Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 3, No. 4, April 2021
PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JUGA
PENERAPAN DAN RELEVANSI DALAM KEHIDUPAN DI ERA TEKNOLOGI GENERASI MILENIAL
Elza Amalia Salsya Bani dan Dinie
Anggraeni Dewi
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Indonesia
Email:
[email protected]
dan [email protected]
Abstract
The
purpose of this study is to get an overview related to the application of
relevance in life in the era of technology millennials. The method used in this
study is qualitative method with descriptive research. The research instrument
used uses interview guidelines, notes in the field. Data analysis techniques
ranging from data collection, data reduction, to conclusion drawing. The result
of this study is that the author states that millennials are a generation that
is currently very vulnerable when not getting moral and religious education,
even good and strong citizenship. This is because today's young generation is
very vulnerable in believing information that is not yet clear validity, or
commonly known as hoaxes, when the child is unable to distinguish between the
original news and the fake one. If this is the case continuously, then
Indonesia in the future will be prone to be divided, because its successors are
easy to be pitted against if they cannot distinguish between the right and the
not.
Keywords: overview; education; generation
Abstrak
Tujuan dari penelitian
ini yaitu agar mendapatkan gambaran berkaitan dengan penerapan relevansi dalam
kehidupan di era teknologi generasi milenial. Latar belakang
dari penelitian ini adalah agar Pendidikan
kewarganegaraan tidak terjadi
ketertinggalan zaman dalam penerapan pengajarannya sudah seharusnya menggunakan
sarana dan fasilitas. Metode kualitatif dengan penelitian deskriptif digunakan saat penulis
melakukan penelitian ini. Instrument penelitian yang digunakan menggunakan
pedoman wawancara, catatan di lapangan. Teknik yang digunakan saat menganalisis
sebuah data pertama data tersebut dikumpulkan, kemudian melakukan reduksi data,
hingga dapat diambil kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah penulis
menyatakan bahwa generasi milenial merupakan generasi yang saat ini sedang
sangat rentan bila tidak mendapatkan pendidikan moral dan juga agama, bahkan
kewarganegaraan yang baik dan kuat. Hal ini disebabkan generasi muda saat ini
sangat rawan dalam mempercayai informasi yang belum jelas keabsahannya, atau
yang biasa dikenal dengan nama hoax, bila anak tersebut tidak mampu untuk
membedakan antara berita yang asli dengan yang palsu. Jika seperti ini terus
menerus, maka Indonesia di masa depan akan rawan untuk terpecah belah, karena
penerusnya mudah untuk diadu domba bila tidak dapat membedakan yang benar dan
yang tidak.
���������������������������������� ���������������������
Kata Kunci: gambaran; pendidikan; generasi
Pendahuluan
Menjadi warga negara yang
baik memerlukan dasar dan penanaman pengertian mengenai kewarganegaraan itu.
Untuk mewujudkan masyarakat bernegara yang baik, tentunya dibutuhkan penanaman
nilai dan pemahaman mengenai peraturan juga hukum yang berlaku di negara
tersebut pula (Fauzi et al., 2013). Oleh karena itu, Indonesia mengadakan mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan untuk masyarakatnya, terlebih untuk siswa yang masih
menduduki bangku sekolah. Salah satu pembelajaran yang harus dapat diterapkan
dilingkungan masyarakat adalah Pendidikan Kewarganegaraan, selayaknya yang
telah tertulis di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (Manurung, 2019) berkaitan dengan sistem pendidikan nasional.
Di dalam Undang-Undang ini, dinyatakan bahwa setiap jenis, jenjang pendidikan,
dan setiap jalur pendidikan yang ada diwajibkan memuat tiga pelajaran utama,
yaitu pendidikan di bidang bahasa, pendidikan yang mengajarkan tentang agama, dan juga
Pendidikan yang sangat mengutamakan nilai kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan
sendiri resmi menjadi pelajaran wajib di Indonesia sejak tahun 1968, dimana
akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengubah nama pendidikan
kewarganegaraan menjadi Pendidikan Moral Pancasila atau PMP. Namun, karena
perubahan era menjadi masa reformasi, nam (Lestariningsih,
2011). Pendidikan Moral Pancasila itu kembali diubah menjadi
pendidikan kewarganegaraan, karena dianggap nama pendidikan kewarganegaraan
terlihat menunjukkan maksud dari adanya mata pelajaran ini, yaitu agar warga
negara Indonesia khususnya generasi penerus bangsa memiliki jiwa nasionalisme
dan patriotisme yang tinggi. Pendidikan kewarganegaraan ini sendiri memiliki beberapa tujuan
selain tujuan umum yaitu memperbaiki moral bangsa dan membangun karakter yang
baik untuk generasi muda (Ubaedillah, 2016).
Pendidikan kewarganegaraan
ini bukan hanya sebatas mata pelajaran biasa yang terdapat di sekolah, namun
selalu ada di lingkungan masyarakat, terutama di dalam aspek sosial. Pendidikan
kewarganegaraan sudah melebur dengan kehidupan sehari-hari masyarakat dan
menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Pembelajaran
selama ini berlangsung secara verbalistic atau dijelaskan dengan kata-kata, dan
memiliki orientasi semata-mata hanya kepada penguasaan isi per-bab dari mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan dibandingkan dengan praktiknya di kehidupan nyata, sedangkan
pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang harus diperhatikan
praktiknya juga di dunia nyata.
Generasi milenial merupakan
generasi yang tumbuh di era serba teknologi seperti di zaman ini. Sudah banyak
kemajuan baik dari segi transportasi, alat telekomunikasi, bahkan pendidikan.
Generasi milenial bisa dibilang sudah tumbuh di zaman modern dimana banyak
kemudahan yang diberikan, salah satunya adalah media sosial (Faiza & Firda,
2018). Menurut Larry dan Richard E. Potter, adanya media
sosial ini membuat perubahan yang sangat drastis kepada generasi
milenial, terutama di dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Kehadiran media
sosial ini membawa perubahan terhadap kepercayaan (beliefs), nilai atau values,
dan sikap atau attitudes terhadap generasi milenial. Dalam hal ini,
media sosial itu sendiri mampu membuat generasi milenial berubah perilakunya
sesuai dengan iman dan juga kepercayaan yang mereka anut. Selain itu, media
sosial juga dapat menggeser nilai-nilai sosial di dalam masyarakat, yang mana
nilai sosial tersebut terkadang tergantikan dengan nilai yang buruk, sehingga
tentunya merusak moral generasi muda. Lalu, media sosial ini juga dapat
mengubah cara masyarakat terutama generasi milenial untuk berkomunikasi.(W et al., 2020)
Dari contoh kecil berupa
media sosial ini, telah terbukti bahwa ini merupakan urgensi terhadap moral
dari generasi muda, karena terlalu cepatnya perkembangan zaman dan teknologi,
sehingga terlalu sulit untuk mengatur moral dan perbuatan generasi masa kini.
Seperti yang sudah dijabarkan, generasi milenial dapat terpengaruh oleh media
sosial dimana mereka melakukan hal yang menurut kepercayaan mereka, hal itu
tidak salah. Padahal, bisa saja hal yang mereka lakukan merupakan kesalahan
yang melanggar norma yang ada di masyarakat. Hanya saja, karena telah terjadi
pergeseran nilai yang signifikan di masyarakat karena perkembangan teknologi dan informasi yang
melesat dengan cepat. Jika hal ini tidak dikendalikan, maka ke depannya negara
Indonesia akan memiliki penerus yang tidak baik, yang kemungkinan terburuknya
dapat membuat Indonesia menjadi terbelakang dan mengancam keberlangsungan
bangsa. Oleh karena itu, perlu diadakannya pengendalian berupa penanaman
nilai-nilai kenegaraan yang baik berupa Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
diterapkan menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah berbagai jenjang,
bahkan juga universitas agar moral dari generasi muda
sendiri tidak tergerus oleh zaman dan teknologi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat
kualitatif dan penelitian deskriptif. Pendekatan yang bersifat kualitatif
merupakan jenis pendekatan yang digunakan untuk memecahkaan sebuah masalah
sehingga mampu mendeskripsikan keadaan berdasarkan fakta-fakta yang terlihat
jelas dan nyata. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
mempunyai tujuan agar memperoleh pengetahuan tentang situasi bagaiamana,
berapa, serta seberapa jauh status masalah yang sedang diteliti. Teknik yang
digunakan untuk melakukan penelitian ini yaitu pengumpulan data dengan metode
observasi langsung.(Arikunto, 2013)
Observasi dilakukan untuk melihat bagaimana penerapan
PKN dalam kehidupan sehari-hari apakah masih dapat dilaksanakan atau tidak. Observasi
yang dilaksanakan juga bermaksud untuk melakukan penelitian secara langsung
sehingga penulis mampu untuk mendapatkan informasi dengan jelas dan nyata.
Mulai dari mengamati, melakukan wawancara dengan 3 orang,
hingga pengambilan dokumentasi peneliti lakukan secara langsung.
Hasil dan Pembahasan
A. Penerapan dan Relevansi pendidikan kewarganegaraan dalam kehidupan
generasi milenial di era teknologi.
Di
Indonesia dan juga di negara-negara Asia, pendidikan kewarganegaraan yang ada
lebih menekankan kepada karakter perseorangan atau individu, atau biasa dikenal
dengan aspek moral individu, perspektif internasional atau pandangan terhadap
negara lain selain negaranya, dan juga identitas nasional. Di era globalisasi
dan teknologi seperti saat ini, diperlukan adanya penguatan terhadap pendidikan
karakter terlebih pendidikan kewarganegaraan, agar jati diri bangsa Indonesia
tidak hilang tergerus arus globalisasi. Pendidikan
kewarganegaraan atau biasa yang disebut dengan civic education merupakan
sebuah mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakteristik masyarakat
bangsa Indonesia, yakni sebagai upaya untuk sadar dalam �nation and
character building�. (Winataputra, U dan Budimansyah, 2012). Tertulis jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan ini bertujuan untuk
membentuk kepribadian masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sesuai dengan
apa yang tertulis di dalam Pancasila dan juga Undang-Undang
Dasar 1945, juga menciptakan manusia Indonesia sebagai warga negara yang
memiliki wawasan kenegaraan mengenai tanah airnya sendiri, menanamkan adanya
rasa nasionalisme atau yang dikenal dengan cinta tanah air, dan juga
meningkatkan kebanggaan menjadi warga negara Indonesia di dalam diri para
generasi muda. Fungsi dari pendidikan kewarganegaraan ini sendiri
merupakan sarana atau fasilitas untuk membangun masyarakat negara yang
terampil, cerdas, dan juga memiliki kepribadian yang selalu setia dengan bangsa
dan juga negara Indonesia dengan melibatkan individu tersebut dalam hal untuk
berpikir atau berperilaku, sesuai dengan yang tertera di dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).(Milenial, n.d.)
Pendidikan
Kewarganegaraan jika ditilik aspek historis atau sejarahnya, maka akan
diketahui bahwa Pendidikan Kewarganegaraan ini sangat erat kaitannya dengan
istilah �civic� atau yang dalam bahasa Yunani merupakan penduduk sipil atau
penduduk setempat dari sebuah negara kota atau yang biasa disebut polis. Warga
sipil ini melakukan praktik demokrasi langsung di dalam negara kota tersebut.
Istilah ini sangat popular di negara-negara Barat, yang menganggap bahwa
istilah ini tidak hanya seputar government, hak, maupun kewajiban dari
sebuah negara, melainkan community civics, economy civics, dan juga vocational
civics.(Ujang Jamaludin et al., 2017) Di Indonesia, pengenalan terhadap istilah civics ini dimulai
pada tahun 1961, dimana istilah ini digunakan ketika membahas sejarah nasional,
negara proklamasi, UUD NRI Tahun 1945, pidato kenegaraan dan juga Pancasila menjadi dasar pembinaan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Akhirnya, pada tahun 1968, pelajaran ini menjadi
diketahui bernama Pendidikan Kewarganegaraan. Pada tahun 1975, pelajaran ini
berubah menjadi istilah Pendidikan Moral Pancasila, yang pada tahun 1994
kembali disebut dengan istilah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn. Akhirnya,
di tahun 2004, Pendidikan Kewarganegaraan menetapkan namanya dan isi dari
pelajaran ini adalah Pancasila, persatuan, dan kesatuan Indonesia. Pendidikan
Kewarganegaraan sendiri merupakan mata pelajaran yang memiliki fokus atau tujuan
terhadap pengembangan karakter warga negara yang dapat lebih mengetahui dan
mampu untuk melaksanakan hak juga kewajibannya sebagai warga negara Indonesia
yang terampil, tegas, cinta tanah air, juga memiliki karakteristik yang baik,
seperti yang tertulis di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Hakikat dari Pendidikan Kewarganegaraan ini
adalah cara atau upaya yang sadar dan juga terencana negara Indonesia untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan negaranya. Bagi warga negara Indonesia,
dengan menumbuh-kembangkan jati diri dan juga moral atau karakter bangsa
sebagai landasan atau dasar untuk melaksanakan hak dan kewajiban dalam
melakukan kegiatan bela negara. Hal ini dilakukan demi keberlangsungan hidup dan juga kejayaan bangsa dan negara untuk kedepannya, juga warga negara
Indonesia.(Izma & Kesuma, 2019)
Menurut (Kumalasari et al., 2016) secara
umum, Pendidikan kewarganegaraan memiliki beberapa tujuan pengembangan (Jamaludin, 2017 hlm 5), yaitu:
a.
Nilai-nilai mengenai cinta tanah air
Indonesia.
b.
Warga negara yang memiliki kesadaran
dalam kehidupannya berbangsa dan bernegara.
c.
Masyarakat yang berkeyakinan mengenai
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.
d.
Nilai demokrasi, Hak Asasi Manusia
(HAM), dan juga keberlangsungan terhadap lingkungan hidup dikenal dan juga
terdapat di dalam Pendidikan Kewarganegaraan ini.
e.
Kerelaan seseorang untuk berkorban
demi masyarakat, bangsa, dan Negara.
f.
Melatih kemampuan awal bela Negara.
Selain
itu, berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan dari
Pendidikan Kewarganegaraan terkhusus kepada mahasiswa sebagai garda terdepan
masyarakat dan generasi muda mencakup hal-hal berikut, yaitu:
a.
Tujuan Umum
Tujuan
secara umum dari Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pemberian wawasan dan
juga kemampuan praktik mendasar terhadap mahasiswa mengenai kaitan dan juga
interaksi antar setiap masyarakat di suatu negara dengan negaranya, juga
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar masyarakat di suatu negara dapat
diandalkan oleh bangsa dan juga negaranya dengan baik. Selain itu, tujuan umum
dari pemberian Pendidikan Kewarganegaraan ini untuk meningkatkan pengetahuan
mahasiswa tentang arti pendidikan bela negara, yaitu hal ini sebagai salah satu
dari kewajiban warga negara atau masyarakat di suatu negara yang sesuai dengan
Pasal 30 UUD 1945. Oleh karena itu, kedua mata kuliah ini menjadi mata kuliah
wajib untuk diikuti dan diambil oleh seluruh mahasiswa, yang pada tahun 2000
disebut sebagai Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian atau MKPK.
b.
Tujuan khusus
Selain
tujuan umum, terdapat pula tujuan khusus dari Pendidikan Kewarganegaraan,
yaitu:
1)
Supaya mahasiswa dapat dengan baik
memahami, juga melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya sebagai
warga negara yang berpendidikan dan bertanggungjawab dengan santun, jujur, juga
demokratis yang ikhlas.
2)
Supaya mahasiswa dapat memahami dan
juga menguasai mengenai berbagai permasalahan yang terdapat di kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan juga bernegara. Selain itu, dapat memberikan
solusi dan melakukan tindakan preventif dengan menggunakan pemikiran yang kritis
juga bertanggung jawab dengan dilandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan
Ketahanan Nasional.
3)
Supaya mahasiswa dapat memiliki
perilaku yang sesuai dengan apa yang disebut dengan nilai dari perjuangan,
pengorbanan, cinta tanah air. Nilai pengorbanan mencakup perilaku rela
berkorban untuk nusa dan bangsa.
Pendidikan
Kewarganegaraan berkaitan dengan sangat erat kepada Pancasila, karena warga negara harus melakukan atau mempraktikkan butir nilai dalam
Pancasila di kehidupan sehari-hari dan dapat menjadi masyarakat yang baik
apabila menerapkan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terdapat lima perwujudan
dari segi normatif terhadap Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
sebagai berikut:
a.
Nilai Ketuhanan
Nilai
Ketuhanan ini meliputi perkembangan mengenai religiusitas yang menaikkan harkat
dan juga martabat kemanusiaan, lalu menciptakan keadilan di masyarakat atau
keadilan sosial dengan tetap menghargai keberagaman iman, dengan tetap
melandaskan melalui semangat solidaritas seluruh warga negara Indonesia atau
semangat persatuan nasional.
b.
Nilai Kemanusiaan
Nilai
kemanusiaan ini meliputi dan berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Setiap
hak pasti memiliki kewajiban, begitupun dengan penegakannya dari hak-hak yang
ada. Penegakan terhadap Hak Asasi Manusia ini tidak pernah terlepas dari
Kewajiban Asasi Manusia atau KAM. KAM dilandasi oleh sikap menghargai sebagai sesama makhluk Tuhan. Bentuk apresiasi dan menghargai terhadap
sesama makhluk ciptaan Tuhan ini dilakukan melalui dikembangkannya solidaritas
atau persatuan sosial, kultural atau kebudayaan, dan juga ekonomi dalam lingkup
nasional Indonesia.
c.
Nilai Persatuan
Nilai
persatuan di dalam perwujudannya berarti setiap warga negara Indonesia harus
melindungi segenap tumpah darah dan sesama rakyat Indonesia, meskipun memiliki
latar belakang yang berbeda. Indonesia memiliki tingkat kemajemukan yang
tinggi, sehingga latar belakang yang berbeda-beda baik dalam segi historis,
religius, sosiologis, dan kulturalnya. Perlindungan terhadap sesama rakyat
Indonesia ini berpegang kepada prinsip demokrasi kerakyatan, kemanusiaan, dan
keadilan sosial yang ada di Indonesia.
d.
Nilai Kerakyatan
Dalam
nilai kerakyatan, perkembangan demokrasi untuk berbagai aspek kehidupan tetap
dilandasi atau berdasarkan kepada nasionalitas, religiusitas, dan juga nilai
kemanusiaan yang ada, demi terwujudnya keadilan sosial yang seadil-adilnya bagi
seluruh rakyat Indonesia.
e.
Nilai Keadilan Sosial
Perwujudan
nilai keadilan sosial ini berupa pengembangan sistem perekonomian negara yang
tetap berpijak atau berdasar dengan kepentingan negara Indonesia, juga
melindungi ekonomi atau harta negara dengan tetap memperhatikan keberagaman
sistem perekonomian kerakyatan yang berdasar kepada pluralitas terhadap
identitas kebudayaan dan sistem perekonomian lokal.
Penerapan
mengenai pendidikan Kewarganegaraan ini sendiri dapat ditemui di dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan Kewarganegaraan selalu mengajarkan agar
generasi penerus bangsa yakni generasi milenial belajar untuk bertoleransi,
karena Pendidikan Kewarganegaraan sendiri mengajarkan perbedaan yang ada di
kehidupan bermasyarakat seperti suku, agama, ras, kepercayaan, dan lainnya.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini pada dasarnya merupakan penerapan
dalam proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya, dan
diharapkan karena sudah mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan, perilaku
seseorang dapat menjadi lebih baik, dan salah
satu dari perilaku tersebut merupakan toleransi. Melihat bahwa Indonesia
merupakan negara dengan kemajemukan atau tingkat keberagaman yang tinggi, maka
seluruh masyarakat terkhusus generasi milenial harus menjunjung tinggi sikap
toleransi untuk meminimalisir terjadinya konflik dan memastikan bahwa seluruh
warga negara dapat hidup dengan aman, nyaman, dan damai. Sudah banyak pula
generasi milenial yang mengadakan kampanye anti rasisme, juga kesadaran mereka
untuk tidak rasis kepada sesama anak bangsa. Bahkan, beberapa universitas
mengadakan dengan terang-terangan organisasi atau kegiatan anti-rasisme, dan
ini sudah sesuai dengan salah satu hal yang diajarkan di dalam pendidikan
kewarganegaraan, yaitu saling menghormati dan tidak membeda-bedakan dengan SARA.
Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki peranan penting untuk memperkenalkan pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang selalu dikaitkan dengan nilai karakter atau
ciri khas dari sebuah bangsa. Generasi muda harus memiliki beberapa karakter
atau sifat berikut yang dapat menjadi patokan dalam pengembangan karakter
berbasis Pendidikan Kewarganegaraan:
1.
Religius
Religius
merupakan sikap patuh terhadap ajaran dari agama atau kepercayaan yang dianut
oleh seseorang, namun tetap menghormati perbedaan agama dan kepercayaan lain.
Generasi muda yang memiliki karakter religius diharapkan sudah dapat menjadi
dasar atau landasan dalam nilai, moral, dan juga etika bertindak di dalam
kehidupan bermasyarakat.
2.
Jujur
Jujur
merupakan perbuatan dengan dasar percobaan atau upaya untuk menjadikan sendiri
sebagai individu yang dapat dipercaya baik dari perkataan, perbuatan, dan juga
pekerjaan atau hasil dari tugas yang diberikan. Dengan menjadi orang yang
memiliki sifat jujur, maka minim kemungkinan untuk seseorang menjadi objek dari
kesalahpahaman dan tuduh menuduh, atau penyebab dari terjadinya kebencian
karena merasa telah dibohongi.
3.
Tanggung jawab
Sikap
bertanggung jawab merupakan sikap seseorang yang berprinsip dan dapat
diandalkan, dan dengan adanya perbuatan ini di setiap tindakan atau pekerjaan
yang generasi muda lakukan, maka dapat menjadi bukti bahwa individu tersebut memiliki kelayakan untuk mengemban dan juga diberikan mandat,
berani dan mampu menanggung akibat dan resiko apapun dari tindakannya.
4.
Toleransi
Toleransi
secara sederhana merupakan sikap untuk menghargai setiap perbedaan. Toleransi
merupakan perbuatan seseorang yang selalu menghargai atau menghormati
terdapatnya perbedaan di lingkungan sosialnya. Indonesia merupakan negara
dengan kemajemukan tinggi, sehingga semua orang dituntut untuk meningkatkan
rasa toleransi guna untuk meminimalisir konflik. Dengan adanya toleransi, maka setiap
individu akan mudah untuk saling berbaur tanpa adanya pembeda-bedaan.
5.
Disiplin
Perbuatan
disiplin merupakan bentuk dari perbuatan seseorang yang menaati setiap tata
tertib yang berlaku baik di tempat umum maupun tidak. Hal ini menunjukkan bahwa
generasi muda dapat menghargai setiap aturan, waktu, dan juga hukum yang telah
disepakati untuk ada di suatu tempat atau wilayah.
6.
Kerja Keras
Perilaku
kerja keras dapat menunjukkan bahwa seseorang merupakan individu tersebut
adalah individu dengan karakter yang pantas untuk menjadi teman dalam bekerja
sama, karena seseorang dengan karakter pekerja keras akan selalu berusaha
dengan keras di dalam setiap tindakan, dengan mandiri, optimis, dan juga tegas.
7.
Kreatif
Dengan
pikiran yang kreatif dan kritis, seseorang dapat menunjukkan bahwa ia merupakan
pribadi yang cerdas. Seseorang yang cerdas akan terhindar dari hal-hal yang
bersifat plagiarisme atau menjiplak sesuatu yang telah diciptakan orang lain
dan berujung menghasilkan sesuatu yang inovatif juga dapat digunakan untuk
kepentingan orang banyak.
8.
Demokratis
Demokratis
merupakan cara seseorang untuk berpikir, bersikap ataupun bertindak, dimana
seseorang tersebut menilai bahwa hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain
sama. Orang dengan pikiran yang demokratis biasanya lebih terorganisir karena
orang tersebut dapat memilah antara mana yang lebih penting dan harus
dikerjakan duluan (prioritas) dengan mana yang dapat
dikerjakan setelah pekerjaan utama selesai.
9.
Semangat Kebangsasan dan Cinta Tanah
Air
Seseorang
yang memiliki semangat kebangsaan dan juga rasa cinta terhadap tanah aitnya
sangat diperlukan. Karena tanpa adanya kesadaran dari warga negara dan juga
rasa nasionalisme atau cinta tanah air, sebuah bangsa yang memiliki karakter
tidak dapat terwujud karena ciri khas atau sifat bangsa tersebut merupakan
suatu perwujudan dari warga negara yang mendiami.
10.
Peduli Terhadap Lingkungan dan Sosial
Generasi
muda yang mempunyai karakter atau sifat yang peduli terhadap lingkungan di
sekitar dan juga sosialnya akan lebih disegani. Karena jika seseorang terlihat
mempedulikan lingkungan dan sosialnya, maka seseorang tersebut dapat disegani
dan lebih dicintai oleh orang-orang di lingkungan sosial tempatnya berada.
Untuk
menciptakan generasi muda yang bermoral dan memiliki karakter selayaknya yang
menjadi tujuan Pendidikan Kearganegaraan, maka Pendidikan
Kewarganegaraan dapat diberikan ke dalam karakter generasi muda melalui tiga
tahapan, yaitu:
1.
Pembelajaran
Dalam
kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, selain menjadikan seorang
individu menguasai dan mencapai kompetensi atau standar kemampuan yang
ditargetkan, lembaga pendidikan atau pihak yang memberikan pendidikan
kewarganegaraan kepada suswa dapat merancang untuk menjadikan generasi muda
untuk mengenal apa yang sedang dipelajarinya, menyadari pentingnya pendidikan
kewarganegaraan, menginternalisasikan atau meresapi ke dalam diri nilai-nilai
yang dipelajari di dalam pendidikan kewarganegaraan dan menjadikannya sebagai
kebiasaan baik yang dilakukan setiap hari.
2.
Kegiatan co-kurikuler atau kegiatan
ekstrakurikuler
Kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan atau tidak wajib di lembaga pendidikan
yang biasanya ada di sekolah dan lembaga perguruan tinggi, dimana kegiatan ini
menyediakan fasilitas untuk individu mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
bakat dan minatnya diluar dari akademis. Kegiatan ini memerlukan dukungan
dengan pedoman atau tata cara sebelum melaksanakan, adanya pengembangan
mengenai kapasitas SDM atau tenaga kerja dalam rangka untuk menjadi dukungan pelaksanaan
pendidikan 18 karakter yang telah dicanangkan. Selain itu, terdapat pula proses
atau revitalisasi kegiatan ekstrakurikuler ini mengarah kepada pengembangan
karakternya.
3.
Alternatif pengembangan dan juga
adanya pembinaan karakter di sekolah sebagai penerapan terhadap budaya yang
sebenarnya.
4.
Aktivitas sehari-hari seorang
individu di rumah maupun di masyarakat.(Mulyasa, 2004)
Penerapan
pendidikan kewarganegaraan oleh generasi milenial ini tidak harus sesuatu yang
besar dan berskala nasional, namun kesadaran dalam hal-hal kecil juga berarti
sudah melakukan apa yang diajarkan di dalam pendidikan kewarganegaraan. Di
dalam pendidikan kewarganegaraan, diajarkan bahwa seluruh waarga negara harus
taat dengan hukum dan seluruh aturan yang berlaku di Indonesia. Aturan yang
berlaku bukan hanya pasal-pasal berat seperti
tindakan kriminal, terorisme, dan yang lainnya, namun juga hal-hal kecil di
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, patuh dengan lalu lintas. Mematuhi
rambu-rambu yang terpasang di jalanan, juga mematuhi saat sedang berada di
lampu merah. Ketika berada di jalan, mematuhi semua yang berlaku di jalan dan
tidak melanggar, juga tidak enggan untuk mengingatkan pengendara lain atau
anggota masyarakat yang melanggar tata tertib lalu lintas.
Selain
peraturan seperti yang ada di lalu lintas, generasi milenial Indonesia sebagai
generasi yang tumbuh di lingkungan masyarakat yang berbudaya juga harus turut
serta dalam meneruskan adat dan tradisi yang ada di negara Indonesia. Sesuai
dengan nilai di dalam Pancasila yaitu keadilan sosial, kita sebagai generasi
penerus bangsa juga harus menjaga toleransi dan keadilan terhadap sesama anak
bangsa. Juga harus menjaga kelestarian dari budaya yang selama ini ada di
Indonesia. Partisipasi dalam Pemilu atau demonstrasi juga merupakan bentuk
penerapan pendidikan kewarganegaraan, karena jika seseorang berpartisipasi
dalam pemilu dan tidak memilih untuk golput atau menjadi golongan yang tidak
memilih, seseorang tersebut berarti telah mengetahui penting dan berharganya
suara mereka untuk keberlangsungan bangsa Indonesia ke depannya.
Partisipasi di dalam demonstrasi juga termasuk ke dalam tindakan yang
menunjukkan kepedulian terhadap masa depan negara, juga bentuk perwujudan dari
kebebasan mengemukakan pendapat di depan umum yang dicantumkan di dalam Pasal
28 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, generasi milenial di masa kini
seringkali lebih menyukai kebudayaan negara lain dibandingkan kebudayaan Indonesia.
Setelah mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan generasi muda
Indonesia dapat tidak lebih membanggakan bangsa lain namun merendahkan
Indonesia sebagai negaranya, terlebih merendahkan kebudayaan Indonesia.
Generasi muda sebagai calon penerus bangsa harus dapat memperkenalkan
kebudayaan Indonesia ke negara lain dengan bangga. Terdapat pula hal-hal sederhana
yang mencerminkan penerapan Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kehidupan
generasi muda. Generasi muda dapat menghormati hasil musyawarah dan memutuskan
segala sesuatu dengan menggunakan musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat adalah
karakteristik dari bangsa Indonesia sejak zaman dahulu dalam menyelesaikan
masalah atau mencari solusi untuk suatu pembahasan. Dalam pelaksanaan
musyawarah, tidak diperbolehkan untuk memaksakan kehendak kepada orang lain dan
harus menghormati apapun hasil musyawarah, baik pendapat kita
diterima atau tidak diterima di dalam musyawarah tersebut.
Pada penelitian sebelumnya (Maksum Hafidh,
2016) mengatakan bahwa menerapkan pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia saat ini meskipun ada banyak kendala, itu harus
diperbaiki, dan berat. Pendidikan kewarganegaraan di sekolah masih sangat
membutuhkan peningkatan. Pendidikan dasar dan menengah hanya mempunyai sekolah
bermutu dalam jumlah terbatas, tidak peduli itu dikelola oleh pemerintah maupun
swasta, jadi tidak cukup untuk mendidik lulusan yang memadai hanya cukup untuk
melaksanakan pendidikan kewarganegaraan yang komprehensif dan berkualitas
tinggi. Ini bukan tidak mungkin untuk memiliki banyak siswa yang memenuhi syarat,
tetapi kebanyakan siswa sebagai calon kader atau warga negara, kualitasnya
belum bisa dijamin mengisi dan melaksanakan berbagai pekerjaan dan pekerjaan
yang ada dalam suatu pekerjaan Masyarakat di abad ke-21.
Relevansi
pendidikan kewarganegaraan ini sangat penting karena pendidikan kewarganegaraan
ini berkaitan erat dengan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi yang
berlaku di Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara berlaku menjadi identitas
diri masyarakat Indonesia sebagai sebuah bangga. Oleh karena itu, generasi
milenial harus mampu menerapkan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam
Pancasila, guna agar tidak tenggelam ke dalam arus budaya asing. Di Indonesia,
globalisasi bergerak dengan cepat sekali sehingga terjadi beberapa nilai lokal
yang tergeser dengan nilai-nilai global. Oleh karenanya, pendidikan
kewarganegaraan yang diberikan untuk generasi muda di segala jenjang pendidikan
masih sangat relevan, karena pendidikan kewarganegaraan ini digunakan untuk
menjadi benteng bagi para penerus Indonesia ini untuk ke depannya. Hal ini
disebabkan karena butuh antisipasi untuk permasalahan kenegaraan di Indonesia
nanti, juga mengantisipasi masuknya budaya negara lain yang sifatnya destruktif
dan dapat menggeser nilai-nilai budaya lokal.
Kesimpulan
Negara
Indonesia dengan ideologinya yang berupa Pancasila mewajibkan tiga mata
pelajaran, yaitu mata pelajaran pendidikan bahasa, pendidikan agama, dan
pendidikan kewarganegaraan. Hal ini disebabkan Indonesia ingin meningkatkan
karakter dan memperbaiki kualitas pemudanya yang merupakan generasi milenial,
dimana generasi milenial ini akan menjadi penerus bangsa dalam beberapa tahun
ke depan. Oleh sebab itu, perlu diberikan penanaman pendidikan karakter yang
baik untuk penerus bangsa ini, agar ke depannya, eksistensi Indonesia dengan
kebudayaan yang ada di dalamnya tetap terjaga.
Pendidikan
kewarganegaraan dalam penerapan pengajarannya sudah seharusnya menggunakan
sarana dan fasilitas yang mengikuti perkembangan zaman, sehingga generasi
milenial tidak merasa bosan. Karena generasi milenial ini merupakan generasi
yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi, sehingga pendidikan kewarganegaraan
dapat diberikan dengan cara yang menyesuaikan dengan fasilitas yang dimiliki
oleh siswa. Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya berupa materi, namun juga
berupa penerapan nyata ke dalam kehidupan sebagai anak bangsa. Adanya
pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pembelajaran wajib di semua tingkat ini
menyebabkan sudah banyak anak bangsa yang menyadari pentingnya perbuatan yang
sesuai dengan nilai yang terdapat di Pancasila, juga pentingnya menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan. Generasi milenial juga sudah menyadari
pentingnya menggunakan hak suara mereka dalam kemajuan demokrasi negara
Indonesia. Sudah banyak yang aktif dalam berpartisipasi dalam pemerintahan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Mereka sudah menunjukkan kepedulian
mereka terhadap kemajuan bangsa dan negara, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kewarganegaraan yang diberikan berhasil. Selain itu, pendidikan
kewarganegaraan juga relevan dengan keadaan masa kini, karena generasi milenial
yang sangat dekat dengan teknologi dan globalisasi sangat rawan bila tidak
dibatasi dengan pendidikan agama dan juga kewarganegaraan yang kuat. Mereka
gampang tergeser keyakinannya, karena generasi milenial ini dikenal melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang diyakini mereka benar dan tepat untuk dilakukan,
padahal bisa saja hal tersebut merupakan hal yang salah di mata masyarakat.
Pendidikan kewarganegaraan ini juga diberikan untuk mempersiapkan setiap calon
pemimpin bangsa Indonesia di masa depan nanti agar tidak ada keretakan
pemahaman para elit bangsa yang akhirnya dapat mendorong keretakan maupun disintegrasi bangsa,
karena Indonesia sendiri sudah mulai tergeser kekhasannya di segala aspek
karena adanya globalisasi.
Oleh
sebab itu, pendidikan kewarganegaraan ini masih sangat relevan untuk diadakan,
bahkan untuk pendidikan tinggi sederajat universitas sekalipun.(Nurmalisa et al., 2020) Peranan mahasiswa adalah
untuk menguatkan penanaman nilai Pancasila yang ada di dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, generasi muda sangat
berperan dan diharapkan dapat menciptakan karakteristik atau ciri khas yang baik
bagi Indonesia. Masa depan bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh generasi
muda yang sudah terpelajar atau terdidik, terlatih, dan memahami nilai-nilai di
dalam Pancasila. Terlebih, generasi milenial merupakan generasi yang banyak
mendapatkan berbagai pengetahuan, baik dari segi teori atau teoritis maupun
dari segi praktik atau praktis di sekolah dan juga perguruan tinggi. Hal ini
semakin membuktikan bahwa pemahaman mengenai pendidikan kewarganegaraan dan
juga penerapannya sangat dibutuhkan, karena generasi muda merupakan
satu-satunya generasi yang memungkinkan untuk merubah pandangan orang maupun
negara lain terhadap negara Indonesia, dan menjadi tumpuan dari generasi yang
dahulu dalam pengembangan suatu bangsa dengan ide maupun gagasan dan inovasi yang berilmu, wawasan yang
luas, dan juga berdasarkan nilai dan norma-norma sosial yang berlaku di
masyarakat.
Arikunto, S. (2013).
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta.Google Scholar
Faiza, A., & Firda, S. J. (2018). Arus metamorfosa
milenial. Penerbit Ernest. Google
Scholar
Fauzi, F. Y., Arianto, I., & Solihatin, E. (2013). Peran
guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam upaya pembentukan karakter
peserta didik. Jurnal PPKn UNJ Online, 1(2), 1�15. Google
Scholar
Izma, T., & Kesuma, V. Y. (2019). Peran Pendidikan
Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Bangsa. Wahana Didaktika : Jurnal
Ilmu Kependidikan, 17(1), 84. Google
Scholar
Jamaludin, U. dkk. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan.
10. Google
Scholar
Jamaludin, Ujang, Damanhuri, Setiawan, D., & Raharjo.
(2017). Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Google
Scholar
Kumalasari, R. C., Martini, M., & Purwantisari, S.
(2016). Hubungan Sanitasi Dengan Status Bakteriologi (Status Koliform dan
Keberadaan Salmonella sp) Pada Jajanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan
Tembalang, Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 4(3),
98�107. Google
Scholar
Lestariningsih, A. D. (2011). Gerwani: kisah tapol wanita
di Kamp Plantungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Google
Scholar
Maksum; Hafidh, A. ;Faisal. (2016). Peran Pendidikan
Kewarganegaraan Di Era Glbalisasi Dalam Menumbuhkan Semangat Nasionalisme. Pendidikan,
5(2), 1�11. Google
Scholar
Manurung, L. H. (2019). Efektivitas Pembelajaran Pkn
Terhadap Pendidikan Karakter Siswa Dalam Mempersiapkan Generasi Millennial. Google
Scholar
Milenial, B. G. (2010). Revitalisasi
Pendidikan Kewarganegaraan Bagi GENERASI MILENIAL Humaidi Dosen Prodi PAI STAI
Al Falah Banjarbaru. 140�146. Google
Scholar
Mulyasa, E. (2004). �kurikulum Berbasis Kompetensi :
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi�. PT. Remaja Rosdakarya. Google
Scholar
Nurmalisa, Y., Mentari, A., & Rohman, R. (2020). Peranan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Civic Conscience. Bhineka
Tunggal Ika: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan PKn, 7(1), 34�46. Google
Scholar
Ubaedillah, A. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan
Pancasila, Demokrasi dan Pencegahan Korupsi. Prenada Media. Google
Scholar
W, R. W. A., Poluakan, M. V., Dikayuana, D., Wibowo, H.,
& Raharjo, S. T. (2020). Potret Generasi Milenial Pada Era Revolusi
Industri 4.0. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 2(2), 187. Google
Scholar
Winataputra, U dan Budimansyah, D. (2012). Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Perspektif Internasional: Konteks, Teori dan Profil
Pembelajaran. Widya Aksara Press. Google
Scholar
Elza Amalia Salsya Bani dan Dinie Anggraeni Dewi (2021) |
First publication right : Journal Syntax Idea |
This article is licensed under: |