Syntax Idea: p–ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 3, No. 3, Maret 2021
PEMEROLEHAN FONOLOGI BAHASA INDONESIA ANAK LAKI-LAKI USIA 4 (EMPAT) TAHUN
Riri Amanda Fitriana
Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes)
Har-Kausyar Rengat Riau,
Indonesia
Email:
[email protected]
Abstract
This study aims to describe the acquisition of phonology in the form of acquisition of vowels, consonants, and diphthongs. The method in this research is a qualitative method with a case study approach obtained by a 4 year old man. In this study it was found that the IHA had acquired complete vowel phonemes at the age of 4 years and most consonant had also been obtained. He has also mastered the sound of double vowels or diphthongs. While the fricative sound [f], the vibrating sound [r] was not mastered until the age of 4 years. Uniquely, IHA has its own ola if it finds consonant / l / and consonant / r / which is located at the end of a word. IHA will replace it with the phoneme // ŋ //. This happens because the speech motor that IHA has is incomplete or not yet fully developed.
Keywords: phonological acquisition; vocal; consonant;
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pemerolehan
fonologi berupa pemerolehan vokal, konsonan, dan diftong. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan
studi kasus yang diperoleh seorang laki-laki berusia 4
tahun. Pada penelitian ini ditemukan
bahwa IHA (kepanjangannya)
telah memperoleh fonem vokal lengkap di usia 4 (empat) tahun dan sebagian besar bunyi konsonan juga telah diperoleh. Bunyi vokal rangkap atau diftong juga telah ia kuasai. Sementara bunyi
frikatif [f], bunyi getar [r] belum dikuasainya sampai usia 4 (empat) tahun. Uniknya, IHA memiliki pola tersendiri jika menemukan
konsonan /l/ dan konsonan /r/ yang terletak pada akhir kata. IHA akan
menggantinya dengan fonem //ŋ//. Ini terjadi karena speech motor yang IHA miliki belum lengkap atau
belum berkembang dengan sempurna.
Kata kunci: pemeroleh fonologi vokal; konsonan; bahasa
Coresponden Author
Email:
[email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Bahasa adalah alat komunikasi yang terorganisasi dalam bentuk satuan-satuan, seperti kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulis (Wiratno & Santosa, 2014).
Bahasa adalah bunyi ujar yang digunakan sebagai alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai alat komunikasi antar masyarakat, yang berupa bunyi, suara, tanda/isyarat atau lambang yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada manusia yang lain (Markub, 2015). Setiap orang mengalami proses pemerolehan bahasa yang berbeda-beda. Bahasa pertama seseorang adalah bahasa ibu yang didapat sang anak dari lingkungannya. Pemerolehan bahasa sebagai proses awal dari penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak dilakukan secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Proses ini berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa selalu berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Orang tua diminta untuk mengerti perkembangan bahasa pada anak dan mengerti bahwa karakter pengaruh sosial sangat penting untuk pendidikan si anak. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Dardjowidjojo, 2012), ( Kusuma, 2016), (Tarigan, 2009), (Molai, 2019).
Menurut (Tussolekha, 2015) seorang anak
yang memiliki status normal
pertumbuhan pikirannya akan mempelajari bahasa pertama yaitu bahasa ibunya dalam tahun-tahun pertama dalam hidupnya. Proses ini terjadi
hingga kira-kira umur 5 (lima)
tahun.
Sedangkan perkembangan
bahasa memiiki konsep tentang kemampuan anak untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah, berbicara sopan perintah dan berbicara sopan (Safitri, 2017).
Seseorang akan melewati
beberapa tahapan saat memperoleh bahasa pertamanya. Meskipun urutan pemunculan bunyi
bersifat genetik karena perkembangan biologi manusia itu tidak sama, maka waktu
munculnya suatu bunyi tidak dapat diukur dengan tahun atau bulan kalender, namun ini perhatikan (Dardjowidjojo,
2012). Hal tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Maksan (1993) yang membagi proses pemerolehan bahasa menjadi
enam tahap. Membabel (0;0—1;0), holofrasa (1;0—2;0), ucapan dua kata (2;0—2;6), permulaan tata bahasa (2;6—3;0), menjelang tata bahasa dewasa (3;0—4;0), dan kecakapan penuh (4;0—5;0). Fatmawati (2015) menjelaskan
beberapa tahap pemerolehan bahasa yang terbagi menjadi empat tahap, yaitu tahap pralinguistik, tahap satu kata, tahap dua kata, dan tahap banyak kata.
