Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 1, No. 8 Desember 2019

 


INTERAKSI IBU-ANAK DAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RS. SUMBER KASIH KOTACIREBON

 

Dwiyanti Purbasari dan Siska Puspita

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon

Email: [email protected] dan [email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan interaksi ibu anak dengan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon. Metode penelitian yang digunakan kuantitatif korelasional dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling sebanyak 22 responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer, teknik pengumpulan data menggunakan master tabel. Hasil penelitian diperoleh p-value ≤ α maka H0 ditolak artinya ada hubungan signifikan antara interaksi ibu anak dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon (p-value = 0,018 ; α = 0,05). Sedangkan r < 1 dan bernilai negative (-) maka terdapat hubungan yang sedang antara interaksi ibu anak dengan tingkat kecemasan anak di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih. Semakin baik interaksi ibu anak maka semakin ringan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih (r = -0,498). Diharapkan pada perawat di rumah sakit perlu melibatkan orangtua dalam proses asuhan keperawatan berdasarkan prinsip Family Centered Care.

 

Kata Kunci: Interaksi Ibu Anak, Tingkat Kecemasan, Hospitalisasi

 

Pendahuluan

Interaksi adalah satu pertalian antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lain (Chaplin, 2011). Interaksi ibu dan anak bersifat timbal balik yaitu sosialisasi yang bersifat dua arah. Artinya, anak-anak mensosialisasikan orang tua seperti halnya orang tua mensosialisasikan anak-anak (Santrock, 2012). Interaksi ibu dengan anak menjadi bagian penting dalam perkembangan anak. Dengan berinteraksi dapat menjalin kedekatan, memberikan perhatian dan kasih sayang, menanamkan etika sopan santun, meningkatkan kemampuannya dalam mempelajari sesuatu, dan mengetahui segala hal yang terjadi padanya (Wong, 2009). Bentuk interaksi antara ibu dan anak bisa berupa makan bersama, bermain, mendampingi belajar atau membaca buku cerita atau dongeng sebelum tidur.

Berdasarkan studi di Inggris mengungkapkan, ibu bekerja hanya menghabiskan waktu 1 jam 21 menit untuk memberi makan, memandikan dan bermain dengan anak (Organisation for Economic and Development (OECD), 2015). Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tahun 2016 mencatat, persentase anak laki-laki dan perempuan berumur 0-4 tahun yang beraktivitas bersama orangtua dalam seminggu terakhir, lebih banyak didominasi untuk kegiatan makan atau belajar makan sebesar 87,04%. Sementara itu, untuk kegiatan beribadah atau berdoa hanya sekitar 23,62%. Lalu kegiatan dibacakan buku cerita atau diceritakan dongeng hanya 13,48%. Sedangkan kegiatan menonton televisi bersama orang tua mencapai 65,88%. Dan orangtua yang tidak memiliki kebersamaan dalam seminggu dengan anaknya sebesar 0,93% (Yulianto, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian (Agustina, 2015) tentang hubungan interaksi orangtua terhadap keterampilan berbicara anak menunjukkan bahwa 54,84% interaksi yang dilakukan oleh orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan bicara karena keterampilan berbicara pada anak berusia 4-6 tahun dimana anak mulai berinteraksi dengan keluarga, lingkungan dan teman sebayanya. Menurut penelitian bahwa ibu memiliki sikap positif terhadap anak yang sedang dirawat. Ibu bisa memenuhi kebutuhan anak secara fisik maupun psikologis sehingga anak bersikap positif terhadap kegiatan keperawatan yang sedang dijalani anak.

Kesiapan anak dalam menghadapi kehidupan sosial bisa diamati dan dikembangkan, sebagai bentuknya adalah kematangan sosial. Apabila kematangan sosial tidak diperoleh pada usia balita, maka anak akan mengalami kesulitambersosialisasi. Bentuk ketidakmatangan sosial anak adalah anak egois, tidak peduli pada orang lain, agresif, berselisih, suka memukul, membangkang, kurang suka untuk berhubungan dengan orang lain, dan cemas jika bertemu dengan orang baru dikenal (Yusuf, 2011).

Reaksi tersebut pula ditunjukkan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi pada saat anak dirawat dirumah sakit. Hospitalisas i adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberaapa perubahan pada psikis anak (Nursalam & Utami, 2005). Reaksi terhadap perpisahan menyebabkan kecemasan pada anak sehingga anak menjadi tidak kooperatif terhadap perawatan dan pengobatan rumah sakit, anak menjadi sulit atau menolak didekati oleh petugas apalagi berinteraksi. Mereka akan menunjukkan sikap marah, menolak makan, berteriak-teriak, bahkan berontak saat melihat perawat atau dokter datang menghampirinya. Keadaaan ini akan menghambat dan menyulitkan perawatan dan pengobatan terhadap anak yang sakit.

Interaksi orang tua pada saat anak hospitalisasi dapat menguatkan melalui pemberian penghargaan baik dengan kasih sayang yang diberikan, perhatian dan kehangatan (Wong, 2009). Perhatian dan kehangatan yang dilakukan orang tua dengan memeluk anak, menjawab pertanyaan, berbicara dengan anak, berespon secara verbal, memuji kualitas anak, memeluk, mencium, menggendong dan membantu anak menunjukkan suatu penerimaan (Wong, 2009). Menurut hasil penelitian (Utami, 2014) anak dapat mengalami stress hospitalisasi dikarenakan banyak faktor antara lain yaitu lingkungan rumah sakit, berpisah dengan orang yang sangat berarti, hilangnya kebebasan dan kemandirian, pengalaman kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau interaksi dengan petugas rumah sakit. Berdasarkan lama anak hospitalisasi, yang mengalami peningkatan perilaku kooperatif paling tinggi menurut penelitian yang dilakukan (Rahma, 2009) adalah anak yang dirawat dalamwaktu sedang 3-6 hari dan yang paling rendah adalah amak yang dirawat dalam waktu singkat yaitu 1-2 hari.

Di Amerika Serikat, diperkirakan dari 5 juta anak menjalani hospitalisasi diantaranya 1,6 juta anak usia 2-6 tahun menjalani hospitalisasi karena injury dan berbagai penyebab lainnya (Disease Control, National Hospital Discharge Survey (NDHS), dalam Kaluas I, dkk, 2015). Di Indonesia, jumlah rawat inap atau hospitalisasi anak mencapai 2,3% dari jumlah penduduk di Indonesia (Kesehatan & RI, 2013). Penyakit yang banyak diderita adalah diare dan gastroentritis sebesar 36.238 jiwa, ISPA sebesar 11.034 jiwa, demam typoid dan paratyphoid sebesar 9.747 jiwa, dan pneumonia sebesar 9.180 jiwa (Ditjen BUK Kemenkes, 2016). Sedangkan provinsi Jawa Barat hospitalisasi anak sebesar 3,4% dari jumlah penduduk, jumlah ini lebih tinggi dari angka nasional yaitu sebesar 2,3% (Kesehatan & RI, 2013). Penelitianyang dilakukan oleh Lemos et al (2016) menunjukan bahwa persentase anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat di rumah sakit sebanyak 52,38% sedangkan persentase anak usia prasekolah (6-12 tahun) yakni 47,62%. Hal ini menunjukan bahwa anak prasekolah lebih rentan terkena penyakit serta takut dan cemas saat mendapat perawatan di rumah sakit (Ramdaniati & Hermaningsih, 2016).

Kecemasan akibat dirawat di rumah sakit pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap tahap protes ditandai dengan anak menangis kuat, menjerit, memanggil orang terdekatnya misalnya ibu. Tahap putus asa ditandai dengan anak akan tampak tegang, menangis berkurang, anak kurang aktif, kurang minat untuk bermain dan tidak ada nafsu makan. Dan tahap pelepasan yaitu anak akan mulai menerima perpisahan, mulai tertarik dengan lingkungan sekitar, mulai membina hubungan dengan orang lain (Hockenberry & Wilson, 2018).

Dampak hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh anak akan beresiko mengganggu tumbuh kembang anak dan berdampak pada proses penyembuhan (Ester & Supartini, 2019). Dampak lainnya yang dialami anak yakni anak akan menolak perawatan dan pengobatan (Stuart, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Ilmiasih, 2012) menunjukan dari 20 responden frekuensi tertinggi anak dengan tingkat kecemasan berat yaitu 14 responden (70%) dan frekuensi rendah anak dengan tingkat kecemasan sedang yaitu 6 responden (30%). Sedangkan menurut hasil penelitian (Warastuti & Astuti, 2015) tentang terapi bermain menurunkan kecemasan anak usia 3-6 tahun yang mengalami hospitalisasi bahwa sebagian besar anak mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 10 orang (50,0%) sebelum diberikan terapi bermain dan sebagian besar mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu 15 orang (75,0%) sesudah diberikan terapi bermain.

Jumlah data pasien anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani rawat inap di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon tahun 2018, pada bulan Januari sebanyak 16 anak, pada bulan Februari sebanyak 19 anak, dan pada bulan Maret sebanyak 15 anak dengan lama rawat inap 35 hari. Sebanyak 75% penyakit terbanyak pasien anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon yaitu demam typoid (Medrec RS. Sumber Kasih, 2018). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon pada tanggal 20-23 April 2018, hasil observasi didapatkan 3 dari 4 anak usia prasekolah yang menolak dirawat dengan respon menangis dan menjerit saat dilakukan tindakan invasif, dimana 2 diantaranya tidak mau disuntik pemberian obat dan mengukur tanda-tanda vital dan 1 anak lainnya menolak pemasangan infus.

Hasil wawancara peneliti dengan 3 orangtua anak mengatakan anaknya selalu menangis, rewel, mudah terkejut, tidak bisa tidur dimalam hari, dan selalu ingin ditemani. Orangtua juga mengatakan anaknya menolak makan dan meminta pulang. Sementara itu satu orang ibu mengatakan anaknya sudah sering masuk rumah sakit dan terbiasa dengan lingkungan rumah sakit. Anak-anak yang mengalami kecemasan ternyata memiliki ibu yang bekerja. Hasil wawancara dari 3 orangtua yang anaknya mengalami kecemasan, 1 diantaranya saat sang ibu bekerja, anak hanya ditemani oleh nenek dan asisten rumah tangga. Sehingga intensitas interaksi antara ibu dan anak kurang dari 8 jam, yaitu ketika ibu pulang bekerja hanya bisa menemani anak saat makan malam dan tidur dimalam hari. Sementara satu orangtua yg ibunya bekerja memilih untuk cuti saat anaknya dirawat. Sisanya ibu yang tidak bekerja tetapi memiliki anak kecil dirumahnya hanya berinteraksi sekitar 2 jam yaitu pada saat jam makan siang dan menemani anak tidur siang kemudian ibu pulang ketika sore hari.

Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan interaksi ibu anak dengan tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah selama hospitalisasi di ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon

 

Metode Penelitian

Dalampenelitianinimenggunakan penelitiankuantitatifkorelasionaldengan pendekatanpotonglintang(crosssectional). Populasidalampenelitianiniadalahseluruhanakusiaprasekolah(3-6tahun)diRuang KintamaniRumahSakitSumberKasih CirebonpadabulanMei2018sejumlah22 anak. Teknikpengambilansampeldalam penelitianiniadalahtotalsamplingyaitu sebanyak 22 anak.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembar observasiinteraksiibuanakyaitumenggunakanskala PICCOLO (ParentingwithChildren: ChecklistofObservationsLinkedto Outcomes)danlembarkuesionertingkat kecemasanyaitumenggunakanPreshool AnxietyScaleRevised(PASR)yangsudah dimodifikasi.Analisaunivariatpada penelitianinimenggunakanskala prosentase dan analisa bivariat menggunakan uji statistik korelasirankspearman.Penelitianini dilakukandiRuangKintamaniRumahSakit Sumber Kasih Cirebon dan dilaksanakan pada tanggal 8 Juni s/d 8 Juli 2018.

 

Hasil dan Pembahasan

1.      Hasil

A.       Analisa Univariat

Analisa univariat meliputi data interaksi ibu anak dan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

1)      Interaksi Ibu Anak

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi responden interaksi ibu pada anak selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Interaksi Ibu Pada Anak Selama Hospitalisasi

No

Interaksi Ibu Anak

Frekuensi (f)

Persentase (%)

1

Baik

14

63,6

2

Kurang

8

36,4

 

Jumlah

22

100

 

Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa setengah responden (63,6%) telah melakukan interaksi dengan baik selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih.

2)      Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi responden tingkat kecemasan anak selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Responden Tingkat Kecemasan Anak Selama Hospitalisasi

No

Tingkat Kecemasan

Frekuensi (f)

Persentase (%)

1

Ringan

7

31,8

2

Sedang

15

68,2

3

Berat

0

0

4

Panik

0

0

 

Jumlah

22

100

Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa setengah responden (68,2%) mengalami tingkat kecemasan sedang selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon.

B.       Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menguji hubungan interaksi ibu anak dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon. Dalam menganalisa data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi spearman rank yang digunakan mencari atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama.

Tabel 3

Tabulasi Silang Hubungan Interaksi Ibu Anak Dengan Tingkat Kecemasan Anak Selama Hospitalisasi

Valiable

R

p-value

N

Interaksi Ibu Anak

-0,498

0,018

22

Tingkat Kecemasan

 

 

2.      Pembahasan

A.       Interaksi Ibu Anak Prasekolah Selama Hospitalisasi

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa setengah responden (63,6%) telah melakukan interaksi dengan baik selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Astri Artanti (2013) yang memiliki interaksi ibu anak dalam kategori tinggi dengan jumlah 86 ibu (96,9%). Hal tersebut dapat disebabkan karena beberapa faktor, faktor yang paling menunjang adalah mempengaruhi (daya cipta dan kehangatan) dan mengarahkan (menentukan) anak dalam berinteraksi.

Interaksi yang baik ini terjadi karena minat atau keinginan yang timbul dari ibu dan anak untuk melakukan interaksi. Ibu mampu berbicara dengan lemah lembut bahkan mampu menunjukkan kehangatan emosional dengan memberikan dukungan positif berupa menjaga anak selama hospitalisasi dan mendampingi anak saat di periksa petugas medis sehingga anak mendapatkan kepuasan akibat telah terpenuhinya segala kebutuhan fisik dan emosionalnya. Dengan terpenuhinya kebutuhan emosionalnya, anak merasakan kegembiraan yang dapat berbentuk kepuasan dalam hati seperti senyum sampai tertawa. Dari interaksi yang sudah terjalin dengan baik itu, anak dapat mengkontrol kecemasannya selama hospitalisasi.

Menurut Roggman, Cook, Jump, Innoccenti,dan Cristiansen interaksi ibu anak merefleksikan tingkatan dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman (security), kepercayaan (trust), afeksi positif (positive affect), dan ketanggapan (responsiveness) dalam hubungan mereka (Roggman, Cook, Jump, Innoccenti, 2013). Kehangatan menjadi komponen mendasar dalam hubungan ibu anak yang dapat membuat anak merasa dicintai dan mengembangkan rasa percaya diri. Kehangatan memberi konteks bagi afeksi positif yang akan meningkatkan mood untuk peduli dan tanggap terhadap orang lain.

B.       Tingkat Kecemasan Anak Prasekolah Selama Hospitalisasi

Hasil penelitian didapatkan bahwa setengah responden (68,2%) mengalami tingkat kecemasan sedang selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Risky Asdianty (2017) menyebutkan bahwa terdapat 12 orang (57, 14%) yang mengalami kecemasan sedang selama menjalani hospitalisasi. Kecemasan sedang dalam penelitian ini dipengaruhi banyak faktor yaitu pengalaman pertama anak menjalani hospitalisasi, prosedur invasif dan nyeri. Anak yang mendapat suntikan berulang tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti. Pengalaman ini dapat menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya anak tidak memberikan rasa nyaman atau menenangkannya (Sandra, 2009).

Dalam penelitiain ini mayoritas anak mengalami kecemasan sedang dikarenakan dalam proses hospitalisasi kecemasan yang timbul terkait dengan usia anak prasekolah dan pengalaman dirawat di rumah sakit. Selain itu, penyebab kecemasan pada anak yaitu anak takut terhadap setiap tindakan perawat pada saat mengukur tanda-tanda vital dan tindakan invasif. Bila perawat datang anak terlihat tegang, khawatir bahkan menangis.

Anak prasekolah terkadang mengalami kesukaran dalam menginterpretasikan dan memberikan penerangan mengenai apa yang orang dewasa anggap sederhana namun bagi anak prasekolah dianggap sesuatu yang kompleks (Ramadiana, 2010). Kecemasan akibat dirawat di rumah sakit pada anak usia prasekolah dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap tahap protes ditandai dengan anak menangis kuat, menjerit, memanggil orang terdekatnya misalnya ibu. Tahap putus asa ditandai dengan anak akan tampak tegang, menangis berkurang, anak kurang aktif, kurang minat untuk bermain dan tidak ada nafsu makan. Dan tahap pelepasan yaitu anak akan mulai menerima perpisahan, mulai tertarik dengan lingkungan sekitar, mulai membina hubungan dengan orang lain (Hockenberry & Wilson, 2018).

C.       Hubungan Interaksi Ibu Anak Dengan Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara interaksi ibu anakdengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon (p-value = 0,018 ; α = 0,05). Semakin baik interaksi ibu anak maka semakin ringan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih (r = - 0,498).

Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Winarsih (2012) mengenai hubungan peran orangtua dengan dampak hospitalisasi anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD RA Kartini Jepara dengan sampel 60 responden diperoleh hasil kategori peran serta orangtua yang kurang baik dan dampak hospitalisasi anak negatif sebesar 86,4% sedangkan pada kategori peran orangtua yang baik dampak hospitalisasi anak positf sebesar 94,7%. Hal tersebut karena peran orangtua sangat dibutuhkan pada saat anak hospitalisasi, bentuk peran serta orangtua dalam perawatan anak dirumah sakit adalah keterlibatan orangtua dalam perawatan. Peran orangtua mulai komunikasi antara anak dengan perawat, membantu mendampingi anak selama prosedur perawatan. Hal ini membuat anak merasa nyaman dan menurunkan kecemasan anak selama hospitalisasi (Winarsih, 2012).

Menurut peneliti, pemahaman ibu tentang kecemasan anak akibat hospitalisasi sangatlah penting, bukan hanya ketakutan anak akan tindakan/prosedur yang menyakitkan serta lingkungan asing tetapi juga kehilangan kontrol karena pembatasan aktivitas fisik seperti bermain dan kecemasan karena perpisahan dengan figur pemberi kasih sayang yaitu ibu selama prosedur yang menakutkan atau menyakitkan. Dengan adanya interaksi yang baik antara ibu dan anak juga pemahaman ibu tentang faktor kecemasan anak selama hospitalisasi, maka kecemasan anak akan teratasi sehingga anak merasa nyaman saat menjalani perawatan. Semakin baik interaksi ibu anak maka semakin ringan tingkat kecemasan anak.

 

Kesimpulan

1.    Interaksi ibu dengan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon didapatkan bahwa setengah responden (63,6%) telah melakukan interaksi dengan baik.

2.    Tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon didapatkan bahwa setengah responden (68,2%) mengalami tingkat kecemasan sedang.

3.    Ada hubungan signifikan antara interaksi ibu anak dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) selama hospitalisasi di Ruang Kintamani Rumah Sakit Sumber Kasih Cirebon (p-value = 0,018 ; α = 0,05).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agustina, Dwi. (2015). Hubungan Antara Interaksi Orangtua dengan Keterampilan Berbicara Anak Usia 4-6 Tahun Di TK Pertiwi Babakan Kalimanah Purbalingga Jawa Tengah. Universitas Negeri Yogyakarta.

 

Chaplin, James Patrick. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

 

Ester, Monica, & Supartini, Yupi. (2019). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC.

 

Hockenberry, Marilyn J., & Wilson, David. (2018). Wong�s nursing care of infants and children-E-book. Elsevier Health Sciences.

 

Ilmiasih, R. (2012). Pengaruh seragam perawat: rompi bergambar terhadap kecemasan anak pra sekolah akibat hospitalisasi. Depok: Universitas Indonesia.

 

Kesehatan, Kementerian, & RI, Kementerian Kesehatan. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

 

Nursalam, Rekawati Susilaningrum, & Utami, Sri. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.

 

Rahma. (2009). Tingkat Kooperatif Anak Usia Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) Melalui Terapi Bermain Selama Menjalani Perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih Jogjakarta. Jurnal Kesehatan Surya Medika.

 

Ramdaniati, Sri, & Hermaningsih, Susy. (2016). Comparison study of art therapy and play therapy in reducing anxiety on pre-school children who experience hospitalization. Open Journal of Nursing, 6(1).

 

Roggman, Cook, Jump, Innoccenti, dan Cristiansen. (2013). Technical Report. Retrieved April 18, 2018, from http://archive.brookespublishing.com/doc%0Auments/PICCOLO-technicalappendix.pdf

 

Santrock, John W. (2012). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

 

Stuart, Gail W. (2019). Buku saku keperawatan jiwa. EGC.

 

Utami, Yuli. (2014). Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(1).

 

Warastuti, Widya, & Astuti, Erlina Suci. (2015). Kecemasan Anak Usia 3-6 Tahun Dengan Hospitalisasi Pre Dan Post Pemberian Terapi Bermain. Jurnal Keperawatan Terapan, 1(2), 67�73.

 

Winarsih. (2012). Hubungan Peran Orangtua Dengan Dampak Hospitalisasi Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di RSUD RA Kartini Jepara.

 

Wong, Dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

 

Yulianto, Agus. (2016). Kualitas Interaksi Orang Tua-Anak Rendah.

 

Yusuf, Syamsu. (2011). Psikologi perkembangan anak dan remaja. PT Remaja Rosdakaryam.