Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����

Vol. 3, No. 5, Mei 2021

 

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MELAKUKAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

 

Alma Safira

Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN) Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstract

This study discusses the protection of the law in it conducting the eradication of bankrupt property. The type of research that this research is normative. By using the sources - data sources of books literature and legislation that applies. In this study, the method of data analysis method qualitatively with data which is then processed into the results of research. The results of the study can be concluded that the duties and responsibilities of curators in the eradication of bankrupt property are very heavy. Curators are often districts or reporting both criminal and civil in their wrongdoing. This suggests that the protection of the curatorial profession is still lacking and there is no clear hukuum to protect the curator.

 

Keywords: legal protection; curator; bankrupt

 

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu normatif dengan menggunakan sumber � sumber data yaitu buku- buku literatur dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penelitian ini, menggunakan metode analisis data secara kualitatif dengan mengumpulkan data yang kemudian diolah menjadi sebuah hasil penelitian. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit sangat berat. Kurator kerap kali mendapatkan gugatan atau pelaporan baik secara pidana maupun perdata dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap profesi kurator masih kurang dan belum ada jaminan hukum yang jelas untuk melindungi kurator.

 

Kata Kunci: perlindungan hukum; kurator; bangkrut

 

Pendahuluan

Krisis ekonomi merupakan peristiwa yang menyebabkan ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Dalam menangani krisis ekonomi tersebut, para penguasaha selaku debitur melakukan upaya yang berkaitan dengan rekonstruksi utang yang tujuan utamanya adalah mempertahankan perusahaannya untuk dapat menjalankan usahanya dengan cara memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang mempunyai utang kepada kreditur yang telah dapat ditagih dan belum dapat membayar tetapi usahanya mempunyai prospek yang baik untuk mendapat kelonggaran dengan waktu yang wajar dari kreditur guna untuk dapat melunasi utang-utangnya. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini, lalu dalam Pasal-pasal 70 ayat 2 Undang-Undang Kepailitan Kurator yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah orang perseorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia dan memiliki keahlian khusus sebagaimana diperlukan untuk mengurus dan membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit, kuratorlah yang melakukan pengurusan dan pemberesan harta kepailitan. Kurator wajib memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan adalah untuk kepentingan harta pailit. Banyak hambatan yang ditemui kurator, antara lain terkait dengan kepastian hukum terhadap profesi ini yaitu belum adanya jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas Kurator yang mempersulit pelaksanaan tugasnya. Tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada kurator begitu banyak. Ketika menjalankan tugasnya sering kali Kurator mendapat hambatan-hambatan baik yang berupa tindakan non-kooperatif maupun tindakan yang bersifat psikologis yang dilakukan oleh debitor pailit maupun kreditor pailit. Hambatan yang dihadapi oleh kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit dapat berdampak pada adanya pelaporan baik secara pidana maupun perdata. Salah satu contoh nyata terjadi pada Tim Kurator PT Surabaya Agung Industri Pulp&Kertas Tbk (Dalam Pailit), yang digugat secara perdata oleh Atsushi Uchida selaku Direktur dari SAN-MIC.

Tim Kurator PT Surabaya Agung Industri Pulp&Kertas Tbk (Dalam Pailit) digugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menghalangi penggugat untuk mengambil atau menguasai kembali barang milik penggugat yang tidak termasuk dalam harta pailit PT SAIP yang berada di gudang property milik PT SAIP. Berdasarkan hasil pemeriksaan di pengadilan, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya dalam amar putusannya menyatakan Tergugat Tim Kurator PT Surabaya Agung Industri Pulp&Kertas Tbk (Dalam Pailit) dinyatakan secara sah tidak bersalah melakukan perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan contoh kasus tersebut, dapat diketahui bahwa ternyata profesi kurator sangat mudah dipermasalahkan baik pidana maupun perdata dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam pemberesan harta pailit. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya kurator memerlukan adanya perlindungan hukum. Perlindungan Hukum yang dimaksud adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah upaya hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Keterkaitannya dengan kurator, kurator telah melaksnakan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya dengan semaksimal mungkin namun sering dianggap merugikan pihak tertentu. Lalu, bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi kurator dalam menjalankan tugasnya dalam membereskan harta kepailitan yang dianggap merugikan pihak tertentu, kejelasan dari permasalahan ini harus ada sehingga kemungkinan konflik yang terjadi kedepannya dapat dihilangkan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk memberikan judul yaitu �Perlindungan Hukum Terhadap Kurator dalam Melakukan Pemberesan Harta Pailit �.