Kajian mengenai pemerolehan
bahasa mencakup empat pemerolehan umum yaitu pemerolehan fonologi, morfologi, sistaksis, dan semantik. Pemerolehan bahasa anak dimulai dari pemerolehan fonologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang bunyi ujaran (Muslich, 2015). Kajian fonologi bertujuan
untuk menemukan fonem-fonem termasuk membahas peran fonem dalam membentuk
struktur suku kata (Subroto, 2007), (Amril & Ermanto, 2007). Menurut (Widyorini,
Marlina Dwisiwi dan, Julananda Putri Sahasti, 2018). Fonologi memiliki pola yang jauh lebih bervariasi dengan adanya sistem yang biasa
terlihat dalam pemerolehan fonologi anak. Hal tersebut
karena beberapa anak
mengembangkan pemerolehan fonologinya cukup berbeda dari target morfologi dan
dari biasanya dalam berkembang fonologi. Kemampuan menganalisis fonologi serta
kemampuan berujar pada setiap anak akan berbeda, tidak bergantung pada usia (Amaliah, 2017). Pemerolehan
fonologi berhubungan dengan proses penyusunan suku kata yang terdiri dari vokal
dan konsonan.
Sistem fonologi anak dapat dilihat
melalui perkembangan saat anak mulai
mengucapkan kata-kata pertamanya
dalam kaidah bahasa yang baik dan penyampaian makna dengan benar. Jadi, sistem bunyi seorang
anak ditandai dengan dimulainya anak berkomunikasi saat berusia sekitar
satu tahun. (Eviyanti, 2008) mengatakan
bahwa dalam pemerolehan fonologi
setiap individu mempunyai variasi tesebut dapat berupa: 1) variasi performance, yang dilihat berdasarkan keturunan dalam bentuk pilihan yang berbeda atau kemampuan
perbedaan tipe belajar sehingga menentukan perbedaan di antara anak, 2) variasi
lingkungan, yaitu keadaan yang disebabkan oleh perbedaan dalam input pada anak yang berbeda, dan 3) variasi
linguistik, yaitu keadaan yang timbul dari sejumlah pilihan yang berbeda pada piranti pemerolehan
bahasa yang menyediakan pemerolehan terutama jenis struktur.
Penelitian bahasa anak cukup banyak dilakukan peneliti
lainnya, seperti penelitian pemerolehan bahasa anak yang dilakukan oleh Prima Gusti Yanti pada anak usia 2 - 2,5 tahun ditemukan TPM telah
menguasai fonem [a], [i], [u], [e], [o], [∂],
[є], dan [Ο]. Fonem vokal itu dikuasainya pada usia 2 tahun 1 bulan. Vokal pertama
yangdikuasainya adalah vokal [a], [i], dan [u].
Penelitian pada seorang anak berusia 2 tahun ditemukan
repertoar fonetik mereka kehilangan beberapa frikatif dan semua affricates,
serta /r/. Secara konsisten menggunakan pola kesalahan diidentifikasi termasuk
pengurangan gugus, penghapusan konsonan akhir, berhenti, fronting, suku kata
lemah, penghapusan, meluncur dan deaffrication. Temuan ini memberikan
bukti awal bahwa penilaian formal langsung dari anak berusia 2 tahun (McIntosh & Dodd, 2008).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh
banyak peneliti terlihat bahwa anak
usia berkisar 2-5 tahun, kesulitan dalam
memperoleh konsonan /r/. Selain itu, untuk anak yang memiliki orang tua yang
menggunakan multibahasa ditemukan bahwa penguasaan bahasa anak menjadi dua.
Untuk itu, penulis juga ingin meneliti pemerolehan fonologi pada seorang anak
Melayu yang mendapat bahasa Ibu yaitu Bahasa Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk memaparkan pemerolehan fonologi yang meliputi pemerolehan
vokal, pemerolehan konsonan, dan diftong yang diperoleh seorang anak yang berusia 4 (empat)
tahun.
