Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 3, No. 2, Februari 2021
MENURUNKAN PERILAKU ADHD DENGAN MELAKUKAN AKTIVITAS FISIK PADA ANAK USIA DINI
Geraisa Dayura Chanet dan Adnani Budi Utami
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstract
The purpose of the study was to observe how to
decrease ADHD reduction by doing physical activity in early childhood. The
method in this study uses qualitative research design with single case experiement with intervention, namely physical activity
such as swimming or karate and mentoring and counseling to parents and
teachers. The intervention was carried out in swimming pools and subject
schools for two weeks. Results obtained for two weeks, the subject can minimize
difficult behavior focus, sitting still in class. Based on assessments
conducted by observation method, interviews and psychological tests found that
the subject had attention-attention-hyperactivity disorder (GPPH) or currently
known as ADHD (attention deficit and hyperactivity disorder). The main feature
of ADHD according to DSM V is that it often fails to pay attention, is
careless, does not focus on when spoken to, often does not follow instructions
in school, often leaves the seat while at school, cannot wait for the turn,
always move and talk too much.
Keywords: developmental
stage; early chilhood; adhd
Abstrak
Tujuan penelitian adalah mengamati�
bagaimana menurunkan penurunan ADHD dengan melakukan aktivitas fisik pada
anak usia dini. Metode dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif dengan desain kasus tunggal (single case
experiement) dengan pemberian intervensi yaitu aktivitas fisik
seperti olahraga berenang atau karate dan pendampingan serta konseling kepada
orang tua dan guru. Pelaksanaan intervensi dilakukan di tempat renang dan
sekolah subjek selama dua minggu. Hasil yang diperoleh selama dua minggu,
subjek dapat meminimalkan perilaku sulit fokus, duduk diam di kelas.
Berdasarkan asesmen yang dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan tes
psikologi ditemukan bahwa subjek memiliki gangguan pemusatan perhatian-hiperaktif
impulsif (GPPH) atau saat ini dikenal dengan istilah ADHD (attention deficit and hyperactivity disorder). Ciri utama ADHD
menurut DSM V adalah sering gagal memberikan perhatian, ceroboh, tidak fokus
pada saat diajak bicara, sering tidak mengikuti intruksi disekolah, sering
meninggalkan tempat duduk saat disekolah, tidak dapat menunggu giliran, selalu
bergerak dan berbicara terlalu banyak.
Kata kunci: tahap perkembangan; anak usia dini; ADHD
Pendahuluan
Perkembangan sosial anak
sangat tergantung pada individu anak, peran orang tua, dewasa lingkungan
masyarakat dan termasuk Taman Kanak-kanak. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan
sosial anak adalah bagaimana anak usia dini berinteraksi dengan teman sebaya,
orang dewasa dan masyarakat luas agar dapat menyesuaikan diri dengan baik
sesuai apa yang diharapkan oleh bangsa dan negara (Mayar, 2013).
Usia dini disebut juga sebagai
tahap perkembangan kritis atau usia emas (golden age). Pada tahap ini
sebagian besar jaringan sel-sel otak berfungsi sebagai pengendali setiap
aktivitas dan kualitas manusia. Dua tahun pertama kehidupan manusia sangat
penting bagi perkembangan anak. Anak mulai mengembangkan kemampuan motorik
indrawi, visual dan auditori yang distimulasi melalui lingkungan sekitarnya (Schunk, 2012).
Anak usia dini adalah seorang
anak yang usianya belum memasuki suatu lembaga pendidikan formal seperti
sekolah dasar (SD) dan biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti
kegiatan dalam benntuk berbagai lembaga pendidikan pra-sekolah, seperti
kelompok bermain, taman kanak-kanak, atau taman penitipan anak. Anak usia dini
adalah anak yang berusia 0-8 tahun (Nurmalitasari,
2015).
Masa anak usia dini
merupakan masa keemasan. Pada masa ini anak mengalami perkembangan cepat. Anak
mengalami proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadimatang, dari
sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi
makhluk dewasa yang mandiri. Anak akan belajar menguasai tingkat yang lebih
tinggi dari aspek-aspek gerakan, berpikir, perasaan dan interaksi baik dengan
sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya (Holis, 2017).
Pendidikan anak usia dini
ditunjukan kepada anak usia 0 sampai
6 tahun. Pendidikan anak usia dini bertujuan
untuk memberikan stimulus pertumbuhan dan perkembangan agar
lebih berkembang dengan baik dan siap menuju tahap
pendidikan selanjutnya. Aspek perkembangan pada anak usia dini
antara lain fisik-motorik, kognitif, sosio emosional, dan bahasa Santrock dalam (Rahman, 2009). Salah satu aspek perkembangan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran anak usia dini
yaitu aspek sosio emosional.
Pendidikan anak usia dini saat
ini berkembang dengan pesat,
hal itu didasari oleh harapan pemerintah Republik
Indonesia untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Pada ulang tahun
Republik Indonesia ke 100 tahun diharapkan kualitas sumber daya
manusia setara atau bahkan melebihi kualitas sumber daya manusia
negara-negara maju (Suryana, 2013).
Menurut (Nadzirah, 2017) yang dimaksud anak ADHD yaitu anak yang mengalami gangguan konsentrasi untuk menerima pelajaran dari gurunya, terutama
ketidakmampuan untuk memfokuskan dan menjaga perhatiannya pada satu hal. Beberapa perilaku
yang nampak seperti; cenderung bertindak ceroboh, mudah tersinggung, lupa pelajaran sekolah dan tugas rumah, kesulitan
mengerjakan tugas disekolah maupun dirumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, melamun, sering keceplosan dalam berbicara, tidak memiliki kesabaran yang tinggi, sering membuat gaduh, berbelit-belit dalam berbicara, dan suka memotong serta
ikut campur pembicaraan orang lain adalah bentuk perilaku umum lainnya yang menjadi ciri khas
ADHD. Selain
itu mereka juga cenderung bergerak terus secara konstan
dan tidak bisa tenang.
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan
salah satu kelainan perkembangan terbanyak pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja dan dewasa (Susanto &
Sengkey, 2016). ADHD
memiliki suatu pola yang menetap dari kurangnya perhatian dan atau hiperaktivitas, yang lebih sering dan lebih berat bila dibandingkan
dengan anak lain pada taraf perkembangan yang sama. Biasanya didapatkan ciri-ciri ADHD ini
pada dua atau lebih situasi yang berbeda seperti di rumah, di sekolah, dan di tempat kerja. Anak dengan ADHD
selalu memiliki tiga komponen ciri
utama yang sama yaitu inattention,
impulsivity, dan hyperactivity.
Kesulitan dengan perhatian dapat menyebabkan mereka banyak kesulitan di kelas termasuk masalah mempertahankan perhatian selama mengerjakan tugas, memperhatikan detail, dan lupa tempat menyimpan barang yang diperlukan untuk penyelesaian tugas (Jennifer dkk, 2014). Seringkali, anak-anak dengan presentasi ini ADHD dipandang
sebagai agresif dan mengganggu anak-anak lain dan staf pendidikan. Faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD menurut faron dkk dalam
MIF (Baihaqi &
Sugiarmin, 2006) yaitu, a) Genetik, Satu pertiga dari anggota
keluarga ADHD
memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar
60%. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami ADHD, maka saudaranya 70-80% juga beresiko mengalami ADHD. Pada studi
gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika
gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. b) Neurobiologis,
temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi) menunjukkan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan.
Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah
korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia.
Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan
ciri-ciri pada ADHD.� Menurut (Mujiman dan Munawar,
1997) mengidentifikasikan sebagai berikut: anak dengan
gejala hiperaktif tidak dapat duduk diam, banyak ulah,
mengganggu ketenangan dan tentunya sulit untuk berkonsentrasi. Ia sering mendapatkan
hukuman atau teguran dari guru. Begitu pula halnya dengan lingkungan orang tuanya, di rumah sering mengganggu orang lain,
malas belajar maunya main terus. Tentunya ia akan sering
mendapatkan teguran atau kena marah,
orang tua secara tidak sadar akan
membandingkan dengan saudaranya yang lain atau anak lain. Sebagai akibatnya anak merasakan stress, merasa ditolak oleh orang tuanya. Hal ini dapat menimbulkan
perasaan bahwa dirinya bodoh, jelek tidak seperti
anak lain. Semangat belajar menurun bahkan dapat berkembmang
menjadi perasaan benci pada pelajaran sekolah.
Orang tua memiliki peran
penting dalam membimbing dan mendampingi anak-anaknya baik dalam pendidikan formal maupun non-formal. Peran orang tua
itu sendiri dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam aspek kognitif,
efektif dan psikmotor.
Peran orang tua dalam penanganan perilaku hiperaktif anak (Hatimah, 2016). �ADHD sangat
penting karena anak ADHD membutuhkan penanganan terutama perhatian yang khusus jika dibandingkan
dengan anak�anak normal lainnya, baik dalam belajar
maupun bersosialisasi (Erinta &
Budiani, 2012). �Perkembangan anak hiperaktif akan lebih optimal apabila mereka mendapatkan tempat istimewa dan sesuai pula dimana mereka akan
mendapatkan perlakuan yang nyaman dengan penanganan
yang tepat oleh peran tenaga�tenaga pendidik
yang khusus menangani gangguan ini. Selain
itu keluarga adalah lingkungan yang utama bagi anak
ADHD khususnya
orang tua karena peran orang tua dalam memfasilitasi mensupport dan mengarahkan anak ADHD dalam memahami dan menjalani kehidupannya sangatlah penting (Prasasti &
WAHYUNI, 2018). Anak
ADHD membutuhkan
bantuan dan pengertian dari orang�orang disekitar kita khususnya orang tua (Sari, 2016).
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas B TK al-zaitun waru sidoarjo
ditemukan bahwa ada salah satu siswa yang tidak dapat duduk tenang, kurang fokus dan kurang bersosialisasi dengan sekitar.� Hal tersebut ditandai dengan observasi selama di sekolah dan informasi yang diberikan oleh guru serta orang tua. Berdasarkan observasi awal diketahui bahwa penyebab belum optimal adalah kurangnya kedisiplinan pola asuh orang tua di rumah.
Salah satu upaya untuk
menurunkan perilaku ADHD pada
anak dengan memberikan kegiatan yang lebih produktif dan merubah jadwal kegiatan harian dengan memberikan poster sebagai panduan di rumah.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu metode penelitian yang terbentuk dari uraian kata-kata untuk dikumpulkan kemudian dilakukan analisis guna mendapatkan bahan penulisan yang otentik (Aiman,
2016). Menurut pendekatan secara kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Tipe penelitian ini merupakan studi kasus, sehingga penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus.
Untuk mendukung dan mendapatkan data dalam penelitian, peneliti menggunakan observasi, wawancara dan tes psikologi. teknik observasi yang digunakan adalah observasi partisipan, dimana peneliti turut ambil bagian dalam
perikehidupan. Pengamatan partisipatoris memungkinkan peneliti dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa, sehingga memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci
dan detail (Rahayu,
2004).
Alat
observasi yang digunakan adalah anecdotal, pencatatan perilaku dilakukan sesegera mungkin pada tingkah laku anak,
peneliti mencatat secara teliti apa
dan bagaimana perilaku anak terjadi di sekolah.
Teknik
wawancara yang digunakan adalah semi-structured interviews, peneliti
menggunakan wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan, tetapi tidak berupa kalimat-kalimat
yang permanen (mengikat), dalam wawancara ini peneliti membawa
kerangka-kerangka pertanyaan
untuk disajikan kepada significant others yaitu orangtua, guru, maupun subjek sendiri (Rahayu,
2004).
Tes psikologi hanya dapat diberikan
tes CPM, karena subjek tidak dapat
menjalankan tes Binet dengan baik. Subjek
berjenis kelamin perempuan berusia 6 tahun yang sedang berada di TK B.
Intervensi yang dilakukan dengan memberikan aktivitas fisik seperti olahraga atau tarian untuk
menurunkan intensitas perilaku hiperaktif, dan memberikan jadwal kegiatan harian dirumah, guna membantu
orang tua dan subjek dalam mendisiplinkan kegiatan d rumah. Intervensi juga di berikan kepada orang tua dan guru dengan konseling.
Hasil dan Pembahasan
Subjek memiliki kecerdasan dalam kategori rata-rata,
sehingga subjek mampu dengan mudah merima pelajaran yang diberikan oleh guru di
sekolah. Sehingga hasil selama enam kali pertemuan subjek hanya dapat melakukan
aktivitas tersebut selama 2 kali pertemuan, dikarenakan orang tua yang kurang
dapat melaksanakan kegiatan yang telah disepakati. Namun dari hasil kegiatan
tersebut subjek terlihat mudah lelah dan merasa mengantuk, sehingga subjek
dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan mengikuti perintah guru.
Kesimpulan
Berdasarkan asesmen yang
dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan tes psikologi ditemukan bahwa
subjek memiliki gangguan pemusatan perhatian- hiperaktif impulsif (GPPH) atau saat ini dikenal dengan istilah ADHD (attention deficit and hyperactivity disorder). Ciri utama ADHD
menurut DSM V adalah sering gagal memberikan perhatian, ceroboh, tidak fokus
pada saat diajak bicara, sering tidak mengikuti intruksi disekolah, sering
meninggalkan tempat duduk saat disekolah, tidak dapat menunggu giliran, selalu
bergerak dan berbicara terlalu banyak.
Penyebab ADHD secara pasti belum diketahui,
namun beberapa penelitian mengatakan bahwa ketidaknormalan neurokimia yang menyebabkan ADHD. Dalam kasus subjek, bahwa
kondisi tersebut dipaparkan oleh factor lingkungan,
yaitu pola asuh orang tua, modelling terhadap perilaku, jadwal kegiatan yang tidak konsisten, sehingga berpengaruh pada proses perkembangan.
Agar subjek
dapat terbantu dalam proses belajar dan mengembangkan diri, intervensi yang dilakukan adalah dengan melakukan
kegiatan yang produktif, yaitu olahraga yang menyenangkan, seperti berenang atau bela
diri. Hal ini bertujuan agar subjek merasa kelelahan dan diharapkan untuk tidur lebih awal
dari biasanya dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik didalam kelas.
BIBLIOGRAFI
Aiman, Ummu. (2016).
Evaluasi pelaksanaan penilaian autentik kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan
Madrasah, 1, 115�122.
Baihaqi, M. I. F., & Sugiarmin, M. (2006). Memahami dan membantu anak
ADHD. Bandung: PT. Refika Aditama.
Erinta, Deyla, & Budiani, Meita Santi. (2012). Efektivitas penerapan
terapi permainan sosialisasi untuk menurunkan perilaku impulsif pada anak
dengan attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Jurnal Psikologi Teori
Dan Terapan, 3(1), 67�78.
Hatimah, Ihat. (2016). Keterlibatan keluarga dalam kegiatan di sekolah
dalam perspektif kemitraan. Pedagogia, 14(2).
Holis, Ade. (2017). Peranan Keluarga/Orang Tua Dan Sekolah Dalam
Mengembangkan Kreativitas Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan UNIGA, 1(1),
22�43.
Jennifer dkk. (2014). Implications for School Counselors. Georgia
School Counselors Association Journal.
Mayar, Farida. (2013). Perkembangan sosial anak usia dini sebagai bibit
untuk masa depan bangsa. Al-Ta Lim Journal, 20(3), 459�464.
Mujiman dan Munawar. (1997). Disfungsi Minimal Otak.
Nadzirah, Nuning. (2017). Konseling Integratif dalam Menangani Gangguan
Konsentrasi Belajar pada Anak Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Jurnal
Intelektual: Jurnal Pendidikan Dan Studi Keislaman, 7(1).
Nurmalitasari, Femmi. (2015). Perkembangan sosial emosi pada anak usia
prasekolah. Buletin Psikologi, 23(2), 103�111.
Prasasti, Suci, & Wahyuni, Heni. (2018). Peran Orang Tua Dalam
Penanganan Anak Hiperaktif. Jurnal Ilmiah Konseling, 18(2).
Rahayu, I. T. &. Ardani T. .. (2004). Observasi dan Wawancara.
Rahman, Ulfiani. (2009). Karakteristik perkembangan anak usia dini. Lentera
Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 12(1), 46�57.
Sari, Novika. (2016). Pola Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling untuk
Mengoptimalkan Kemampuan Anak Autis di Sekolah Dasar. JBKI (Jurnal Bimbingan
Konseling Indonesia), 1(2), 31�35.
Schunk, Dale H. (2012). Learning theories an educational perspective
sixth edition. Pearson.
Suryana, Dadan. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini: Teori Dan Praktik
Pembelajaran.
Susanto, Bayu D., & Sengkey, Lidwina S. (2016). Diagnosis dan
penanganan rehabilitasi medik pada anak dengan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder. Jurnal Biomedik: JBM, 8(3).