Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 3, No. 2, Februari 2021
PENGALAMAN PERAWAT SAAT TERKONFIRMASI COVID-19 DI RUMAH SAKIT DOKTER H.
MOCHAMMAD ANSARI SALEH BANJARMASIN
Abstract
The purpose of thestudy was to explore the
experience of nurses who worked in the hospital doctor H. Mochammad Ansari
Saleh Banjarmasin when confirmed COVID-19. Qualitative data was obtained
through in-depth interviews on seven nurses at the hospital. This research uses qualitative research method with phenomenological
approach, which aims to identify and explore nurse experience when confirmed
COVID-19. There were seven respondents involved in the study. These seven
respondents were nurses who treated COVID-19 confirmed patients who were still
working in the COVID-19 room after being declared cured of COVID-19. The
results found 6 main themes, namely: 1) COVID-19 transmission process; 2)
Reasons for performing diagnostic checks; 3) Experiencing symptoms of COVID-19;
4) Experiencing symptoms of drug side effects; 5) Actions taken after COVID-19
is confirmed; and 6) Find information about COVID-19. When confirmed COVID-19
according to most participants is a not very overwhelming experience can be,
but they still experience anxiety despite having prepared physically and
mentally COVID-19 disease is experienced including in a mild degree, so the
chance of recovery is very great. The experience of nurses when confirmed by
COVID-19 according to most participants is not very overwhelming experience,
but when confirmed COVID-19 they still experience anxiety even though they
stated before it happened they were already preparing physically and mentally
if at any time they were confirmed COVID-19.
Keywords: COVID-19; nurses; confirmed
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk mengekplorasi
pengalaman perawat yang bekerja di rumah sakit dokter H. Mochammad Ansari Saleh
Banjarmasin saat terkonfirmasi COVID-19. Data kualitatif diperoleh melalui
wawancara mendalam pada tujuh perawat di rumah sakit tersebut. �Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi
pengalaman perawat saat terkonfirmasi COVID-19. Ada tujuh responden yang
terlibat pada penelitian ini. Tujuh responden ini adalah perawat yang merawat
pasien terkonfirmasi COVID-19 yang masih berkerja di ruangan COVID-19 setelah
dinyatakan sembuh dari COVID-19. Hasil penelitian menemukan 6 tema utama yaitu:
1) Proses penularan COVID-19; 2) Alasan melakukan pemeriksaan diagnostik; 3) Mengalami
gejala COVID-19; 4) Mengalami gejala efek samping obat; 5) Tindakan yang
dilakukan setelah terkonfirmasi COVID-19; dan 6) Mencari informasi tentang
COVID-19. Saat terkonfirmasi COVID-19 menurut sebagian besar partisipan adalah
pengalaman yang tidak terlalu luar bisa, namun mereka tetap mengalami kecemasan
meskipun sudah mempersiapkan fisik dan mental Penyakit COVID-19 dialami
termasuk dalam derajat ringan, sehingga kesempatan untuk sembuh sangat besar. Pengalaman
perawat saat terkonfirmasi COVID-19 menurut sebagian besar partisipan adalah
pengalaman yang tidak terlalu luar bisa, namun saat terkonfirmasi COVID-19
mereka tetap mengalami kecemasan meskipun mereka menyatakan sebelum itu terjadi
mereka sudah mempersiapkan fisik dan mental apabila suatu saat mereka
terkonfirmasi COVID-19.
Kata kunci: COVID-19; perawat; terkonfirmasi
Pendahuluan
Akhir tahun 2019 dunia
dikejutkan dengan munculnya penyakit baru mirip SARS yang dikenal dengan
COVID-19. Virus penyebab penyakit ini ditularkan dari manusia ke
manusia, orang yang memiliki gejala adalah sumber penyebaran COVID-19 yang
paling sering. Namun orang yang tanpa gejala juga dapat menularkan karena
penularan terjadi sebelum munculnya gejala, isolasi adalah cara terbaik untuk
memutus mata rantai penyebarannya (Guo et al., 2020).
Informasi dari (Kompas.com, 2020) tanggal 24 Agustus 2020
kasus positif COVID-19 di dunia sebanyak 23,5 juta kasus dengan angka kematian
lebih dari 800 ribu orang.� Indonesia
mencatat� sebanyak 155.412 kasus dan
telah memakan korban jiwa 6.759 orang (Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2020) Sedangkan di Provinsi
Kalimantan Selatan terdapat 7.838 orang terkonfirmasi positif, 335 orang
meninggal dunia. Rumah sakit dokter H. Mochammad Ansari Saleh Banjarmasin
hingga tanggal 12 September 2020 telah� merawat
pasien yang terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 542 orang, 139 orang di antaranya
meninggal dunia.
Perawat merupakan salah satu
tenaga kesehatan dengan jumlah besar di rumah sakit yang secara langsung
terlibat dengan pasien selama 24 jam. Perawat memiliki risiko tinggi tertular
COVID-19. Tingginya risiko tersebut menurut (Ehrlich, McKenney, & Elkbuli, 2020) disebabkan oleh
faktor lamanya berinteraksi dengan pasien dan jumlah pasien yang banyak
menyebabkan meningkatnya jumlah virus di sekitar mereka, faktor tersebut
diperparah dengan kelangkaan alat pelindung diri (APD) serta� kurangnya pengetahuan terkait penggunaan APD.
Data dari (Damanik & Gulo, 2020) per tanggal 23 Juni
2020 ada 129 orang perawat positif COVID-19 dan sudah 30 orang perawat meninggal
dunia, sedangkan di Kalimantan Selatan sampai tanggal 22 Juli 2020 (Kompas,
2020) jumlah perawat yang terpapar COVID-19 sebanyak 164 orang. 1 orang perawat
di kota Banjarmasin dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 25 Juni 2020 (Kanal
Kalimantan, 2020), rumah sakit dokter H.
Mochammad Ansari saleh, hingga tanggal 12 September 2020 ada 30 orang perawat
yang terkonfirmasi COVID-19, 1 orang di antaranya meninggal dunia.
Apapun yang terjadi,
pelayanan harus tetap berjalan. Jika perawat tidak bekerja, siapa lagi yang
akan merawat pasien tersebut. Perawat yang sebelumnya pernah terkonfirmasi
COVID-19 setelah dinyatakan sembuh diharuskan bekerja kembali untuk merawat pasien
yang ada. Kemungkinan tertular kembali tentu saja ada, dan pastinya akan
menimbulkan kecemasan bagi mereka. Seperti yang dinyatakan (Huang & Zhao, 2020) dalam penelitiannya
bahwa selain memberikan dampak fisik, COVID-19 juga dapat menyebabkan efek
serius pada kesehatan mental seseorang.
Kondisi perawat yang pernah
terkonfirmasi COVID-19 dan diikuti keharusan bekerja kembali setelah sembuh ini
akan berpengaruh terhadap proses adaptasi mereka dalam merawat pasien COVID-19,
karena setiap bertugas mereka berinteraksi dengan pasien. Seperti pernyataan (Wang et al., 2020) dalam penelitiannya bahwa
rasa takut tertular COVID-19 menjadi pemicu masalah psikologis kecemasan,
stigmatisasi dan depresi yang sangat merugikan bagi petugas kesehatan serta
dapat memberikan efek buruk pada kualitas perawatan. Kecemasan harus mereka
atasi supaya mereka dapat merawat pasien sesuai dengan proses asuhan
keperawatan yang telah ditetapkan.
Proses adaptasi yang
dilakukan para perawat tersebut sesuai dengan teori keperawatan yang
dikemukakan oleh Sister Callista Roy, bahwa individu adalah mahluk
biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika
mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis dan sosial. Setiap
orang selalu menggunakan koping, baik yang bersifat positif maupun negatif
untuk dapat beradaptasi. Dalam hal ini perawat yang masih bekerja tersebut dikatakan
memiliki koping yang adaptif karena mampu menjalankan fungsi dan perannya kembali
sebagai seorang perawat.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan kepada 5 (lima) orang perawat di rumah sakit dokter H. Mochammad
Ansari Saleh, 3 (tiga) orang mengatakan pernah terkonfirmasi COVID-19, saat
mereka mengetahui hal tersebut mereka merasa sangat terpukul, mereka cemas akan
menjadi parah, mereka juga takut akan menulari anggota keluarganya, terlebih
lagi saat mereka memikirkan stigma dari teman dan masyarakat sekitar, 2 (orang)
sampai menangis karena hal tersebut, satu orang lagi mengatakan hanya bisa terdiam
saat mengetahui hasil pemeriksaan PCR yang positif.
Salah seorang dari mereka
mengatakan kemungkinan tertular COVID-19 saat menjadi asisten dokter spesialis
di luar rumah sakit, di tempat tersebut APD yang digunakan adalah APD level 2.
yang lain mengatakan kemungkinan tertular saat bertugas di IGD, APD yang selalu
digunakannya saat itu adalah APD level 3, sedangkan perawat yang terakhir tidak
mengetahui pasti dari mana dia tertular virus tersebut, dia mengatakan
kemungkinan tertular saat bertugas merawat pasien di ruang perawatan khusus
COVID-19, saat bertugas perawat tersebut mengaku memakai APD level 3, namun ada
saat di mana dirinya hanya memakai APD level 2 ketika kena giliran jaga di ners
station. Menurutnya antara ruang perawatan dan ners station dibatasi dengan
dinding kaca.
Ketiga perawat tersebut
mengatakan setelah terkonfirmasi COVID-19, mereka diperintahkan untuk melakukan
isolasi selama 2 (dua) minggu di tempat isolasi yang disediakan pemerintah
karena gejala yang mereka alami ringan saja. Ditempat isolasi tersebut mereka
diminta untuk istirahat, diberi makanan yang bergizi dan vitamin. Setelah
dinyatakan sembuh mereka bekerja kembali untuk merawat pasien karena sudah
menjadi kewajiban mereka sebagai perawat.
Perasaan takut tertular
kembali COVID-19 sangat besar, namun mereka mengatasinya dengan mencari tahu
lagi tentang COVID-19 melalui internet, lebih teliti lagi saat menggunakan APD,
serta sering mencuci tangan dan menjaga jarak fisik (physical distancing)
dengan orang lain.
Perawat yang lain mengatakan
belum pernah terkonfirmasi COVID-19, salah seorang dari mereka mengatakan
pernah mengalami gejala mirip COVID-19 namun setelah dilakukan pemeriksaan swab
hasilnya negatif, sedangkan 1 (satu) orang sisanya belum pernah mengalami
gejala yang sama dan belum pernah diperiksa. Dua orang perawat ini mengatakan
mereka merawat pasien di rumah sakit karena ditugaskan, jika menolak, maka
harus rela berhenti bekerja karena dianggap tidak dapat melaksanakan tugas
sesuai peraturan yang berlaku. Selama merawat pasien mereka menggunakan APD
sesuai standar, mereka mencuci tangan sesering mungkin dan kadang-kadang
menggunakan hand sanitizer. Kelimanya mengaku sangat khawatir akan menjadi agen
penyebar COVID-19 ke keluarga mereka, mereka hanya berdoa dan berharap agar
mereka dan orang di sekitarnya tidak tertular COVID-19.
Berdasarkan fenomena
tersebut, maka dirasa penting untuk melakukan studi yang menggali lebih dalam
tentang pengalaman perawat saat terkonfirmasi COVID-19 di rumah sakit dokter H.
Mochammad Ansari Saleh Banjarmasin.
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik partisipan (responden)
meliputi pendidikan partisipan dari diploma 3 (D3) sampai Sarjana Keperawatan
(S1), 6 orang berjenis kelamin laki-laki dan 1 orang partisipan perempuan
dengan rentang usia 28 - 40 tahun. Sebanyak 4 orang partisipan berstatus PNS
dan 3 orang lainnya karyawan BLUD.� Semua
partisipan telah menikah.
Hasil penelitian
mengidentifikasi pengalaman perawat saat terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 6
(enam) tema sebagai berikut:
1.
Proses penularan COVID-19
1)
Kontak langsung
���� Hasil
penelitian ini mengungkapkan bahwa partisipan tertular COVID-19 melalui kontak
langsung karena tinggal serumah dengan anggota keluarga yang terkonfirmasi COVID-19 dan
bersentuhan dengan mereka.
Penularan SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan droplet yang keluar saat orang yang terinfeksi. Penyebaran
COVID-19 antar anggota keluarga merupakan salah satu penyebab penyebaran dapat
menjadi lebih luas di masyarakat. Guo et al. (2020) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa penularan SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia terjadi terutama
antara anggota keluarga, termasuk kerabat dan teman-teman yang berhubungan
dekat dengan pasien atau pembawa inkubasi.
Bersentuhan dengan orang yang terinfeksi melalui
tangan juga dapat memindahkan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19� dari satu orang ke orang lainnya. Hal itu
sesuai dengan hasil penelitian Jayaweera et al. (2020) bahwa bersentuhan fisik
secara langsung antara individu yang terinfeksi dengan orang yang rentan dapat
menyebabkan penularan virus.
2)
Melalui Udara
���� Ada juga
partisipan yang tertular COVID-19 melalui transmisi udara karena melakukan
intubasi pada pasien yang dirawatnya. Penularan lewat udara terjadi ketika
seseorang menghirup virus yang dibawa oleh partikel yang melayang di udara.
Penelitian (Guo et al., 2020) menyebutkan bahwa SARS-CoV-2 didistribusikan di udara dan permukaan
objek di ICU dan ruang rawat inap pasien COVID-19 yang berarti berpotensi
tinggi menular kepada petugas kesehatan atau orang lain yang kontak dekat
dengan pasien, oleh karena itu tindakan perlindungan yang lebih ketat harus
dilakukan oleh petugas yang bekerja di ruang ICU.
Apabila ditinjau dari teori adaptasi Roy, maka penularan
COVID-19 melalui kontak langsung atau melalui udara menjadi stimulus fokal bagi
partisipan. Kondisi tersebut menjadi sebab partisipan harus melakukan adaptasi
untuk menghadapi kondisinya yang menderita COVID-19.
2.
Alasan melakukan pemeriksaan COVID-19
1)
Pemeriksaan Rapid
Partisipan menyatakan alasan mereka melakukan
pemeriksaan rapid karena pernah kontak dengan orang terkonfirmasi COVID-19,
mengalami gejala mirip COVID-19 serta pernah kontak dengan orang rapid reaktif.
Pemeriksaan rapid sering dilakukan karena hasilnya
lebih cepat dan biayanya murah sehingga dapat dijadikan screening awal
pemeriksaan COVID-19 meskipun hasil pemeriksaan ini tidak bisa digunakan untuk
penegakan diagnosa. Pemeriksaan ini dilakukan pada orang yang pernah kontak
erat dengan orang terkonfirmasi COVID-19, mengalami gejala mirip COVID-19, atau
pernah kontak dengan orang rapid reaktif. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan (Santosa, 2020) yang menyebutkan bahwa di Indonesia tes rapid antibodi dan/ atau antigen
dapat digunakan pada orang tanpa gejala (OTG) atau kasus kontak dari pasien
terkonfirmasi COVID-19.
2)
Pemeriksaan swab (PCR)
Partisipan menyatakan melakukan pemeriksaan swab
karena pernah kontak dengan orang terkonfirmasi COVID-19, mengalami gejala
mirip COVID-19, pernah merawat pasien terkonfirmasi COVID-19 serta hasil rapid
yang reaktif.
Pemeriksaan swab dilakukan untuk menegakkan diagnosa
COVID-19. Bagi orang yang pernah kontak dengan orang terkonfirmasi COVID-19,
mengalami gejala mirip COVID-19, pernah merawat pasien terkonfirmasi COVID-19
atau hasil rapidnya reaktif diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan ini. (Hadaya, Schumm, & Livingston, 2020) menyebutkan bahwa pemeriksaan PCR dilakukan untuk individu yang akan
mengubah pengobatan dan untuk orang yang memiliki risiko tinggi untuk hasil
yang buruk akibat COVID-19. Prado et al. (2020) juga menyebutkan bahwa
seseorang yang memiliki gejala mirip COVID-19 perlu dilakukan pemeriksaan swab
(PCR) untuk memastikan apakah orang tersebut terinfeksi COVID-19 atau tidak
meskipun hasil rapidnya nonreaktif.
3)
Pemeriksaan radiologi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
partisipan yang melakukan pemeriksaan radiologi untuk memastikan adanya
pneumonia. Gambaran
paru menjadi salah satu acuan untuk mengetahui infeksi COVID-19 yang sedang
terjadi. Peradangan yang terjadi di paru-paru menyebabkannya membengkak hingga
terisi cairan. Gambaran paru ini akan terlihat melalui pemeriksaan rontgen
thorax. Penelitian (Wong et al., 2020) menyebutkan bahwa gambaran paling umum dari pemeriksaan rontgen �toraks pasien COVID-19 adalah konsolidasi
sebanyak 59% dan� ground glass
opacity� (GGO) sebanyak 41%, dengan
distribusi perifer atau posterior, terutama pada lobus bawah. Sejalan dengan
itu, (Durrani, Inam ul Haq, & Yousaf, 2020) juga menyatakan bahwa pasien COVID-19 yang masuk kategori ringan hingga
sedang memiliki gambaran paru-paru yang terlihat buram.
3.
Mengalami Gejala COVID-19
1)
Fisik
Partisipan menyatakan selama terkonfirmasi COVID-19
ada yang tidak mengalami gejala apapun dan ada yang mengalami gejala fisik
ringan. Orang
yang terkonfirmasi COVID-19 kadang-kadang tidak mengalami gejala karena daya
tahan tubuh penderitanya lebih kuat sehingga tidak menimbulkan gejala. Hasil
penelitian (Ooi & Low, 2020) menunjukkan bahwa setengah dari 634 penumpang kapal Diamond Princess
yang positif SARS-CoV-2 tidak menunjukkan gejala.
Gejala fisik COVID-19 dapat berupa demam, batuk
kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, sakit kepala, gambaran opasifikasi
ground-glass pada foto toraks. Penelitian (Wu et al., 2020) menyebutkan bahwa� 98% pasien dalam studi mereka mengalami
demam, 78% memiliki suhu lebih dari 38� C, 76% pasien batuk, 44% mengalami
kelelahan dan nyeri otot, dan 55% dari pasien mengalami dyspnea. Sejumlah kecil
pasien juga mengalami ekspektorasi (28%), sakit kepala (8%), hemoptisis (5%),
dan diare (3%). Hasil penelitian (Lee, Min, Lee, & Kim, 2020) juga menunjukkan anosmia dan
ageusia banyak ditemukan pada pasien asimtomatik atau dengan gejala minimal,
usia muda, dan berjenis kelamin perempuan.
2)
Konsep diri
���� Partisipan
penelitian menyatakan selama terkonfirmasi COVID19 mengalami masalah pada
konsep dirinya. Konsep diri merupakan cara pandang individu terhadap diri
sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis, yang didapat dari
hasil interaksi dengan orang lain serta pengalaman yang dilalui selama
hidupnya. Konsep diri menurut (Stuart, Keliat, & Pasaribu, 2016) terdiri dari identitas diri, gambaran diri/citra tubuh, harga diri,
ideal diri dan peran.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa saat
terkonfirmasi partisipan mengidentifikasi dirinya sebagai pasien yang harus
bergantung kepada keluarga untuk memenuhi kebutuhan mereka Partisipan yang
merasa bahwa dirinya adalah seorang pasien berarti memiliki identitas diri yang
positif, karena dengan begitu dirinya menyadari kondisinya dan berusaha untuk
mencari pengobatan. Kondisi tergantungnya mereka pada keluarga untuk memenuhi
kebutuhannya sesuai dengan hasil penelitian�
(Fan et al., 2020) yang menyatakan bahwa
sebagian besar pasien yang mandiri sebelum sakit, setelah diisolasi tidak dapat
lagi melakukan rutinitas seperti biasa sehingga menimbulkan rasa frustrasi
dalam diri mereka.
Saat dinyatakan terkonfirmasi COVID-19 partisipan
penelitian ini juga menggambarkan bahwa dirinya sekarang sedang sakit meskipun
gejala yang dialami �ringan atau bahkan
tidak ada. Perasaan tersebut turut mendorong mereka� mencari pengobatan dan melakukan tindakan
untuk mencegah penularan kepada anggota keluarganya yang lain. (Al Noman et al., 2020) menyebutkan bahwa individu
yang merasa dirinya memiliki masalah kesehatan atau merasa sakit akan melakukan
tindakan apapun untuk mencari pengobatan yang tepat. Selain itu, mereka
mengalami kecemasan karena takut menularkan kepada anggota keluarga yang lain
dan harus melakukan isolasi mandiri sehingga tidak bisa melakukan kegiatan di
masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Brooks et al., 2020) yang menunjukkan bahwa
partisipan penelitiannya melaporkan perasaan takut tentang kesehatan mereka
sendiri dan takut menulari orang lain terutama anggota keluarga mereka selama
masa karantina.
Konsep harga diri saat terkonfirmasi COVID-19 mereka
ungkapkan sebagai perasaan sedih karena dikucilkan dari masyarakat. Partisipan
juga merasa malu jika masyarakat sekitar mengetahui bahwa dirinya terkonfirmasi
COVID-19. Mereka takut jika masyarakat tahu, maka tidak akan mau lagi berobat
ke balai pengobatan miliknya.
COVID-19 yang menular menyebabkan masyarakat menjadi
takut dan waspada secara berlebihan sehingga mereka menjauhi dan mengucilkan
para penderitanya. Hal itu menyebabkan orang terkonfirmasi menyembunyikan
penyakit-nya. Hasil penelitian (Dwinantoaji & Sumarni, 2020) menyebutkan bahwa sikap
masyarakat yang mengucilkan dapat�
menyebabkan banyak penderita COVID-19 merasa malu jika harus mengakui
bahwa mereka terkonfirmasi COVID-19, mereka juga takut akan menyebabkan penderitaan
bagi keluarga yang lain karena dijauhi oleh orang di sekitarnya yang khawatir
akan tertular.
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan ideal
dirinya melalui harapan agar dapat segera sembuh dari COVID-19 dengan hasil
swab yang negatif. Hasil swab evaluasi yang negatif merupakan indikator bahwa
seorang yang terkonfirmasi dinyatakan sembuh dari penyakit tersebut.
Kondisi partisipan yang mengalami COVID-19 dengan
gejala ringan memberikan kesempatan besar bagi mereka untuk sembuh, sehingga
harapan yang ada tidaklah terlalu berlebihan. Individu yang memiliki ideal diri
yang disesuaikan dengan kemampuannya akan menjadikan pengharapan atau
cita-citanya tersebut lebih mudah untuk diraih dan akan memberikan kesempatan
lebih besar untuk tercapai. Namun jika ideal dirinya terlalu tinggi, maka dapat
menyebabkan peluang memperoleh kekecewaan yang besar karena gagal. Hal tersebut
didukung oleh (Saputri & Moordiningsih, 2016) dalam penelitiannya yang
menyebutkan bahwa� gambaran seseorang
tentang cita-cita dirinya jika tidak sesuai dengan kenyataan maka akan
menyebabkan kesenjangan, semakin besar kesenjangan yang terjadi maka semakin
besar pula rasa tidak nyaman yang ditimbulkan.
Komponen konsep diri yang terakhir adalah peran.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan mengaku selama menderita
COVID-19 tidak dapat melaksanakan peran mereka di keluarga dan masyarakat karena
harus melakukan isolasi mandiri untuk mencegah penularan COVID-19. Hasil
penelitian (Sep�lveda-Loyola et al., 2020) juga mengamati bahwa aktivitas fisik pada saat isolasi sangat menurun di
semua populasi, terutama aktivitas berat dan waktu berjalan. Semakin ketat
seseorang melakukan protokol isolasi mandiri maka semakin dia tidak dapat
melaksanakan perannya di keluarga dan masyarakat.
3)
Interdependensi
Selama terkonfirmasi COVID-19, partisipan dalam
penelitian ini mengaku tidak bisa lagi bekerja merawat pasien COVID-19. Isolasi
mandiri menyebabkan orang tidak bisa pergi ke tempat kerja untuk menghindari
penularan. Hal ini menyebabkan fungsi interdependensi perawat sebagai anggota
tim yang merawat pasien COVID-19 tidak dapat dilaksanakan. (Brooks et al., 2020) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kerugian finansial dapat menjadi masalah selama karantina
karena banyak orang tidak dapat bekerja dan aktivitas profesional terganggu
tanpa perencanaan yang matang. Hasil penelitian (Barnes & Sax, 2020) juga menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mencegah penularan COVID-19
adalah tidak datang ke tempat kerja atau tempat umum saat seseorang merasa tidak
enak badan.
Menurut teori adaptasi Roy, kondisi partisipan yang
mengalami gejala COVID-19 merupakan efektor yang terjadi setelah individu
melakukan mekanisme kontrol sistem regulator dan kognator.
4.
Mengalami gejala efek samping obat
Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa
setelah mereka minum obat oseltamivir mengalami perasaan gelisah, ingin selalu
beraktivitas tetapi badan terasa lemas dan letih.� Mereka juga mengalami mual dan perutnya
terasa seperti diremas-remas. Sesuai dengan hasil penelitian (Antipov & Pokryshevskaya, 2019) efek samping oseltamivir
diantaranya berupa rash, dermatitis, mual, muntah, sakit kepala, dan gangguan
neuropsikiatri seperti halusinasi. Sejalan dengan hal tersebut, FDA juga
menginformasi bahwa oseltamivir memiliki efek samping mual, muntah, nyeri
perut, insomnia, vertigo, diare, pusing, sakit kepala, lemas, pendarahan pada
lambung, tingkah laku abnormal.
Kondisi partisipan yang mengalami gejala efek samping
obat saat terkonfirmasi COVID-19 menurut teori Roy juga merupakan efektor yang
dipicu oleh adanya mekanisme kontrol sistem regulator dan sistem kognator.
5.
Tindakan yang dilakukan setelah
terkonfirmasi COVID-19
1)
Mencegah penularan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan
melakukan isolasi mandiri, rawat inap di rumah sakit, serta� mencegah kontak dengan anggota keluarga dan
tetangga untuk menghindari penularan COVID-19.
Isolasi mandiri dilakukan untuk mencegah penularan
COVID-19 kepada orang di sekitar penderita. Orang yang melakukan isolasi
mandiri wajib menggunakan kamar terpisah, memakai masker dan harus menjaga
jarak lebih dari 1 (satu) meter dari anggota keluarga lainnya, menghindari
pemakaian bersama peralatan makan, peralatan mandi dan linen. (Mangalla, Simatupang, Samhuddin, Kadir, & Kadir,
2020) dalam penelitiannya menyebutkan jika seseorang terkonfirmasi COVID-19 �maka salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah mengisolasi diri
dari keluarga atau orang lain.
Partisipan penelitian ini juga ada yang dirawat di
rumah sakit karena merasa gejala yang dialaminya sudah tidak tertahankan,
sehingga dia memutuskan untuk dirawat di rumah sakit agar mendapatkan
penanganan yang maksimal.
Pasien COVID-19 yang mengalami gejala lebih parah
dianjurkan untuk dilakukan perawatan di rumah sakit agar dapat dipantau secara
intensif, termasuk pemberian terapi suportif�
dan terapi lainnya.
Penularan COVID-19 juga dapat dihindari dengan cara
mencegah kontak dengan anggota keluarga dan tetangga selama terkonfirmasi
COVID-19. Selama melakukan isolasi mandiri, acara berkumpul dengan tetangga
dianjurkan untuk dihindari. Apabila terpaksa harus mendatangi seseorang atau
pergi ke luar, protokol kesehatan harus dijalankan.
2)
Melakukan pengobatan
Seluruh partisipan dalam penelitian ini melakukan
pengobatan sebagai upaya untuk mempercepat proses penyembuhan COVID-19. Jenis
pengobatan yang mereka lakukan yaitu pemberian obat simtomatik, antivirus,
vitamin, berkumur-kumur dengan obat kumur antiseptik dan mencuci hidung dengan
cairan garam fisiologis.
Pengobatan simtomatik yang dilakukan partisipan
diantaranya dengan pemberian parasetamol dan antrain untuk demam, pemberian
obat flu, simvastatin untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah, ranitidine
untuk mual dan acetylcysteine untuk mengurangi batuk. Sedangkan obat
antivirus yang digunakan partisipan di antaranya adalah oseltamivir, azithromycin,
alluvia dan hyloquin (hydroxychloroquine) yang diperoleh berdasarkan saran
dari dokter. Pengobatan tersebut sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh (Perhimpunan Dokter paru Indonesia, 2020) bahwa penderita COVID-19
derajat ringan dapat diberikan pengobatan simtomatik dan pengobatan antivirus
sesuai tatalaksana yang sudah ditetapkan (Hafeez, Ahmad, Siddqui, Ahmad, & Mishra, 2020) dalam penelitiannya merekomendasikan pengobatan simtomatik untuk pasien
COVID-19 yang mengalami demam tinggi melebihi 38,5 � C dapat diberikan obat
antipiretik ibuprofen secara oral, 5-10 mg/kgBB setiap kali pemberian;
acetaminophen secara oral, 10�15 mg/kgBB setiap kali pemberian. (Harapan et al., 2020) juga menyebutkan bahwa
meskipun belum ada bukti kuat tentang efektifitas antivirus yang dipakai untuk
pengobatan SARS dan MERS pada pasien COVID-19, namun obat antivirus seperti
oseltamivir yang dikombinasikan dengan pengobatan antibiotik empiris telah
digunakan untuk mengobati pasien COVID-19.
Terapi potensial lain yang digunakan untuk tata
laksana kasus COVID-19 adalah pemberian vitamin C untuk meningkatkan sistem
imun dan sebagai antioksidan. Hasil penelitian (Carr & Maggini, 2017) menyebutkan bahwa vitamin C dapat meningkatkan kemotaksis dan
fagositosis neutrofil sehingga meningkatkan bersihan mikroba. Selain itu, (Van Gorkom et al., 2018) juga menemukan bahwa vitamin
C dapat meningkatkan diferensiasi, proliferasi, dan memodulasi fungsi sel T,
Sel B, dan sel natural killer serta mampu menginduksi produksi antibodi pada
manusia.
Pengobatan yang dilakukan partisipan berikutnya
adalah berkumur dengan menggunakan antiseptik yang mengandung povidone-iodine 1
persen. Tindakan ini� dianggap ampuh
melawan kuman yang ada di mulut. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Anderson et al., 2020) tentang studi in vitro PVP-I
1,0% dengan uji viral kill time terhadap sel Vero-E6 yang merupakan kultur
virus COVID-19 dengan angka viral kill time yang mencapai 99.99% yang
menunjukkan aktivitas virucidal terhadap COVID-19 dalam waktu 30 detik.
Selanjutnya, mencuci hidung menjadi pengobatan
terakhir yang dipilih partisipan untuk mengatasi COVID-19. Tindakan pencucian
hidung dengan menggunakan larutan garam fisiologis akan sangat dapat bermanfaat
untuk mengencerkan lendir yang kental, mengurangi gejala alergi, mencegah
terkumpulnya bakteri dan mengurangi radang. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian (Casale, Rinaldi, Sabatino, Moffa, & Ciccozzi, 2020) yang menyebutkan bahwa
mukosa hidung merupakan area yang rentan bagi COVID-19 untuk berkoloni karena
pembuluh darahnya yang melimpah serta kelenjar musinous dan kelenjar serosa
yang menciptakan lingkungan yang lembab
3)
Meningkatkan daya tahan tubuh
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa
mereka meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan makanan yang bergizi,
mengonsumsi madu, mengonsumsi minuman herbal, berolahraga, berjemur di bawah
sinar matahari dan berpikir positif.
Mengonsumsi makanan yang mengandung antioksidan
seperti sayur dan buah dapat membantu tubuh melawan radikal bebas. Untuk
menjaga imunitas tubuh, diperlukan juga asupan nutrisi yang cukup. Hal itu
sejalan dengan hasil penelitian (Iddir et al., 2020) bahwa makanan adalah faktor kunci dari sistem kekebalan tubuh yang kuat
dan mengurangi risiko terkena infeksi. Menurut (Dalimartha & Adrian, 2013) buah dan sayur merupakan
sumber antioksidan, vitamin, dan mineral.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan fakta bahwa
selama sakit ada partisipan yang mengonsumsi madu untuk meningkatkan daya tahan
tubuhnya. Menurut (Samarghandian, Farkhondeh, & Samini, 2017) madu mengandung nutrisi yang
meliputi karbohidrat, vitamin C, vitamin B, asam amino, magnesium, phosphor,
dan kalium.
Tanaman herbal lainnya yang digunakan partisipan
adalah jahe merah yang memiliki kandungan senyawa aktif yang lebih tinggi
dibandingkan varietas jahe lainnya. Menurut (Indonesia & Indonesia, 2012) jahe merah memiliki aktivitas
sebagai immunomodulator untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Hasil
penelitian (Febriani, Riasari, Winingsih, Aulifa, &
Permatasari, 2018)
juga menyebutkan bahwa jahe merah mengandung flavonoid, tanin, polifenolat,
monoterpen & seskuiterpen, triterpenoid & steroid, kuinon dan saponin.
Berolahraga menjadi salah satu pilihan cara yang
dilakukan� partisipan untuk meningkatkan
daya tahan tubuhnya. Orang yang terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala ringan
tetap bisa berolah raga untuk meningkatkan daya tahan tubuh.� Hal ini didukung oleh hasil penelitian (Shirvani, 2020) yang menyebutkan bahwa orang
dengan gejala ringan gangguan saluran pernapasan bagian atas dapat melakukan
latihan ringan, peregangan, keseimbangan, aerobik, dan latihan mental. Individu
yang dicurigai mengalami gejala COVID-19 seperti demam, sakit tenggorokan
parah, nyeri tubuh, sesak napas, kelelahan umum, batuk dada, dan saturasi
oksigen 93% saat istirahat harus menghindari melakukan olahraga.
Berikutnya, berjemur di bawah sinar matahari� dilakukan partisipan untuk meningkatkan
produksi vitamin D yang berfungsi� untuk
meningkatkan kekebalan tubuh dalam melawan COVID-19. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian (Miyauchi & Nakajima, 2016) yang memperlihatkan fakta bahwa berjemur dengan hanya wajah dan kedua
punggung tangan saja yang terkena sinar matahari selama 6-7 menit, maka tubuh
akan menghasilkan 10 �g vitamin D atau setara dengan 400 IU, jumlah vitamin D
standar yang dibutuhkan oleh tubuh per hari.
Terakhir, berpikir positif dijadikan pilihan
tindakan yang dilakukan partisipan untuk meningkatkan imunitas tubuh. Dengan
daya tahan tubuh yang tetap terjaga baik, maka tubuh tidak mudah terkena penyakit.
Dan bagi yang sudah terkonfirmasi COVID-19, tentunya hal tersebut akan membantu
dalam proses penyembuhan penyakit. Penelitian�
(Morey, Boggero, Scott, & Segerstrom, 2015) menyebutkan tentang efek
stres yang dapat meningkatkan kemungkinan berkembang-nya penyakit serta memperburuk
kondisi yang sudah ada sebelumnya.
Jika ditinjau dari teori adaptasi Roy, tindakan yang
dilakukan partisipan setelah terkonfirmasi COVID-19 merupakan respon adaptasi
yang adaptif sehingga diharapkan menghasilkan output yang dapat menyebabkan kesembuhan
pada diri partisipan.
6.
Mencari informasi tentang COVID-1
1)
Media
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan
berusaha mencari informasi tentang COVID-19 melalui internet, televisi dan
buku.
Internet digunakan setiap orang untuk mendapatkan informasi
dari seluruh dunia tentang COVID-19 karena mudah diakses. (Siste et al., 2020) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa salah satu faktor prediktif yang menyebabkan perilaku adiksi internet di
masa pandemi adalah dorongan untuk mencari informasi terkait penyakit COVID-19.
Stres psikologi yang timbul akibat rasa takut terhadap infeksi virus COVID-19
juga dapat mendasari seseorang untuk mencari rekreasi melalui aktivitas online
atau internet sebagai salah satu bentuk adaptasi.
Sementara itu, penggunaan televisi selama masa
pendemi mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil survey Nielsen TAM (2020)
di 11 kota menunjukkan rata-rata kepemirsaan televisi mulai meningkat 12 persen
pada tanggal 11 Maret menjadi 13,8 persen pada 18 Maret atau setara dengan
penambahan sekitar 1 juta pemirsa televisi. Banyaknya pemberitaan di beberapa
stasiun televisi tentang COVID-19 sejak 1-18 Maret menyebabkan kenaikan
kepemirsaan program berita secara signifikan (25%), buku juga merupakan sumber
informasi yang dapat membuka wawasan tentang berbagai hal termasuk informasi
tentang COVID-19. Walaupun buku yang membahas tentang COVID-19 saat ini masih
sangat terbatas, namun sudah ada beberapa referensi yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan RI yang dapat dijadikan sumber informasi. Sejalan dengan
itu, (Riyan, Prijana, & Sukaesih, 2015) menyatakan bahwa membaca
buku merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi. Semakin banyak membaca,
semakin banyak pula informasi yang didapatkan.
2)
Pengalaman pribadi
Partisipan lainnya juga mengatakan bahwa mereka
mencari informasi tentang COVID-19 melalui pengalaman pribadi mereka yang
langsung merawat pasien COVID-19, dari pelajaran di sekolah dan berbagi
informasi (sharing) dengan teman sejawat.
Pengalaman pribadi dapat digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan atau informasi dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa yang lalu. Jika pada
satu masalah orang menemukan cara pemecahannya maka pada masa lain saat
seseorang menemukan masalah yang sama, dia akan melakukan cara yang sama untuk
memecahkannya. (Pusparini, 2020) dalam penelitiannya juga
menyebutkan bahwa semakin banyak pengalaman seseorang maka akan semakin
meningkat pula juga� menyatakan bahwa
pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pendidikan formal dan pendidikan
non formal. Semakin tinggi pendidikan dan pengalaman seseorang maka semakin
luas pula pengetahuannya. (Dwiyanti, 2017) juga menyebutkan bahwa kegiatan berbagi pengetahuan (sharing) adalah
sebagai bentuk berbagi dan mencari ilmu melalui tanya jawab.
Menurut teori adaptasi Roy, usaha partisipan untuk
mencari informasi tentang COVID-19 merupakan mekanisme kontrol sistem kognator
yang akan dapat membantu partisipan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi pada dirinya.�
Kesimpulan
Pengalaman perawat saat terkonfirmasi COVID-19
menurut sebagian besar partisipan adalah pengalaman yang tidak terlalu luar
bisa, namun saat terkonfirmasi COVID-19 mereka tetap mengalami kecemasan
meskipun mereka menyatakan sebelum itu terjadi mereka sudah mempersiapkan fisik
dan mental apabila suatu saat mereka terkonfirmasi COVID-19. Penyakit COVID-19 yang mereka alami
termasuk dalam derajat ringan, sehingga kesempatan untuk sembuh sangat besar.
Selain itu, pengetahuan tentang COVID-19 yang banyak dapat membantu mereka
dalam beradaptasi dengan masalah yang muncul. Dari seluruh perawat yang menjadi
partisipan, ada satu orang yang menganggap kejadian ini luar biasa karena perawat
tersebut mengalami gejala COVID-19 yang menurutnya lumayan parah, perawat tersebut
sempat dirawat di rumah sakit karena gejala yang dideritanya
BIBLIOGRAFI
Al Noman, Mohammad
Abdulla, Sharmin, Tarana, Shoshi, Fatema Kabir, Anee, Kanij Fatima, Hossain, Md
Belal, Islam, Md Nazrul, & Khan, Md Shafiqul Islam. (2020). Occupational
hazards and health care seeking behavior of fishermen. Asian Journal of
Medical and Biological Research, 6(1), 38�43.
Anderson, Danielle E., Sivalingam, Velraj, Kang, Adrian Eng Zheng,
Ananthanarayanan, Abhishek, Arumugam, Harsha, Jenkins, Timothy M., Hadjiat,
Yacine, & Eggers, Maren. (2020). Povidone-iodine demonstrates rapid in
vitro virucidal activity against SARS-CoV-2, the virus causing COVID-19
disease. Infectious Diseases and Therapy, 9(3), 669�675.
Antipov, Evgeny A., & Pokryshevskaya, Elena B. (2019). The effects of
adverse drug reactions on patients� satisfaction: evidence from publicly
available data on tamiflu (oseltamivir). International Journal of Medical
Informatics, 125, 30�36.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2020). Data Sebaran
COVID-19 di Indonesia (Internet).
Barnes, Mark, & Sax, Paul E. (2020). Challenges of �return to work� in
an ongoing pandemic. New England Journal of Medicine, 383(8), 779�786.
Brooks, Samantha K., Webster, Rebecca K., Smith, Louise E., Woodland,
Lisa, Wessely, Simon, Greenberg, Neil, & Rubin, Gideon James. (2020). The
psychological impact of quarantine and how to reduce it: rapid review of the
evidence. The Lancet, 395(10227), 912�920.
Carr, Anitra C., & Maggini, Silvia. (2017). Vitamin C and immune
function. Nutrients, 9(11), 1211.
Casale, Manuele, Rinaldi, Vittorio, Sabatino, Lorenzo, Moffa, Antonio,
& Ciccozzi, Massimo. (2020). Could nasal irrigation and oral rinse reduce
the risk for COVID-19 infection? International Journal of Immunopathology
and Pharmacology, 34, 2058738420941757.
Dalimartha, Setiawan, & Adrian, Felix. (2013). Fakta Ilmiah Buah
Sayur. Penebar PLUS+.
Damanik, Rani Kawati, & Gulo, Adventy Riang Bevy. (2020). Pengaruh
Metode Ppni Information System Dengan Kecepatan Perhitungan Kebutuhan Perawat. Jurnal
Kesehatan, 11.
Durrani, Misbah, Inam ul Haq, Ume Kalsoom, & Yousaf, Anum. (2020).
Chest X-rays findings in COVID 19 patients at a University Teaching Hospital-A
descriptive study. Pakistan Journal of Medical Sciences, 36(COVID19-S4),
S22.
Dwinantoaji, Hastoro, & Sumarni, D. W. (2020). Human security, social
stigma, and global health: The COVID-19 pandemic in Indonesia. Journal of
the Medical Sciences (Berkala Ilmu Kedokteran), 52(3).
Dwiyanti, Widya. (2017). The Stage�s of Sharing Knowledge among Students
in Learning Environment: A Review of Literatur. International Journal of
Education and Research, 5(8), 81�92.
Ehrlich, Haley, McKenney, Mark, & Elkbuli, Adel. (2020). Protecting
our healthcare workers during the COVID-19 pandemic. The American Journal of
Emergency Medicine, 38(7), 1527�1528.
Fan, Peijin Esther Monica, Aloweni, Fazila, Lim, Shu Hui, Ang, Shin Yuh,
Perera, Karen, Quek, Aik Huan, Quek, Hwee Koon Susan, & Ayre, Tracy Carol. (2020).
Needs and concerns of patients in isolation care units-learnings from COVID-19:
A reflection. World Journal of Clinical Cases, 8(10), 1763.
Febriani, Yessi, Riasari, Hesti, Winingsih, Wiwin, Aulifa, Diah Lia, &
Permatasari, Ayu. (2018). The Potential Use of Red Ginger (Zingiber officinale
Roscoe) Dregs as Analgesic. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology, 1(1), 57�64.
Guo, Zhen Dong, Wang, Zhong Yi, Zhang, Shou Feng, Li, Xiao, Li, Lin, Li,
Chao, Cui, Yan, Fu, Rui Bin, Dong, Yun Zhu, & Chi, Xiang Yang. (2020).
Aerosol and surface distribution of severe acute respiratory syndrome coronavirus
2 in hospital wards, Wuhan, China, 2020. Emerging Infectious Diseases, 26(7),
1586.
Hadaya, Joseph, Schumm, Max, & Livingston, Edward H. (2020). Testing
individuals for coronavirus disease 2019 (COVID-19). Jama, 323(19),
1981.
Hafeez, Abdul, Ahmad, Shmmon, Siddqui, Sameera Ali, Ahmad, Mumtaz, &
Mishra, Shruti. (2020). A review of COVID-19 (Coronavirus Disease-2019)
diagnosis, treatments and prevention. EJMO, 4(2), 116�125.
Harapan, Harapan, Itoh, Naoya, Yufika, Amanda, Winardi, Wira, Keam, Synat,
Te, Heyhpeng, Megawati, Dewi, Hayati, Zinatul, Wagner, Abram L., &
Mudatsir, Mudatsir. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID-19): A literature
review. Journal of Infection and Public Health.
Huang, Yeen, & Zhao, Ning. (2020). Generalized anxiety disorder, depressive
symptoms and sleep quality during COVID-19 outbreak in China: a web-based
cross-sectional survey. Psychiatry Research, 288, 112954.
Iddir, Mohammed, Brito, Alex, Dingeo, Giulia, Fernandez Del Campo, Sofia
Sosa, Samouda, Hanen, La Frano, Michael R., & Bohn, Torsten. (2020).
Strengthening the immune system and reducing inflammation and oxidative stress
through diet and nutrition: considerations during the COVID-19 crisis. Nutrients,
12(6), 1562.
Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan, & Indonesia, Reformasi Birokrasi
Lembaga Ilmu Pengetahuan. (2012). LIPI. Retrieved from LIPI Website:
http://www. lipi. go. id.
Kompas.com. (2020). Cerita Para Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri,
Tak Dipantau Petugas hingga Terpaksa Keluar Rumah. Retrieved from
//makassar.kompas.com/read/2020/10/07/06120041/cerita-para-pasien-covid-19-yang-isolasi-mandiri-tak-dipantau-petugas-hingga?page=all
Lee, Yonghyun, Min, Pokkee, Lee, Seonggu, & Kim, Shin Woo. (2020).
Prevalence and duration of acute loss of smell or taste in COVID-19 patients. Journal
of Korean Medical Science, 35(18).
Mangalla, Lukas K., Simatupang, Minson, Samhuddin, Samhuddin, Kadir,
Kadir, & Kadir, Abd. (2020). Penerapan Inovasi Tirai Isolasi Mandiri Pasien
Covid-19. Jurnal Pengabdian Masyarakat Ilmu Terapan (JPMIT), 2(2),
139�144.
Miyauchi, Masaatsu, & Nakajima, Hideaki. (2016). Determining an
effective UV radiation exposure time for vitamin D synthesis in the skin
without risk to health: Simplified estimations from UV observations. Photochemistry
and Photobiology, 92(6), 863�869.
Morey, Jennifer N., Boggero, Ian A., Scott, April B., & Segerstrom,
Suzanne C. (2015). Current directions in stress and human immune function. Current
Opinion in Psychology, 5, 13�17.
Ooi, Eng Eong, & Low, Jenny G. (2020). Asymptomatic SARS-CoV-2
infection. The Lancet Infectious Diseases, 20(9), 996�998.
Perhimpunan Dokter paru Indonesia (PDPI). (2020). PerhimpunanDokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi
Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pedoman
Tatalaksana COVID-19.
Pusparini, Pusparini. (2020). Tes serologi dan polimerase chain reaction
(PCR) untuk deteksi SARS-CoV-2/COVID-19. Jurnal Biomedika Dan Kesehatan,
3(2), 46�48.
Riyan, Arnold, Prijana, Prijana, & Sukaesih, Sukaesih. (2015). Potensi
Membaca Buku Teks (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung). Jurnal Kajian
Informasi & Perpustakaan, 3(1), 81�88.
Samarghandian, Saeed, Farkhondeh, Tahereh, & Samini, Fariborz. (2017).
Honey and health: A review of recent clinical research. Pharmacognosy
Research, 9(2), 121.
Santosa, Santi Puspa Ariyani. (2020). (2020). Analisis Pengaruh Social
Distancing Dalam Pencegahan Penyebaran Virus Corona Dengan Pelaksanaan Sholat
Fardhu Berjamaah Di Masjid Al Ikhlas Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo
Kabupaten Pati Jawa Tengah. Jurnal Syntax Idea, 2(5).
Saputri, Marliana Eka, & Moordiningsih, Moordiningsih. (2016). Pembentukan
konsep diri remaja pada keluarga jawa yang bergama islam. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 4(2), 261�268.
Sep�lveda-Loyola, W., Rodr�guez-S�nchez, I., P�rez-Rodr�guez, P., Ganz,
F., Torralba, R., Oliveira, D. V, & Rodr�guez-Ma�as, Leocadio. (2020).
Impact of social isolation due to COVID-19 on health in older people: Mental
and physical effects and recommendations. The Journal of Nutrition, Health
& Aging, 1�10.
Shirvani, Hossein. (2020). Exercise and COVID-19 as an Infectious Disease.
Iranian Journal of Medical Sciences, 45(4), 311�312.
Siste, Kristiana, Hanafi, Enjeline, Lee Thung Sen, Hans Christian, Adrian,
Levina Putri Siswidiani, Limawan, Albert Prabowo, Murtani, Belinda Julivia,
& Suwartono, Christiany. (2020). The Impact of Physical Distancing and
Associated Factors Towards Internet Addiction Among Adults in Indonesia During
COVID-19 Pandemic: A Nationwide Web-Based Study. Frontiers in Psychiatry,
11.
Stuart, Gail W., Keliat, Budi A., & Pasaribu, Jesika. (2016). Prinsip
dan praktik keperawatan kesehatan jiwa Stuart. Keliat BA, Editor, 1.
Van Gorkom, Gwendolyn N. Y., Klein Wolterink, Roel G. J., Van Elssen,
Catharina H. M. J., Wieten, Lotte, Germeraad, Wilfred T. V, & Bos, Gerard
M. J. (2018). Influence of vitamin C on lymphocytes: an overview. Antioxidants,
7(3), 41.
Wang, Manli, Cao, Ruiyuan, Zhang, Leike, Yang, Xinglou, Liu, Jia, Xu, Mingyue,
Shi, Zhengli, Hu, Zhihong, Zhong, Wu, & Xiao, Gengfu. (2020). Remdesivir
and chloroquine effectively inhibit the recently emerged novel coronavirus (2019-nCoV)
in vitro. Cell Research, 30(3), 269�271.
Wong, Ho Yuen Frank, Lam, Hiu Yin Sonia, Fong, Ambrose Ho Tung, Leung, Siu
Ting, Chin, Thomas Wing Yan, Lo, Christine Shing Yen, Lui, Macy Mei Sze, Lee,
Jonan Chun Yin, Chiu, Keith Wan Hang, & Chung, Tom Wai Hin. (2020).
Frequency and distribution of chest radiographic findings in patients positive
for COVID-19. Radiology, 296(2), E72�E78.
Wu, Peng, Hao, Xinxin, Lau, Eric H. Y., Wong, Jessica Y., Leung, Kathy S.
M., Wu, Joseph T., Cowling, Benjamin J., & Leung, Gabriel M. (2020).
Real-time tentative assessment of the epidemiological characteristics of novel
coronavirus infections in Wuhan, China, as at 22 January 2020. Eurosurveillance,
25(3), 2000044.