� R�������� =� Laju pertumbuhan PDRB Provinsi

����������������������� Y�������� =� Pendapatan perkapita Provinsi

 

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil perhitungan Location Quotient, Shift Share, dan juga Typology Klassen di Kota Yogyakarta ada 12 sektor yang basis yatu Sektor Industri Pengolahan; Sektor Suplai Listrik dan Gas; Sektor Suplai Air, penanganan sampah, limbah dan daur ulang; Sektor pemberian fasilitas dan pangan; sektor informasi dan komunikasi; sektor jasa keuangan dan asuransi; Sektor perumahan; sektor jasa perusahaan; sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; sektor jasa Pendidikan; sektor jasa Kesehatan dan aktivitas sosial; beberapa sektor jasa lainnya yang tidak dirincikan.

Untuk Hasil analisis Shift Share PR yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan produksi daerah Yogyakarta mendorong atau menghambat terdapat 2 sektor yang terus mendorong pada 2014 dan 2018 yaitu sektor pemberian fasilitas dan pangan; dan sektor jasa Kesehatan dan aktivitas sosial. Untuk analisis PS digunakan untuk memperlihatkan sektor yang pertumbuhannya lambat atau cepat di Kota tersebut, terdapat 3 sektor yang tetap bertumbuh cepat pada tahun 2014 dan tahun 2018 yaitu sektor konstruksi; sektor informasi dan komunikasi; serta sektor pemberian fasilitas dan pangan. Tujuan dari dilakukannya penganalisisan DS bermaksud untuk mendapatkan informasi perihal keuntungan yang terkandung di dalam tiap sektor di daerah Yogyakarta merupakan keuntungan keuntungan lokasional atau tidak, berdasarkan analisis tersebut, terlihaat bahwa keuntungan lokasional tiap sektor tidaklah stabil sehingga memungkinkan adanya perubahan menjadi lebih baik, lebih buruk, bahkan tetap tidak berkembang.

Selain itu untuk analisis Shift Share ada juga analisis Shift Share Nij yang dimaksudan untuk memperlihatkan pertumbuhan tiap-tiap sektor tersebut mendapatkan pengaruh dari pertumbuhan Provinsi atau tidak. Hasil perhitungan analisis Nij menunjukkan bahwa semua sektor dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk analisis Mij yang menunjukkan pertumbuhan sektor-sektor tersebut cepat atau lambat di tingkat provinsi, dan hasil� menunjukkan 3 sektor yang tetap bertumbuh cepat yaitu sektor konstruksi; pemberian fasilitas dan pangan; serta sektor informasi dan komunikasi. Analisis Cij diaplikasikan guna mendapatkan informasi terkait sektor mana yang mempunyai daya saing ditingkat provinsi, berdasarkan hasil penganalisisan, terlihat bahwa tiap- tiap sektor tersebut berubah pada tahun 2014 dan 2018 ada sektor yang berdaya saing pada 2014 dan tidak pada 2018 dan begitupun sebaliknya. Yang terakhir dari analisis Shift Share Dij yang dimaksudkan untuk mendapatkan infomasi terkait keregrresifan tiap-tiap sektor. Progresif, dan hasil yang didapat hanya 1 sektor yang bergerak regresif (mengalami kemunduran) pada tahun 2014 yaitu sektor pertaninan, kehutanan, dan perikanan. Tetapi pada 2018 sektor ini berubah menjadi sektor yang progresif.

Jadi dapat dikatakan pada kota Yogyakarta terdapat 1 sektor yang berkembang dan berpengaruh baik secara internal maupun eksternal yaitu sektor pemberian fasilitas dan pangan, walaupun pada tahun 2014 sektor ini tidak memiliki keuntungan lokasional juga tidak memiliki daya saing

Dari hasil perhitungan Location Quotient, Shift Share, dan juga Typology Klassen di Kota Semarang hasil Location Quotient pada tahun 2014 dan 2018 terlihat bahwa ada 11 sektor yang diklasifikasikan ke dalam sektor basis yang dimiliki Kota Semarang, diantaranya sektor suplai listrik dan gas, suplai air, penanganan sampah, limbah, dan kegiatan daur ulang, sektor pembangunan, sektor perniagaan berskala besar ataupun kecil, perbaikan kendaraan bermotor, transportasi dan pergudangan, pemberian fasilitas dan pangan, informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor perumahan, sektor jasa perusahaan; sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib.