 

Metode Penelitian

1.    Jenis Penelitian

Tipe penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatis atau bisa dikenal dengan penelitian hukum doktrinal (doctrinal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, segala penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) adalah normatif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder atau bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

2.    Jenis Data

Bahan atau materi dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian (Soekanto, 2007).

3.    Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah dengan cara studi kepustakaan, yaitu merupakan pengumpulan data dengan jalan mempelajari buku, makalah, surat kabar, majalah artikel, internet, hasil penelitian dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Semua ini dijadikan pedoman dan landasan dalam penelitian.

4.    Metode Analisis Data

Tahap berikutnya setelah pengumpulan data selesai adalah metode analisis data yang merupakan tahap dalam suatu penelitian. Karena dengan analisis data ini, data yang diperoleh akan diolah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada. Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan Penelitian Kualitatif yaitu analisa bahan hukum yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, maka bahan hukum yang dirasa cukup, dikumpulkan, disusun, dan dikelompokkan, kemudian dianalisis berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut sehingga menghasilkan data yang baik dan benar sesuai dengan bahan data yang digunakan.

5.    Prosedur Melakukan Penelitian Normatif

Langkah awal dalam melakukan penelitian normatif yakni yang pertama, menentukan dan mengidentifikasi permasalahan atau isu hukum nya. Kedua, mengidentifikasi peraturan atau hukum yang berlaku yang mengatur mengenai permasalahan atau isu hukum tersebut. Ketiga, menganalisis bagaimana aturan tersebut diterapkan pada permasalahan tersebut. Keempat, memberikan kesimpulan akhir hasil analisa hukum.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Kedudukan Pihak Kurator dalam Perkara Kepailitan

a.    Tanggung Jawab Kurator dalam Perkara Kepailitan

Seorang kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit harus jeli dan teliti dalam membaca peluang, karena kurator disini bukan hanya seorang tukang yang menjual aset harta debitor yang pailit, akan tetapi mengelola harta tersebut sebaik mungkin sehingga semua utang yang di miliki oleh debitor dapat terlunasi semuanya. Selain itu, kurator juga harus mengacu kepada asas-asas yang terdapat dalam UUK-PKPU, asas-asas tersebut adalah Asas Keseimbangan, Asas kelangsungan Usaha. Mengenai jangka waktu proses pengurusan dan pemberesan harta pailit hingga saat ini belum ada peraturan maupun undang-undang yang mengaturnya. Oleh karena itu terkait jangka waktu proses pengurusan dan pemberesan harta pailit sangatlah tergantung dengan kualitas kurator, kinerja kurator dan kerumitan kasus pailit yang sedang di tangani.

Menurut sifatnya, Kurator dapat melakukan perbuatan melawan hukum sehingga ia juga bertanggung jawab atas nama dirinya terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Hal ini jika tindakan Kurator yang merugikan harta pailit dan pihak ketiga tersebut merupakan tindakan diluar kewenangan Kurator yang diberikan padanya oleh undang-undang, tidak dapat dibebankan pada harta pailit, dan merupakan tanggung jawab Kurator secara pribadi. Sebaliknya, tindakan Kurator yang dilakukan sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dan dilakukan dengan itikad baik, namun karena hal-hal diluar kekuasaan Kurator ternyata merugikan harta pailit, tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi kepada Kurator dan kerugian tersebut dapat dibebankan pada harta pailit. Jerry Hoff mengungkapkan bahwa tanggung jawab Kurator tersebut lebih berat atau bahkan sama saja dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 1365 B.W. (perbuatan melawan hukum).

b.    Kedudukan Hukum Kurator dalam Melakukan Pemberesan Harta Pailit yang Berimplikasi Gugatan Secara Perdata Menurut UU no. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Kaitannya dengan permasalahan pertama dalam penelitian ini, yaitu tentang bagaimana Kedudukan Hukum Kurator dalam Melakukan Pemberesan Harta Pailit yang Berimplikasi Gugatan Secara Perdata Menurut UU no. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, peneliti akan menguraikan perkara perdata atas eksekusi budel pailit yang dilakukan oleh Tim Kurator PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk (Dalam Pailit) sebagaimana dimuat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 10/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2014/PN.Niaga.Sby.

Perkara Tim Kurator PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk (Dalam Pailit) yang dikaji dalam penelitian ini sebenarnya berawal dari perkara kepailitan, namun pada akhirnya memasuki ranah gugatan perkara perdata. Adanya perkara perdata yang menimpa Tim Kurator PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk (Dalam Pailit) tersebut di atas, sebagaimana dimuat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 10/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2014/PN.Niaga.Sby, memberikan gambaran ternyata hukum perdata ada dimana-mana. Kenyataan-kenyataan ini pada akhirnya kembali mempertanyakan tentang eksistensi kedudukan kurator dalam UU Kepailitan dan PKPU. Dengan kata lain, bagaimana kedudukan kurator dalam melakukan eksekusi budel pailit yang berimplikasi pada pelaporan secara perdata sebagaimana yang menimpa No. 10/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2014/PN.Niaga.Sby. Menurut UU Kepailitan dan PKPU, meskipun ditunjuk oleh pengadilan, kurator tetap diusulkan oleh pemohon pailit. Namun dalam bertugas, kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon pailit melainkan untuk kepentingan budel pailit. Intinya, kurator tidak melulu lebih mendahulukan kepentingan kreditor pemohon pailit, tetapi harus adil juga terhadap debitor.

Sehubungan dalam konteks ini, maka kedudukan kurator dalam melaksanakan tugasnya harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Menurut Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU, disebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya tersebut kurator harus independen dengan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan �independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan� adalah kelangsungan keberadaan kurator tidak tergantung pada debitur atau kreditor dan kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis debitur atau kreditor. Ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU tersebut sama dengan bunyi ketentuan Pasal 234 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang menyebutkan bahwa Pengurus yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Kurator yang melakukan pelanggaran atas ketentuan ini dapat dikenai sanksi baik pidana maupun perdata sesuai dengan peraturan perundangundangan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 234 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan ketentuan Pasal 234 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU tersebut, kurator dalam melakukan eksekusi budel pailit yang terbukti tidak independen dapat berimplikasi pada adanya pelaporan secara pidana terhadap dirinya. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 234 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, diketahui bahwa kedudukan kurator dalam melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Nilai-nilai independensi pada dasarnya berfungsi agar kurator terhindar dari penjatuhan sanksi pidana. Di samping harus independen, kedudukan Kurator Iskandar Tim Kurator PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk (Dalam Pailit) dalam melakukan eksekusi budel pailit merupakan sebuah profesi hukum. Sebagai profesi, kedudukan Tim Kurator PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk (Dalam Pailit) dalam melakukan eksekusi budel pailit terikat pada kode etik profesi kurator. Secara garis besar, ada 3 (tiga) hal yang mendasari suatu profesi yaitu pertama, based on knowledge, dan bukan atas dasar common sense. Artinya, suatu profesi diperoleh dari adanya proses belajar keilmuan secara berkesinambungan. Kedua, memiliki skill yaitu tidak sekedar memiliki pengetahuan, namun pengetahuan tersebut harus didukung oleh suatu keahlian. Ketiga, terikat oleh adanya suatu standar moral, di mana hal ini berkaitan erat dengan nilai-nilai etika. Sebagai sebuah profesi, maka Tim Kurator PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk (Dalam Pailit) akan terikat pada etika moral. Menurut Bertens, moral juga membutuhkan hukum, sebab moral akan mengawang-awang saja kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat, seperti halnya yang terjadi dengan hukum pidana ada larangan jangan membunuh, jangan menipu, tidak saja merupakan larangan moral, tapi perbuatan-perbuatan itu dilarang juga menurut hukum, dan orang yang melakukannya pun juga harus dihukum dengan tegas. Hukum juga mengatur konsekuensi-konsekuensi lebih mendetail dari prinsip-prinsip moral.

2.    Perlindungan Hukum Bagi Kurator

a.    Akibat Hukum yang Timbul Bagi Kurator dalam Melakukan Pemberesan Harta Pailit yang Berimplikasi Gugatan Secara Perdata Menurut UU no.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit, debitor pailit kehilangan haknya untuk mengurusi dan mengelola harta milik yang termasuk boedel kepailitan. Kuratorlah yang melakukan pengurusan dan pemberesan harta kepailitan tersebut. (Usman, 2004). Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 5 menyatakan Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini. Dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan (UUK) yang menyebutkan bahwa �Tugas kurator adalah melakukanpengurusan dan/atau pemberesan harta pailit�. Menurut Jerry Hoft, tujuan kepailitan adalah untuk membayar hak para kreditur yang seharusnya mereka peroleh sesuai dengan tingkat urutan tuntutan mereka.

Kurator wajib memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan adalah untuk kepentingan harta pailit. Banyak hambatan yang ditemui kurator, antara lain terkait dengan kepastian hukum terhadap profesi ini yaitu belum adanya jaminan hukum yang jelas untuk melindungi tugas Kurator yang mempersulit pelaksanaan tugasnya, diantaranya, seorang kurator seringkali menghadapi permasalahan dalam proses pelaksanaan putusan pailit, dimana debitur pailit tersebut tidak tunduk pada putusan Pengadilan, dan bahkan terus melakukan transaksi bila kurator datang, kurator tersebut bahkan diusir dan terhadap debitur ini tidak ada akibat atau sanksi apa-apa dari pengadilan.

Kurator dilaporkan oleh Debitur Pailit, Pihak Ketiga ataupun Kuasa Hukumnya, bahwa Kurator telah melakukan perbuatan melawan hukum bukanlah merupakan peristiwa yang kerap terjadi pada Profesi Kurator. Karena pada dasarnya sudah menjadi hak setiap orang atau badan hukum yang merasa dirugikan dapat melakukan tindakan hukum berupa gugatan maupun pelaporan atas ke rugian yang diderita oleh orang yang memiliki kepentingan sebagai akibat dari perbuatan Kurator.

Hanya saja akibat gugatan tehadap Kurator, dapat menimbulkan waktu pemberesan yang semakin lama dikarenakan aset tidak dapat dilelang atau dijual dalam jangka waktu cepat sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pengamanan aset selama perselisihan terjadi menjadi tanggungan Kurator secara pribadi. Selain itu juga dapat menimbulkan ketidak pastian mengenai pembayaran piutang bagi para kreditor setelah adanya putusan pailit terkait aset yang masih diperebutkan Kurator dan debitor pailit. 36 Pasal 5 ayat (2)

Etik Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia memberikan kewenangan Kurator dalam melaksanakan tugasnya selama pemberesan dan pengurusan harta pailit. Ketentuan tersebut merupakan bentuk perlindungan yang diberikan kepada Kurator dalam melaksanakan tugasnya, meskipun kewenangan dalam melaksanakan tugas tesebut, di lapangan tidak dapat berjalan sesuai harapan dikarenakan banyaknya kendala yang harus dihadapi oleh Kurator selama pemberesan harta pailit. Mulai dari sulitnya mengeksekusi harta pailit yang dikuasai pihak lain kemudian debitor pailit atau kreditor nakal yang melakukan gugatan dengan berbagai alasan dengan tujuan mengeluarkan sebagian harta dari budel pailit ini yang sampai sekarang masih menjadi masalah bagi Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

b.   Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Kurator dalam Melakukan Pemberesan Harta Pailit yang Berimplikasi Gugatan Secara Perdata Menurut UU no. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Dilaporkan oleh Debitur Pailit, Pihak Ketiga ataupun Kuasa Hukumnya, bahwa Kurator telah melakukan perbuatan melawan hukum bukanlah merupakan peristiwa yang kerap terjadi pada Profesi Kurator. Mengingat tugas berat seorang Kurator yang dituntut dengan cermat, dimana tugas tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, maka hal yang juga menjadi sangat penting ialah jaminan perlindungan hukum bagi seorang Kurator dari hal-hal yang dapat menganggu pelaksanaan tugasnya.

Melihat hal tersebut perlu suatu bentuk nyata perlindungan hukum bagi para Kurator, baik dengan adanya suatu aturan khusus tentang perlindungan terhadap Kurator yang sedang menjalankan tugasnya dan juga peran aktif aparat hukum untuk memberikan perlindungan bagi para Kurator. Menghadapi tindakan Debitur Pailit, Pihak Ketiga yang beritikad tidak baik atas pelaksanaan tugas Kurator, di antaranya atas pelaporan kepada pihak kepolisian.

Perlindungan hukum bagi Kurator berdasarkan UU No. 37/2004 yaitu, debitor tidak dapat menghalangi ataupun melakukan tindakan-tindakan penolakan terhadap kehadiran Kurator yang bertugas, dikarenakan kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh Kurator untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya telah diatur dalam UU No. 37/2004. Apabila ketentuan Pasal 24 dipatuhi oleh debitor pailit tentunya Kurator tidak akan kesulitan untuk pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Kurator bergerak untuk pelaksanaan tugasnya setelah ada putusan Pengadilan Niaga dan karenanya punya kewenangan yang diatur oleh UU No. 37/2004.

Ada 3 (tiga) organisasi Kurator di Indonesia, ada Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKPI), Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dan Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI). Pada prinsipnya ada perlindungan hukum bagi setiap anggota Organisasi tersebut, tetapi masih menggunakan mekanisme melalui lembaga Dewan Kehormatan, jadi apabila ada yang merasa dirugikan dan ingin meminta bantuan hukum dapat melakukan permohonan melalui Dewan Kehormatan dan selama ini sarana tersebut jarang dipergunakan oleh Kurator. Kode etik AKPI Pasal 5 menyebutkan bahwa AKPI wajib untuk memberikan perlindungan dalam hal terjadi ketidakadilan terhadap anggota sehubungan dengan pekerjaannya sebagai Kurator, perlindungan itu diberikan dalam bentuk misalkan bagi setiap anggota yang mengalami masalah hukum diberikan upaya hukum berupa pendampingan bagi Kurator yang digugat maupun dilaporkan oleh debitor pailit maupun kreditor secara cuma-cuma.

Mengenai perlindungan terhadap gugatan maupun pelaporan yang dilakukan oleh debitor maupun kreditor pailitnya terhadap Kurator, sepanjang dapat dibuktikan bahwa kurator tidak melakukan penyimpangan, maka tentunya mereka akan bebas dari segala tuntutan maupun ganti rugi terhadap kerugian yang ditimbulkan, Kurator akan terlindungi secara otomatis dengan syarat kurator tersebut melakukan tugasnya sesuai prosedur yang diatur oleh UU No. 37/2004 dalam melaksankan pemberesan maupun pengurusan harta pailit. tetapi dalam hal lain perlu satu bentuk aturan yang termuat didalam ketentuan UU No. 37/2004 yang mendetail mengenai hal-hal apa saja yang tidak dapat dilakukan oleh Kurator, misalkan dalam ketentuan Pasal 72 yang menyebutkan bahwa Kurator harus bertanggungjawab terhadap kelalaian dalam melaksanakan tugasnya, aturan tersebut tidak memberikan pejelasan kelalaian yang seperti apa yang dapat dikenakan terhadap Kurator, sehingga Kurator dapat dikatakan lalai dalam melaksanakan tugasnya. Tidak secara khusus UU No. 37/2004 mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap Kurator. Bukan berarti Kurator tidak mempunyai perlindungan hukum dalam melaksanakan kewenangannya, apabila dalam hal Kurator dapat dengan mudah melaksanakan tugasnya untuk kepentingan para kreditor dan debitor pailit sesuai ketentuan UU No. 37/2004. Artinya kebebasan Kurator dalam melaksanakan tugasnya membereskan harta pailit sesuai aturan, maka Kurator dilindungi kewenangannya oleh undang-undang, termasuk sikap independensi Kurator dalam melaksanakan tugasnya. Jaminan perlindungan hukum juga sudah diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan �Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum�. Terkait gugatan yang dilakuan debitor pailit maupun kreditor terhadap kewenangan Kurator dalam melaksanakan pemberesan dan pengurusan harta pailit, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, memberikan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga Negara, untuk mendapatkan akses terhadap warga negara untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Apabila Kurator mengalami permasalahan hukum dalam menjalankan tugasnya maka Kontitusi negara, yaitu UUD 1945 sudah memberikan jaminan perlindungan tersebut dan AKPI sebagai salah satu organisasi juga telah mempersiapkan perlindungan hukum terhadap anggotanya yang mendapatkan permasalahan hukum didalam menjalankan profesi sebagai Kurator ataupun pengurus, yaitu dengan adanya Bidang Advokasi (perlindungan hukum) di dalam susunan bidang kepengurusan AKPI. Bidang Advokasi ini khusus memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma terhadap anggota AKPI yang terjerat permasalahan hukum didalam menjalankan tugasnya sebagai Kurator maupun Pengurus.

3.    Analisis Mengenai Penelitian Sejenis

Penelitian ini berjudul perlindungan hukum terhadap kuratpr dalam melakukan pemberesan harta pailit. Dalam penelitian terdahulu sudah ada penelitian yang sejenis. Penelitian terdahulu yang sejenis berfungsi sebagai bahan bacaan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian ini lebih spesifik membahas perlindungan hukum terhadap kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit yang berimplikasi pada gugatan secara perdata. Penelitian terdahulu yang sejenis sudah ada yang membahas mengenai perlindungan hukum bagi kurator namun belum spesifik pada yang berimplikasi gugatan secara perdata.

 

Kesimpulan

Kurator adalah profesi yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Profesi Kurator digunakan untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif maka profesi Kurator sangat dibutuhkan sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta. Meskipun tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang sudah cukup luas, namun dalam praktiknya seorang kurator seringkali menghadapi permasalahan dan hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaan putusan pailit, dimana debitur pailit tersebut tidak tunduk pada putusan Pengadilan. Kedudukan kurator dalam melakukan eksekusi budel pailit dapat berimplikasi pada pelaporan secara perdata maupun pidana jika dalam menjalankan tugasnya kurator terbukti tidak independen dan mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 225 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU. Mengenai perlindungan terhadap gugatan maupun pelaporan yang dilakukan oleh debitor maupun kreditor pailitnya terhadap Kurator, sepanjang dapat dibuktikan bahwa kurator tidak melakukan penyimpangan, maka tentunya mereka akan bebas dari segala tuntutan maupun ganti rugi terhadap kerugian yang ditimbulkan, Kurator akan terlindungi secara otomatis dengan syarat kurator tersebut melakukan tugasnya sesuai prosedur yang diatur oleh UU No. 37/2004 dalam melaksankan pemberesan maupun pengurusan harta pailit.

Bentuk perlindungan hukum bagi kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit yang berimplikasi pada gugatan secara perdata yaitu dengan adanya organisasi yang menaungi kurator. Di Indonesia ada 3 (tiga) organisasi Kurator, ada Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKPI), Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dan Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI). Pada prinsipnya ada perlindungan hukum bagi setiap anggota Organisasi tersebut, tetapi masih menggunakan mekanisme melalui lembaga Dewan Kehormatan, jadi apabila ada yang merasa dirugikan dan ingin meminta bantuan hukum dapat melakukan permohonan melalui Dewan Kehormatan dan selama ini sarana tersebut jarang dipergunakan oleh Kurator. Kode etik AKPI Pasal 5 menyebutkan bahwa AKPI wajib untuk memberikan perlindungan dalam hal terjadi ketidakadilan terhadap anggota sehubungan dengan pekerjaannya sebagai Kurator, perlindungan itu diberikan dalam bentuk misalkan bagi setiap anggota yang mengalami masalah hukum diberikan upaya hukum berupa pendampingan bagi Kurator yang digugat maupun dilaporkan oleh debitor pailit maupun kreditor secara cuma-cuma.

 

BIBLIOGRAFI

 

Aisyahdie, Zaeni dan Budi Sutrisno. (2013). Hukum Perusahaan dan Kepailitan. Jakarta: Erlangga. Google Scholar

 

Fuady, Munir. (2017). Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya. Google Scholar

 

Ginting, Elyta Ras. (2018). Hukum Kepailitan : Teori Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika. Google Scholar

 

Hartanto, J. Andy. (2015). Hukum Jaminan Dan Kepailitan. Surabaya: Laksbang Justitia Surabaya. Google Scholar

 

Nainggolan, Bernard. (2014). Peranan Kurator Dalam Pemberesan Boedel Pailit. Jakarta: Alumni. Google Scholar

 

Nur, Aco. (2015). Hukum Kepailitan. Jakarta: PT. Pilar Yuris Utama.

 

Nurdin, Andriani. (2012). Kepailitan BUMN Persero; Berdasarkan Asas Kepastian Hukum. Bandung; Alumni. Google Scholar

 

Sinaga, Syamsudin M. (2012). Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta: Tatanusa. Google Scholar

 

Sjahdeini, Sutan Remy. (2015). Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan : Memahami Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran. Jakarta: Kencana. Google Scholar

 

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2011). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raya Grafindo Persada. Google Scholar

 

Suratman, H. Philips Dillah. (2013). Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta. Google Scholar

 

Suryonto, Danang (2016). Aspek Hukum Dalam Bisnis. Yogyakarta: Danang Medika. Google Scholar

 

Suyatno, R. Anton. (2012). Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang: Sebagai Upaya Mencegah Kepailitan. Jakarta: Kencana. Google Scholar

 

Puang, Victorianus M.H. Randa. (2011). Penerapan Asas Pembuktian Sederhana Dalam Penjatuhan Putusan Pailit. Bandung: Satu Nusa.

 

Wijaya, Andika. (2017). Penanganan Perkara Kepailitan dan Perkara Penundaan Pembayaran Secara Praktis. Bandung: PT CItra Aditya Bakti. Google Scholar

 

Copyright holder:

Alma Safira (2021)

 

First publication right:

Journal Syntax Idea

 

This article is licensed under: