Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 3, No. 5, Mei 2021
IMPLEMENTASI KEPATUHAN SYARIAH (SYARIAH
COMPLIANCE) PRODUK MURABAHAH PADA BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR
Al Firdaus,
Maftukhatusolikhah dan Rinol Sumantri
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Sumatera Selatan, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
dan
Abstract
This research focuses on where the DSN MUI and its implementation of BMT
institutions specialized in Murabahah products. Data
source from leaders and members of 3 BMT. Mandatory Fatwa DSN MUI in each
Sharia Financial Industry in this case BMT for sharia administrators
which sharia supervision as separate as inseparable with sharia compliance
(sharia compliance). This can be seen from some of the words strengthened by
DSN MUI which became a reference for the Islamic Finance industry in its activities
in the field of Sharia finance. This research is a field research on
qualitative descriptive. Data analysis techniques use reduction technique data.
The results of the analysis showed that: Murabahah
financing in 3 BMT in Ogan Komering Ilir Regency is
above Islamic sharia in murabahah financing agreement
which is also brewing aka wakalah. Factors that cause
not since Sharia at the event murabahah financing
agreement again goods where the money there is a difficult variation quite a
lot of materials in the form of buildings, so the BMT only provide financing,
without buying the materials, then back to the money.
Keywords: murabahah financing, BMT; sharia compliance
Abstrak
Penelitian ini fokus pada regulasi yang dikeluarkan oleh
DSN MUI serta implementasinya
lembaga BMT khusus produk murabahah. sumber data dari pemimpin dan anggota dari 3 BMT. Diwajibkannya Fatwa
DSN MUI pada setiap industri
keuangan syariah dalam hal ini BMT untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan
syariat yang telah menjadikan pengawasan syariah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan kepatuhan syariah (syariah
compliance). Hal tersebut bisa dilihat dari
beberapa regulasi yang dikeluarkan oleh DSN MUI yang menjadi
acuan bagi industri keuangan syariah dalam menjalankan
aktifitasnya di bidang keuangan syariah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan
kualitatif deskriptif. Teknik analisis data menggunakan teknik
reduksi data. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa: Pembiayaan murabahah pada 3 BMT di Kabupaten
Ogan Komering Ilir telah
sesuai dengan syariat islam karena dalam akad
pembiayaan murabahah yang
dilaksanakan disertakan
juga akad wakalah. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak sesuai syariat
pada pelaksanaan akad pembiayaan murabahah adalah barang yang diminta nasabah memiliki variasi yang cukup sulit berupa
material bangunan, sehingga pihak BMT hanya memberikan pembiayaan, tanpa membelikan
material-material tersebut, kemudian
menjual kembali kepada nasabah.
Kata Kunci: pembiayaan murabahah, BMT; syariah compliance
Pendahuluan
Secara konseptual, industri keuangan syariah memang sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman serta sudah menjadi
kewajiban sejarahnya untuk lahir dan tumbuh menjadi sistem keuangan yang alternatif-solutif. Merealisasikan
hal ini bukanlah
hal yang mudah, banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi oleh industri keuangan syariah ke depan nanti.
Industri keuangan syariah baik bank maupun non-bank yang saat ini masih dalam
tahap awal evolusinya (Setiawan, 2006).
Meskipun institusi keuangan itu selalu
berevolusi, kebangkitan keuangan islam tidak dapat dikatakan
sebagai semata-mata proses evolusi dari industri
keuangan yang ada. Sebagai industri keuangan yang berbasis pada agama,
industri keuangan yang menjalankan aktivitas berbasis Islam karenanya secara ketat didikte oleh ajaran agama, yakni al-qur�an dan sunnah Rasulullah SAW. Sistem keuangan islam secara substansial berbeda dari industri
keuangan yang masih menggunakan sistem konvensional. Ada kaitan yang erat antara aspek
konseptual dan praktis dari aktivitas bisnis keuangan dan prinsip-prinsip Islam atau syariah. Dengan kata lain, salah satu aspek mendasar
yang membedakan industri keuangan syariah dan konvensional adalah perihal kepatuhan pada prinsip syariah (sharia
compliance) (Nurhisam, 2016).
Dalam prinsip syariah kepatuhan merupakan pemenuhan
seluruh prinsip syariah dalam semua kegiatan yang dilakukan sebagai wujud dari
karakteristik lembaga itu sendiri, termasuk dalam hal Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) termasuk Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Dilihat dari sudut
pandang masyarakat pengguna, kepatuhan syariah merupakan inti dari integritas dan kredibilitas LKS. Keberadaan LKS ditujukkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam akan pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah) termasuk dalam kegiatan penyaluran dana berbasis akad syariah. Keyakinan
dan kepercayaan masyarakat terhadap LKS didasarkan dan dipertahankan melalui pelaksanaan prinsip hukum Islam yang diadaptasi dalam aturan operasional
institusi tersebut (Bonita & Anwar, 2018).
Oleh karena
itu pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang pesat membuat persaingan untuk memperoleh nasabah menjadi ketat. Lembaga keuangan syariah harus memiliki
keunggulan masing-masing agar tetap
memperoleh nasabah dan kinerja keuangan yang tetap stabil. Masing-masing lembaga memiliki karakteristik, kekurangan, dan kelebihan yang berbeda.
Potensi BMT Prima, BMT Sahabat, BMT Assafi�iyah BN
yang ada dikabupaten� Ogan Komering Ilir
ini rata-rata� didukung dengan kemudahan
proses pengajuan pembiayaan usaha yang relatif mudah dengan pengajuan pinjaman
minimal Rp 50.000 dengan rata-rata pinjaman terendah sebesar Rp 500.000.
Rendahnya tingkat pembiayaan ini menunjukkan bahwa BMT merupakan lembaga
keuangan yang pro UMKM, khususnya usaha mikro atau rumah tangga. Pada sisi permintaan tabungan/simpanan, BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang mendukung program pemerintah untuk giat menabung, karena rata-rata tabungan terendah adalah sebesar Rp 1.000 dengan nilai setoran tabungan
minimal rata-rata Rp 10.000.
Dengan demikian peran BMT sebagai lembaga keuangan
mikro memberikan kontribusi pada perekonomian dengan menggunakan akad-akad
berbasis syariah untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah yang tidak
dijangkau oleh kegiatan perbankan. BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah memiliki fungsi yang meliputi penghimpunan dana dan penyaluran
dana masyarakat. Fungsi penghimpunan dana di BMT menggunakan
skema seperti produk wadiah, mudharabah, simpanan berjangka, Ijarah,
dll. Sedangkan fungsi penyaluran dananya lebih diarahkan
kepada pembiayaan usaha mikro dengan
menggunakan skema pembiayaan syariah seperti pembiayaan mudharabah, pembiayaan murabahah, pembiayaan musyarakah, dan lain -lain (Suryanto & Sa�adah, 2019).
�� Berdasarkan keadaan
tersebut lembaga keuangan syariah dilaksanakan dengan maksud menghindarkan riba dengan segala
praktik dan inofasinya,
yang memiliki dua sifat utama yakni
bunga berlipat dan aniaya. Selain itu dapat digunakan untuk membangun budaya baru dalam
pengelolaan lembaga keuangan yang mendapat titipan dana dari masyarakat, dengan menghindari persentase bunga yang menguntungkan. Dalam hal ini BMT memiliki
peranan yang sangat strategis dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat lapisan bawah serta
peranannya menjauhkan masyarakat dari praktik ribawi (Sapudin, Najib, & Djohar, 2017).
BMT yang dalam
pelaksanaannya sebagai bagian pengembang di bidang ekonomi memiliki bermacam-macam tantangan yang dihadapi dalam sistem keuangan
Islam, seperti pada aspek teoritis, operasional dan implementasi. Sebagai Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(KSPPS) yang menjalankan sistem
operasional secara syariah seharusnya dalam implementasinya juga harus sesuai dengan
kaidah-kaidah syariah, tetapi dalam prakteknya
masih banyak beberapa Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) yang menjalankan
operasionalnya tidak sesuai dengan syariah (Hidayat, 2016).
Dengan demikian berkembangnya BMT dengan dilandasi implementasi syariah compliance dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat, termasuk di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan produk-produk yang cukup variatif, sehingga mampu memberikan pilihan atau alternatif
bagi calon nasabah untuk memanfaatkannya.
Kepatuhan syariah merupakan manifestasi pemenuhan seluruh prinsip syariah dalam lembaga yang memiliki wujud karakteristik, integritas dan kredibilitas di BMT. Dimana budaya
kepatuhan tersebut adalah nilai, perilaku
dan tindakan yang mendukung
terciptanya kepatuhan BMT terhadap Syariah Compliance (Sapudin et al., 2017).
Sedangkan pada praktik dilapangan beberapa kasus
penyimpangan yang terhadap prinsip-prinsip syariah, pada tahun 2000 DSN-MUI
telah mengeluarkan keputusan No. 03 tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah pada Lembaga Keuangan Syariah dan pada
tahun 2015 Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia
mengeluarkan Peraturan Nomor 16 /Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
Dalam hal
ini penting untuk dilakukan pengawasan fungsi kepatuhan syariah di industri keuangan syariah, dimana fungsi kepatuhan merupakan tindakan dan langkah yang bersifat ex-ante (preventif), untuk memastikan kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah sesuai dengan ketentuan
fatwa DSN dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Kian, 2016).
Hal ini
dilakukan untuk mengontrol operasional koperasi syariah serta menjadikan koperasi syariah agar tidak keluar dari
koridornya, disiplin dan langkah untuk meminimalisir
resiko.
Adanya penyimpangan
yang terjadi terutama dalam praktik akad
murabaḥah. Sehingga
apakah penyimpangan-penyimpangan
tersebut legal secara syariah atau tidak?
Hal inilah yang menjadi fokus penulis dalam
penulisan ini dengan menjadikan BMT sebagai unit analisisnya.
Oleh
karena itu, penting untuk dilakukan penelitian kepatuhan syariah (syariah
compliance) di industri keuangan
syariah untuk memastikan kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta
kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga keuangan Islam sesuai dengan peraturan
yang berlaku dengan tujuan untuk menganalisis implementasi kepatuhan syariah (Syariah Compliance) produk Murabahah pada BMT di Kabupaten Ogan Komering Ilir, dalam pelaksanaannya perlu dilakukan untuk
mengontrol operasional lembaga keuangan syariah serta menjadikan lembaga
keuangan syariah agar tidak keluar dari koridornya dan disiplin. Selain itu
diharapkan dari penelitian ini agar masyarakat umum lebih bijak mengambil keputusan
dalam menetukan pilihan produk-produk�
BMT yang dapat memberikan manfaat yang lebih banyak kepada mereka dan
bagi pihak BMT untuk lebih
meningkatkan mutu dan menonjolkan nilai-nilai ekonomi Islam di setiap produknya
sekaligus membantu masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk mulai
perlahan-lahan berhijrah dan meninggalkan dunia perbankan yang menerapkan
sistem riba.
Metode Penelitian
Jenis penelitian
ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu
bersifat Deskriptif Kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua macam
diantaranya, Data Primer berupa
hasil wawancara responden kepada ketua BMT. Data Sekunder dapat berupa buku-buku
atau dokumen dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain yaitu literatur yang membahas mengenai Implementasi Syariah
Compliance Produk Murabahah
dan dokumen lainnta seperti majalah, artikel dan jurnal mengenai pokok permasalah penelitian.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu gabungan antara penelitian pustaka dan lapangan. Sesuai dengan permasalahan
dan tujuan penelitian, maka teknik pengumpulan
data yang dipergunakan adalah
Observasi, Wawancara dengan metode tertutup,
Dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini yaitu pihak
Ketua BMT Prima, BMT Sahabat,
BMT Assyafi�iyah BN.
Teknis analisa
data yang dipakai dalam penelitian ini adalah reduksi data, karena data yang diperoleh merupakan keterangan-keterangan dalam bentuk uraian.
Analisa data adalah mengubah
data mentah menjadi data
yang bermakna yang mengarah
pada kesimpulan. Sedangkan pola pikir yang digunakan adalah secara induktif. Yaitu berangkat dari data yang bersifat khusus maupun peristiwa-peristiwa
yang konkrit dari hasil riset, kemudian
ditarik menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Dalam menganalisa data, peneliti terlebih dahulu memperoleh data dari lapangan mengenai
pelaksanaan pembiayaan pada
BMT, mulai dari pelaksanaan prinsip-prinsip yang berbasis syariah, guna mendapatkan suatu kesimpulan yang dapat digeneralisir.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan
hasil observasi implementasi syariah compliance terhadap akad murabahah
berdasarkan ketetapan� Fatwa DSN MUI
No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang murabahah, maka implementasi syariah compliance di BMT sebagai
berikut:
1.
Murabahah sebagai bentuk
jual beli maka semua syarat yang berlaku bagi sahnya jual beli berlaku pula
bagi murabahah.
Berdasarkan hasil penelitian,
BMT yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini, telah menjalankan akad
murabahah yang bebas riba. Sebagaimana yang dinyatakan oleh ketua BMT bahwa,
pembiayaan yang ditawarkan kepada nasabah, pihak BMT meminta nasabah
menghadirkan saksi dan meminta penjelasan kegunaan pembiayaan yang dilakukan
sebelum terjadi kesepakatan. Sedangkan
menurut Muhammad Khoiri memiliki kesamaan yaitu menanyakan untuk apa pembiayaan
yang diajukan nasabah dan memastikan kriteria nasabah yang akan diberikan
pembiayaan, bahkan menanyakan untuk apa barang tersenut digunakan hal tersebut
perlu dilakukan sebelun adanya kesepakatan. Begitu juga yang disampaikan oleh
Adam Adwan sebagai ketua BMT mengatakan, perlunya menghadirkan sksi selain itu
memperhatikan kepribadian nasabah, penilaian terhadap sifat dan kegunaan objek
yang menjadi pembiayaan dan integritas calon anggota pembiayaan dengan tujuan untuk
mengetahui kemauan dan komitmen untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini dilakukan guna
untuk mengantisipasi syariah suatu akad yang menjadi perjanjian awal.
Dari hasil penjelasan
tersebut, bahwa prosedur pembiayaan dapat dinyatakan pada fase pembiayaan tidak
ada hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan Syariah. Tindakan yang dilakukan
BMT dalam menganalisis nasabah guna untuk menjaga suatu perjanjian yang menjadi
kesepakatan awal.
Sedangkan standar kepatuhan syariah di Indonesia adalah kesesuaian kegiatan lembaga
keuangan syariah baik secara operasional maupun produk-produknya. Kepatuhan pada
prinsip syariah menjadi tuntutan semua lembaga keuangan syariah, baik perbankan
maupun lembaga keuangan non bank. Manajemen lembaga keuangan syariah wajib
memahami fiqih muamalah dalam menjalankan operasional lembaganya Susilo tahun 2017.
2.
Pengawasan merupakan
suatu mekanisme atau sistem pengendalian secara internal untuk menilai dan menguji
seluruh aktivitas dan operasi serta produk BMT terhadap kepatuhan atas prinsip-prinsip
dan aturan syari�ah yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penelitian bentuk
barang yang diperjual belikan tidak mengandung unsur yang melanggar, menurut
ketua BMT mengkoreksi bentuk pesanan yang diminta nasabah apakah spesifikasi
dari barang tesebut melanggar syariah Islam atau tidak. Hal ini menurut Didik
Budianto selaku ketua BMT akan menanyakan permohonan pembiayaan yang diajukan
nasabah, sebagai bentuk antisipasi apakah pihak BMT sanggup atau tidak sebelum
dilanjutkan. Begitupula yang
disampaikan oleh Adam Adwan� sebagai
ketua BMT mengatakan, perlunya mendengarkan keterangan nasabah� yang menjadi permintaannya. Dengan penjelasan
nasabah tersebut pihak BMT bisa menilai dari permintaan nasabah apakah bisa
dipenuhi atau tidak.
Dari hasil penjelasan
tersebut, bahwa prosedur memberikan pertanyaan�
dapat dinyatakan pada fase permulaan pembiayaan tidak ada hal-hal yang
bertentangan dengan ketentuan Syariah. Tindakan ini dilakukan oleh pihak BMT
merupakan langkah berjaga-jaga untuk menghindari kelalaian dalam membelikan
suatu barang kepada nasabah, sekaligus salah satu bentuk dan wujud
tanggungjawab terhadap amanah yang diberikan para penabung dan investor di BMT.
Praktek produk
murabahah di atas juga tidak bertolak belakang dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000, tentang Murabahah yang
pada butir nomor 2 (dua) dinyatakan bahwa �Barang yang diperjualbelikan tidak
diharamkan oleh syari�ah Islam�. Hal inilah yang harus diperhatikan, supaya permintaan
pembelian barang yang dilakukan nasabah tidak bertentangan dengan syariat
Islam, selain itu fungsi kepatuhan sebagai
tindakan yang bersifat preventif, untuk memastikan kebijakan, ketentuan, sistem
dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank Syariah Waluyo tahun 2016.
3.
Pelayanan�
BMT dapat� membantu memenuhi kepentingan
orang lain atau kepentingan umum, Dalam hal ini pihak BMT bisa memberikan pelayanan
pembiayaan pada nasabah dengan memberikan�
pembiayaan� sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya pada awal perjanjian.
Dalam hal ini ketua BMT Menganalisi pembiayaan nasabah
dengan memperhitungkan untuk memberikan pembiayaan secara penuh atau sebagian
kepada nasabah, dengan tujuan untuk mengantisipasi kesanggupan nasabah dalam
mengangsur. Sedangkan menurut� Muhammad
Khoiri sebagai ketua BMT akan memperhatikan identitas dan memastikan keseriusan
nasabah dalam mengangsur, maka dengan demikian pihak BMT bisa menentukan
kelanjutannya� apakah pihak BMT akan
memberikan secara penuh atau sebagian. Samahalnya yang disampaikan
oleh Didik Budianto dengan mendengarkan keterangan nasabah pihak BMT bisa
memberikan pembiayaan secara penuh atau sebagian sebelum terjadi kesepakatan.
Pada keterangan tersebut
diperoleh bahwa, semua pihak BMT membiayai secara penuh atau sebagian bisa
dilihat dari kesanggupan nasabah dalam melakukan pengangsuran. Maka dari itu
melihat identitas data nasabah dan mendengarkan keterangan nasabah perlu
dilakukan sebagai bentuk untuk menyakinkan pihak BMT bahwa nasabah serius dalam
pembiayaannya.
Kegiatan pencatatan dan
pendataan yang dilakukan semakin lengkap maka manajemen pembiayaan semakin
baik, karena semakin memudahkan untuk menunaikan amanah dan
dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini menjadikan aktivitas hutang piutang
menjadi semakin mudah untuk mengingatnya.
4.
Setelah pihak BMT melakukan kesepakatan dengan
nasabah, pihak BMT membeli barang yang diperlukan nasabah yang sesuai dengan kesepakatan
awal dengan nama BMT sendiri, dan pembelian yang dilakukan� harus sah dan bebas riba.
Menurut Muhammad Khoiri, mengirim salah
satu karyawan BMT untuk mendampingi nasabah dalam melaukan pembelian merupakan
tindakan yang benar, untuk memastikan pembelian barang sesuai dengan
kesepakatan, karena pihak nasabah bisa melalukan pemilihan suatu barang secara
langsung dan pihak BMT yang melakukan transasi dengan pihak penjual. Namun
berbeda dengan yang disampaikan oleh Adam Adwan, dalam melakukan pembelian dan kesepakatan pembiayaan
dilakukan, kemudian pihak BMT membelikan pesanan yang diminta. tetapi� kebanyakan��
nasabah kami yang meminta untuk membeli sendiri barang yang diminta,� sedangkan pihak BMT hanya memberikan pembiayaan
sesuai permintaan dengan disertai akad wakalah, dan barulah nota pembelian diminta pada saat terakhir. Sama halnya yang disampaikan oleh Didik Budianto,
kebanyakan kami mempercayakan kepada nasabah untuk membeli barang yang
diinginkan dengan memberikan pembiayaan yang sesuai harga barang tetapi secara
bersamaan memakai akad wakalah, hal demikian dilakukan agar pembelian suatu
barang tidak terjadi kekeliruan yang pernah dialami oleh pihak BMT.
Dari hasil wawancaa dengan pihak ketua BMT, beberapa
BMT yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir pada pelaksanaan akad murabahah,
yang apabila dilihat pada pelaksanaannya belum sesuai
dengan syariah. Sebuah BMT menyebutkan bahwa pembelian objek murabahah diwakilkan
kepada anggota. Sedangkan pengertian murabahah merupakan� harga pokok perolehan barang ditambah
sejumlah margin keuntungan, hal ini menunjukkan bahwa jual beli murabahah dilakukan
dengan memberikan uang bukan barang kepada nasabah. Sehingga tidak terjadi transaksi
jual beli secara riil, yang kemudian akan mendekatkan praktek ini kepada
praktek jual beli uang, bukan barang. Menurut Fiqih Muamalah Kontemporer, rukun
akad murabahah mewajibkan wujudnya barang yang dijadikan objek akad.
Sedangkan dari hasil analisis dan pengamatan mengapa
BMT tersebut melakukan hal demikian: dilihat dari segi waktu yang lebih
praktis� jika pembelian diwakilkan dan
dari pihak nasabah yang tidak mau berbelit-beli dalam melakukan pembiayaan,
selain itu pembelian yang dilakukan oleh pihak nasabah kebanyakan lebih murah
ketimbang pihak BMT yang membeli, itu karna nasabah yang sudah faham dengan
harga barang dan letak tempat pembelian.
Dari keterangan analisis tersebut dari waktu yang
lebih praktis dan tidak mau berbelit-belit menunjukkan banyaknya masyarakat
sekitar kurang begitu memahami pengetahuan tentang pembiayaan murabahah dan
lebih menginginkan pembiayaan secara instan.
Selain itu pihak BMT kurang
begitu memahami dari jenis barang yang diminta, hal itu disebabkan karena barang
yang diminta kebanyakan alat bangunan dan bahan pembuatan properti.
5.
Hal yang sangat krusial
dalam produk pembiayaan adalah pengakuan dalam tahap penyampaian pembelian. Dengan
demikian pihak BMT harus jujur dalam menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian.
Dalam menyampaikan� proses pembelian barang yang sudah
tercapainya kesepakatan, maka tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan syari�ah �Islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh ketua
BMT, Melakukan pembelian dengan didampingi nasabah, maka pihak nasabah bisa
mengetahui keadaan suatu barang secara langsung. Sehingga pihak nasabah
mengetahui jika ada potongan harga dan berapa harga barang tersebut yang
dibayarkan. Sedangkan menurut Adam Adwan pada
tahap ini, pembelian kebanyakan nasabah kami sendiri yang meminta untuk
melakukan pembelian, namun tidak sedikit juga nasabah kami meminta untuk
dibelikan. Sehingga memberikan keterangan pada saat pembelian kami sampaikan,
sedangkan nota pembelian akan diberikan jika nasabah meminta.
Sedangkan menurut Didik Budianto mengatakan mewakilkan
pembelian pada nasabah sehingga nasabah sendiri sudah mengetahui setruktur
barang, bahkan bisa terjadi jika dimana pihak BMT keliru dalam melakukan
pembelian. Dengan mewakilkan pembelian maka nasabah sendiri sudah mengetahui semua
hal yang terkait pembelian. Dengan diwakilkannya
pembelian kepada nasabah yang berarti pihak BMT menyetujui memberikan
pembiayaan dengan disertai akad wakalah maka terjadilah kesepakatan.
Jual beli yang dilakukan oleh pihak BMT di Kabupaten Ogan
Kolemering Ilir, tidak ada kerancuan terkait penyampaian pembelian hal ini
terlihat dari pihak BMT mendampingi pembelian dan mewakilkan pembelian sehingga
nasabah dan pihak BMT menyaksikan secara langsung transaksi jual beli.
Kejujuran merupakan hal yang prinsip
bagi manusia dalam segala aspek bidang kehidupan, termasuk di dalam jual beli.
Jika kejujuran tidak diamalkan dalam jual beli, maka akan merusak
kepercayaannya. Disamping itu, ketidak jujuran dalam menyampaikan pembelian
akan berakibat perselisihan di antara kedua belah pihak. Allah berfirman:
�Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar�. Surah Al-Ahzab Ayat: 70
Berdasarkan ayat Al Quran tersebut, diketahui bahwa di
dalam hukum kontrak syariah sangat menekankan adanya prinsip kejujuran yang
hakiki, karena hanya dengan prinsip kejujuran itulah keridhaan dari para pihak
yang membuat perjanjian dapat terwujud.
6.
Jujur dalam menyampaikan
pembelian dan mengambil keuntungan� berarti
menempatkan sesuatu pada tempatnya atau posisinya. Prinsip kejujuran� dalam bermuamalah yaitu melarang adanya unsur
riba, kezaliman, maysir dan gharar.
Terlihat bahwa dalam praktik
akad murabahah oleh BMT dalam hal penghitungan jumlah margin keuntungan
senantiasa mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan. Semakin lama jangka waktu
pembiayaannya, maka semakin besarlah margin keuntungan yang diminta oleh pihak
BMT. Begitujuga
yang disampaikan oleh Muhammad Khoiri dan Adam Adwan memberitahu harga awal sebenarnya, sedangkan keuntungan
yang diambil� berdasarkan hitungan jangka
waktu kesanggupan nasabah dalam membayar angsurannya. Walaupun jumhur ulama baik
dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi�i dan Hambali memperbolehkan bahwa jual beli
biaya langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan kepada pihak ketiga dan
akan menambah nilai barang yang dijual (Sa�adah yuliana, 2017).
Penentuan margin keuntungan
dan bagi hasil dalam kontrak pembiayaan di BMT�
yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir, ditentukan dengan cara
negosiasi antara pihak BMT dan nasabah. Cara penentuan margin keuntungan seperti
ini telah memenuhi syarat-syarat akad pembiayaan. Hal ini berarti pengungkapan
yang dilakukan terhadap informasi yang ada pada BMT harus berlandaskan
dengan prinsip-prinsip Islam, yang berarti mengikuti standar
atau hukum yang telah diatur lembaga syariah yang berwenang menekankan
kepatuhan syariah atau kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah Angriani tahun 2019.
Dari
pembahasan tersebut sesuai dengan yang dikatakan Wahbah az-Zuhaili bahwa dalam jual beli murabahah itu disyaratkan
beberapa hal yaitu
mengetahui harga pokok, mengetahui
keuntungan Setiadi tahun 2014.
Cara pembiayaan murabahah yang dilakukan BMT yang ada
di Kabupaten Ogan Komering Ilir ini lazim dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan
para sahabat dalam melakukan perniagaan. Secara sederhana murabahah
berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang
disepakati (Yuliana, Tarmizi, &
Panorama, 2017). Cara seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW ini merupakan salah satu cara yang sangat tepat
dalam menentukan harga jual terhadap barang dengan akad murabahah.
7.
Penggunaan pada pembayaran
harga barang� yang bebas dari unsur riba
hanya berdasarkan margin keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pada keterangan mengenai
hal-hal terkait pembayaran yang diutarakan oleh ketua BMT, melakukan perjanjian
terkait kesanggupan waktu dalam mengangsur dan nasabah menyetujuinya maka
terjadilah akad, sehingga perjanjian yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Begitupula
yang dikatakan oleh Didik Budianto, aktif dalam mengangsur merupakan bagian
terpenting dalam pembiayaan, sehingga memberikan arahan dan cara pengangsuran
bisa diartikan sebagai rasa peduli pada nasabah untuk aktif dalam mengangsur.
Dari permasalahan tersebut
sebenarnya pihak BMT menekankan untuk ketepatan dalam mengangsur yang sudah
dijanjikan nominalnya. Kebijakan yang ditetapkan BMT ini pun tidak bertentangan
dengan Syariah karena Allah berfirman:
�Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah
akad-akadmu� QS
al-Maidah: 1 �Seseorang yang berjanji,
harus memenuhi janjinya� sesuai firman Allah dalam QS al-Isra:34.
Suatu bentuk perjanjian akad
pembiayaan merupakan antara pihak BMT dan nasabah pembiayaan masing-masing
pihak harus menunaikan janjinya masing-masing. Ayat-ayat al-Quran tersebut di
atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah memerintahkan untuk memenuhi akad yang
dibuat dan memenuhi janji yang telah disepakati dengan membayar angsuran
berdasarkan margin keuntungan yang disepakati.
8.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau
kerusakan akad murabahah diperlukan prinsip ukhuwah yang berarti menjunjung
tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat sehingga keuntungan tidak
diperoleh di atas kerugian orang lain.
Menjaga transaksi agar berjalan dengan lancar, melakukan perjajian perlu dilakukan dengan
melihat nominal yang dikeluarkan namun melihat kembali kesanggupan nasabah
dalam mengangsur. Sedangkan menurut Muhammad Khoiri, melakukan perjanjian
merupakan syarat yang harus dilakukan untuk keseriusan nasabah dalam
mengangsur, jika pihak BMT dan nasabah menyetujui barulah terjadi akad. Sedangkan jangka
waktu pembayaran sudah ditentukan pada akad sesuai dengan kesepakatan dengan
nasabah. Namun menurut Adam Adwan
selaku ketua BMT, dalam melakukan akad pembiayaan mendokumentasikan dan
mencatat perlu dilakkan sebagai pengawasan dan besarnya kesanggupan nasabah
melakukan pengangsuran.
Tindakan yang dilakukan oleh BMT yang ada di Kabupaten
Ogan Komering Ilir pada fase masa pembiayaan dalam hal� mendokumentasikan pembiayaan,� adalah sangat penting bagi institusi BMT
karena data tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan
nasabah.� Ini sesuai dengan perintah
Allah SWT:
�Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
bermu�amalah tidak secara tunai (secara hutang) untuk masa yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya (mencatatkannya). Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar�. Surah al-Baqarah: 282.
9.
Transaksi pada akad murabahah dalam melakukan pembelian
dan pihak BMT hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip menjadi milik BMT. Hal ini dilakukan untuk kemurnian jual beli secara ril
yaitu adanya penjual dan pembeli.
Dalam hal ini pihak BMT akan
mewakilkan pembelian kepada nasabah merupakan cara untuk ketepatan dalam
memilih jenis barang. Namun untuk lebih tepatnya jika pembelian diwakilkan
kepada nasabah dan pihak BMT menemani, dan dengan melakukan kerjasama dengan
pihak toko sekitar bisa menguntungkan apabila terjadi kekeliruan pembelian. Sedangkan dalam keterangan lain, pembelian
yang diwakilkan kepada nasabah dengan memberikan pembiayaan yang sesuai harga
barang bersamaan akad wakalah merupakan cara untuk lebih efisien dalam segi
waktu dan nota pembelian diberikan setelah nasabah melakukan pembelian.
Begitu juga yang disampaikan oleh Didik Budianto,
untuk memastikan bahwa pembelian sesuai dengan yang diminta nasabah, mewakilkan
pembelian kepada nasabah perlu dilakukan tetapi secara bersamaan memakai akad
wakalah yaitu memiliki kepuasan tersendiri bagi nasabah sehingga pihak BMT
tidak akan keliru. Dalam hal ini pernah terjadi kekeliruan dalam pembeliah sehingga
nasabah melakukan protes dan mengembalikan barang yang dipesan.
Dari penjelasan tersebut, masih ada� BMT yang memberikan pembiayaan kenasabah
untuk membeli sendiri barang yang dibutuhkan dengan menggunakan akad murabahah
bersamaan akad wakalah, yang berarti barang belum menjadi milik BMT. sedangkan
murabahah sendiri merupakan jual beli. Berarti BMT yang ada di
Kabupaten Ogan Komering Ilir masih ada yang belum menerapkan produk murabahah
dengan semestinya.
Padahal syarat kepemilikan
merupakan hal yang mutlak dalam jual-beli. Rasulullah melarang menjual barang
yang belum dimiliki olehnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad,
dari Hakim bin Hazm, Rasulullah bersabda, �janganlah menjual barang yang belum
dimiliki olehnya.� Sehingga akad tersebut menjadi batil (Sulaiman, 2014).
Sedangkan dari hasil pengamatan
mengapa BMT tersebut melakukan hal demikian: dilihat dari segi waktu yang lebih
praktis� jika pembelian diwakilkan dan
dari pihak nasabah yang tidak mau berbelit-beli dalam melakukan pembiayaan,
selain itu pembelian yang dilakukan oleh pihak nasabah kebanyakan lebih murah
ketimbang pihak BMT yang membeli, itu karna nasabah yang sudah faham dengan
harga barang dan letak tempat pembelian. Sedangkan banyaknya jenis barang yang
dipesan bisa menjadi kendala tersendiri bagi pihak BMT.
10.
Dalam melakukan pembiayaan diperukan
kesepakatan di dalam akad, dan akad tersebut harus dijalankan karena
kesepakatan tersebut merupakan persetujuan antara BMT dan nasabah yang
didasarkan pada nilai-nilai persaudaraan. Adanya kesepakatan dalam melakukan
pembayaran kepada BMT mengindikasikan bahwa BMT menjunjung tinggi nilai
kebersamaan karena pembayaran tangguhan menunjukkan BMT mau dan mampu membantu
nasabah dalam memenuhi kebutuhan nasabah.
Dalam hal permohonan
perjanjian yang dilakukan nasabah, pihak BMT memberikan surat permohonan dan nasabah melakukan
pengisian surat merupakan syarat utama dalam permohonan pembiayaan. Begitu juga menurut Muhammad Khoiri dan
Adam Adwan, nasabah yang mengajukan permohonan melakukan pengisian� berkas permohonan yang di berikan oleh pihak
BMT, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk keseriusan nasabah untuk mengajukan
pembiayaan.
Pada tahap ini nasabah melakukan pemesanan pada BMT
yang berarti� nasabah menyampaikan
minatnya kepada lembaga BMT untuk melakukan pembelian terhadap suatu barang dengan
memberikan informasi tentang data pribadi nasabah dan informasi mengenai jenis
dan spesifikasi barang yang dipesan.
Selain itu pihak BMT harus memiliki kemampuan
mengukur pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang.
Karena kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan
akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun kedepan Razak tahun 2006.
Dari pembahasan tersebut, bahwasannya nasabah
melakukan pembiayaan ke BMT atas dasar keinginannya sendiri yang berarti pembiayaan
yang dilakukan� suka sama suka.
11.
Dalam transaksi murabahah yang sudah
disepakati, maka pihak BMT harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesan oleh
nasabah secara sah dengan pedagang. Sehingga tindakan
yang dilakukan BMT dalam memberikan pembiayaan pada nasabah sudah sesuai dengan
kesepakatan.
Dalam tahap pembelian untuk memastikan akad perjanjian
sesuai dengan kesepakatan pihak ketua BMT mengatakan, pembelian sebelum
terjadinya akad yaitu barang yang ditawarkan dan nasabah menyutujui maka
terjadilah kesepakatan. Bahkan melakukan pembelian dengan didampingi nasabah maka
pihak nasabah bisa mengetahui keadaan suatu barang secara langsung. Namun menurut keterangan lain, mempercayakan pembelian
pada nasabah yang berarti nasabah meminta pembiayaan dan membeli atas kehendak
sendiri. Sehingga pihak BMT hanya memberikan pembiayaan yang sesuai harga
barang dengan bersamaan memakai akad wakalah.
Untuk memastikan bahwa pembelian sesuai dengan yang
diminta nasabah, sebagaimana yang dinyatakan oleh ketua BMT, menerima permohonan
dan mempercayakan pembelian kepada nasabah secara bersamaan memakai akad
wakalah yaitu memiliki kepuasan tersendiri bagi nasabah sehingga pihak BMT
tidak akan keliru dalam pembelian.
Sedangkan pada tahap ini masih ada BMT yang pembelian
barangnya masih diwakilkan oleh nasabah dengan memberikan pembiayaan melalui
akad wakalah, sedangkan murabahah sendiri memiliki arti� jual beli, yang berarti akad pembiayaan
murabahah tidaksah karna tidak ada barang yang menjadi objek pembiayaan.
Adapun mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli barang sendiri harus dihindari, kecuali benar-benar dalam
keadaan darurat. Namun Wahbah az-Zuhaily menegaskan bahwa pendelegasian
pembelian lebih baik tidak dilakukan, karena hal tersebut dapat mendekati dan
menyerupai pinjam meminjam uang dengan tambahan bunga Djayusman tahun 2018.
Sedangkan dari hasil analisis dan pengamatan mengapa
BMT tersebut melakukan hal demikian: dilihat dari segi waktu yang lebih
praktis� jika pembelian diwakilkan dan
dari pihak nasabah yang tidak mau berbelit-beli dalam melakukan pembiayaan,
selain itu pembelian yang dilakukan oleh pihak nasabah kebanyakan lebih murah
ketimbang pihak BMT yang membeli, itu karna nasabah yang sudah faham dengan
harga barang dan letak tempat pembelian. Sedangkan banyaknya jenis
barang yang dipesan bisa menjadi kendala tersendiri bagi pihak BMT. Bahkan
kualitas dari barang yang dibeli, lebih baik nasabah yang membeli dari pada
pihak BMT yang membeli.
12.
Menawarkan produk barang yang dihasilkan
(pesanan)-nya� untuk digunakan oleh nasabah
yang berarti nasabah harus menerima pesanannya sesuai dengan janji yang telah
disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat, sehingga pihak
nasabah dan BMT membuat kontrak jual beli guna memenuhi kebutuhannya dan
memberikan kepuasan. Dalam hal ini
kesepakatan yang dilkukan sesuai dengan syari�ah
Islam
Dalam hal permohonan perjanjian yang dilakukan
nasabah, menurut Muhammad Khoiri dan Adam Adwan selaku ketua BMT
mengatakan, memberikan aset yang dipesan nasabah, aset yang atas permintaan nasabah
sendiri yang berarti nasabah menerimanya (menyetujui) dan terjadilah
kesepakatan.
Untuk memastikan bahwa aset sesuai dengan yang
disepakati nasabah, memberikan dan mengisi berkas perjanjian perlu dilakukan
sebagaimana yang dinyatakan oleh ketua BMT bahwa, sebelum pembelian aset
dilakukan, nasabah melakukan pengisian berkas permohonan yang diberikan BMT
sebagai bentuk keseriusan pada pembiayaannya.
Pada dasarnya untuk membuat kesepakatan dengan
nasabah, tindakan yang dilakukan oleh BMT termasuk di dalamnya negosiasi
tentang margin keuntungan dan bagi hasil, model pembayaran angsuran, pengikatan
jaminan menunjukkan bahwa akad pembiayaan antara pihak BMT dan nasabah
pembiayaan dilaksanakan berasaskan kesepakatan dan keridaan antara kedua belah pihak.
Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT Surah Al-Nisa: 29
�Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu�.
13. Dalam transaksi yang berbasis syariah didasarkan atas
akad dan akad tersebut selalu sama antara bunyi akad (dalam bentuk hukum)
dengan substansi dari akad itu sendiri.
Dalam halini, pembiayaan yang
dilakukan oleh pihak BMT tidak meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal tetapi hanya meminta pembayaran angsuran
pertama sebagaimana terkonfirmasi oleh ketua BMT bahwa BMT tidak mengambil uang
muka pada nasabah tetapi meminta nasabah untuk membayar angsuran pertama.
Begitupula menurut Didik Budianto dan Adam Adwan, Untuk memastikan bahwa perjanjian sesuai dengan yang
disepakati nasabah, menurut ketua BMT, pembiayaan yang dilakukan terjadi
kesepakatan dan BMT meminta nasabah membayar angsuran pertama.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka apa itu prinsip
syariah dan implementasinya dalam operasionalnya, BMT mengikuti aturan-aturan
dan norma-norma Islam yang bebas dari bunga Yumanita tahun 2005. Maka dalam hal ini pelaksanaan
akad murabahah yang ada di BMT Kabupaten
Ogan Komering Ilir harus mengikuti aturan dan pedoman yang telah di buat
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Dari hasil penelitian yang diperoleh di BMT Kabupaten
Ogan Komering Ilir, semua pihak BMT melakukan pembuatan kontrak kesepakatan
dengan mempertimbangkan kesanggupan nasabah dalam melakukan pembiayaan. BMT juga dapat
meminta pembayaran angsuran pertma oleh nasabah saat awal akad. Selama akad
jual beli belum berakhir, harga jual beli tidak boleh berubah, bila terjadi
perubahan maka akad menjadi batal. Melihat permasalahan tersebut pihak BMT dan
nasabah dalam melakukan pembiayaan tidak ada unsur pemaksaan.
14. Menolak
membeli barang yang sudah disiapkan oleh pihak BMT� merupakan kezaliman sehingga nasabah harus
mengganti biaya kerugian, sehingga kezaliman disini didefinisikan sebagai hal
yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dalam
transaksi ini kezaliman diartikan memperlakukan sesuatu tidak sesuai tempatnya/posisinya.
Dalam hal permohonan perjanjian
yang dilakukan nasabah, pihak� BMT harus
teliti dalam melakukan pembiayaan dengan nasabah, sebagaimana yang dinyatakan
oleh ketua BMT bahwa melakukan pembelian dengan didampingi nasabah sehingga
minim terjadi kesalahan yang berarti penolakan pembelian barang oleh nasabah
dapat dicegah. Selain itu dengan melakukan kerjasama dengan pihak pedagang
disekitar dapat mengantisipasi jika ada
barang yang akan diretur. Sedangkan menurut keterangan yang lain, dengan
memberikan pembiayaan kepada nasabah, selain itu BMT melakukan perjanjian
dengan pihak pedagang pada saat pembelian akan meminimalisir penolakan bahkan
belum ada penolakan pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah.
Untuk memastikan bahwa perjanjian sesuai dengan yang disepakati
nasabah sebagaimana yang dikatakan oleh ketua BMT, memberikan pembiayaan dengan
mewakilkan pembelian pada nasabah bisa meminimalisir kesalahan, bahkan dapat
mencegah kesalahan yang pernah terjadi.
Dalam bai� murabahah merupakan jual beli antara
penjual dan pembeli, di mana pembeli pada tahap pertama menjual kembali kepada
pembeli kedua atau kepada pihak yang memesan agar dibelikan barang tersebut.
Dari pembahasan tersebut terlihat sangat dibutuhkan ketelitian dalam mensetujui
suatu akad pembiayaan, Artinya pihak BMT meneliti kesungguhan nasabah yang
ingin melakukan pembiayaan, hal ini dilakukan agar tidak ada yang dirugikan dan
bahkan pihak BMT melakukan perjanjian dengan pihak penjual untuk berjaga-jaga
ketika nasabah menolak barang tersebut.
15.
Pelaksanaan pembiayaan murabahah tidak
dilakukan dengan sendirinya, artinya sebelum melakukan akad murabahah terlebih
dahulu nasabah dan BMT melakukan negosiasi apa saja yang perlu disiapkan. Dalah negosasi tersebut salah satunya adalah menyiapkan
jamina.
Berdasarkan penelitian di BMT Kabupaten Ogan Komering
Ilir memiliki kesamaan dalam menyiapkan jaminan, sebagaimana yang dikatakan oleh
Muhammad Khoiri, �Adam Adwan
dan Didik Budianto bahwasannya nasabah yang melakukan
pembiayaan agar nasabah serius dengan pesanannya maka jaminan dalam murabahah
dibolehkan, hal ini dilakukan agar nasabah tidak ingkar pada perjanjiannya dan
sebagai bentuk� kepercayaan agar tidak
ada yang dirugikan dan jaminan itu bertujuan untuk memberi semangat pada nasabah
dalam mengangsur. Selain itu jaminan dapat memberi kenyamanan dalam berkerja
tanpa ada rasa khawatir nasabah itu akan ingkar.
Jaminan dari nasabah untuk
pembiayaan yang diberikan oleh BMT harus dinilai terlebih dahulu. Tujuan dari
penilaian tersebut adalah untuk mengetahui nilai ekonomis dari jaminan, serta
nilai yuridis dari barang jaminan tersebut. Di samping tujuan pokok di atas
yang harus dilihat adalah jenis jaminan dari kepemilikan barangnya. Barang yang
dapat dijadikan sebagai jaminan adalah kekayaan dari nasabah itu sendiri,
kekayaannya dapat berupa bangunan dalam bentuk Sertifikat Hak Milik, kendaraan
bermotor dalam bentuk BPKB.
16. Dalam transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat sehingga keuntungan tidak diperoleh di
atas kerugian orang lain. Sehingga dalam penyelesaian utang nasabah dalam
transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak lain atas barang tersebut yang dapat merugikan pihak BMT.
Menurut Adam Adwan sebagai
ketua BMT, nasabah tetap membayar sesuai kesepakatan, karna sudah perjanjian
awal, meski nasabah melakukan transaksi lain dengan pihak ketiga itu tidak ada
kaitannya dengan BMT. Sedangkan menurut Didik Budianto, Pelunasan angsuran
merupakan tanggung jawab nasabah sesuai perjanjian awal, meskipun nasabah
memiliki transaksi lain diluar pengetahuan BMT, nasabah tetap memiliki
kewajiban untuk melunasinya.
Murabahah�
adalah akad jual beli yang disepakati antara BMT dengan nasabah, dimana
BMT menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku yang dibutuhkan nasabah,
yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual BMT (harga beli BMT
dari pemasok ditambah margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan sesuai
kesepakatan.
Melihat pembahasan tersebut nasabah tetap membayar sesuai
perjanjian awal meskipun objek yang menjadi pembiyayaan yang diberikan pada
nasabah sudah dijual meskipun mengalami kerugian atau keuntungan.
17.
Melakukan kesepakatan dalam melakukan
pembayaran kepada BMT mengindikasikan bahwa BMT menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Sehingga tidak dibenaran jika nasabah telah menjual barang yang menjadi objek
pembiayaan kemudian menunda pembayaran, dari pembahasan tersebut� nasabah tetap berkewajiban membayar angsuran
sesuai dengan perjanjian awal dengan BMT
Nasabah tetap harus melunasi pembiayaan sesuai masa angsuran tetap pada kesepakatan
awal. Menurut keterangan ketua BMT bahwa nasabah yang mengajukan pembiayaan
meskipun barang tersebut sudah dijual, nasabah tetap memiliki kewajiban untuk
membayar angsuran tetap pada kesepakatan, karna nasabah yang melakukan
pembiayaan dan belum melunasinya, barang tersebut masih menjadi milik BMT. Begitupula
menurut Adam Adwan, untuk memastikan bahwa akad perjanjian berjalan sesuai yang
disepakati nasabah, melunasi hutang merupakan tanggungjawab nasabah meskipun
nasabah menjual barang tersebut meskipun dengan sepengetahuan BMT atau tidak.
Pembiayaan yang dilakukan tersebut, membayar angsuran
sesuai perjanjian awal merupakan tindakan yang sesuai dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000, tentang Murabahah yang
pada bagian 4 (empat) nomor 2 (dua) dinyatakan bahwa: �Jika nasabah menjual
barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi
seluruh angsurannya.�
18.
Jika nasabah menjual barang tersebut dan �menyebabkan kerugian penjualan, nasabah tetap
harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal dan nasabah� tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran
atau meminta kerugian itu diperhitungkan
Dalam hal perjanjian yang
dilakukan nasabah dan memastikan nasabah serius dalam pembiayaannya, pihak BMT
meminta nasabah untuk aktif dalam mengangsur, sebagaimana yang dinyatakan oleh
ketua BMT bahwa keaktifan dalam mengangsur sudah disampaikan pada awal
perjanjian. Namun masih ada nasabah yang menunda pembayarannya, maka pihak BMT
melakukan kunjungan sosialisasi untuk mengingatkan nasabah, begitupula menurut Adam Adwan, pada awal perjanjian BMT
telah memberitahukan untuk aktif dalam mengangsur, namun masih ada nasabah yang
lalai dalam mengangsur, hal inilah yang mengharusan BMT untuk kunjungan dan
mengingatkannya, maka dengan adanya
jaminan digunakan sebagai tanda keseriusan nasabah untuk mengangsur.
Pada tindakan yang dilakukan oleh BMT pada fase masa
pembiayaan yang kaitannya tidak membenarkan nasabah yang mampu menunda
pembayaran, yang memang terkadang terjadi di BMT, sikap dan tindakan pihak
manajemen BMT yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah relatif sama,
yaitu dengan pendekatan persuasif dan kekeluargaan. Sebenarnya pihak BMT yang
ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir semuanya mengedepankan ketepatan dalam
membayar yang berarti tidak membenarkan nasabah yang mampu menunda-nunda
pembayaran.
Akan tetapi jika terjadinya keingkaran pembayaran
angsuran ini disebabkan karena sikap lalai para nasabah untuk membayar angsuran
tepat pada waktunya, tentu ini merupakan suatu bentuk kezaliman yang dilakukan
oleh pihak nasabah terhadap pihak BMT. Sikap semacam ini harus
dihukum supaya yang membuatnya tidak mengulangi tindakannya. Rasul SAW
bersabda, artinya:
�Menunda-nunda pembayaran utang yang
dilakukan oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman� (HR. Bukhari)
19.
Nasabah yang menunda-nunda pembayaran dengan
sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya melalui musyawarah sesuai kesepakatan.
Menurut Adam Adwan, menunda pembayaran angsuran tidak
dibenarkan yang artinya nasabah yang sudah menyetujui akad yang menjadi
perjanjian diharuskan aktif dalam mengangsur. Jika nasabah mengalami kemacetan
pihak BMT mencarikan solusi bisa dari keluarga lain dari nasabah, atau dari
jaminan yang diberikan.
Pada tindakan yang dilakukan oleh BMT pada fase masa
pembiayaan yang kaitannya dengan kejadian kegagalan pembayaran oleh nasabah
baik itu karena mungkir bayar yang memang terkadang terjadi di BMT, sikap dan
tindakan pihak manajemen BMT yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah
relatif sama, yaitu dengan pendekatan persuasif dan kekeluargaan. Sikap dan tindakan
ini tentu sangat baik, humanis, manusiawi dan Islami, sesuai firman Allah dalam
QS al-Syura: 38.
�Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka�. Surat Asy-Syura Ayat 38
20.
Jika nasabah pembiayaan pada BMT mengalami
kebangkrutan, maka tindakan yang dilakukan BMT kepada nasabah yang dinyatakan
pailid atau gagal menyelesaikan utangnya tersebut, sudah sesuai dengan
kesepakatan.
Menurut Didik Budianto dan Muhammad Khoiri selaku ketua BMT mengatakan���� bahwa jika nasabah yang pailid dan masih
memiliki potensi untuk berkembang, pihak BMT memberikan modal kembali, tetapi
jika nasabah dinyatakan pailid dan tidak sangguplagi untuk berkembang maka
pihak BMT melakukan tindakan pada jaminan nasabah.
Begitu juga yang disampaikan Adam Adwan selaku ketua
BMT, Untuk memastikan bahwa akad murabahah yang akan di sepakati tidak
merugikan BMT, pihak BMT melakukan kunjungan untuk memberikan solusi dengan
bantuan dari keluarga nasabah, jikapun masih gagal bayar maka pihak BMT
memberikan pilihan pada nasabah untuk menjual jaminan yang diberikan atau pihak
BMT yang menjualnya. Sebagaimana Firman Allah SWT, perintah untuk melaksanakan
akad berdasarkan kesepakatan atau janji sesama manusia. QS Al-Maidah: 1
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
Dari gambaran praktek pembiayaan murabahah di
BMT Kabupaten Ogan Komering Ilir, terlihat sudah sesuai dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000, tentang Murabahah yang
pada bagian 6 (enam) dinyatakan bahwa: �Jika nasabah telah dinyatakan pailit
dan gagal menyelesaikan utangnya, BMT harus menunda tagihan utang sampai ia
menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan..�
Kepatuhan terhadap prinsip syariah
pada BMT yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir tidak hanya dari sistem dan
aturan saja, namun juga yang terpenting adalah implementasi prinsip syariah
yang tidak bisa dipisahkan dari peranan sumber daya manusia.
Dalam pelaksanaannya tujuan kepatuhan pada produk
murabahah berimplikasi pada keharusan pengawasan terhadap pelaksanaan kepatuhan
pada prodak tesebut. Pengawasan terhadap kepatuhan syariah pada prodak murabahah merupakan tindakan untuk
memastikan bahwa BMT yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir Melalui tindakan
pengawasan, mendasarkan diri pada ketentuan syariah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneliti analisis
sharia compliance pada pembiayaan murabahah di BMT di Kabupaten Ogan
Komering Ilir sudah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan Fatwa DSN-MUI,
dapat dilihat dari beberapa unsur telah sesuai dengan akad murabahah yang
merupakan kegiatan jual beli antara pembeli (nasabah) dan penjual (BMT), dimana
BMT membiayai keseluruhan atau sebagian barang yang akan dibeli nasabah dengan menambahkan
keuntungan melalui kesepakatan antara kedua pihak dari perolehan harga barang
tersebut.
Namun ada unsur lain yang masih
belum sepenuhnya sesuai dengan Fatwa DSN-MUI tentang pembiayaan murabahah,
yaitu beberapa BMT melaksanakan akad murabahah dengan nasabah untuk
melakukan sendiri pembelian barang atau BMT memberikan uang secara langsung
kepada nasabah disertai akad wakalah, namun yang menjadi permasalahan disini
ialah barang yang menjadi pembiayaan belum ada ketika akad dilaksanakan sehingga
tidak terjadi transaksi jual beli secara riil melainkan terjadi jual beli uang
bukan jual beli barang dan tidak ada kepemilikan atas barang oleh BMT yang
merupakan syarat mutlak murabahah.
Disamping itu banyak dari nasabah
belum paham mengenai keseluruhan pembiayaan termasuk pembiayaan murabahah,
mereka hanya beranggapan bahwa sistem pembiayaan di BMT lebih menguntungkan
dari pada sistem kredit di bank konvensional. Oleh karena itu BMT sebaiknya
harus menjaga praktik pembiayaan murabahah yang sudah berjalan sesuai dengan
prinsip syariah, jangan sampai menyimpang dari ketentuan ketentuan yang ada.
lebih dari itu kurang optimalnya pembiayaan yang lain harus lebih di upayakan,
dengan memberikan pemahaman yang lebih luas kepada nasabah yang menjadi anggota
BMT.
Bonita, Silvia Dora, &
Anwar, Aan Zainul. (2018). Implementasi syariah compliance pada akad murabahah
dan ijarah (studi kasus pada KSPPS BMT Fastabiq Jepara). JESI (Jurnal
Ekonomi Syariah Indonesia), 7(2), 88�97. Google Scholar
Djayusman, R. R. (2018). Murabahah antara
Teori dan Praktik: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jurnal Hukum dan Ekonomi
Islam, Vol. 6 No. 2, Rajab-Dzulhijjah 1433/2012. Hal.273-293. ISSN 19074514. 22
November 2018 , 6, 284. Google Scholar
Hidayat, Farid.
(2016). Alternative Sistem Pengawasan pada Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (KSPPS) dalam Mewujudkan Shariah Compliance. Jurnal
Mahkamah: Kajian Ilmu Hukum Dan Hukum Islam, 1(2), 383�407. Google Scholar
Kian, Lia. (2016). Syariah
Compliance Untuk Pengembangan Inovasi Produk Perbankan Syariah Di Indonesia.
Artikel. Google Scholar
Nurhisam, Luqman.
(2016). Kepatuhan Syariah (Sharia Compliance) dalam Industri Keuangan Syariah. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, 23(1), 77�96. Google Scholar
Razak, A. U. (2006). Demokrasi Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Sa�adah yuliana, N. T. (2017). Transaksi
Ekonomi dan Bisnis dalam Tinjauan Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Idea Press. Google Scholar
Sapudin, Ahmad,
Najib, Mukhamad, & Djohar, Setiadi. (2017). Strategi Pengembangan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus pada BMT Tawfin Jakarta). Al-Muzara�ah,
5(1), 21�36. Google Scholar
Setiawan, Aziz Budi.
(2006). Perbankan Syariah; Challenges dan Opportunity Untuk Pengembangan di
Indonesia. Jurnal Kordinat, 8(1), 1�42. Google Scholar
Setiadi, T. (2014). Pembiayaan Murabahah Dalam
Perspektif Fiqih Islam, Hukum Positif dan Hukum Syariah. Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 8 No. 3. Juli-September 2014 , 8, 521. Google Scholar
Sulaiman, Sofyan.
(2014). Penyimpangan Akad Murābaḥah Di Perbankan Syariah Dan
Beberapa Isu Mengenai Murābaḥah. Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, 4(1), 45�67. Google Scholar
Suryanto, Asep,
& Sa�adah, Adah. (2019). Analisis Pengambilan Keputusan Nasabah Pembiayaan
Murabahah Pada Bmt Daarut Tauhiid Bandung. Jurnal Ekonomi Syariah, 4(1). Google Scholar
Susilo, E. (2017). Shariah Compliance Akad
Rahn Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Mitra Muamalah Jepara). Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah, P-ISSN: 2354-7057; E-ISSN: 2442-3076 Vol. 4 No.
1 Juni 2017 , 04, 125. Google Scholar
Waluyo, A. (2016). Kepatuhan Bank Syariah Terhadap
Fatwa Dewan Syariah Nasional Pasca Transformasi Ke Dalam Hukum Positif. Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 10, No.2, Desember 2016 , 10, 521. Google Scholar
Yuliana, Sa�adah,
Tarmizi, Nurlina, & Panorama, Maya. (2017). Transaksi Ekonomi Dan Bisnis
Dalam Tinjauan Fiqh Muamalah. Idea Press. Google Scholar
Al Firdaus,
Maftukhatusolikhah dan Rinol Sumantri (2021) |
First publication right: Journal Syntax Idea |
This article is licensed under: |