Dari hasil analisis Shift Share PR ditemukan ada 8 sektor yang tetap mendorong pertumbuhan kota Yogyakarta yaitu sektor industri pengolahan; sektor suplai listrik dan gas; sektor transportasi dan pergudangan; sektor pemberian fasilitas dan pangan; sektor informasi dan komunikasi; sektor perumahan; sektor jasa perusahaan; sektor jasa Pendidikan; sektor jasa Kesehatan dan kegiatan sosial; beberapa sektor jasa lain yang tidak dirincikan. Unutuk analisis PS terdapat 10 sektor yang bertumbuh secara cepat yaitu sektor suplai listrik dan gas; sektor transportasi dan pergudangan; sektor pemberian fasilitas dan pangan; sektor informasi dan komunikasi; sektor perumahan; sektor jasa perusahaan; sektor jasa Pendidikan; sektor jasa Kesehatan dan aktivitas sosial; beberapa sektor jasa lain yang tidak dirincikan. Untuk analisis DS didapat 11 sektor uang memiliki keuntungan lokasional tetap yaitu sektor industri pengolahan; sektor suplai listrik dan gas; sektor pembangunan; sektor perniagaan berskala besar ataupun kecil, jasa perbaikan kendaraan bermotor; sektor angkutan dan pergudangan; pemberian fasilitas dan pangan; sektor perumahan; sektor jasa perusahaan; sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; sektor jasa Pendidikan; beberapa sektor jasa lain yang tidak dirincikan.

Untuk hasil analisi Nij sama seperti kota Yogyakarta, Kota Semarang juga tetap mendapat hasil posistif di semua sektor yang artinya semua sektor dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan provinsi. Hasil analisis Mij menunjukkan ada 9 sektor yang bertumbuh cepat yaitu sektor suplai listrik dan gas; angkutan dan pergudangan; pemberian fasilitas dan pangan informasi dan komunikasi; perumahan; jasa perusahaan; jasa Pendidikan; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial, serta beberapa jasa lain yang tidak dirincikan. Pada analisis Cij terdapat 11 sektor yang terus memiliki daya saing yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri pengolahan; suplai listrik dan gas; pembangunan; peniagaan berskala besar ataupun kecil, perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa Pendidikan; serangkaian jasa lain yang tidak dirincikan. Dan yang terakhir dari analisis Shift Share Dij hanya ada 1 sektor yang bergerak regresif dan terjadi pada tahun 2018 yaitu sektor pertambangan dan penggalian.

Pada kota Semarang didapatan 6 sektor yang berkembang juga berpengaruh baik secara internal maupun eksternal yaitu sektor suplai listrik dan gas; transportasi dan pergudangan; perumahan; jasa perusahaan; jasa Pendidikan; beberapa jasa lain yang tidak dirincikan.

Dari hasil perhitungan Location Quotient, Shift Share, dan juga Typology Klassen di Kota Solo terdapat 12 sektor yang digolongkan ke dalam sektor basis, diantaranya sektor suplai listrik dan gas; suplai air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; pembangunan; perniagaan berskala besar ataupun kecil, perbaikan kendaraan bermotor, pemberian fasilitas dan pangan, informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa Pendidikan; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial.

Untuk hasil analisis melalui Shift Share PR terdapat 5 sektor yang mendorong pertumbuhan kota Solo yaitu sektor transportasi dan pergudangan, jasa keuangan dan asuransi; jasa perusahaan; jasa Pendidikan; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial. Dari PS ditemukan 9 sektor yang tumbuh cepat ditingkat kota diantaranya sektor suplai listrik dan gas; angkutan dan pergudangan; pemberian fasilitas dan pangan; informasi dan komunikasi; perumahan; jasa perusahaan; jasa Pendidikan; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial; serta serangkaian jasa lain yang tidak terincikan. Analisis DS hanya menemukan 1 sektor yang memiliki keuntungan pada tahun 2014 dan 2018 yaitu sektor pertanian dan kehutanan dan perikanan. Sejumlah sektor turut �mengalami penurunan maupun peningkatan, dan ada juga yang tetap tidak memiliki keuntungan lokasional.

Shift Share Nij mendapatkan hasil yang sama seperti kedua kota lainnya, semua sektor yang ada dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan provinsi. Pada analisis Shift Share Mij terdapat 9 sektor yang pertumbuhannya cepat di tingkat provinsi ialah pada sektor suplai listrik dan gas; angkutan dan pergudangan; ketersediaan fasilitas dan pangan; informasi dan komunikasi; perumahan; jasa perusahaan; jasa Pendidikan; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial; beserta jajaran jasa lain yang tidak terincikan. Untuk analisis Cij ditemukan 2 sektor yang berdaya saing di tingkat provinsi yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; juga sektor Kesehatan dan kegiatan sosial. Yang terakhir adalah analisis Dij pada analisis ini ditemukan satu sektor yang tetap bertumbuh secara regresif pada tahun 2014 dan 2018 yaitu sektor pertambangan dan penggalian.

Jadi untuk analisis Shift Share dari Kota Solo dapat dikatakan hanya ada� satu sektor yang berkembang dan berpengaruh baik secara internal maupun eksternal yaoti Jasa kesehata dan kegiatan sosial walaupun pada tahun 2018 sektor ini tidak memiliki keuntungan lokasional.

 

Gambar 3

Hasil Tipologi Klassen tiga kota

 

Untuk hasil Typology Klassen dari Kota Yogyakarta pada tahun 2014 kota ini berada pada kuadran I (Daerah cepat maju dan cepat tumbuh) dan pada 2018 memasuki kuadran III (Daerah maju tapi tertekan) tidak stabilnya posisi ini dikarenakan presentasi pertumbuahan PDRBnya juga implementasi pekerjaan Kota Yogykarta tidak dapat memenuhi target yang ditetapkan.

Dan untuk Kota Semarang dan Solo kedua kota ini memasuki Kuadran I (Daerah cepat maju dan cepat tumbuh) kestabilan ini dikarenakan pemerintah Kota Semarang dan Solo beruapaya meningkatkan kinerja dan mencapai target yang sudah direncanakan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan analisis-analisis yang ada juga dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sektor industri pengolahan; suplai listrik dan gas; suplai air; penanganan sampah,limbah dan daur ulang; ketersediaan fasilitas dan pangan; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial; beserta serangkaian jasa lain yang tidak dirincikan merupakan sektor basis di Kota Yogyakarta. Sedangkan di kota Semarang sektor basisnya ialah sektor sulpai listrik dan gas, suplai air, penanganan sampah, limbah dan daur ulang, pembangunan; perniagaan berkala besar maupun kecil, perbaikan kendaraan bermotor; angkutan dan pergudangan; ketersediaan fasilitas dan pangan; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Dikota Solo atau Surakata �sektor basisnya adalah sektor suplai listrik dan gas; suplai air, penanganan sampah, limbah dan daur ulang, pembangunan, perniagaan berkala besar ataupun kecil, perbaikan kendaraan bermotor, ketersediaan fasilitas dan pangan; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa Pendidikan; jasa Kesehatan dan aktivitas sosial.

Dari sektor-sektor basis ketiga kota maka dapat dilihat bahwa terdapat 8 sektor basis di Kawasan Joglosemar, sektor basis tersebut antara lain sektor industri pengolahan; suplai listrik dan gas; suplai air; penanganan sampah,limbah dan daur ulang; ketersediaan fasilitas dan pangan; infromasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; perumahan; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.

Melalui perhitungan analisis Shift Share di Kota Yogyakarta dilihat seluruh hasil, sektor yang paling berkembang adalah sektor ketersediaan fasilitas, dan pangan walau daya saing dan lokasi pada 2014 tidak mendukung tetapi di 2018 Kota Yogyakarta sangat berkembang. Di Kota Semarang dari seluruh hasil sektor yang paling berkembang adalah sektor suplai listrik dan gas; angkutan dan pergudangan; Real Estate; jasa Perusahaan; Jasa Pendidikan; Jasa lainnya. Keenam sektor inilah merupakan sektor yang hasil analisisnya positif. Yang terakhri dari Kota Solo hasil sektor yang paling berkembang adalah sektor jasa Kesehatan dan kegiatan sosial walau pada 2018 sektor tersebut tidak memiliki keuntungan lokasional.

Untuk alat analisis yang terakhir adalah analisis Typologi Klassen di Kota Yogyakarta pada tahun 2014 masuk dalam daerah maju dan tumbuh cepat dan pada tahun 2018 masuk dalam daerah maju tapi tertekan. Di Kota Semarang pada 2014 dan 2018 keduanya masuk dalam daerah maju dan tumbuh cepat. Dan di Kota Solo tahun 2014 dan juga 2018 sama sama memasuki daerah maju dan tumbuh cepat. Rata-rata di Kawasan Jolgosemar termasuk dalam Daerah maju dan tumbuh cepat.

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abidin, Zainal. (2015). Aplikasi Analisis Shift Share pada Transformasi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah di Sulawesi Tenggara. Jurnal Informatika Pertanian, 24(2), 165�178. Google Scholar

 

Anonim. (2018). Paradigma Pancasila. 21, 1�13.

 

Hariyono, Paulus. (2010). Perencanaan Pembangunan Kota dan Perubahan Paradigma. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Google Scholar

 

Jatengprov. (2020). Sinergi Menyongsong Perekonomian 2019 di Solo. Retrieved February 23, 2021, from Portal Berita Pemerintah Provinsi Jawa Tengah website: https://jatengprov.go.id/beritadaerah/sinergi-menyongsong-perekonomian-2019-di-soloraya/ .

 

KM, Talita, & Eko Prakoso, B. (2018). Studi Komparatif Ekonomi Wilayah di Kawasan Joglosemar. Google Scholar

 

Musianto, Lukas S. (2002). Perbedaan Pendekatan Kuantitatif Dengan Pendekatan Kualitatif Dalam Metode Penelitian. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 4(2), 123�136. Google Scholar

 

Noviani, Rita. (2010). Kinerja Perekonomian Kawasan Andalan Joglosemar Tahun 1996-2006. Forum Geografi, 24(2), 137. Google Scholar

 

Nurlina, Andiny, Puti, & Sari, Maulia. (2019). Analisis Sektor Unggulan Aceh Bagian Timur. Jurnal Samudra Ekonomi Dan Bisnis, 10(1), 23�37. Google Scholar

 

PPID Disperindag Prov Jateng. (2019). Forum Perangkat Daerah, Sektor Industri dan Perdagangan. Retrieved February 23, 2021, from Jatengprov.go.id website: http://disperindag.jatengprov.go.id/v2/portal/page/berita/FORUM-PERANGKAT-Daerah-Sektor-Industri-Dan-Perdagangan#

 

Prabansari Mahalayasakti, Rosita. (2016). Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Google Scholar

 

Restiatun, R. (2009). Identifikasi Sektor Unggulan Dan Ketimpangan Antarkabupaten/Kota Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan (Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang), 10(1), 77�98 Google Scholar

 

Siagian, S. P. (1984). Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Jakarta: Gunung Agung. Google Scholar

 

Tambunan, Tulus. (2012). Peran Usaha Mikro dan Kecil dalam Pengentasan Kemiskinan di Daerah. Jurnal Bina Praja, 04(02), 73�92. Google Scholar

 

Walikota Yogyakarta. (2019). Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2020.

 

Yasa, I. Nyoman Mahaendra. (2011). Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Dan Sektor Potensial Kabupaten Klungkung. Jurnal Ekonomimi, 1�21. Google Scholar

 

 

Copyright holder:

Hillary Irene Samosir, Wiwin Priana Primandhana dan Mohammad Wahed

(2021)

 

First publication right:

Journal Syntax Idea

 

This article is licensed under: