How to cite:
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak (2024) Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian
Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak Pengeboran Lepas Pantai (6) I0
E-ISSN:
2684-883X
PERAN PENEGAKAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
ANTARA NELAYAN LOKAL DAN PIHAK PENGEBORAN LEPAS PANTAI
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
Universitas Kristen Indonesia, Indonesia
Email: Captcandra@yahoo.co.id
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aturan dalam pengelolaan wilayah pengeboran
lepas pantai. Untuk mengetahui peran penegakan hukum dalam penyelesaian konflik
antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas Pantai. Di Indonesia, konflik antara
nelayan lokal dan pihak pengebor minyak lepas pantai seringkali terjadi . Konflik ini
biasanya terjadi karena adanya ketidakpuasan dari nelayan lokal atas aktivitas
pengeboran minyak yang dianggap merusak lingkungan, serta menyebabkan
berkurangnya hasil tangkapan ikan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif. Dalam penelitian hukum dikenal sebagai penelitian hukum yuridis normatif
atau penelitian hukum normatif yang hakekatnya adalah menyelidiki aspek internal
hukum positif untuk menyelesaikan persoalan internal.Berdasarkan pembahasan dan
temuan penelitian yang dianalisis diperoleh kesimpulan bahwa aturan dalam
pengelolaan wilayah pengeboran lepas pantai terdiri dari berbagai peraturan perundang-
undangan sampai dengan peraturan menteri yang mengatur mengenai penegakan hukum
untuk menyelesaikan konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai.
Dari berbagai tantangan pengelolaan wilayah pengeboran lepas pantai, beberapa aspek
utama asas kepastian hukum dalam pengeboran lepas pantai terdiri dari kepastian
hukum dalam perizinan dan regulasi, kepastian hukum dalam pengelolaan lingkungan,
kepastian hukum dalam penegakan aturan dan sanksi, serta kepastian hukum dalam
penyelesaian sengketa.
Kata kunci: Peran Hukum, Penyelesaian Konflik, Nelayan
Abstract
The purpose of this study is to find out the rules in the management of offshore drilling
areas. To find out the role of law enforcement in resolving conflicts between local
fishermen and offshore drilling parties. In Indonesia, conflicts between local fishermen
and offshore oil drillers often occur. This conflict usually occurs due to dissatisfaction
from local fishermen over oil drilling activities that are considered to damage the
environment, as well as causing a decrease in fish catches. This research is a normative
legal research. In legal research, it is known as normative juridical law research or
normative legal research whose essence is to investigate the internal aspects of positive
law to solve internal problems. Based on the discussion and research findings analyzed,
it was concluded that the rules in the management of offshore drilling areas consist of
various laws and regulations to ministerial regulations that regulate law enforcement to
resolve conflicts between local fishermen and offshore drilling parties. Of the various
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6593
challenges of offshore drilling area management, some of the main aspects of the
principle of legal certainty in offshore drilling consist of legal certainty in licensing and
regulation, legal certainty in environmental management, legal certainty in enforcing
rules and sanctions, and legal certainty in dispute resolution
Keywords: Legal Role, Conflict Resolution, Fishermen
PENDAHULUAN
Pengebor minyak adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) sebagai
perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk
melakukan eksplorasi, pengembangan, dan produksi minyak dan gas bumi. K3S
biasanya merupakan perusahaan minyak dan gas internasional atau nasional yang
menandatangani kontrak bagi hasil dengan pemerintah (Tambunan & Togatorop, 2021).
Beberapa tanggung jawab dan peran K3S meliputi (1) Eksplorasi dan produksi, K3S
bertanggung jawab untuk menemukan dan mengembangkan cadangan minyak dan gas
bumi serta memproduksi minyak dan gas dari lapangan-lapangan yang mereka kelola
(Sembiring, 2013).(2) Investasi dan pengelolaan operasional. K3S melakukan investasi
yang signifikan dalam eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Mereka juga mengelola
operasional sehari-hari di lapangan minyak dan gas (Arindya, 2019). (3) Bagi hasil
berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing contract), K3S dan pemerintah
berbagi hasil produksi minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati (Rahayu & Anitasari, 2024).
Di Indonesia, konflik antara nelayan lokal dan pihak pengebor minyak lepas
pantai seringkali terjadi (Subagiyo, Wijayanti, & Zakiyah, 2017). Konflik ini biasanya
terjadi karena adanya ketidakpuasan dari nelayan lokal atas aktivitas pengeboran
minyak yang dianggap merusak lingkungan, serta menyebabkan berkurangnya hasil
tangkapan ikan. Pihak pengebor di sisi lain, berargumen bahwa kegiatan pengeboran
minyak ini penting bagi perekonomian negara.
Dalam menyelesaikan konflik ini, penegakan hukum menjadi salah satu solusi
yang dapat diambil. Penegakan hukum dalam konflik antara nelayan lokal dan pihak
pengebor harus dilakukan secara obyektif, adil, serta mengedepankan kepentingan
masyarakat secara keseluruhan (Purba, 2024). Hal tersebut sebagaimana amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 27
ayat (1) yakni “Menjamin bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya”. Selain itu, pada Pasal 28D ayat (1) disebutkan “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” (Bidayani & Anggeraini, 2019).
Dari landasaran aturan perundang-undangan di atas, pemerintah menjamin atas
keamanan dan keselamatan laut yang tertuang dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2014 tentang Kelautan Menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab
untuk menjaga keamanan dan keselamatan wilayah laut Indonesia, termasuk
perlindungan terhadap nelayan lokal juga perlindungan terhadap nelayan dari bahaya
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6594 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
menangkap ikan di sekitar lokasi platform dengan cara mengusir agar tidak mendekat.
Selain itu, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015
tentang Daerah Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan, mengatur
zona dan area penangkapan ikan yang harus ditaati oleh para nelayan untuk menjaga
kelestarian sumber daya laut.
Di sisi lain, dalam menjalankan aktivitasnya, pengebor lepas pantai juga memiliki
dasar hukum yang dituangkan dalam (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014
tentang Kelautan Pasal 9, Pasal 13, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 58, (2)
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 Tentang Perikanan Pasal 33A dan Pasal 33B, (3) Keputusan Presiden
Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional Pasal 1 sampai
dengan Pasal 5.
Meskipun sudah diatur mengenai wilayah yang dapat diakses oleh nelayan lokal,
namun masih adanya pelanggaran nelayan lokal memasuki atau melakukan aktivitas di
zona kegiatan pengeboran minyak lepas pantai sehingga dengan masuknya nelayan ke
wilayah pengeboran dapat mengganggu operasi pengeboran dan menimbulkan risiko
kecelakaan. Selain itu, aktivitas pengeboran melibatkan peralatan berat, bahan kimia
berbahaya, dan operasi teknis yang rumit yang memerlukan lingkungan yang aman dan
terkendali. Hal tersebut sebagaimana diberitakan pada harian Kompas yang
memberitakan bahwa Satu badan anjungan atau rig Taurus 2 di wilayah operasional
Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore yang dibangun di Selat Madura, Jawa
Timur, roboh. Lenyapnya badan anjungan itu bersamaan dengan tenggelamnya tujuh
warga yang diduga merupakan nelayan setempat (AGNES SWETTA PANDIA, 2024).
Salah satu langkah penegakan hukum yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan mediasi antara kedua belah pihak. Mediasi ini bertujuan untuk mencari
solusi bersama yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Dalam mediasi, pihak
pengebor dan nelayan lokal dapat duduk bersama untuk membahas masalah yang ada,
serta mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Selain mediasi, penegakan hukum juga dapat dilakukan melalui peraturan yang
lebih ketat terkait dengan aktivitas pengeboran minyak di wilayah lepas pantai. Seperti
halnya dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang pengamanan
obyek vital nasional yang menyatakan bahwa pengamanan obyek vital nasional adalah
tanggung jawab pemerintah yang dilaksanakan oleh TNI dan Polri serta didukung oleh
instansi terkait. Begitu juga halnya dalam Pasal 5 yang menyebutkan bahwa
pengamanan obyek vital nasional dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu antara
TNI, Polri, dan instansi terkait.
Dengan adanya peraturan tersebut, seharusnya nelayan mematuhinya, tetapi
kenyataanya masih ada beberapa nelayan yang melanggar sehingga membuat petugas
keamanan mengusir atau menghalaunya. Walaupun demikian, nelayan-nelayan tersebut
banyak yang tidak mau diusir sehingga menimbulkan konflik dengan petugas
keamanan.
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6595
Peraturan yang lebih ketat ini dapat memberikan perlindungan dari bahaya yang
lebih baik bagi nelayan lokal, serta mengatur secara lebih jelas mengenai dampak
lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pengeboran minyak. Selain itu, penegakan
hukum juga harus dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
pihak pengebor maupun nelayan lokal. Jika terdapat pelanggaran terhadap peraturan
yang ada, maka hukum harus ditegakkan secara tegas tanpa pandang bulu.
Pihak pengebor juga harus melibatkan nelayan lokal dalam proses pengambilan
keputusan terkait dengan aktivitas pengeboran minyak di wilayah lepas pantai. Dengan
melibatkan nelayan lokal, diharapkan dapat tercipta kesepahaman dan keputusan yang
lebih bersamaan.
Dalam menyelesaikan konflik antara nelayan lokal dan pihak pengebor di wilayah
pengeboran minyak lepas pantai, penegakan hukum menjadi salah satu solusi yang
harus dilakukan. Dengan melakukan penegakan hukum yang obyektif, adil, serta
mengedepankan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, diharapkan konflik ini
dapat diselesaikan dengan baik dan meredakan ketegangan diantara kedua belah pihak.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aturan dalam pengelolaan wilayah pengeboran
lepas pantai. Untuk mengetahui peran penegakan hukum dalam penyelesaian konflik
antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas Pantai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum
dikenal sebagai penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang
hakekatnya adalah menyelidiki aspek internal hukum positif untuk menyelesaikan
persoalan internal.
Metodologi yuridis pembakuan adalah metodologi yang mengacu pada peraturan
dan pedoman yang bersangkutan. Sangat mungkin beralasan bahwa yang dimaksud
dengan standarisasi pemeriksaan yang sah adalah semacam teknik eksplorasi yang sah
yang menggabungkan penyelidikannya dengan memperhatikan peraturan dan pedoman
yang bersangkutan serta berlaku untuk masalah hukum yang menjadi titik fokus
penelitian (Benuf & Azhar, 2020).
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, menjelaskan penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data
sekunder). Dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan
(di samping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti
data primer) (Ali, 2021).
Dari berbagai pendekatan penelitian di bidang hukum, dalam penelitian tesis ini
penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) sebagai
metode yang melibatkan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua ketentuan peraturan
perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang dihadapi
(Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, & Se, 2018). Selain pendekatan perundang-undangan,
peneliti juga menggunakan pendekatan kasus (case approach) untuk merujuk pada
justifikasi hukum yang digunakan oleh hakim untuk mencapai suatu Keputusan
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6596 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
122
(Tehupeiory, 2021). Dengan demikian, penulis bermaksud menelusuri data-data empiris
yang terkait dengan penegakan hukum dalam menyelesaikan konflik antara nelayan
lokal dan pihak pengeboran minyak lepas Pantai.
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh
data yang diperlukan. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research)
yaitu studi literatur dan studi dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data adalah pengumpulan data literatur (studi pustaka) yaitu bahan pustaka yang sesuai
dengan objek pembahasan penelitian atau teknik dokumentasi untuk mengumpulkan
beragam sumber tertulis meliputi jurnal, buku dan surat kabar. Pengolahan data adalah
kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan, sehingga siap dipakai
untuk dianalisis (Asikin, 2017). Sesuai data yang telah diperoleh selama melakukan
penelitian dengan jalan membaca buku-buku perpustakaan kemudian dilakukan analisis.
Analisis yang dipergunakan dalam tesis ini adalah analisis kualitatif, yaitu suatu tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang diperoleh dari
penelitian lapangan dan kepustakaan kemudian diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu
yang utuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konflik Antara Nelayan Lokal dan Pihak Pengeboran Lepas Pantai
Pengeboran lepas pantai di Indonesia, yang dilakukan untuk mengeksplorasi dan
mengekstraksi minyak dan gas, sering kali dilakukan di area yang sama dengan lokasi
penangkapan ikan nelayan lokal. Hal ini menciptakan persaingan yang signifikan antara
kedua pihak. Nelayan lokal, yang telah mengandalkan laut selama bertahun-tahun,
merasa terancam oleh aktivitas pengeboran yang dapat merusak ekosistem laut dan
mengurangi hasil tangkapan mereka. Di sisi lain, perusahaan pengeboran berargumen
bahwa mereka beroperasi dalam kerangka hukum dan memberikan kontribusi terhadap
perekonomian nasional.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai merupakan isu
yang semakin mendesak di Indonesia, terutama di daerah pesisir yang kaya akan sumber
daya alam. Ketika perusahaan-perusahaan minyak dan gas melakukan eksplorasi dan
pengeboran di wilayah laut, sering kali mereka berhadapan dengan nelayan lokal yang
bergantung pada laut untuk mata pencaharian mereka. Konflik ini tidak hanya berkaitan
dengan sumber daya, tetapi juga melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan
yang kompleks.
Sumber Konflik
Nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai sering kali berada pada posisi
yang saling bertentangan karena beberapa faktor mendasar, yaitu:
a. Perbedaan kepentingan ekonomi
Nelayan lokal biasanya menggantungkan kehidupan mereka pada penangkapan
ikan dan sumber daya laut lainnya. Wilayah perairan yang digunakan oleh nelayan
untuk menangkap ikan sering kali tumpang tindih dengan lokasi pengeboran lepas
pantai. Pengeboran lepas pantai, yang bertujuan untuk mengeksploitasi sumber daya
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6597
minyak dan gas bumi, dapat membatasi akses nelayan ke daerah-daerah yang selama
ini menjadi tempat mencari nafkah mereka. Hal ini memicu konflik karena kegiatan
eksplorasi dan pengeboran dapat mempengaruhi ketersediaan ikan serta merusak
ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan nelayan.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai merupakan
fenomena yang mencerminkan benturan antara dua kepentingan ekonomi yang
berbeda. Di satu sisi, nelayan lokal menggantungkan hidup mereka pada sumber
daya laut, khususnya perikanan, sebagai sumber utama penghidupan mereka. Mereka
mengandalkan hasil tangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari
dan mempertahankan keberlanjutan komunitas pesisir yang telah ada selama
bertahun-tahun. Di sisi lain, perusahaan pengeboran lepas pantai fokus pada
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam minyak dan gas bumi yang terletak di
dasar laut, dengan tujuan memaksimalkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan
energi nasional maupun global.
Kedua kepentingan ini sering kali tidak dapat berjalan beriringan, terutama
ketika aktivitas pengeboran lepas pantai mengganggu wilayah tangkap nelayan atau
merusak ekosistem laut yang menjadi tumpuan hidup mereka. Perbedaan
kepentingan ekonomi antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai ini
memicu konflik yang kompleks, dengan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan
yang luasPerbedaan kepentingan ekonomi antara nelayan lokal dan pihak pengeboran
lepas pantai menciptakan ketegangan yang sering kali berujung pada konflik.
Nelayan lokal berjuang untuk mempertahankan akses mereka ke sumber daya laut
yang menjadi tumpuan hidup, sementara perusahaan pengeboran berusaha untuk
memaksimalkan keuntungan dari eksplorasi minyak dan gas bumi. Dengan dialog,
kompensasi yang adil, dan perlindungan lingkungan yang ketat, diharapkan kedua
belah pihak dapat mencapai solusi yang
b. Pelanggaran jalur tangkap
Di beberapa kasus, Pelanggaran jalur tangkap juga menjadi penyebab konflik.
Nelayan lokal seringkali mengalami masalah karena penggunaan alat tangkap yang
dilarang oleh pihak pengeboran lepas pantai. Hal ini dapat menyebabkan konflik
antar nelayan dan pengeboran lepas pantai.
Konflik antara nelayan lokal dan perusahaan pengeboran lepas pantai sering
kali dipicu oleh pelanggaran jalur tangkap yang menjadi bagian penting dari
kehidupan ekonomi nelayan. Jalur tangkap ikan adalah rute atau wilayah yang biasa
digunakan oleh nelayan untuk mencari ikan di laut. Pelanggaran jalur tangkap terjadi
ketika aktivitas pengeboran lepas pantai membatasi akses nelayan ke wilayah
perairan tertentu, atau ketika perusahaan minyak dan gas mendominasi area laut yang
secara tradisional menjadi sumber penghidupan bagi nelayan. Konflik ini tidak hanya
melibatkan persoalan ekonomi, tetapi juga masalah sosial, lingkungan, dan bahkan
hukum, karena kedua pihak merasa memiliki hak atas pemanfaatan sumber daya laut.
Dalam konflik ini, nelayan lokal merasa terpinggirkan karena tidak dapat lagi
mengakses wilayah laut yang sebelumnya terbuka dan bebas untuk kegiatan
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6598 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
perikanan. Sementara itu, perusahaan pengeboran lepas pantai, dengan izin
eksplorasi dan eksploitasi yang diberikan oleh pemerintah, memiliki hak legal untuk
beroperasi di wilayah laut yang menjadi konsesi mereka. Pelanggaran terhadap jalur
tangkap ini sering kali menimbulkan ketegangan, mengingat laut adalah sumber
utama mata pencaharian nelayan, sedangkan perusahaan minyak dan gas berfokus
pada memaksimalkan produksi energi yang bernilai tinggi.
Bagi nelayan lokal, jalur tangkap ikan adalah lebih dari sekadar wilayah
geografis tempat mereka mencari nafkah. Wilayah perairan yang biasa mereka
gunakan untuk menangkap ikan merupakan bagian integral dari kehidupan sosial dan
budaya mereka. Beberapa nelayan telah menggunakan jalur tangkap yang sama
selama bertahun-tahun, bahkan turun-temurun. Perairan ini memiliki nilai ekonomi
yang signifikan karena di sanalah mereka dapat menemukan ikan dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan komunitas. Alasan mendasar bagi
nelayan adalah:
1) Ketergantungan ekonomi pada jalur tangkap
Sebagian besar nelayan di wilayah pesisir memiliki keterbatasan alat dan
teknologi, sehingga mereka hanya mampu menangkap ikan di perairan yang tidak
terlalu jauh dari pantai. Jalur tangkap yang mereka gunakan sering kali berada di
dekat tempat tinggal mereka, dan mengurangi akses ke wilayah ini dapat
menurunkan hasil tangkapan harian mereka, yang langsung berdampak pada
pendapatan. Penghalang fisik yang diciptakan oleh rig pengeboran, zona eksklusif,
atau larangan memasuki wilayah tertentu secara signifikan mengurangi produktivitas
nelayan.
2) Dampak sosial dan budaya
Jalur tangkap juga memiliki nilai budaya bagi banyak komunitas nelayan.
Pengetahuan tentang tempat-tempat strategis untuk menangkap ikan diwariskan dari
satu generasi ke generasi lainnya. Nelayan sering kali memiliki ikatan emosional
dengan wilayah perairan yang mereka gunakan, menjadikannya bagian penting dari
identitas mereka sebagai masyarakat pesisir. Ketika wilayah ini diambil alih oleh
perusahaan pengeboran, dampaknya bukan hanya ekonomi, tetapi juga sosial dan
budaya, karena komunitas nelayan merasa kehilangan warisan mereka.
Pelanggaran jalur tangkap biasanya terjadi ketika aktivitas pengeboran lepas
pantai dilakukan di area yang secara tradisional digunakan oleh nelayan untuk
menangkap ikan. Pengeboran minyak dan gas lepas pantai memerlukan infrastruktur
besar, termasuk rig pengeboran, kapal-kapal pendukung, dan zona larangan atau batas
keamanan yang sering kali membatasi akses nelayan ke perairan tersebut. Beberapa
faktor yang menyebabkan pelanggaran jalur tangkap meliputi:
1) Pembatasan wilayah oleh zona eksklusif
Perusahaan pengeboran minyak dan gas sering kali diberikan konsesi wilayah laut
yang luas oleh pemerintah untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Wilayah ini
dilindungi dengan aturan zona eksklusif yang melarang aktivitas lain, termasuk
perikanan, di sekitar rig pengeboran demi alasan keamanan dan operasional. Akibatnya,
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6599
nelayan lokal yang biasa menggunakan wilayah tersebut untuk menangkap ikan tidak
lagi bisa mengakses area tersebut, meskipun perairan itu telah lama menjadi bagian dari
jalur tangkap mereka.
2) Penghalang fisik rig pengeboran
Rig pengeboran minyak dan gas merupakan struktur besar yang ditempatkan di
perairan lepas pantai, sering kali tepat di tengah jalur tangkap nelayan. Kehadiran rig
pengeboran tersebut tidak hanya menghalangi jalur kapal nelayan, tetapi juga dapat
mengubah arus laut dan habitat ikan di sekitarnya, sehingga mempengaruhi pola migrasi
ikan dan mengurangi hasil tangkapan nelayan.
3) Larangan dan pembatasan keamanan
Perusahaan pengeboran sering kali mengklaim bahwa pembatasan akses ke
wilayah laut diperlukan demi alasan keamanan operasional. Nelayan yang mendekati
area rig pengeboran dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan, sehingga
diberlakukan larangan untuk memasuki wilayah sekitar. Namun, larangan ini sering kali
melibatkan wilayah perairan yang luas, yang melampaui kebutuhan keamanan minimum
dan merugikan nelayan lokal yang mencari nafkah di perairan tersebut.
Pelanggaran jalur tangkap nelayan lokal oleh pihak pengeboran lepas pantai
mencerminkan benturan kepentingan yang kompleks antara kebutuhan ekonomi nelayan
dan industri energi. Jalur tangkap, yang merupakan sumber utama penghidupan nelayan,
sering kali terganggu oleh kehadiran pengeboran lepas pantai, yang menimbulkan
dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Untuk mengurangi konflik ini, diperlukan
pendekatan yang adil dan inklusif, termasuk melalui dialog, kompensasi, dan
perlindungan lingkungan yang lebih baik.
Dampak Konflik
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai memiliki dampak
yang signifikan baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Beberapa dampak
utama dari konflik ini adalah:
a. Kerugian ekonomi bagi nelayan
Salah satu dampak langsung dari konflik ini adalah menurunnya pendapatan
nelayan akibat terbatasnya akses mereka ke wilayah perikanan yang produktif. Ketika
area pengeboran lepas pantai mempersempit ruang nelayan untuk menangkap ikan,
mereka terpaksa mencari wilayah tangkap baru yang mungkin lebih jauh atau kurang
produktif. Hal ini meningkatkan biaya operasional mereka dan mengurangi jumlah
tangkapan, yang pada akhirnya menurunkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi
nelayan.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai adalah fenomena
yang sering terjadi di kawasan pesisir, di mana kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam, seperti minyak dan gas, bertabrakan dengan aktivitas ekonomi
tradisional yang dijalankan oleh masyarakat nelayan. Konflik ini biasanya muncul
akibat ketidakseimbangan antara kepentingan industri besar yang mendominasi perairan
dengan kepentingan ekonomi nelayan yang bergantung pada laut sebagai sumber utama
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6600 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
penghidupan. Salah satu dampak paling signifikan dari konflik ini adalah kerugian
ekonomi yang dialami oleh nelayan lokal.
Perairan yang digunakan untuk pengeboran lepas pantai biasanya merupakan
wilayah yang secara tradisional menjadi tempat tangkap ikan bagi nelayan. Ketika
aktivitas pengeboran dimulai, akses nelayan ke wilayah-wilayah tersebut sering kali
dibatasi atau bahkan dilarang. Selain itu, dampak lingkungan dari pengeboran, seperti
polusi atau perubahan ekosistem laut, dapat mengurangi hasil tangkapan ikan. Semua
faktor ini berdampak pada pendapatan nelayan, memperburuk kondisi ekonomi mereka,
dan mengganggu kesejahteraan komunitas pesisir yang telah lama bergantung pada laut.
Bagi nelayan lokal, laut adalah sumber utama penghidupan. Mereka bergantung
pada hasil tangkapan ikan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk
menopang ekonomi keluarga serta komunitas mereka. Sumber daya ikan di laut tidak
hanya menjadi komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari budaya dan tradisi
masyarakat pesisir yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Namun,
ketergantungan ini menghadapi tantangan besar ketika wilayah perairan yang digunakan
untuk mencari ikan mulai dieksploitasi untuk tujuan lain, seperti pengeboran minyak
dan gas.
Kegiatan pengeboran lepas pantai membutuhkan lahan yang luas di laut, dan
sering kali menuntut adanya pembatasan akses terhadap wilayah perairan tertentu. Rig
pengeboran, kapal-kapal pendukung, serta zona eksklusif yang melarang nelayan masuk
ke area tertentu, semuanya membatasi ruang gerak nelayan. Akibatnya, nelayan harus
mencari alternatif jalur tangkap yang lebih jauh atau kurang produktif, yang berdampak
langsung pada penurunan hasil tangkapan mereka.
Kerugian ekonomi yang dialami oleh nelayan dalam konflik dengan pihak
pengeboran lepas pantai terjadi dalam berbagai bentuk. Beberapa di antaranya meliputi:
b. Penurunan hasil tangkapan ikan.
Ketika nelayan dilarang atau dibatasi aksesnya ke wilayah perairan yang secara
tradisional mereka gunakan, hasil tangkapan ikan mereka menurun secara drastis.
Wilayah perairan yang produktif sering kali menjadi tempat pengeboran, dan nelayan
harus mencari jalur tangkap alternatif yang mungkin tidak memiliki jumlah ikan yang
sama. Penurunan hasil tangkapan ini berdampak langsung pada pendapatan nelayan,
yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kesulitan ekonomi yang signifikan.
c. Biaya operasional yang meningkat
Selain penurunan hasil tangkapan, nelayan juga harus menghadapi peningkatan
biaya operasional. Ketika mereka dipaksa untuk menjauh dari wilayah tradisional
mereka, nelayan harus melaut lebih jauh, yang berarti mereka harus menghabiskan lebih
banyak bahan bakar untuk perahu mereka dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk
mencapai area penangkapan ikan yang baru. Biaya tambahan ini memperburuk situasi
ekonomi mereka, mengingat pendapatan dari hasil tangkapan sudah menurun.
d. Penurunan kesejahteraan keluarga nelayan.
Ketika pendapatan nelayan menurun, kesejahteraan keluarga mereka pun
terancam. Nelayan yang tidak dapat lagi menghasilkan pendapatan yang cukup dari
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6601
hasil tangkapan ikan harus mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
mereka, seperti biaya pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari. Beberapa
keluarga nelayan mungkin terpaksa meminjam uang atau menjual aset berharga untuk
bertahan hidup, yang pada akhirnya memperburuk situasi ekonomi mereka.
e. Pengangguran dan alih profesi
Ketika sektor perikanan tidak lagi dapat memberikan penghidupan yang memadai,
banyak nelayan terpaksa beralih profesi. Namun, proses alih profesi ini tidak selalu
mudah, terutama bagi nelayan yang telah bergantung pada laut selama bertahun-tahun.
Alih profesi memerlukan keterampilan baru, yang mungkin tidak dimiliki oleh sebagian
besar nelayan, sehingga mereka kesulitan mencari pekerjaan di sektor lain. Akibatnya,
tingkat pengangguran di komunitas nelayan cenderung meningkat, yang berdampak
pada peningkatan kemiskinan di wilayah pesisir.
f. Pergeseran sosial dan kultural
Laut dan aktivitas perikanan bukan hanya menjadi sumber ekonomi bagi nelayan,
tetapi juga bagian penting dari identitas sosial dan budaya mereka. Ketika nelayan tidak
lagi dapat melaut, terjadi pergeseran dalam tatanan sosial dan kultural komunitas
pesisir. Tradisi dan pengetahuan tentang penangkapan ikan yang diwariskan secara
turun-temurun mulai hilang, dan nelayan merasa kehilangan jati diri mereka sebagai
masyarakat pesisir. Pergeseran ini berdampak pada harmoni sosial di komunitas
nelayan, yang pada akhirnya dapat memicu ketegangan sosial.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai membawa
dampak signifikan terhadap ekonomi nelayan, terutama dalam bentuk penurunan
pendapatan, peningkatan biaya operasional, dan kerugian infrastruktur perikanan.
Kerugian ekonomi ini berdampak luas pada kesejahteraan keluarga nelayan, tingkat
pengangguran, dan pergeseran sosial di komunitas pesisir. Untuk mengatasi masalah ini,
diperlukan upaya kolaboratif yang melibatkan pemberian kompensasi, pengelolaan
bersama, serta diversifikasi pekerjaan bagi nelayan yang terdampak.
g. Ketegangan sosial dan potensi konflik fisik
Konflik antara nelayan dan perusahaan pengeboran sering kali memicu
ketegangan sosial yang berujung pada demonstrasi atau aksi protes. Di beberapa kasus,
konflik ini dapat meningkat menjadi bentrokan fisik antara nelayan dan aparat
keamanan atau pihak perusahaan. Ketidakpuasan nelayan yang merasa hak mereka
dilanggar dapat menimbulkan perlawanan sosial yang lebih besar, seperti blokade
wilayah pengeboran atau penolakan terhadap aktivitas perusahaan, yang akhirnya
mengganggu stabilitas sosial di wilayah pesisir.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai tidak hanya
menghasilkan kerugian ekonomi bagi masyarakat pesisir, tetapi juga memicu
ketegangan sosial yang berisiko meningkat menjadi konflik fisik. Ketika aktivitas
pengeboran lepas pantai bertabrakan dengan aktivitas nelayan lokal yang bergantung
pada laut, perbedaan kepentingan ekonomi, perebutan sumber daya, dan ketidakadilan
dalam alokasi ruang laut dapat menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut.
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6602 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Ketegangan sosial ini diperburuk oleh perasaan ketidakadilan di kalangan nelayan
yang merasa bahwa kepentingan mereka diabaikan oleh perusahaan besar dan
pemerintah. Di sisi lain, pihak pengeboran, yang didukung oleh kekuatan ekonomi dan
politik, sering kali dianggap tidak peka terhadap masalah yang dihadapi nelayan.
Konflik yang muncul dari situasi ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial dan
bahkan politik, yang menciptakan potensi konfrontasi fisik di lapangan.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai biasanya berawal
dari persaingan memperebutkan sumber daya laut dan ruang perairan yang terbatas.
Nelayan lokal, yang telah bergantung pada laut selama bertahun-tahun, melihat
kehadiran pengeboran lepas pantai sebagai ancaman langsung terhadap mata
pencaharian mereka. Mereka merasa bahwa wilayah tangkap yang selama ini menjadi
hak tradisional mereka telah diambil alih oleh perusahaan-perusahaan besar yang tidak
memperhatikan nasib mereka.
Sementara itu, perusahaan pengeboran lepas pantai sering kali beroperasi
berdasarkan izin resmi dari pemerintah dan merasa berhak untuk memanfaatkan sumber
daya yang ada. Hal ini menciptakan kesenjangan kekuasaan antara kedua pihak, di mana
nelayan, sebagai kelompok yang lebih kecil dan kurang memiliki akses ke pengambilan
keputusan, merasa terpinggirkan. Perasaan tidak berdaya inilah yang sering kali menjadi
pemicu utama ketegangan sosial.
Dalam banyak kasus, pemerintah juga dianggap kurang hadir atau berpihak pada
pihak industri, menambah rasa ketidakpuasan nelayan lokal. Keputusan yang diambil
tanpa melibatkan nelayan dalam konsultasi atau dialog memperburuk situasi,
menciptakan ketegangan yang dapat meluas menjadi perpecahan sosial di komunitas
pesisir.
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai merupakan
masalah kompleks yang sering kali menimbulkan dampak signifikan terhadap berbagai
aspek sosial dan ekonomi, salah satunya adalah penurunan kepercayaan terhadap
pemerintah. Konflik ini biasanya timbul ketika aktivitas pengeboran lepas pantai yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dianggap merugikan nelayan lokal, baik
dari segi lingkungan maupun ekonomi.
Ketika pihak pengeboran lepas pantai memasuki area perairan yang sebelumnya
digunakan oleh nelayan lokal, mereka sering kali membawa serta risiko pencemaran
lingkungan dan perubahan ekosistem yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan.
Penurunan kualitas lingkungan laut dan berkurangnya jumlah ikan sebagai sumber mata
pencaharian utama nelayan menciptakan ketegangan yang mendalam. Nelayan lokal,
yang bergantung pada hasil tangkapan ikan untuk kelangsungan hidup mereka, merasa
terancam oleh kerusakan lingkungan dan pengurangan sumber daya yang secara
langsung berdampak pada pendapatan mereka.
Dalam situasi seperti ini, pemerintah sering kali berada di tengah-tengah konflik.
Peran pemerintah sebagai pengatur, regulator, dan mediator konflik sangat penting,
tetapi sering kali menghadapi tantangan besar. Ketika pemerintah dianggap kurang
responsif atau tidak mampu mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6603
pengeboran lepas pantai, kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini dapat menurun
drastis.
Penegakan Hukum dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai sering kali
menciptakan ketegangan yang signifikan, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi.
Ketika terjadi perselisihan mengenai dampak lingkungan, pembagian manfaat, dan hak-
hak ekonomi, penyelesaian konflik ini memerlukan pendekatan yang efektif dan adil.
Teori penegakan hukum dapat menjadi kerangka kerja yang penting untuk merumuskan
strategi penyelesaian konflik yang berkelanjutan. Teori ini menekankan pentingnya
implementasi dan penegakan hukum secara konsisten serta penerapan prinsip keadilan
untuk menyelesaikan perselisihan dan memulihkan keseimbangan antara pihak-pihak
yang terlibat.
Penegakan hukum adalah usaha untuk memastikan bahwa aturan hukum
diterapkan dan diikuti dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam masyarakat maupun
dalam negara. Tujuannya adalah agar aturan tersebut menjadi panduan dalam
berperilaku (Ramadhani & Barda Nawawi Arief, 2012). Penerapan penegakan aturan
hukum terhadap nelayan yang masuk daerah terlarang pegeboran minyak lepas pantai
terdapat pada Pasal 12 Ayat (2) juncto Pasal 86 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan.
Menurut peneliti, beberapa hal yang dapat dilakukan dalam penyelesaikan konflik
antara nelayan lokal dan pihak pengeboran lepas pantai adalah:
Kepatuhan Terhadap Hukum
Penegakan hukum yang efektif memerlukan kepatuhan terhadap peraturan yang
ada. Teori penegakan hukum menekankan pentingnya enforcement atau penegakan
hukum untuk mencegah pelanggaran. Jika terjadi pelanggaran, sanksi yang tegas harus
diterapkan untuk memastikan bahwa perusahaan bertanggung jawab dan untuk
memberikan efek jera. Kepatuhan hukum harus dipantau secara berkala oleh badan
pengawas yang independen untuk memastikan bahwa peraturan diterapkan secara
konsisten dan adil.
Menurut teori penegakan hukum, Soerjono Soekanto mengatakan bahwa terdapat
lima faktor utama yang menentukan efektivitas penegakan hukum, yaitu faktor
hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana, faktor masyarakat dan faktor
budaya (Rifa’i, 2023).
Dalam konteks efektifitas penegakan hukum berdasarkan faktor masyarakat yakni
masyarakat memiliki dampak besar terhadap pelaksanaan penegakan hukum, karena
penegakan hukum berasal dari masyarakat dan tujuannya untuk masyarakat itu sendiri.
Semakin tinggi kesadaran hukum di masyarakat, semakin baik pula penegakan hukum
yang dapat dicapai.
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6604 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Dalam sistem hukum, efektivitas penegakan hukum tidak hanya bergantung pada
keberadaan peraturan dan prosedur yang ada, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor
masyarakat. Masyarakat, sebagai entitas yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
hukum, memainkan peran yang krusial dalam menentukan sejauh mana hukum dapat
diterapkan dengan efektif. Penegakan hukum pada dasarnya berakar dari kebutuhan dan
aspirasi masyarakat, serta bertujuan untuk memenuhi kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, kesadaran hukum di masyarakat menjadi faktor
kunci dalam mencapai penegakan hukum yang efektif.
Penegakan hukum bukanlah proses yang terisolasi, penegakan hukum sebagai
hasil dari interaksi dinamis antara masyarakat dan sistem hukum. Masyarakat adalah
penerima dan pelaksana hukum, dan sistem hukum itu sendiri dibentuk berdasarkan
nilai-nilai, norma, dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, efektivitas penegakan
hukum tidak dapat dipisahkan dari partisipasi aktif dan dukungan masyarakat. Beberapa
aspek penting dalam hubungan ini termasuk sumber hukum dari masyarakat, artinya
hukum umumnya lahir dari kesepakatan dan kebutuhan masyarakat. Hukum
mencerminkan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu,
hukum yang berlaku harus relevan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat agar
dapat diterima dan dipatuhi. Selain sumber hukum dari masyarakat, tujuan hukum
adalah untuk masyarakat, diamana penegakan hukum bertujuan untuk menjaga
ketertiban, melindungi hak-hak individu, dan memastikan keadilan bagi seluruh anggota
masyarakat. Tanpa dukungan dan pemahaman dari masyarakat, tujuan-tujuan ini sulit
tercapai secara optimal.
Faktor lainya adalah kesadaran hukum di masyarakat yang memiliki dampak
terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum,
semakin besar kemungkinan hukum diterima dan dipatuhi dengan baik. Efektivitas
penegakan hukum sangat bergantung pada dampak masyarakat, yang merupakan
penerima dan pelaksana hukum. Kesadaran hukum di masyarakat memainkan peran
sentral dalam menentukan sejauh mana hukum dapat diterapkan dengan efektif. Melalui
upaya peningkatan pemahaman hukum, partisipasi aktif, dan dukungan terhadap proses
hukum, masyarakat dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian
penegakan hukum yang adil dan efisien. Penegakan hukum yang berhasil tidak hanya
bergantung pada sistem hukum itu sendiri, tetapi juga pada komitmen dan partisipasi
masyarakat dalam menjalankannya. Oleh karena itu, konflik antara nelayan lokal dan
pihak pengeboran lepas pantai dibutuhkan kedasaran dari nelayan lokal.
Dalam teori penegakan hukum, penyelesaian sengketa secara damai dan adil
merupakan prinsip fundamental yang sangat penting dalam mencapai keadilan dan
stabilitas sosial. Konsep ini sangat relevan dalam konteks konflik antara nelayan lokal
dan pihak pengeboran lepas pantai. Konflik semacam ini sering kali melibatkan
kepentingan yang saling bertentangan, di mana aktivitas pengeboran lepas pantai dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan dan mata pencaharian nelayan. Oleh karena itu,
pendekatan yang damai dan adil dalam penyelesaian sengketa sangat diperlukan untuk
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6605
memastikan bahwa kepentingan semua pihak diakomodasi dengan baik dan solusi yang
dicapai berkelanjutan.
Teori penegakan hukum menekankan bahwa penyelesaian sengketa harus
dilakukan dengan cara yang damai dan adil. Hal ini berarti bahwa proses penyelesaian
sengketa harus:
a. Mengutamakan dialog.
Penyelesaian sengketa harus melibatkan dialog terbuka antara pihak-pihak yang
bersengketa. Dalam kasus konflik antara nelayan lokal dan pihak pengeboran, ini berarti
mengadakan pertemuan antara nelayan, perusahaan pengeboran, dan perwakilan
pemerintah untuk membahas isu-isu yang ada dan mencari solusi bersama. Dialog ini
harus dilakukan dengan sikap saling menghormati dan terbuka untuk kompromi.
b. Menjamin keadilan
Proses penyelesaian sengketa harus memastikan bahwa keputusan yang diambil
adil bagi semua pihak. Ini termasuk mempertimbangkan dampak yang dialami oleh
nelayan lokal dan memberikan kompensasi yang sesuai, serta memastikan bahwa
aktivitas pengeboran dilakukan dengan cara yang tidak merugikan lingkungan atau
masyarakat.
c. Menghindari kekerasan dan konflik terbuka
Penyelesaian sengketa secara damai berarti menghindari metode yang dapat
memicu kekerasan atau konflik terbuka. Pendekatan yang damai membantu menjaga
stabilitas sosial dan mencegah dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat.
Mediasi memungkinkan nelayan lokal dan pihak pengeboran untuk berdialog
secara terbuka, membahas masalah-masalah yang dihadapi, dan mencari solusi bersama.
Mediasi adalah salah satu metode yang efektif dalam penyelesaian sengketa yang
mengutamakan prinsip damai dan adil. Dalam konflik antara nelayan lokal dan pihak
pengeboran lepas pantai, mediasi dapat dilakukan dengan cara:
d. Melibatkan mediator
Mediator yang netral dan berpengalaman dapat membantu memfasilitasi proses
mediasi dengan cara yang adil dan objektif. Mediator bertugas untuk mengarahkan
dialog, memfasilitasi komunikasi antara pihak-pihak yang bersengketa, dan membantu
menemukan solusi yang saling menguntungkan.
e. Menyusun kesepakatan bersama
Mediasi bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang diterima oleh semua pihak.
Kesepakatan ini dapat mencakup berbagai aspek, seperti kompensasi untuk kerugian
yang dialami nelayan, program rehabilitasi lingkungan, dan kebijakan mitigasi untuk
mengurangi dampak pengeboran.
f. Membangun kepercayaan dan hubungan
Proses mediasi juga berfungsi untuk membangun kembali kepercayaan antara
nelayan lokal dan pihak pengeboran. Dengan adanya mediasi yang konstruktif,
diharapkan dapat terjalin hubungan yang lebih baik dan saling memahami antara kedua
belah pihak.
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak
6606 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Dari berbagai uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa untuk mengatasi konflik antara nelayan lokal dan pihak
pengeboran lepas pantai, diperlukan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan. Salah
satu solusi yang dapat diterapkan adalah dialog antara nelayan dan perusahaan. Melalui
forum diskusi, kedua belah pihak dapat saling memahami kepentingan masing-masing
dan mencari solusi yang saling menguntungkan. Misalnya, perusahaan pengeboran
dapat memberikan kompensasi kepada nelayan yang terdampak atau berinvestasi dalam
program pengembangan masyarakat lokal.
Penyelesaian konflik yang berkaitan dengan pelanggaran jalur tangkap
membutuhkan pendekatan yang adil dan inklusif, di mana kepentingan nelayan dan
pihak pengeboran lepas pantai diakui dan diperhitungkan. Beberapa upaya yang dapat
diambil untuk mengurangi konflik ini meliputi:
Pemerintah dan perusahaan pengeboran harus mengadakan dialog terbuka dengan
komunitas nelayan untuk membahas dampak kegiatan pengeboran dan mencari solusi
yang adil. Partisipasi nelayan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting
untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan temuan penelitian yang dianalisis diperoleh
kesimpulan bahwa aturan dalam pengelolaan wilayah pengeboran lepas pantai terdiri
dari berbagai peraturan perundang-undangan sampai dengan peraturan menteri yang
mengatur mengenai penegakan hukum untuk menyelesaikan konflik antara nelayan
lokal dan pihak pengeboran lepas pantai. Dalam negara hukum, semua tindakan
pemerintah, warga negara, dan entitas bisnis harus didasarkan pada hukum yang berlaku
untuk menjaga ketertiban sosial dan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Prinsip ini
sangat relevan dalam konteks pengeboran lepas pantai, di mana kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya alam di wilayah perairan memerlukan kerangka hukum yang
jelas dan stabil agar tidak terjadi pelanggaran, konflik, atau kerusakan lingkungan yang
merugikan kepentingan nasional maupun internasional. Dari berbagai tantangan
pengelolaan wilayah pengeboran lepas pantai, beberapa aspek utama asas kepastian
hukum dalam pengeboran lepas pantai terdiri dari kepastian hukum dalam perizinan dan
regulasi, kepastian hukum dalam pengelolaan lingkungan, kepastian hukum dalam
penegakan aturan dan sanksi, serta kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa.
Peran penegakan hukum dalam penyelesaian konflik antara nelayan lokal dan pihak
pengeboran lepas pantai disebabkan oleh beberapa faktor yakni kepatuhan terhadap
hukum serta mediasi. Dalam mengatasi konflik antara nelayan lokal dan pihak
pengeboran lepas pantai, diperlukan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan. Salah
satu solusi yang dapat diterapkan adalah dialog antara nelayan dan perusahaan. Melalui
forum diskusi, kedua belah pihak dapat saling memahami kepentingan masing-masing
dan mencari solusi yang saling menguntungkan. Misalnya, perusahaan pengeboran
dapat memberikan kompensasi kepada nelayan yang terdampak atau berinvestasi dalam
program pengembangan masyarakat lokal.
Peran Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Antara Nelayan Lokal Dan Pihak
Pengeboran Lepas Pantai
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6607
DAFTAR PUSTAKA
agnes Swetta Pandia. (2024). Hilangnya 7 Warga dan Robohnya Badan Anjungan
Taurus di Selat Madura. Retrieved from
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/06/22/hilangnya-7-nelayan-dan-
robohnya-tiang-anjungan-taurus-di-selat-madura
Ali, Zainuddin. (2021). Metode penelitian hukum. Sinar Grafika.
Arindya, Radita. (2019). Efektivitas organisasi tata kelola minyak dan gas bumi. Media
Sahabat Cendekia.
Asikin, Amiruddin dan H. Zainal. (2017). Pengantar Metode Penelitian Hukum. tt.
Benuf, Kornelius, & Azhar, Muhamad. (2020). Metodologi penelitian hukum sebagai
instrumen mengurai permasalahan hukum kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20
33.
Bidayani, Endang, & Anggeraini, Leni. (2019). pengelolaan sumberdaya perikanan
pada zona konflik. Uwais Inspirasi Indonesia.
Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & Se, M. M. (2018). Metode Penelitian
Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media.
Purba, Daniel Ferdinand. (2024). Penataan Penegakan Hukum Maritim: Menuju
Indonesia Maju. CV. Gita Lentera.
Rahayu, Sang Ayu Putu, & Anitasari, Rahayu Fery. (2024). Hukum Pertambangan:
Pengelolaan Sumur Idle di Indonesia (Perspektif Kontrak Kerjasama Migas). CV.
Gita Lentera.
Ramadhani, Gita Santika, & Barda Nawawi Arief, Purwoto. (2012). Sistem Pidana dan
Tindakan “Double Track System” Dalam Hukum Pidana di Indonesia. Diponegoro
Law Journal, 1(4).
Rifa’i, Iman Jalaludin. (2023). Ruang Lingkup Metode Penelitian Hukum. Metodologi
Penelitian Hukum, 6.
Sembiring, Ir Simon Felix. (2013). Jalan Baru Untuk Tambang. Elex Media
Komputindo.
Subagiyo, Aris, Wijayanti, Wawargita Permata, & Zakiyah, Dwi Maulidatuz. (2017).
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Universitas Brawijaya Press.
Tambunan, Maria R. U. D., & Togatorop, Ginda. (2021). Dualisme Ketentuan Cost
Recovery Sebagai Dasar Pungutan Negara Pada Industri Hulu Migas. Veritas et
Justitia, 7(1), 5690.
Tehupeiory, Aartje. (2021). Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum. UKI Press.
Copyright holder:
Candra, Andrew Betlen, Mangisi Simanjuntak (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: