Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 3, No. 2, Februari 2021
OVERVIEW ANALISIS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA
INDUSTRI PERTAMBANGAN DI BEBERAPA NEGARA
Hertanti Kusuma Wardani dan Nur Khamim
Universitas
Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
�dan [email protected]
Abstract
The effort to reduce
and eliminate the dangers of mining activities by preventing losses that is by
implementing the application of safety management. Safety management systems
are applied throughout the world. The world gets permission for industrial
safety and health to get occupational safety and health. This safety management
system is not only applied in Indonesia but also applied in several other
countries such as South Korea, Singapore, Malaysia and Australia. In this study
an analysis of the differences in the safety management system in these
countries with an outline with the aim to carry out an analysis of the safety
management system in large rock countries. The comparison obtained from the
management system required and applied by the government regarding the safety
system in these countries. For Indonesia and Singapore, a safety management
system must be implemented in industrial companies, whereas for countries such
as South Korea the safety management system is voluntary in other words the
safety management system is implemented voluntarily by the industry. Australia
is more applying safety management system standards and references for
industrial needs. Safety management systems in Australia, South Korea and
Malaysia are being readjusted to suit industry needs.
Keywords: safety management system; mandatory; voluntary;
standard
Abstrak
Upaya untuk mengurangi dan menghilangkan
bahaya dari kegiatan pertambangan dengan melakukan loss prevention yakni
dengan adanya penerapan sistem manajemen keselamatan. Sistem manajemen
keselamatan diterapkan di seluruh dunia. Dunia semakin menetapkan pedoman untuk
keselamatan dan kesehatan industri untuk mempromosikan keselamatan dan
kesehatan kerja. Sistem manajemen keselamatan ini bukan hanya diterapkan di
Indonesia namun juga diterapkan di beberapa negara lainnya seperti Korea
Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia. Penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis perbedaan sistem manajemen keselamatan di negara-negara tersebut
secara garis besar dengan tujuan untuk melakukan analisis perbandingan sistem
manajemen keselamatan di bebagai negara secara garis besar. Perbandingan yang
diperoleh yakni sistem manajemen terdapat pada penerapan yang dilakukan dan
peraturan pemerintah mengenai sistem keselamatan di negara-negara ini. Untuk
Indonesia dan Singapura, sistem manajemen keselamatan wajib diimplementasikan
di perusahaan industri, sedangkan untuk negara seperti Korea selatan sistem
manajemen keselamatannya bersifat voluntary
dengan kata lain sistem manajemen keselamatan diterapkan secara sukarela oleh
indusrti. Australia lebih menerapkan standar dan referensi sistem manajemen
keselamatan untuk kebutuhan industri. Sistem manajemen keselamatan di Australia,
Korea Selatan dan Malaysia disesuaikan kembali dengan kebutuhan industri.
Kata kunci: Sistem manajemen keselamatan; mandatory; voluntary dan standar
Pendahuluan
Pertambangan, menurut
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang (UU RI, 2020).
Industri pertambangan sangat
memiliki resiko dan bahaya yang besar, resiko dan faktor bahaya yang besar ini
terdapat dalam kegiatan pertambangan dimulai dari awal perencanaan hingga akhir
tambang dan juga industri pertambangan ini dikenal dengan industri yang
memiliki modal dan teknologi yang padat (Setianingrum & Susilowati, 2020).
Setiap kegiatan produksi
dalam pertambangan memiliki resiko tinggi terhadap besarnya potensi bahaya yang
dapat menimbulkan kecelakan dan penyakit akibat kerja yang menimpa pekerja dan
peralatan tambang. Hal ini sangat mempengaruhi keberlangsungan kegiatan usaha
pertambangan (S.Suhardianto, 2009). Resiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja tersebut yang bisa terjadi dimana saja, kapan saja
dan menimpa siapa saja serta terdapat penyebabnya. Pengendalian dan
pengawasan sangat dibutuhkan oleh sistem manajemen keselamatan
sebagai acuan dan tonggak dalam pelaksanaan pertambangan guna menciptakan
pertambangan yang baik (good mining
practice), (Suryosagoro, Laksito, & Sugiyarto, 2013).
Dunia semakin menetapkan
pedoman untuk keselamatan dan kesehatan industri untuk mempromosikan
keselamatan dan kesehatan kerja (Kim & Kim, 2012).
Sistem manajemen keselamatan ini bukan hanya diterapkan di Indonesia namun juga
diterapkan di beberapa negara lainnya seperti Korea Selatan, Singapura,
Malaysia dan Australia. Tujuan utama sistem keselamatan ini yakni pengendalian
resiko dari bahaya dan kecelakaan (loss
prevention).
Perbandingan
sistem manajemen keselamatan yang banyak dilakukan yakni membandingkan sistem
manajemen keselamatan pada dua perusahaan menggunakan sistem manajemen yang
sama (Setiowati.Wiwik, 2008) dan perbandingan antara 2 jenis sistem manajemen
yang berbeda pada satu perusahaan (Nurcahyo.Y,2007). Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan analisis perbandingan sistem manajemen keselamatan pada industry pertambangan di berbagai negara secara garis
besar.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yan diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan atau libraray research atau
literature review. Teknik pengambilan
data dilakukan dengan pemilihan literatur dari berbagai sumber kemudian
dikembangkan dengan membuat pertanyaan penelitian (research question) yang sesuai dengan kata kunci yakni sistem manajemen
keselamatan, mandatory, voluntary dan
standar manajemen keselamatan agar sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Setelah
itu, dilakukan analisis mengenai informasi yang didapatkan yang telah
disesuaikan dengan kata kunci.
Penulis merangkum metodologi dan tahapan penelitian dalam bentuk bagan alir berdasarkan studi literatur baik dari jurnal nasional, jurnal intenasional maupun thesis (Gambar 1). Penelitian ini diharapkan dapat menyimpulkan perbedaan dari sistem manajemen keselamatan yang ada di berbagai negara yakni Indonesia, Korea Selatan, Singapura, �Malaysia dan Australia.
Gambar 1
�Diagram alir
penelitian
Hasil dan Pembahasan
Sistem manajemen keselamatan pertambangan yang diterapakan di beberapa negara diantaranya sebagai berikut :
1. Sistem Manajemen Keselamatan
di Indonesia
Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan di Indonesia
bersifat mandatory yang telah diatur
dalam kebijakan pemerintah yakni Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3) dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 (Situmorang,
2012) dan sistem
manajemen keselamatan pertambangan (SMKP) Mineral dan Batubara dalam Peraturan Menteri
ESDM No. 28 tahun 2014 (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). SMKP merupakan Sistem manajemen yang menjadi bagian dari sistem
manajemen perusahaan dalam rangka mengendalikan risiko keselamatan pertambangan
yang terdiri dari K3 pertambangan dan keselamatan operasi pertambangan (K3
Pertambangan dan KO Pertambangan) (Sholihah, 2018).
Ada 7 elemen dalam SMKP Minerba yang harus diterapkan yakni :
1. Kebijakan
2. Perencanaan
3. Organisasi dan personel
4. Implementasi
5. Pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut
6. Dokumentasi
7. Tinjauan manajemen dan peningkatan kinerja.
Dari masing-masing elemen akan dilakukan pembobotan
berdasarkan kepentingan dari masing-masing elemen untuk dilakukan penilaian. Penilaian
atau dengan kata lain audit untuk penerapan SMKP di perusahaan dilakukan dengan
mengambil sampel dari masing-masing elemen dari setiap area kegiatan
berdasarkan kebijakan auditor dengan menggunakan metode penilaian draft (G.Sumarno, 2018), (Markkanen,
2004).
Untuk Sertifikasi SMKP dapat dilakukan di CV atau lembaga terkait yangn telah mendapatkan sertifikasi dalam training SMKP. Contohnya perusahaan- perusahaan jasa konsultan.
2. Sistem Manajemen Keselamatan
di Korea Selatan
Korea Selatan menerapkan sistem manajemen dengan nama
KOSHA 18001dan OHSAS 18001 yang bersifat voluntary.
KOSHA 18001 yakni Korea Occupational Safety and Health Administration 18001. KOSHA adalah organisasi pemerintah yang memiliki kepercayaan publik,
membayar subsidi untuk sertifikasi, dan memiliki hubungan langsung atau tidak
langsung dengan tempat kerja tentang keselamatan dan kesehatan. Selain itu,
banyak bisnis ekspor memperoleh OHSAS 18001 dan KOSHA 18001. KOSHA 18001 terdiri
dari 3 bagian yakni sistem manajemen keselamatan & kesehatan, tingkat
aktivitas keselamatan dan� kesehatan dan
wawancara keselamatan dan� kesehatan
sebagai panduan dalam pelaksanaan sistem manajemen keselematan di Korea Selatan
(Lee, Kim, &
Kim, 2012).
Sertifikasi KOSHA 18001 mencakup penilaian diri terhadap keselamatan dan� kesehatan tempat kerja yang menerapkan, keselamatan dan kegiatan kesehatan kerja, dan wawancara dengan manajer keselamatan dan kesehatan yang komprehensif. Selain itu, sertifikasi lainnya dibagi menjadi konsultasi sertifikasi dan sertifikasi itu sendiri. Namun, seluruh proses sertifikasi KOSHA 18001 hanya dilakukan oleh KOSHA.
OHSAS 18001 adalah suatu standar internasional kesehatan dan keselamatan kerja yang diakui oleh internasional. Perbedaan OHSAS 18001 dan KOSHA 18001 yakni KOSHA 18001 terdiri dari 3 bagian : keselamatan dan� kesehatan sistem manajemen; tingkat aktivitas keselamatan dan� kesehatan dan keamanan dan wawancara kesehatan. Sementara itu, OHSAS 18001 hanya memiliki keamanan� dan sistem manajemen kesehatan.
Penilaian diri tentang keselamatan & kesehatan kerja yaitu termasuk hanya dalam KOSHA 18001 disiapkan oleh pelamarperusahaan dengan formulir aplikasi dan diserahkan ke KOSHA. Sementara itu, kegiatan keselamatan & kesehatan kerja dievaluasidibuat oleh petugas penilai selama penilaian. Bagan penilaian aktivitas keselamatan & kesehatan kerja disiapkan sesuai dengan standar yang diperlukan dari Keselamatan Industri dan Undang-undang Kesehatan, jadi seharusnya tidak ada pelanggaran terhadap Keselamatan Industri dan UU Kesehatan untuk mendapatkan akreditasi. Alasannya sepertinya KOSHA Sistem sertifikasi 18001 dikembangkan dan diterapkan ke tempat kerja oleh organisasi pemerintah. Ada dua sistem yakni satu untuk industri konstruksi dan lainnya untuk industri kecil dan menengah tempat kerja, yang terakhir umumnya sama kecuali untuk beberapa detail.
Standar penilaian untuk OHSAS 18001 adalah sama untuk
skala dan klasifikasi tempat kerja yang menerapkan. Hanya sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan yang dinilai di Indonesia OHSAS 18001, jadi tidak
ada banyak batasan dalam ukuran dan Klasifikasi tempat kerja yang melamar, yang
bisa faktor
utama dalam KOSHA 18001 (Lee et al.,
2012).
Sebagai tambahan program KOSHA 2000 juga diterapkan di Korea Selatan dengan lingkup yang lebih detail yakni implementasi manajemen resiko. KOSHA mengimplementasikan program manajemen risiko di tempat kerja seperti program KOSHA 2000, yang dirancang untuk mengurangi cedera dan dioperasikan secara sukarela. Namun, karena penerapan program ini tidak wajib, itu umumnya diterapkan pada perusahaan besar yang mempertahankan kondisi keamanan yang relatif baik dan dapat membayar biaya program. ntuk mencapai efek terbaik dalam mengurangi cedera kerja, perangkat kebijakan diperlukan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi dan kredibilitas pemeriksaan keselamatan itu sendiri, tetapi juga untuk menerapkan program pemeriksaan keselamatan wajib di area kerja.
3. Sistem Manajemen Keselamatan
di Singapura�
Sistem manajemen keselamatan di Singapura menerapkan
regulasi atau peraturan dari pemerintah yang sifatnya mandatory yang diatur dalam perundang-undangan di Singapura dalam Workplace Safety and Health (Safety and
Health Management System and Auditing) Regulations 2009. Kerangka kerja
keselamatan dan kesehatan kerja aau Workplace
Safety and Health (WSH) Singapura memandu pengelolaan WSH oleh semua
pemangku kepentingan - pemerintah, industri, serta karyawan. Kerangka kerja ini
dirancang untuk melahirkan perubahan paradigma dan menanamkan kebiasaan WSH
yang baik pada semua individu di tempat kerja. Ini diabadikan dalam tiga prinsip
utama kerangka kerja, dengan manajemen risiko menjadi landasan (Teo, Ofori,
Tjandra, & Kim, 2016). Prinsip dasar pertama dalam kerangka kerja baru ini adalah untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko sebelum risiko itu dibuat dan tidak hanya
menerima atau menanggung risiko yang ada. Oleh karena itu, semua pemangku
kepentingan di tempat kerja perlu melakukan penilaian risiko untuk membantu
mengidentifikasi risiko dan sumbernya, tindakan yang harus diambil untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko dan pihak-pihak yang bertanggung jawab
untuk melakukannya (Bloomberg,
2019).
Prinsip pertama yang mendari kerangka kerja baru adalah untuk menghilangkan atau memitigasi risiko sebelum risiko diciptakan dan tidak hanya menerima atau menanggung risiko yang ada. Semua dengan demikian para pemangku kepentingan di tempat kerja perlu melakukan penilaian risiko untuk membantu mengidentifikasi risiko dan sumbernya, tindakan yang harus diambil untuk menghilangkan atau mengurangi risiko dan pihak yang bertanggung jawab untuk melakukannya. Prinsip kedua adalah untuk kepemilikan industri yang lebih besar.
Tingkat kesadaran dan kewaspadaan industri yang meningkat
terhadap WSH telah terjadi dalam kinerja WSH yang lebih baik sejak 2005. Untuk
mempertahankan peningkatan WSH, pola pikir yang benardan diperlukan sikap di
tempat kerja untuk memperkuat pentingnya dan penekanan pada WSH. Ini akan
mencegah kepuasan berpuas diri dari pencapaian yang telah dicapai. Dengan
demikian, dalam WSH 2018, hasil yang diinginkan memiliki progresif dan meresap budaya
keselamatan dan kesehatan telah dibuat eksplisit dan ditambahkan ke tiga
strategis hasil (Ivan
Krstić dan Ana Stojković., 2019).
4. Sistem Manajemen Keselamatan
di Australia
Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Penambangan di Australia umumnya dipandang sebagai regulasi paling progresif di dunia. Undang-undang ini didasarkan pada tugas perawatan, prinsip-prinsip manajemen risiko dan perwakilan tenaga kerja, dengan tanggung jawab utama untuk penyediaan tempat kerja yang aman yang berada dengan operator situs tambang. Inspektur pemerintah bertindak sebagai penegak peraturan dan mentor yang mendorong kinerja kesehatan dan keselamatan yang baik. Protokol penegakan umumnya berbasis risiko, dengan tindakan yang didefinisikan oleh tingkat dan kedekatan risiko.
Australia menerapkan standar AS/NZ 4801 sebagai pedoman
sistem keselamatan. Pada tahun 2018, dicanangkan bahwasanya Standar AS/NZ 4801
yang telah diterapkan akan diganti dengan standar interasional yakni ISO 4501.
Namun, dalam implementasinya di Australia belum tampak hingga saat ini (Weller &
O�Neill, 2014).
Sistem manajemen keselamatan pertambangan di Australia memiliki dua Standar yang mencakup Kesehatan Kerja dan Sistem Manajemen Keselamatan, sebagai berikut :
1. AS / NZS 4801: 2001 Kesehatan dan keselamatan kerja sistem manajemen - Spesifikasi dengan panduan untuk digunakan,
2. AS / NZS 4804: 2001 Kesehatan dan keselamatan kerjasistem manajemen - pedoman umum tentang prinsip-prinsip,sistem dan teknik pendukung (Stemn, Bofinger, Cliff, & Hassall, 2019).
5. Sistem Manajemen Keselamatan
di Malaysia
Malaysia menerapkan sistem manajemen keselamatan yang diakui secara internasional yakni OHSAS 18001 (Occupational Health and Safety Assesment Series 18001). Dengan mengimplementasikan OHSAS 18001 berarti organisasi telah memiliki kerangka acuan yang pasti bagi efektifitas manajemen K3 seperti pendeteksian adanya bahaya yang timbul dari proses produksi, serta pengawasan terhadap kegagalan manajemen.
Elemen sentral OHSAS 18001 adalah manajemen risiko.
Manajemen risiko mencakup aspek-aspek seperti penentukan konteks, identifikasi
risiko, analisa risiko, evaluasi risiko, pengendalian risiko, komunikasi dan
proses monitoring dan kaji ulang. Jadi, sebelum mengembangkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001 hendaknya dipelajari terlebih
dahulu manajemen risiko (Abidin &
Hasibuan, 2019).
OHSAS 18001 ditujukan kepada perusahaan yang ingin
memiliki sistem manajemen keselamatan�
dan kesehatan kerja yang berguna menghilangkan atau mengurangi tingkat
risiko yang menimpa� karyawan atau
pihak-pihaklain yang terkena dampak operasional perusahaan, menerapkan dan� memelihara sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja secara kontinyu serta melalukan sertifikasi atau self assessment (Awang,
Baharudin, & Saliluddin, 2019).
Kesimpulan
Sistem manajemen keselamatan di beberapa negara yakni Indonesia, Korea
Selatan, Singapura dan Australia. Perbedaan yang signifikan terdapat pada penerapan
yang dilakukan dan peraturan pemerintah mengenai sistem keselamatan di negara- negara ini. Untuk Indonesia dan
Singapura, sistem manajemen keselamatan wajib diimplementasikan di perusahaan
industri, sedangkan untuk negara seperti Korea selatan sistem manajemen
keselamatannya bersifat voluntary
dengan kata lain sistem manajemen keselamatan diterapkan secara sukarela oleh
industri. Di Australia, sistem manajemen keselamatan menerapkan standar dan
referensi dalam industri. Di negara seperti Australia, Korea Selatan dan Malaysia,
sistem manajemen keselamatan negara tersebut disesuaikan kembali dengan
kebutuhan industri.
BIBLIOGRAFI
Abidin, Jainal,
& Hasibuan, A. F. (2019). Pengaruh Dampak Pencemaran Udara Terhadap
Kesehatan Untuk Menambah Pemahaman Mayarakat Awam Tentang Bahaya Dari Polusi
Udara. Prosiding SNFUR, 4, 2�3.
Awang, Noorhasimah, Baharudin, Mohd Rafee, & Saliluddin, Suhainizam
Muhamad. (2019). Occupational Safety and Health Management System (OSHMs):
Perception and Safety Satisfaction among Employees in Certified Organisations
in Klang Valley. Int. J. Educ. Res., 7(7), 37�45.
Bloomberg, Philantroepis. (2019). Tinjauan Singkat Pendekatan Keselamatan
Jalan di Singapura. Global Road Safety Facility.
G.Sumarno, A. Winars. dan M. Fardha. (2018). Analisis Implementasi Sistem
Manajemen Keselamatan Pertambangan Batubara di Plant Support Equipment
Departement. Jurnal Rekayasa Teknologi Industri.
Ivan Krstić dan Ana Stojković. (2019). Integrated Safety
Management System. Safety Engineering. 9(1), 29�36.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit.
Kim, Kwangsoo, & Kim, Myungsik. (2012). RFID-based location-sensing
system for safety management. Personal and Ubiquitous Computing, 16(3),
235�243.
Lee, Sung woon, Kim, Kyu hwan, & Kim, Tae gu. (2012). Current
situation of certification system and future improvements of the occupational
health and safety management system for loss prevention in Korea�Focused on
KOSHA 18001. Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 25(6),
1085�1089.
Markkanen, Pia K. (2004). Occupational safety and health in Indonesia=
Keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. International Labour
Organization.
S.Suhardianto. (2009). Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangandi
PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa. Tesis. Fakultas Teknologi Mineral. UPN
Veteran Yogyakarta.
Setianingrum, Astien, & Susilowati, Indri Hapsari. (2020). Analisis
Manajemen Risiko Keselamatan di Perusahaan Kontraktor Pertambangan Batubara
Site XYZ Berdasarkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(1).
Sholihah, Qomariyatus. (2018). Implementasi Sistem Manajemen K3 Pada
Konstruksi Jalan Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja. Buletin Profesi
Insinyur, 1(1), 25�31.
Situmorang, James Rianto. (2012). Pemanfaatan internet sebagai new media
dalam bidang politik, bisnis, pendidikan dan sosial budaya. Jurnal
Administrasi Bisnis, 8(1).
Stemn, Eric, Bofinger, Carmel, Cliff, David, & Hassall, Maureen E.
(2019). Examining the relationship between safety culture maturity and safety
performance of the mining industry. Safety Science, 113, 345�355.
Suryosagoro, Sabuaji Brastowo, Laksito, Budi, & Sugiyarto, Sugiyarto.
(2013). Analisis Kondisi Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Pada Proyek Konstruksi Menuju Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
(Studi Kasus: Proyek Alila Suite SCBD oleh PT. Hutama Karya (Persero)). Matriks
Teknik Sipil, 1(4), 496.
Teo, Ai Lin Evelyn, Ofori, George, Tjandra, Imelda Krisiani, & Kim,
Hanjoon. (2016). Design for safety: theoretical framework of the safety aspect
of BIM system to determine the safety index. Construction Economics and
Building, 16(4), 1�18.
Weller, Sally, & O�Neill, Phillip. (2014). An argument with
neoliberalism: Australia�s place in a global imaginary. Dialogues in Human
Geography, 4(2), 105�130.