Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 3, No. 2, Februari 2021
PEMANFAATAN
CONTAINER MENJADI RUANG ISOLASI APUNG SEBAGAI ALTERNATIF BAGI PASIEN COVID-19
Siti Dwi Lazuardi, Akhdan
Muhammad Muaz, Dina Fatimatuz Zahroh,
Altalariq Pranantha Yudha Airlangga, dan Afyfah
Ramadhani Dias Saputri
Departemen Teknik Transportasi Laut dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jawa Timur, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected], [email protected],
[email protected], dan [email protected].
Abstract
Until now, COVID-19 cases continue to increase, too many patients needing
intensive care resulting in hospitals experiencing overloaded capacity
conditions. In order to minimize the presence of independent care patients and
the risk of family clusters, the use of containers becomes a floating isolation
room as an alternative for the community to receive intensive COVID-19
treatment. Utilization of used 20 feet container combined with a base for
floating made from HDPE (High-Density Polyethylene) and WPC (Wood Plastic
Composite) footing. In considering the amount of costs and measuring the
optimization of the benefits of the research, this research uses the CBA
(Cost-Benefit Analysis) method and the BCR (Benefit Cost Ratio) method to test
the feasibility of this research. The results showed that the use of used
containers to be a floating isolation room was in the good category, where this
study can reduce the number of self-isolating patients by 35% and the results
of the calculation of the benefits have a ratio of 1.02 and produce a positive
NPV value with eligibility limits, namely BCR> 1, and NPV> 1. From these
results, it can be concluded that this floating isolation room is feasible to
be realized or operated.
Keywords: COVID-19; HDPE; floating isolation room; WPC
Abstrak
Kasus COVID-19 hingga saat ini
terus mengalami peningkatan, terlalu banyaknya pasien yang membutuhkan perawatan intensif mengakibatkan rumah sakit mengalami
kondisi overloaded capacity. Dalam rangka meminimalisir
adanya pasien rawat mandiri dan berisiko adanya cluster keluarga,
maka pemanfaatan container menjadi
ruang isolasi apung sebagai alternatif
bagi masyarakat untuk mendapat penanganan intensif COVID-19. Pemanfaatan container
bekas 20 feet
dipadukan dengan alas untuk mengapung berbahan HDPE (High-Density Polyethylene) dan alas pijakan WPC (Wood Plastic Composite). Dalam mempertimbangkan besaran biaya serta
mengukur keoptimalan dari manfaat penelitian,
maka penilitian ini menggunakan metode CBA (Cost-Benefit Analysis) dan metode BCR (Benefit Cost Ratio) untuk
menguji kelayakan dari penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemanfaatan container
bekas menjadi ruang isolasi apung
termasuk dalam kategori baik, dimana penelitian ini dapat menekan
angka pasien isolasi mandiri sebesar 35% dan hasil perhitungan manfaat memiliki rasio sebesar 1,02 dan menghasilkan nilai NPV positif dengan batasan kelayakan yaitu BCR > 1, dan
NPV > 1. Dari hasil penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa, ruang isolasi apung
ini layak untuk direalisasikan atau dioperasikan.
Kata kunci: covid-19; HDPE; �ruang isolasi apung; WPC
Pendahuluan
Wabah corona virus disease 2019
(Covid-19) yang telah melanda
215 negara di dunia, memberikan tantangan�� tersendiri ��bagi�� lembaga�� pendidikan, khususnya Perguruan�� Tinggi. Untuk�� melawan��
Covid-19�� Pemerintah�� telah�� melarang untuk berkerumun, pembatasan sosial (social
distancing) dan menjaga jarak
fisik (physical distancing), �memakai�� masker��
dan�� selalu
��cuci tangan (Sadikin
& Hamidah, 2020).
Kondisi di dunia ini sedang tidak baik-baik saja. Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan menyebarnya satu wabah yang hampir seluruh
dunia merasakan dampak dari perihal tersebut �(Ningsih, Yandri,
Sasferi, & Juliawati, 2020), wabah yang dimaksud adalah COVID-19. Wabah ini
sudah mulai menyebar luas sejak tahun 2019 dan akhirnya menyebar di Indonesia
sejak akhir Januari 2020. Semakin lama, jumlah pasien COVID-19 di Indonesia,
termasuk di Provinsi DKI Jakarta semakin meningkat (Corona.jakarta.go.id,
Data Pemantauan Covid-19, 2020), yang
dimana Provinsi DKI Jakarta merupakan�
salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk yang ternilai padat.
Berikut merupakan data penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2015�2020 dalam
tampilan grafik:�
Gambar 1
Grafik Data Penduduk Provinsi DKI Jakarta
2015�2020
(Databoks, 2018) (databoks &
Jayani, D. H., 2019) (databoks, 2019)
Dengan diketahui jumlah data penduduk di Jakarta, pada penelitian ini mengambil salah satu sample data kenaikan jumlah kasus positif COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta yaitu dengan mengambil data pasien positif COVID-19 pada bulan Oktober 2020. Data tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Gambar 2
Data Pasien Positif COVID-19 Bulan Oktober
2020
(Corona.jakarta.go.id, 2020)
Dapat terlihat bahwa jumlah positif COVID-19
meningkat, walaupun sempat mengalami penurunan, tetapi di akhir bulan kembali
meningkat. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa rumah sakit dan
tempat isolasi tidak dapat menampung 100% pasien positif COVID-19, begitu pula
tenaga medis yang berjumlah minim, berpotensi tidak dapat menangani secara
maksimal untuk pasien COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri dirumah. Berikut
merupakan data tenaga medis Provinsi DKI Jakarta range tahun 2017�2019:
Gambar 3
Grafik Tenaga Medis Provinsi DKI Jakarta
2017�2019
(Kemkes.go.id, 2020)
Dapat terlihat bahwa jumlah tenaga medis yang
terdiri dari dokter dan perawat di Jakarta mencapai 10.000-30.000 orang. Tetapi dalam perihal penanganan COVID-19 pada
realitanya, tenaga medis yang ada di Jakarta tidak digunakan 100% dari jumlah
yang ada, tenaga medis untuk penanganan COVID-19 harus diseleksi terlebih
dahulu, dengan tingkat kebutuhan tenaga medis COVID-19 berjumlah sekitar 3.690
orang (Wahyudi, N. A., 2020). Jumlah tersebut merupakan salah satu sample data kebutuhan tenaga medis di
Jakarta untuk penanganan COVID-19.
Perihal terkait isolasi dirumah masing-masing
tersebut dapat terjadi dikarenakan oleh salah satu faktor penyebab yaitu overload nya fasilitas rumah (Hamdi, I., & Silaban,
2020) dan tempat isolasi yang telah disediakan oleh tenaga medis
dan pemerintah. Tidak menutup kemungkinan, bagi pasien yang melakukan isolasi
mandiri tersebut tidak mendapatkan penanganan medis yang intens, dikarenakan
jumlah tenaga medis yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang tersebar di
wilayah Provinsi DKI Jakarta baik yang dirawat maupun isolasi mandiri dirumah,
sehingga dapat menyebabkan peningkatan jumlah kematian akibat COVID-19.
Oleh karena itu, perlu adanya solusi alternatif terkait
menanggapi hal tersebut. Solusi alternatif tersebut salah satunya adalah
membuat tempat isolasi alternatif untuk menampung pasien positif COVID-19 yang
membutuhkan penanganan medis yang intens, terutama di wilayah yang minim lahan.
Tempat isolasi alternatif yang dimaksud adalah ruang isolasi apung yang berada
di wilayah minim lahan di daerah Jakarta. Ruang isolasi
apung yang terbuat dari petikemas bekas yang masih layak pakai dan direncanakan, akan dibangun dengan konsep apung dengan
sistem yang hampir sama dengan dermaga
apung yaitu menggunakan bahan HDPE dan WPC sebagai tumpuan petikemas agar dapat mengapung. Kelebihan dari WPC adalah daya tahan yang tinggi terhadap benturan, abrasi dan air serta 100% dapat
di daur ulang �(Shabrina, 2015). Sedangkan kelebihan
pada HDPE adalah fleksibel
dan tahan terhadap ombak, 100% dapat di daur ulang dan dapat mengikuti tinggi pasang surut air laut (Erwanto, 2020).
Ruang isolasi apung didesain
sesuai dengan ketentuan dan kriteria ruang isolasi bagi
pasien COVID-19. Hal tersebut di gagas untuk membantu melayani
masyarakat yang tidak mendapatkan fasilitas rumah sakit atau tempat isolasi
yang telah disediakan oleh tenaga medis dan pemerintah karena overload.
Metode Penelitian
a. Diagram Alir
Di dalam pengerjaan penelitian inovasi ini, terdapat
diagram alir pengerjaan, berikut merupakan diagram alir pengerjaan penelitian:
Gambar 4
Diagram Alir Pengerjaan Penelitian
Dalam pembuatan inovasi ruang isolasi apung, yang
pertama kali dilakukan adalah identifikasi permasalahan, dari tahap pertama
ditemukan permasalahan, yaitu adanya peningkatan kasus positif COVID-19 yang
mengakibatkan kapasitas rumah sakit rujukan COVID-19 dan ruang isolasi umum
menjadi overload. Maka, penelitian
ini memberikan solusi alternatif untuk permasalahan tersebut, yaitu inovasi
ruang isolasi apung yang bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas sebagai
alternatif cluster COVID-19. Manfaat
dari ruang isolasi apung ini adalah memberikan opsi alternatif bagi masyarakat,
memberikan alternatif penanganan pasien, dan pemanfaatan barang bekas
(petikemas). Setelah mengetahui tujuan dan manfaat, selanjutnya dilakukan tahap
membuat desain ruang isolasi apung, menentukan kapasitas, dan juga ukuran serta
denah dari ruang isolasi apung. Setelah tahap desain, maka dilakukan tahap
selanjutnya yaitu tahap operasional. Dalam tahap operasional ditentukan sistem
kerja dari ruang isolasi apung serta diperhitungkan pula waktu operasional
ruang isolasi apung. Setelah itu, dilakukan proses produksi yang dalam hal ini
yaitu pembuatan ruang isolasi apung. Selama tahap produksi, dilakukan juga
analisis finansial biaya pembuatan ruang isolasi apung. Metode yang digunakan
dalam proses analisis finansial biaya adalah CBA (Cost-Benefit Analysis). Setelah analisis finansial biaya dan pembuatan ruang
isolasi apung selesai, dilakukan uji kelayakan terhadap inovasi, untuk menguji
kelayakan pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah dengan
menggunakan pendekatan BCR (Benefit Cost Ratio) yaitu metode uji
kelayakan dengan membandingkan besarnya biaya dan manfaat yang telah didapat
melalui metode CBA. Setelah inovasi ruang
isolasi apung dinyatakan layak untuk beroperasi, maka proses produksi selesai
dan ruang isolasi apung siap untuk digunakan.
b.
Data Penelitian
Di dalam penelitian ini, telah didapatkan beberapa data
berupa data sekunder, dikarenakan tidak dapat mendapatkan data yang dilakukan
dengan survei secara langsung ke lokasi akibat adanya COVID-19. Berikut
data-data yang didapatkan dari proses pengerjaan penelitian:
1. Kondisi Dermaga
Kondisi dermaga sangat diperlukan untuk mengetahui beberapa aspek dari pelabuhan seperti luas kolam pelabuhan, panjang, lebar, serta kedalaman dari alur pelabuhan
2. Luas Bidang Penampang Container
Diperlukan data luas bidang penampang dan kekuatan beban
pada Dermaga Apung yang akan dipergunakan untuk penempatan container berukuran 20ft (L = 6,0 m,� B = 2,4 m T = 2,6 m) (Sinaga, 2011).
3.
Fasilitas
Ruang Isolasi
Standarisasi ruang isolasi COVID-19 telah diatur oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia lewat Keputusan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / Menkes / 413 / 2020 Tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Diseas 2019 (COVID - 19) (Indonesia, M. K. R., 2020).
c. Metode Perhitungan
Pada proses
penelitian pembangunan ruang isolasi apung, dalam menghitung besarnya manfaat
serta biaya sebagai solusi alternatif pada masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah dengan menggunakan metode CBA (Cost-Benefit Analysis), yaitu alat bantu untuk membuat keputusan
dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat secara optimal dengan membandingkan
kondisi eksisting dengan kondisi inovasi. Sehingga terdapat tiga analisis yang
muncul pada penelitian ini, yaitu analisis perbandingan kondisi, analisis
manfaat dan analisis biaya. Sedangkan untuk menguji kelayakan pada penelitian
ini, pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan BCR (Benefit
Cost Ratio) yaitu metode uji kelayakan dengan membandingkan besarnya biaya
dan manfaat yang telah didapat melalui metode CBA yang memiliki persamaan
sebagai berikut ini :
Benefit-Cost Ratio = ������������������������������������������������������������� ���(1)
Kelayakan pada suatu proyek atau penelitian dapat dilihat dari nilai BCR yang dihasilkan. Ketika nilai BCR yang dihasikan adalah BCR ≥ 1, maka benefit dari proyek atau penelitian tersebut lebih besar dari pengorbanan (biaya) yang dikeluarkan, sehingga proyek tersebut dapat diterima atau layak. Tetapi ketika nilai BCR < 1, maka benefit dari proyek tersebut lebih kecil dari pengorbanannya (biaya), sehingga proyek tersebut dikatakan tidak layak.
Hasil dan Pembahasan
a. Inovasi
Inovasi pada penelitian ini adalah suatu solusi alternatif
bagi pasien positif COVID-19 yang harus menjalankan karantina mandiri di rumah
dikarenakan overloadnya rumah sakit
dan ruang isolasi umum. Solusi alternatif tersebut berupa ruang isolasi apung yang
akan beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia. Inovasi
tersebut memanfaatkan container bekas
yang sudah tidak digunakan kembali, kemudian dimodifikasi menjadi suatu ruangan
isolasi. Dengan bantuan HDPE (High-Density Polyethylene) dan WPC (Wood Plastick Composite) sebagai
dermaga apung, agar container
tersebut dapat mengapung diatas air.
b. Desain Modifikasi Container menjadi
Ruang Isolasi Apung
|
|
Gambar 5
Desain Ruang Isolasi Apung
Dengan desain ruang isolasi apung seperti yang tertera pada
gambar 5, ruang isolasi apung tersebut memiliki kapasitas pasien pada satu
ruangan isolasi yaitu berjumlah dua orang pasien, dengan jangka waktu penggunaan
ruang isolasi selama tujuh hari bagi tiap pasien yang dirawat. Ruang isolasi
apung memiliki total kapasitas tampung bagi pasien positif COVID-19 yang tidak
mendapatkan fasilitas rawat inap di rumah sakit rujukan COVID-19 atau ruang
isolasi umum yaitu berjumlah 124 pasien, dengan total ruang isolasi apung
Jakarta adalah 62 ruang isolasi apung.
Gambar 6
Dimensi dan Skema
Desain Ruang Isolasi Apung
Ruang isolasi apung memiliki
dimensi ukuran seperti ukuran container
20 feet yaitu panjang 6 meter, lebar
2,4 meter dan tinggi 2,6 meter. Skema ruang isolasi apung tertera pada gambar 6
yang memiliki skema ruangan dengan terdiri dari 2 tempat tidur untuk pasien, 1
kamar mandi dalam beserta wastafel, dispenser, serta dilengkapi dengan 1 air conditioner (AC), 1 jendela, 1 tempat sampah, 1 exhaust �dan 2 lemari
pakaian.
c. Sistem Kerja dan Waktu Operasional Ruang Isolasi
Apung
Sistem kerja
pada ruang isolasi apung ini bersifat tidak moveable.
Walaupun menggunakan HDPE sebagai bahan untuk membuat dermaga apung pada ruang
isolasi, namun sistem kerja ruang isolasi apung ini akan tetap berada di
wilayah pelabuhan dan tidak berpindah tempat. sistem tersebut diterapkan untuk
mempermudah akses operasional dalam penanganan pasien positif COVID-19 yang
dimungkinkan akan bekerja sama dengan rumah sakit isolasi COVID-19 terdekat
dalam hal pemenuhan kebutuhan tertentu seperti persediaan obat atau peralatan
lain sebagai penunjang penanganan pasien.
Namun setelah pandemi
COVID-19 berakhir, sistem ruang isolasi apung ini dapat dialih fungsikan menjadi
sistem rumah sakit apung yang bersifat moveable atau dapat berpindah-pindah
tempat. Sehingga dapat melayani kesehatan masyarakat di beberapa wilayah.
Namun, sebelum beroperasi sebagai rumah sakit apung, tentu diperlukan adanya
pertimbangan mengenai kemungkinan fasilitas yang ada di ruang isolasi apung,
dapat tetap digunakan atau harus dirubah dengan fasilitas yang baru. Tentu juga
perlu diadakan sterilisasi dengan cara menyemprotkan disinfektan di ruangan
container yang ada di ruang isolasi apung.
Untuk total
waktu operasional ruang isolasi apung adalah 24 jam atau non-stop. Waktu
operasional tersebut berlaku ketika ruangan isolasi terisi oleh pasien. Tetapi,
ketika ruangan tidak terisi oleh pasien atau kosong, maka tidak ada waktu
operasional pada ruang isolasi apung ini.
d. Analisis Perbandingan Kondisi
Terdapat
analisis perbandingan dari kondisi masyarakat yang harus melakukan isolasi
mandiri sebelum dan setelah adanya inovasi ini, yang ditinjau dari perbandingan
kondisi dalam segi penanganan dan pemantauan pasien serta dari segi kepatuhan
pasien dalam mengikuti protokol kesehatan COVID-19. Berikut merupakan analisis
perbandingan kondisi tersebut:
Tabel 1
Analisis Perbandingan Kondisi dari Segi
Penanganan dan Pemantauan Pasien
Keterangan |
Kondisi Eksisting |
Kondisi Inovasi |
Penanganan dan Pemantauan dari Tenaga Medis |
Tidak Intens dan Berkala |
Intens dan dapat dilakukan selama 24 jam |
Terdapat perbandingan
kondisi pada segi penanganan dan pemantauan pasien positif COVID-19 dari sebelum
dan setelah adanya inovasi. Beberapa pasien mengeluhkan buruknya melakukan
isolasi dirumah, salah satu alasannya yaitu kurangnya pemantauan dan penanganan
secara intens dari tenaga medis, dengan begitu, tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya cluster rumah tangga di
tempat tinggal pasien yang menjalankan isolasi mandiri dirumah masing-masing (Kompas.com,
2020) dikarenakan masih berhubungan erat dengan orang lain baik
dalam berkomunikasi dan beraktivitas diluar dengan keluarga, teman hingga
tetangga (Setiawan,
2020).
Tabel 2
Analisis Perbandingan Kondisi dari� Segi Kepatuhan Pasien
Keterangan |
Kondisi Eksisting |
Kondisi Inovasi |
Kepatuhan
terhadap Protokol Kesehatan COVID-19 |
Tidak
100% Patuh |
100%
Patuh |
Karena tidak intensnya
penanganan dan pemantauan, menyebabkan terdapatnya beberapa pasien yang tidak
melaksanakan protokol kesehatan dalam menjalani masa isolasinya, baik disengaja
maupun tidak, contohnya adalah, mengharuskan diri sendiri untuk keluar dalam
membeli kebutuhan sehari-hari dikarenakan sedang menjalani karantina mandiri di
kos (Kompas.com,
2020). Dengan adanya ruang isolasi alternatif, pasien dapat
menempati fasilitas tersebut dengan pastinya mematuhi protokol kesehatan COVID-19
dikarenakan juga terdapat pemantauan dan penanganan intensif dari para tenaga
medis dalam menjaga kepatuhan tersebut.
Tabel 3
Pros dan Cons Inovasi Ruang
Isolasi Apung
No |
Pros |
Cons |
1 |
Mengurangi angka pasien positif COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri & penyebaran cluster baru di lingkungan masyarakat |
Menambah jumlah anggaran biaya penanganan COVID-19 |
2 |
Proses penyembuhan semakin cepat dengan penanganan
medis yang intens |
Jumlah ruangan isolasi yang terbatas karena terletak
di pelabuhan dan operasional harus selalu dikoordinasikan dengan otoritas
pelabuhan |
3 |
Menambah lowongan pekerjaan bagi tenaga kesehatan |
Hanya dapat menampung pasien dengan jumlah terbatas, dikarenakan
jumlah ruang isolasi yang terbatas karena terletak di area pelabuhan |
Selain adanya perbandingan
kondisi eksisting dengan inovasi dari segi penanganan dan pemantauan serta dari
segi kepatuhan, terdapat pula pros dan
cons terhadap kondisi eksisting
dengan kondisi setelah adanya inovasi. Pros
dan cons tersebut tertera seperti
pada tabel 3.
e.
Analisis Manfaat
Sebelum adanya
ruang isolasi apung, para pasien COVID-19 banyak yang harus melakukan isolasi
mandiri dikarenakan kapasitas rumah sakit rujukan pasien COVID-19 yang penuh.
Dengan melakukan isolasi mandiri, pasien hanya dipantau secara berkala dengan
tidak langsung ditangani oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, tingkat
kesembuhan pasien positif COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri dinilai
rendah. Dengan adanya ruang isolasi apung, akan menambah tempat isolasi rujukan
baru bagi pasien positif COVID-19, sehingga akan sangat membantu dalam
penanganan pasien positif COVID-19. Pasien akan mendapat pengawasan dan
penanganan secara intensif dari tenaga kesehatan sehingga tingkat kesembuhan
pasien dapat meningkat dalam waktu singkat.
Tabel
4
Hasil
Perbandingan Pasien Dirawat dan
Isolasi Mandiri Sebelum dan Setelah Inovasi
Sebelum |
Setelah |
||||
Isolasi Mandiri |
: |
Dirawat |
Isolasi
Mandiri |
: |
Dirawat |
80% |
: |
20% |
45% |
: |
55% |
4 |
: |
1 |
5 |
: |
6 |
|
|
|
Pada tabel 4 terlihat bahwa sebelum adanya inovasi ini, perbandingan
jumlah pasien isolasi mandiri dengan pasien yang dirawat memiliki perbandingan
yang cukup jauh, yaitu 4:1 dengan keterangan 4 isolasi mandiri dan 1 yang
dirawat. Setelah adanya inovasi, perbandingan pasien isolasi mandiri dengan
yang dirawat yang memiliki jumlah yang hampir sama yaitu 5:6 dengan keterangan
yaitu 5 untuk isolasi mandiri dan 6 untuk yang dirawat yang berarti, jumlah
isolasi mandiri lebih kecil dari yang dirawat.
f.
Analisis Biaya
����������� Berikut
merupakan biaya yang muncul dari inovasi Ruang Isolasi Apung:
Item |
Biaya |
Jumlah |
Biaya |
Capital Cost |
Rp 178.787.480 |
62 |
Rp 11.084.823.760 |
Operasional Cost |
Rp 204.671.324.261 |
1 |
Rp 204.671.324.261 |
Fixed Cost |
Rp 997.634.138 |
1 |
Rp 997.634.138 |
Wages Cost |
Rp 550.000.000 |
12 |
Rp 6.600.000.000 |
Tabel 5
Biaya Pengadaan
Ruang Isolasi Apung
Biaya-biaya
tersebut dihitung sesuai dengan jumlah container
yang akan disediakan yaitu 62 container
beserta dermaga apungnya yang akan dipergunakan sebagai ruang isolasi apung.
Biaya pertama yang dikeluarkan adalah pembiayaan terkait pengadaan ruang
isolasi apung dimana mencakup dermaga apung dan container dengan fasilitas didalamnya sesuai dengan standarisasi
yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan mengenai Pedoman Teknis Ruang
Isolasi. Biaya operasional dari inovasi ini meliputi biaya penggunaan listrik,
biaya kebutuhan air bersih, biaya konsumsi pasien, biaya kebutuhan Alat
Pelindung Diri (APD), kebutuhan penanganan pasien, kebutuhan sterilisasi
ruangan, biaya operational cost
dilakukan pertahun. Terdapat 3 jenis pembiayaan fixed cost pada inovasi ini diantaranya yaitu, Biaya perawatan,
biaya asuransi, dan biaya perpajakan yang muncul selama satu tahun sekali,
Adapun biaya yang muncul berupa biaya gaji dari tenaga medis meliputi dokter,
perawat, dan petugas Kesehatan penunjang lainnya yang muncul per bulan.
g. �Rasio Manfaat Biaya
Tabel 6
Analisis Antara Manfaat dan Biaya Dari Penggunaan
Ruang Isolasi Container Apung
Rincian |
Kondisi Inovasi |
PV Biaya Ruang Isolasi Apung |
Rp 939.666.809.915,68 |
PV Manfaat |
Rp 959.787.088.541 |
BCR = (PVmanfaat / PVbiaya) |
1,02 |
NPV |
Rp 20.120.278.625,47 |
Status Kelayakan |
LAYAK |
Berdasarkan pada perhitungan
Cost-Benefit Analysis yang dilakukan terhadap inovasi ruang isolasi container dermaga apung� dengan perhitungan time frame selama 5
tahun. Inovasi ini memiliki rasio manfaat sebesar 1,02 dan nilai NPV sebesar
Rp. 20.120.278.625,47 dimana angka tersebut mengartikan bahwa inovasi ini layak
untuk dijalankan karena BCR > 1, dan NPV > 1.
Kesimpulan
Dari hasil proses pengerjaan penelitian Inovasi Ruang Isolasi Apung yang
telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan,
sebagai berikut ini: (a) Tingginya jumlah kenaikan pasien positif COVID-19 menyebabkan overloadnya rumah sakit
rujukan COVID-19 dan fasilitas ruang isolasi dari pemerintah, sehingga
meningkatnya jumlah pasien positif COVID-19 yang harus menjalankan isolasi
mandiri di rumah masing-masing dan tidak mendapatkan fasilitas yang seharusnya
didapat oleh pasien positif
COVID-19. (b) Rencana desain
inovasi adalah petikemas yang sudah tidak digunakan kembali dengan
dilengkapi oleh dermaga apung berbahan HDPE dan WPC yang memiliki ukuran 6 mx
2,4 m x 2,6 m dengan kapasitas satu ruangan adalah dua orang pasien dan
dilengkapi dengan toilet dalam beserta lemari pakaian, air conditioner (AC) serta wastafel. (c) Ruang Isolasi Apung memiiki
sistem kerja yang tidak moveable, untuk mempermudah akses operasional
dalam penanganan pasien positif COVID-19. Ruang Isolasi Apung memiliki waktu
operasional yaitu 24 Jam (ketika terdapat
pasien). (d) Total biaya pembangunan ruang isolasi apung yang dilengkapi oleh dermaga apung berbahan HDPE dan WPC adalah sebesar Rp 178.787.480 meter persegi. Berdasarkan pada perhitungan dengan metode CBA yang dilakukan terhadap inovasi ruang isolasi apung� dengan perhitungan time
frame selama 5 tahun. Inovasi ini memiliki
rasio manfaat sebesar 1,02 dan nilai NPV sebesar Rp. 20.120.278.625,47 dengan
status kelayakan = Layak, yaitu BCR>1, dan NPV>1.
Corona.jakarta.go.id.
Data Pemantauan Covid-19. (2020).
Databoks.
(2018). Berapa Jumlah Penduduk Jakarta. Retrieved from
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah-penduduk ja jakarta#:~:text=Jumlah
Penduduk DKI Jakarta (1961-2017)&text=Kemudian meningkat menjadi
10%2C28,atau 11 orang per jam%0A[Accessed 26 November 2020]
Databoks.
(2019). Proyeksi Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2020. Retrieved from
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/12/07/jumlah-penduduk-dki jakarta-2020#:~:text=Survei
penduduk antar sensus (SUPAS,yang sebanyak 10
Databoks
& Jayani, D. H. (2019). Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2019 Mencapai 10,5
Juta Jiwa. Retrieved from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/10/jumlah-penduduk-dki-jakarta-2019-mencapai-105-juta-jiwa%0A[Accessed 26 November 2020].
Erwanto, R. (2020).
Inovasi Kubus HDPE untuk Pembuatan Dermaga Apung. Kompasiana.Com.
Hamdi, I., &
Silaban, M. W. (2020). Rumah Sakit Rujukan Overload, Pemerintah Diminta
Serius Tekan Penularan Covid-19. Retrieved from
https://metro.tempo.co/read/1374996/rumah-sakit-rujukan-overload-pemerintah-diminta-serius-tekan-penularan-covid-19/full&view=ok
Indonesia, M. K. R. (2020).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
kemkes.go.id. (2020).
Informasi SDM Kesehatan Nasional. Retrieved from
http://bppsdmk.kemkes.go.id/info_sdmk/info/index?rumpun=1
Kompas.com. (2020). Ini
Tata Cara Pemilihan di TPS Saat Pilkada di Masa Pandemi Covid-19.
Ningsih, Safena,
Yandri, Hengki, Sasferi, Nuzmi, & Juliawati, Dosi. (2020). An Analysis of
Junior High School Students� Learning Stress Levels during the COVID-19 Outbreak:
Review of Gender Differences. Psychocentrum Review, 2(2), 69�76.
Sadikin, Ali, &
Hamidah, Afreni. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-19:(Online
Learning in the Middle of the Covid-19 Pandemic). Biodik, 6(2),
214�224.
Setiawan, R. (2020).
Baik-Buruk Penghapusan Isolasi Mandiri Penderita COVID-19 ala Anies.
Retrieved from https://tirto.id/baik-buruk-penghapusan-isolasi-mandiri-penderita-covid-19-ala-anies-f3sP
Shabrina, A. (2015).
Mengenal Wood Plastic Composite [WPC]. Arsitag.Com.
Sinaga. (2011). Port
and Harbour Structure Services. Retrieved from berthing.wordpress.com:https://berthing.wordpress.com/2011/02/03/ukurandimensi-standart-containerpeti-kemas/
Wahyudi, N. A.
(2020). Tangani Corona, DKI Terima 1.190 Tenaga Kesehatan Tambahan.