Metode Penelitian
Metode penelitian pada
dasarnya merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2015). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan dokumentasi. Dokumentasi
ini berfungsi untuk menjadi bukti mengenai adanya proses pengamatan, dan
melalui dokumentasi ini juga dapat menjadi suatu cara mengantisipasi adanya
kekeliruan atau kesalahan dalam proses penilaian (Amelin, Ramadan,
& Gani, 2019). Melalui metode kualitatif ini akan dideskripsikan pemerolehan dan perkembangan fonologi pada seorang anak. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada seorang anak laki-laki
bernama Ilham Hafizd Arsenio
(selanjutnya disingkat IHA)
yang lahir pada 14 Januari
2017. Informan dalam penelitian adalah informan utama. Informan utama adalah seseorang yang memberikan keterangan utama dalam penelitian
adalah Ilham Hafizd Arsenio
yang saat ini berusia 4 tahun. Untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data maka peneliti menggunakan instrumen pembantu berupa buku catatan,
alat rekaman, dan kamera.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Pemerolehan Vokal dan Konsonan
1.
Pemerolehan Vokal
Bentuk bunyi vokal dapat dilihat
jika memenuhi kriteria berikut (1) tinggi rendahnya lidah, (2) posisi lidah, (3)
ketegangan lidah, dan (4) bentuk bibir (Dardjowidjojo, 2003); (Abdul Chaer, 2007). Posisi lidah bisa berbentuk vertikal atau horizontal. Secara vertikal, vokal
dibedakan menjadi vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal
tengah, misalnya bunyi [e] dan [ә]; vokal rendah, misalnya bunyi [a]. Secara
horisontal vokal
dapat dibedakan adanya
vokal depan, misalnya bunyi [i] dan [e]; vokal pusat, misalnya bunyi [ә]; dan
vokal belakang, misalnya bunyi [u] dan [o].
Pemerolehan vokal menurut bentuk
mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut
vokal dibedakan sebagai berikut [i]
adalah vokal depan tinggi tak bundar, [e] adalah vokal depan tengah tak
bundar, [ә] adalah vokal
pusat tengah tak bundar, [o] adalah vokal belakang tengah
bundar, [a] adalah vokal pusat rendah tak bundar (Abdul Chaer, 2007). Berdasarkan tahap
pemerolehan bahasa oleh Maksan, usia IHA termasuk dalam tahap kecakapan penuh yaitu saat
berusia 4 sampai 5 tahun. Pemerolehan vokal IHA tergambar pada tabel berikut.
Tabel 1
Pemerolehan Vokal
Vokal |
Vokal
yang diucapkan |
Pelesapan fonem |
Pergantian fonem |
a |
[a] |
- |
- |
i u e o ә |
[i] [u] [e] [o] [ә] |
- - - - - |
- - - - - |
Pemerolehan vokal
yang dimiliki oleh IHA seperti
yang tergambar dari tabel menjelaskan bahwa IHA telah mendapatkan semua huruf vokalnya pada usia 4 tahun. Huruf
vokal ini dapat diucapkan IHA dengan fasih dan tidak terikat pada peletakan fonemnya. Seluruh vokal dapat
diucapkan IHA meski huruf tersebut terletak di awal, di tengah, atau di akhir suatu kata. IHA fasih menyebutkan kata ada, dadu, ikan, ini, ulat, ke
mana, bolo, obat, dan kata lain tanpa memiliki masalah. Jadi, pemerolehan vokal IHA pada usia 4 tahun telah mencapai
tahap yang sempurna.
2.
Pemerolehan Konsonan
Bunyi-bunyi konsona dibedakan berdasarkan tiga
kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam
pembentukan bunyi itu.
Berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal antara
lain konsonan: Bilabial, yaitu bunyi [p],
[m], dan [b]. Labiodental, yaitu bunyi [f]
dan [v]. Laminoalveolar, yaitu bunyi [t] dan [d]. Dorsovelar, yaitu bunyi [k] dan [g].
Berdasarkan cara artikulasinya, dapat
dibedakan adanya konsonan Hambai,
yakni bunyi [p, b, t, d, k, g]. Geseran, misalnya bunyi [f, s, dan z]. Paduan, yakni bunyi [c] dan [ j ]. Sengauan
atau nasal, misalnya bunyi [m], [n], dan [ŋ]. Getar atau trill,
contohnya konsonan [r]. Sampingan atau lateral, contohnya konsonan [l]. Hampiran atau aproksiman atau sering juga disebut
semi vokal. Misalnya konsonan [w] dan
[y] (Abdul Chaer, 2012).
Pada usia 4 tahun yang disebut tahap kecakapan
penuh, pemerolehan konsonan pada IHA tergambar pada tabel berikut.
Tabel 2
Pemerolehan Konsonan
Huruf |
Huruf yang diucapkan |
Pelesapan fonem |
Pergantian fonem |
b |
[be] |
- |
- |
c |
[ce] |
- |
- |
d |
[de] |
- |
- |
f |
[esh] |
- |
/f/ menjadi /s/ dan /h/ |
g |
[ge] |
- |
- |
h |
[A] |
/h/ |
- |
j k l |
[je] [ka] [eng] |
- - - |
- - /l/ menjadi /ŋ/ |
m n p q r s t v w x y z |
[em] [en] [pe] - [eg] [sh] [te] [pe] [we] [ek] [ye] [jet] |
- - - - /r/ - - /v/ - /s/ - /z/ |
- - - - /r/ menjadi /g/ /s/ menjadi /s/ dan /h/ - /v/ mejadi /p/ - - - /z/ menjadi /j/ |
Dari
21 konsonan dalam bahasa Indonesia, IHA mendapatkan
hampir semua konsonan. Meskipun pada beberapa konsonan, IHA mengganti fonem yang ia ucapkan sesuai
kemampuannya, pemerolehan konsonan IHA hampir mendekati sempurna. Akan tetapi, untuk fonem
/q/, IHA mengaku sulit mengatakannya dan memilih untuk tidak menggunakan
fonem tersebut. Selain itu pada fonem /f/, /l/, /r, /s/, /v/, /z/ IHA yang belum memiliki kemampuan sempurna mengganti pengucapannya sesuai dengan kemampuan
yang ia miliki. Pada fonem /h/, dan /x/, IHA melepaskn
fonemnya.
Berdasarkan pemerolehan
konsonan pada IHA, ditemukan
beberapa keunikan. Hal ini ditemukan pada pemerolehan fonem /l/ dan /r/.
IHA cenderung mengubah kedua fonem tersebut
jika disebutkan dalam kata dengan pola dan susunan yang sama. Pemroleha unik ini dilihat
dari pemerolehan konsonan berdasarkan letaknya di dalam sebuah kata.
Tabel 2
Pemerolehan Konsonan Unik
Fonem |
di awal |
di tengah |
di akhir |
r |
- |
- |
- |
l |
√ |
√ |
- |
IHA belum mendapat pemerolehan konsonan /r/ meski letaknya di awal, di tengah, maupun di akhir. Akan tetapi, untuk fonem
/l/, IHA belum memperoleh konsonannya jika fonem /l/ terletak di akhir kata. Keunikan lain pada kedua pemerolehan ini dilhat dari
kaa-kata yang diucapkan
IHA. Kata-kata dengan susunan
unik milik IHA dapat diihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Susunan Perubahan pada Kata yang Memiliki
Fonem /l/
yang Berada di
Tengah
Kata |
Kata
yang diucapkan |
Pelesapan fonem |
Pergantian fonem |
kelapa selamat selatan belakang |
[kapa] [camat] [catan] [bakang] |
/e/, /l/ /e/, /l/ /e/, /l/ /e/, /l/ |
- - - - |
Keunikan yang IHA miliki adalah
berubahnya susunan pengucapan suatu kata dengan pola yang sama. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.2, IHA telah memperoleh konsonan /l/ meski berada di tengah kata. Seperti pada kata lalat
atau lilit. Akan
tetapi, jika fonem /l/ tersebut terletak pada tengah kata dalam kata yang terdiri dari tiga suku
kata, IHA cenderung mengilangkan
bunyi beberapa fonem.
Contohnya pada kata kelapa, IHA menyebutkannya dengan kapa; belakang disebutkan menjadi bakang. Dengan demikian pola pelesapan fonem yang miliki IHA tergambar seperti pola berikut ini.
Kata yang diucapkan = KD - f1, f2
Kata yang diucapkan = K1+f3 dan seterusnya
Kata yang diucapkan = Kelapa
- /e/, /l/
= /k/ + /a/, /p/, /a/
= [kapa]
Pola ini berlaku
untuk semua kata yang memiliki fonem /l/ yang berada di tengah dan terdiri dari tiga
suku kata.
Tabel 4
Susunan Perubahan pada Kata yang Memiliki
Fonem /l/
yang Berada di Akhir
Kata |
Kata yang diucapkan |
Pelesapan fonem |
Pergantian fonem |
kail kuil mail kutil |
[kaiŋ] [kuiŋ] [maiŋ] [kutiŋ] |
/l/ /l/ /l/ /l/ |
/l/ menjadi /ŋ/ /l/ menjadi /ŋ/ /l/ menjadi /ŋ/ /l/ menjadi /ŋ/ |
Pada fonem /l/ yang terletak di akhir kata, IHA memang belum mendapatkannya.
IHA cenderung membuat pola yang sama jika mengatakan kata-kata dengan fonem /l/ di akhir kata. Seperti contoh yang terdapat pada Tabel 2.4. Pola pelesapan dan pergantian fonem dengan kata berfonem /l/ digambarkan sebagai berikut.
Kata yang diucapkan = KD - (fakhir
diganti menjadi /ŋ/)
= kail - (/l/ diganti menjadi /ŋ/)
= [kaiŋ]
Pola ini berlaku
untuk semua kata yang memiliki fonem /l/ yang berada di akhir kata.
Tabel 5
Susunan Perubahan pada Kata yang Memiliki
Fonem /r/
yang Berada di
Akhir
Kata |
Kata yang diucapkan |
Pelesapan fonem |
Pergantian fonem |
kamar lapar air hampir |
[kamaŋ] [lapaŋ] [aiŋ] [hampiŋ] |
/r/ /r/ /r/ /r/ |
/r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ |
motor bor kapur hancur per senter |
[motoŋ] [boŋ] [kapuŋ] [kapuŋ] [peŋ] [senteŋ] |
/r/ /r/ /r/ /r/ /r/ /r/ |
/r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ /r/ menjadi /ŋ/ |
Pada fonem /r/ yang terletak di akhir kata, IHA memang belum mendapatkannya.
IHA cenderung membuat pola yang sama jika mengatakan kata-kata dengan fonem /r/ di akhir kata. Seperti contoh yang terdapat pada Tabel 2.5. Pola pelesapan dan pergantian fonem dengan kata berfonem /r/ digambarkan sebagai berikut.
Kata yang diucapkan = KD - (fakhir diganti
menjadi /ŋ/)
= kapur - (/r/ diganti menjadi /ŋ/)
= [kapuŋ]
Pola ini berlaku
untuk semua kata yang memiliki fonem /r/ yang berada di akhir kata dengan huruf vokal
yang berbeda-beda. Pada dasarnya Hanya saja untuk anak yang tergolong-pemberontak, atau negativistiknya
kuat, umumnya enggan dikoreksi. Sebaiknya kita tidak memaksa meski tetap memberi
tahu yang benar dengan mengulang kata yang dia ucapkan (Devianty, 2016). Untuk itu, agar anak menjadi fasih berbicara
sesuai kaidah, perlu kerja keras
orang tua dan lingkungan sekitar untuk terus
mengoreksi ucapan anak tersebut. Pelafalan tuturan anak yang tidak sempurna, misalnya dalam pelafalan
terdapat pelesapan fonem dan perubahan fonem. Pelesapan dan perubahan fonem
terjadi karena anak-anak belum dapat melafalkan fonem-fonem tertentu (Maharany, 2016).
B. Pemerolehan Diftong atau Vokal Rangkap
1. Diftong atau Vokal Rangkap
Diftong atau vokal
rangkap adalah bunyi saat posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian
awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi
rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak serta strikturnya. Namun yang
dihasilkan bukan dua buah bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada
dalam satu silabel. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah [au] seperti
terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti
terdapat pada kata cukai dan landai. Apabila dua buah vokal
berurutan, namun yang pertama terletak pada suku kata yang berlainan dari yang
kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi vokal [au] dan [ai] pada kata
seperti bau dan lain bukan diftong (Abdul Chaer, 2012).
Pemerolehan diftong atau
vokal rangkap yang terjadi pada IHA telah mencapai tahap yang baik karena kemampuannya dalam mengucapkan diftong. Pemerolehan
diftong dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6
Pemerolehan Diftong
Kata |
Kata yang diucapkan |
Pelesapan fonem |
Pergantian fonem |
pantai pulau sampai amboi survei |
[pantaʸ] [pulau] [sampaʸ] [amboʸ] [cuvei] |
- - - - /r/ |
- - - - /s/ menjadi /c/ |
IHA
mulai mendapatkan diftong mulai usia
tiga tahun. Memasuki usia ke
empat, IHA tergolong mahir mengucapkan diftong tanpa masalah.
Hanya saja, pengucapan diftong dengan kata-kata yang memiliki konsonan /r/, IHA akan menggantinya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
Kesimpulan
Sampai usia 4 (empat) tahun, IHA telah
memperoleh sebagian besar fonem dalam
Bahasa Indonesia. IHA telah memperoleh
semua vokal, semua diftong, dan sebagian besar konsonan. Untuk konsonan yang belum sama sekali dapat
diucapkan oleh IHA adalah fonem /q/. Sedangkan untuk konsonan f, l, r, s, v, x,
dan z, IHA cenderung menggantinya.
Ini terjadi karena gangguan fonologis bisa dikarenakan
faktor usia yang mengakibatkan alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk
berbicara (speech motor) belum lengkap atau belum berkembang sempurna;
dari susunan gigi geligi, bentuk rahang, sampai lidah yang
mungkin masih kaku. Hal
ini sejalan dengan yang mengatakan bahwa selain menggunakan struktur
bahasa yang masih kacau, anak-anak juga cenderung masih menguasai keterbatasan
dalam kosa kata dan pelafalan fonemnya secara tepat.
BIBLIOGRAFI
Amaliah, Mia Nur. (2017). Pemerolehan Kompetensi Fonologis Dan Gangguan Pemroduksian Ujaran Pada Anak Berusia 3 Sampai 4 Tahun. Caraka: Jurnal
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Serta Bahasa Daerah, 6(2),
47.
Amelin, Risanti, Ramadan, Syahrul,
& Gani, Erizal. (2019).
Memahami bahasa anak usia 14 bulan
melalui unsur “non-linguistik.” Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 146–152.
Amril & Ermanto. (2007). Fonologi
Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.
Chaer, A. (2003). linguistik umum. Jakarta: Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Chaer, Abdul. (2007). Linguistik umum. Penerbit Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. (2012). Psikolinguistik:
Pengantar pemahaman bahasa manusia. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Dardjowidjojo, Soenjono. (2003). Psikolinguistik:
Pengantar pemahaman bahasa manusia. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Devianty, Rina. (2016). Pemerolehan bahasa dan gangguan bahasa pada anak usia batita. Jurnal
Raudhah, 4(1).
Eviyanti, Evi. (2008). Pemerolehan
fonologi pada anak umur 2; 3. Jurnal Bahas,
17(01).
Fatmawati, Endang. (2015). Technology Acceptance model
(TAM) untuk menganalisis penerimaan terhadap sistem informasi di perpustakaanM Informasi Perpustakaan. Iqra: Jurnal Perpustakaan Dan Informasi, 9(1), 196942.
Hastuti, Sri Kurnia. (2018). Analisis
pemerolehan bahasa pertama (bahasa melayu) pada anak usia 3 tahun. Jurnal
Pena Indonesia, 4(1), 106–114.
Maharany, Andi Firdha. (2016). Gejala
fonologis bahasa indonesia pada anak usia 3-4 tahun di PAUD Permata Hati kota Kendari. Jurnal Bastra (Bahasa
Dan Sastra), 2(1).
Markub, Markub. (2015). Perubahan
Bunyi Fonem pada Kosakata Bahasa Indonesia dalam Kosakata Bahasa Melayu Thailand. Prosiding Seminar Internasional
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.
McIntosh, Beth, & Dodd,
Barbara J. (2008). Two-year-olds’ phonological acquisition: Normative data. International
Journal of Speech-Language Pathology, 10(6), 460–469.
Molai, Tahereh Nasabpour.
(2019). Factors Affecting Language Development of Children. Sciences, 6(1),
37–48.
Muslich, Mansur. (2015). Fonologi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Safitri, Yenny. (2017). Faktor-faktor
yang berhubungan dengan perkembangan bahasa balita di UPTD kesehatan Baserah tahun 2016. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
1(2), 148–155.
Subroto, Edi. (2007). Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UPT Penerbitan
dan Pencetakan UNS. UNS Press.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. (2009). Psikolinguistik.
Bandung: Angkasa.
Tussolekha, Rohmah. (2015). Mekanisme
pemerolehan bahasa pada anak usia satu
dan lima tahun. Jurnal
Pesona, 1(2).
Widyorini, Marlina Dwisiwi
dan, Julananda Putri Sahasti,
dan Sumarlam. (2018). Pemerolehan
Bahasa Pada Anak Usia 2-3 Tahun
melalui Metode Bernyanyi di Paud Nur Insani Piyaman. Wonosari,Gunungkidul: .Medan Makna.
XVI(2).
Wiratno, Tri, & Santosa, Riyadi.
(2014). Bahasa, Fungsi Bahasa, dan Konteks Sosial. Modul Pengantar
Linguistik Umum, 1–19.