���������������������������������������������� Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X

Vol. 1, No 8 Desember 2019

 


PENGALAMAN AUDITOR INTERNAL MENGHADAPI WHISTLEBLOWING SYSTEM : PERSPEKTIF FENOMENOLOGI MERLEAU PONTY

 

Afifah Awalia Rahma, Ahmad dan Deny Ardiyansyah

Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Email����� [email protected][email protected], dan [email protected]

 

Abstrak

Pengalaman auditor internal menghadapi kasus whistleblowing dipengaruhi oleh banyaknya kasus yang ditangani. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pengalaman auditor internal menghadapi kasus yang timbul dari adanya whistleblowing. Penelitian ini berada dalam paradigma interpretif, dengan pendekatan kualitatif mengaplikasikan fenomenologi Merleau Ponty sebagai metode penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada empat auditor internal yang berkerja pada sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di sektor migas. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga hal yang menjadi acuan �yaitu pengalaman rasa, persepsi tubuh, dan persepsi tubuh terhadap� dunia. Pengalaman rasa muncul ketika menghadapi berbagai macam kasus whistleblowing. Semakin banyak pengalaman maka semakin terbiasa menghadapi berbagai kasus. Persepsi tubuh merupakan reaksi yang timbul ketika menghadapi berbagai macam kasus whistleblowing. Reaksi yang ditimbulkan terjadi pada tubuh auditor internal. Kemudian persepsi tubuh terhadap dunia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi dunia auditor internal. Karena reaksi yang ditimbulkan ketika menghadapi kasus dapat mempengaruhi tingkah laku dan citra auditor internal. Reaksi yang timbul dari diri auditor internal juga timbul karena dipengaruhi persepsi tubuhnya. Antara pengalaman rasa, persepsi tubuh, dan persepsi tubuh terhadap dunia memiliki keterkaitan satu sama lain.

 

Kata Kunci: Whistleblowing, Auditor Internal, Pengalaman Rasa, Persepsi Tubuh �

 

Pendahuluan

Kasus kecurangan korporasi dan pelanggaran organisasional telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Banyaknya kasus besar yang terkait dengan penyelewengan keuangan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan kantor akuntan publik membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisme dan etika profesi akuntansi semakin menurun. Sikap skeptis masyarakat makin bertambah karena, di satu sisi banyak laporan keuangan perusahaan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi di sisi lain perusahaan tersebut kemudian mengalami kebangkrutan (Setyadi, 2008).

Proses pembentukan model dan sistem akuntansi membuahkan perangkat akuntansi baru seperti; (1) neraca saldo awal, (2) jurnal umum, (3) buku besar, (4) laporan untung rugi, (5) neraca (Yusup, 2017).

Kasus Enron di tahun 2001, misalnya, menarik perhatian masyarakat karena memperlihatkan penipuan akuntansi yang sistematis dan terstruktur dengan cara mengalihkan aset-aset perusahaan kepada entitas bertujuan khusus, sehingga menyebabkan nilai perusahaan tampak lebih besar daripada yang seharusnya, namun gagal dideteksi kantor akuntan publik Arthur Anderson (Duska, R., B.S. Duska, 2011). Fenomena pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron inilah yang kemudian mendorong Sherron Watkins, sebagai Wakil Presiden Enron, menjadi whistleblower dan mengungkapkan skandal korporasi Enron kepada public.

Sherron Watkins tidak sendirian. Berikutnya ada Cynthia Cooper, Wakil Presiden dalam divisi Audit Internal perusahaan WorldCom. Ia melaporkan berbagai praktik tidak etis yang dilakukan WorldCom ketika perusahaan tersebut gagal mencapai laba ekspektasian. Chynthia Cooper merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia lalu berinisiatif membentuk sebuah tim kecil untuk melakukan investigasi secara sembunyi-sembunyi (id.wikipedia.org). Cynthia kemudian menyampaikan temuannya dalam RUPS dengan melaporkan adanya restatement sebesar $9 miliar, sebuah jumlah penyimpangan terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat (Duska, R., B.S. Duska, 2011).

Kemudian terdapat kasus fraud di perusahaan X yang merupakan situs penelitian. Kasus fraud di perusahaan ini terdeteksi karena adanya whistleblowing system. Karena banyaknya whistleblowing yang masuk maka dibentuklah tim internal auditor fungsi investigasi. Auditor fungsi investigasi ini yang kemudian menindak lanjuti berbagai macam whistleblowing yang masuk ke system.

Berdasarkan pernyataan di atas terlihat bahwa kecurangan akuntansi (fraudulent statement) memicu lahirnya whistleblower. Padahal kasus kecurangan juga dapat terjadi karena penyalahgunaan aset (misappropriation asset), dan korupsi (corruption). Menurut (Examiners, 2016) selama tahun 2016, diperkirakan besarnya persentase kasus penyalahgunaan aset adalah sebesar 19% dengan median kerugian sebesar $120.000. Perkiraan persentase kasus fraud laporan keuangan adalah sebesar 4% dengan median kerugian sebesar $1.000.000. Perkiraan persentase kasus korupsi adalah sebesar 77% dengan median kerugian sebesar $250.000. Dari data tersebut diketahui bahwa walaupun fraud laporan keuangan memiliki persentase kasus terkecil, yaitu sebesar 4%, tetapi menimbulkan median kerugian terbesar, yaitu sebesar $1.000.000.

Berbagai kecurangan tersebut sering juga disebut sebagai occupational fraud, yaitu penggunaan pekerjaan seseorang untuk memperkaya diri sendiri melalui penyalahgunaan sumber daya atau aset-aset organisasi yang dilakukan secara sengaja (Examiners, 2016). Kecurangan jenis ini meliputi tiga kategori, yaitu penyalahgunaan aset, fraud �laporan keuangan, dan korupsi. Penggelapan aset terkait dengan tindakan karyawan mencuri atau menyalahgunakan sumber daya organisasi. Fraud laporan keuangan terkait dengan tindakan karyawan yang secara sengaja menyebabkan salah saji atau menyembunyikan informasi yang material dalam laporan keuangan organisasi. Korupsi terkait dengan tindakan karyawan yang menyalahgunakan pengaruhnya dalam transaksi bisnis yang melanggar tanggung jawabnya kepada pemberi kerja untuk memperoleh keuntungan secara langsung maupun tidak langsung (Examiners, 2016).

Tampaknya berbagai kasus kecurangan akan terus terjadi di masa depan (Semendawai, abdul haris, 2011) Terkait fraud, data Pricewaterhouse Coopers (2018), diketahui bahwa 49% responden mengalami kejahatan ekonomik. Selama tahun 2016, satu dari sepuluh orang yang melaporkan fraud mengalami kerugian lebih dari US$5 juta, hampir sebagian besar eksekutif senior tidak mengetahui bahwa di dalam organisasinya terdapat fraud, pengawasan terhadap transaksi mencurigakan diupayakan sebagai metoda pendeteksian fraud yang paling efektif, dan organisasi yang memiliki penilaian risiko terhadap fraud lebih banyak mendeteksi dan melaporkan fraud.

Kerugian finansial akibat fraud juga diperkirakan semakin meningkat. Pada tahun 2016, The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) memproyeksikan potensi kerugian yang diakibatkan fraud adalah lebih dari $3,5 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 5% dari pendapatan tahunan seluruh organisasi di dunia (Examiners, 2016).

Berdasarkan fenomena di atas maka peran internal auditor semakin dibutuhkan dan dijadikan komponen penting dalam perusahaan. Namun demikian, peran internal auditor menjadi bergeser dan meluas, dari peran yang lebih menekankan pada pemantau menjadi konsultan bagi perusahaan. Para internal auditor kini lebih memberikan bantuan kepada organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Tugas internal auditor yakni, memonitor aktivitas perusahaan, mengidentifikasi dan meminimalkan resiko pengendalian, memvalidasi laporan untuk manajemen senior, membantu proses pengambilan keputusan, mereview kegiatan perusahaan yang sudah berlalu dan sedang berjalan. Selain itu internal auditor juga membantu manajer mengendalikan aktivitas perusahaan (Audit, 2008).

Dalam hal ini, fungsi internal audit diperkuat dengan kualitas dan kompetensi, baik hardskill maupun softskill sehingga mampu menunjukkan kemampuan dalam mendeteksi, mencegah, juga melakukan penyelidikan atas laporan yang diterima dari whistleblower.

Penelitian mengenai internal auditor banyak dilakukan akan tetapi penelitian tersebut lebih menekankan pada peran serta persepsi internal auditor di berbagai perusahaan maupun instansi dengan menggunakan metode kuantitatif. (Devi & Devi, 2014) melakukan penelitian tentang profesionalisme internal auditor dan intensi melakukan whistleblowing. Analisisnya memiliki lima dimensi profesionalisme meliputi afiliasi komunitas, kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan tuntutan untuk mandiri. Hasil menunjukkan bahwa pada dimensi afiliasi komunitas tidak berpengaruh pada intensi whistleblowing. Ini mungkin disebabkan oleh kurangnya kesadaran diri internal auditor dan internal auditor berada dalam posisi dilema. (Lestari, 2016) menemukan bahwa peran audit internal dan efektivitas whistleblowing system� berpengaruh terhadap pencegahan fraud. Semakin baik peran audit internal serta semakin efektif whistleblowing system, maka upaya perusahaan dalam pencegahan fraud akan semakin meningkat.

Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan diatas mengenai fenomena kasus fraud yang di blow up oleh whistleblower, kerugian yang disebabkan oleh fraud, serta peran-peran internal auditor yang menjadi komponen penting bagi perusahaan. Hal-hal tersebut mendorong peneliti untuk mengkaji lebih dalam tentang apa yang dirasakan oleh internal auditor ketika menghadapi kasus yang muncul dari whistleblowing, serta bagaimana suka duka menjadi internal auditor.

Pengertian audit internal menurut buku Standar Profesional Audit Internal (SPAI) menyatakan bahwa Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.

Pengertian auditor internal seperti yang dikemukakan oleh (Mulyadi, 2002) adalah sebagai berikut:

Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai

 

Agoes (2004) mengemukakan bahwa tujuan audit internal adalah membantu manajemen perusahaan menjalankan tugas melalui analisa, penilaian, dan pemberian saran dan masukan mengenai kegiatan/program yang diadakan oleh perusahaan.

Agoes (2004:227), mengemukakan bahwa independensi auditor internal antara lain tergantung pada:

1)      Kedudukan Internal Audit Department (IAD) tersebut  dalam  organisasi perusahaan, maksudnya kepada siapa IAD bertanggung jawab.

2)      Apakah IAD dilibatkan dalam kegiatan operasional.

 

Terdapat beberapa peran yang dimiliki dan harus dijalankan oleh auditor internal menurut (Tampubolon, 2005) Berikut beberapa peran auditor internal menurut (Tampubolon, 2005) �yaitu

a.         Peran auditor internal sebagai pengawas

b.        Peran auditor internal sebagai konsultan

c.         Peran auditor internal sebagai katalisator

Merleau Ponty mengatakan bahwa persepsi ialah pra-pribadi, pra-sadar, dan pintu menuju realitas (Sobur, 2013). (Merleau-Ponty, 2004) menjelaskan bahwa penilaian dapat dilihat sebagai persepsi dari rangkaian objek yang dipersepsi. Penilaian bisa merupakan interpretasi logis dari tanda yang dihadirkan oleh persepsi sensoris. Tindakan auditor dapat dilihat dari persepsi Merleau Ponty dalam melaksanakan tanggung jawabnya. sehingga auditor internal dapat menilai dan menetapkan temuannya.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara empat informan auditor internal fungsi investigasi, dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun. Dengan menggunakan interpretif sebagai paradigma penelitian metode fenomenologi dengan pendekatan fenomenologi Merleau Ponty.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Yusuf : Auditor Internal Muda, Tampan dan Modern

a.    Tanggung Jawab Pekerjaan

Yusuf bertanggung jawab melakukan kegiatan penelaahan, lalu mengumpulkan informasi baik melalui dokumen maupun permintaan keterangan, dan juga hasil dari digital forensik terkait permasalahan indikasi fraud. Berikutnya melakukan analisis atas bukti audit yang telah diperoleh, lalu mengelola kertas kerja atas kasus yang sedang dikerjakan. Kemudian sebagai anggota, Yusuf juga ikut membantu dalam proses penyusunan hasil audit oleh ketua tim. Berikut pemaparan Yusuf mengenai prosedur awal pekerjaannya :

b.    Pengalaman Menghadapi Whistleblowing

Saat melakukan penelaahan atas berbagai pengaduan yang diterima tak jarang Yusuf menerima pengaduan tanpa bukti. Hal ini diketahui ketika Yusuf dan tim mulai masuk ke kasus dan tidak mengandung unsur fraud. Penelaahan sendiri bagi Yusuf merupakan kunci utama untuk melanjutkan audit investigasi. Yusuf menjelaskan:

Unsur suatu kasus yang memenuhi standar untuk dilanjutkan ke tahap investigasi yakni kasus yang mengandung unsur 5W + 1H. Pertama, apa kasus yang dihadapi. Kedua, kapan terjadinya kasus tersebut. Ketiga, dimana lokasi kejadian. Keempat, siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Dan kelima, mengapa kasus tersebut bisa terjadi. Ada kasus yang ditangani oleh Yusuf masuk ke tahap investigasi, akan tetapi tidak menimbulkan kerugian.

c.    Pengalaman Melakukan Permintaan Keterangan

Ketika suatu kasus dilanjutkan untuk investigasi, maka dibutuhkan permintaan keterangan untuk melengkapi suatu bukti audit. Pertama yang dilakukan adalah membuat entry meeting untuk mengadakan pertemuan dalam rangka permintaan keterangan. Setelah mendapat konfirmasi, maka Yusuf akan memanggil pihak terkait dan melakukan proses BAP. Melakukan BAP merupakan suatu pressure tersendiri bagi Yusuf.

d.    Menghadapi Kasus Luar Biasa

Kasus yang luar biasa bagi Yusuf yakni ketika suatu kasus sampai ke Kejaksaan Agung. Kasus menjadi luar biasa karena nilai uang yang diselewengkan diperkirakan mencapai Rp 600 milyar. Kasus ini tidak main-main, karena si fraudster ini menaruh saham tidak liquid hingga 1,5 triliyun. Ketika menangani kasus ini pun penuh halangan dari berbagai pihak, termasuk pengacara si fraudster ini.

Ada lagi yakni kasus penanaman pohon. Si fraudster melakukan penyelewengan baik jumlah bibit maupun wilayah tanam. Tim investigasi perlu menyewa ahli untuk mengecek radius penanaman pohon. Setelah dicek ternyata koordinat tidak sesuai, ada yang beririsan dan ada yang tidak terdeteksi karena titik yang diklaim merupakan daerah pemukiman warga. Ini kasus yang terbilang aneh bagi Yusuf. Hingga Yusuf pun dipanggil oleh pihak kepolisian untuk terjun langsung ke hutan mengecek keberadaan pohon. Di situ perasaan Yusuf mulai tidak enak, dan saat ke hutan pun bersama polisi yang tidak membawa senjata.

e.    Auditor Investigatif: Profesi Penuh Tantangan

Berbagai kasus telah dialami Yusuf. Dari kasus internal bahkan eksternal pernah dihadapinya. Yusuf pun sering mondar-mandir pengadilan sebagai saksi.

Ia juga sering merasa bahwa pekerjaannya penuh dengan pengorbanan. Termasuk ketika memperoleh citra bahwa profesi internal audit dengan fungsi investigasi merupakan pekerjaan yang dianggap buruk. Pengalaman yang pernah dirasakan Yusuf ketika ia harus menerima bahwa� laporan atas kasus yang dibuatnya terpublikasi oleh media. Ia sendiri sampai sekarang belum mengetahui siapa dibalik bocornya laporan itu. Kala itu teman-temannya menyalahkan dirinya atas kejadian itu.

Berbagai ancaman juga telah diterima. Terkadang timbul kekhawatiran bahwa pekerjaannya ini merupakan dosa besar. Karena ia merasa telah mendzalimi karena banyak pekerja yang telah di PHK akibat terbukti melakukan fraud. �Namun rasa bersalah itu coba ditutupi dengan menuangkan keluh-kesahnya dalam tulisan yang� dibuatnya sebagai dokumen pribadi dan dengan bercanda bersama teman-teman sejawatnya. Termasuk meniatkan pekerjaan mencegah fraud sebagai ibadah. Walaupun kadang-kadang ia merasa lelah akan pekerjaannya. Ia pun selalu mengingatkan ke rekan-rekannya atas bahayanya fraud.

2.    Desti : Auditor Internal Muda, Enerjik dan Perfeksionis

Desti adalah seorang lulusan S1 Hukum di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Terkemuka di Yogyakarta. Kiprahnya dalam dunia hukum sudah tidak diragukan. Desti dulunya adalah seorang pengacara dan pernah bekerja di beberapa firma hukum di Indonesia. Wanita berusia 30 tahun lebih ini merupakan sosok yang dikenal enerjik. Wanita penikmat kopi ini menggambarkan seorang wanita karier masa kini. Awal ia bekerja di perusahaan ini pun mengalami kesulitan karena tidak mengerti audit sama sekali, tetapi ia menganggapnya ini sebuah tantangan baru.

a.    Tugas dan Tanggung Jawab

Sama seperti Yusuf, Desti juga menangani audit atas pengaduan masyarakat yang disebut whistleblowing. Perbedaannya pada sumber pengaduan yang ditangani berdasarkan ruang lingkup pengaduan. Desti menangani pengaduan yang termasuk kasus hulu, gas, dan panas� bumi. Akan tetapi karena sistem pooling yang diterapkan perusahaan, maka tak jarang ia menangani kasus di bidang yang lain. Ini semua karena pengaduan yang masuk tidak semuanya sesuai dengan bidang yang ia pegang.

b.    Standar Kinerja

Desti mengatakan bahwa standar kerja antar bidang di fungsi investigasi pada dasarnya sama. Pertama tentunya menggunakan standar auditing internasional yang dikeluarkan oleh organisasi ACFE (Auditing Certified Fraud Examiner). Khusus untuk investigasi ada standar tersendiri yakni TKO (Tata Kinerja Organisasi) yang mengatur lebih spesifik lagi prosedur audit yang digunakan.

c.    Kasus yang Dihadapi

Desti sering menghadapi kasus yang berasal dari proses pengadaan. Desti menceritakan satu case yakni arisan pemenang tender. Jadi dalam suatu lelang telah ditentukan owner estimate. Harga telah di markup dan pemenang telah ditentukan. Modusnya pun banyak, saat pelaksanaan proyek yang sebenernya belum selesai dianggap selesai, yang sebenernya belum dikerjakan dibilang dikerjakan.

Kasus pengadaan merupakan kasus yang menurut Desti paling besar nilai yang diselewengkan. Aktualnya pun seperti itu. Alasannya karena proyek pengadaan nilainya cukup besar. Proyek ini pun memiliki dampak kerugian yang signifikan bagi perusahaan. Desti memberikan contoh kasus yang signifikan kerugiannya yakni proyek pipa gas dan proyek pengeboran sumur.

d.    Pengalaman ke Pengadilan Hingga Tekanan

Desti pernah diminta untuk menjadi saksi di pengadilan hubungan industrial. Kasus yang saat itu ditangani yakni terkait dengan pekerja yang merasa tidak terima di PHK. Kemudian sidang kasus lain yakni mengenai tindak pidana korupsi. Pengadilan merupakan tempat yang tidak nyaman menurutnya. Walaupun ia sendiri berpengalaman menghadiri persidangan. Baginya, di pengadilan ada tekanan tersendiri. Karena ia merasa ditantang untuk memberikan kesaksian yang sesuai, sementara ia harus dihakimi oleh pengacara lawan.

Selain itu kesulitan yang dihadapi yakni ketika harus membuka kembali kasus yang telah berlalu. Ini disebabkan oleh kasus yang telah berlalu itu dibuka kembali oleh pengadilan. Ketika ia harus fokus dengan audit yang lain, justru ia harus belajar lagi, membaca lagi kasus yang telah berlalu.� Sementara ia tidak boleh lupa dan tidak boleh salah sebut kasus ketika menjadi saksi di pengadilan.

e.    Bentuk Ancaman yang Didapat Hingga Perenungan

Desti mengatakan pernah mendapat ancaman berupa tindakan yakni pengaruh ghaib yang ia dapat. Suatu hari saat mengaudit ia pernah mengalami sesak nafas� hingga dilarikan ke rumah sakit. Ketika itu dokter mendiagnosa tidak ada suatu penyakit apapun. Akhirnya ketika kembali ke kantor, ia diberi air minum yang telah dibacakan doa oleh ustadz. Selain itu ia pernah dicari oleh preman setempat ketika ia melakukan audit di suatu daerah, untungnya ada security setempat yang menangani.

Hingga pada suatu ketika Desti mencapai titik jenuhnya. Ia merenung tentang profesinya apakah merugikan orang lain atau tidak. Ia merasa telah mendzalimi orang lain atas tindakannya. Desti bertanya-tanya seperti itu dibenaknya apakah tindakan yang dilakukan sudah benar atau tidak. Sampai akhirnya ia dinasihati oleh seseorang yang membuat ia percaya, nasihat itu mengembalikan rasa percaya dirinya bahwa yang ia lakukan itu benar.

3.    Sentosa : Senior Auditor Internal Karismatik Sekaligus Traveller

Sentosa merupakan subjek ketiga dalam penelitian ini. Beliau adalah seorang lulusan akuntansi Perguruan Tinggi Negeri di kota Medan. Sentosa berusia kurang lebih 40 tahun dan telah dikaruniai 2 orang anak. Dengan pengalaman yang banyak dalam mengaudit, beliau dipercaya sebagai ketua tim dalam setiap audit yang dilakukan. Awalnya beliau adalah seorang auditor eksternal, kemudian pada tahun 2010 memutuskan untuk menjadi auditor internal perusahaan BUMN terkaya di negara ini. Sertifikasi yang dimiliki pun beragam, mulai dari tingkat nasional maupun internasional. Sertifikat yang dimiliki beliau yakni QIA, CFE, dan CfrA. Pada tahun 2010 menduduki jabatan sebagai auditor madya, kemudian tahun 2012 beliau menjabat sebagai auditor internal fungsi investigasi, dan pada tahun 2014 hingga sekarang ditunjuk menjadi senior auditor investigasi. Pria yang ke Bapak-an ini dikenal sebagai sosok yang humoris penuh canda tawa. Ketika tertawa sangatlah meledak-ledak sehingga membuat orang disekitarnya ikut tertawa. Akan tetapi ketika telah dalam masa penugasan, beliau dikenal sebagai sosok yang tegas dan memiliki analisis yang bagus dalam mengaudit. Beliau merupakan tempat berkeluh kesah oleh rekannya ketika jenuh menghadapi pekerjaan yang begitu berat. Beliau selalu memiliki solusi ketika menghadapi berbagai masalah dalam pengauditan. Bahkan beliau ini dikenal oleh polisi-polisi serta pejabat-pejabat di negara ini karena kiprahnya dalam mengaudit berbagai kasus pengaduan.� Karena citra karismatik yang melekat di dirinya pun membuatnya dikenal sebagai sosok yang mengerikan.

a.    Tanggung Jawab seorang Senior Auditor

Secara garis besar, tugas seorang senior auditor sama dengan auditor lain. Yang membedakan yakni senior auditor memberikan pengarahan dalam melakukan audit. Dalam menindak lanjuti investigasi pun atas persetujuannya. Senior auditor juga harus melaporkan hasil audit kepada Chief Audit Executive. Sehingga, senior auditor bertanggung jawab terhadap hasil audit yang dibuat oleh tim.

 

b.    Pengalaman Menghadapi Kasus Whistleblowing

Sentosa mengatakan bahwa kasus pengaduan yang paling banyak yakni kasus pengadaan barang. Lalu ia bercerita bahwa kasus yang menurutnya riskan yakni kasus dana pensiun yang merupakan kasus jual beli saham. Kemudian ada kasus handling fiktif yang merupakan kasus pengadaan jasa transportir. Selanjutnya kasus terbaru yang mulai terpublikasi yakni kasus kapal tongkang. Umumnya kasus seperti itu dilakukan dengan cara merekayasa proses dan markup harga. Sehingga mereka para pelaku kecurangan dapat mengambil keuntungan.

Ada juga kasus perucatan yang membuatnya geram ketika meminta keterangan terhadap auditee. Kasus perucatan sendiri dilakukan oleh pelaku fraud dengan cara menarik tabung gas rusak yang beredar di masyarakat. Kemudian tabung tersebut dicincang sampai membentuk potongan-potongan besi. Nantinya, hasil dari tabung yang dicincang tersebut dijual dalam bentuk besi bekas. Ini untuk menghindari supaya jangan sampai tabung gas rusak itu di salah gunakan oleh masyarakat.

Lalu ada lagi kasus merekayasa proses. Kasus ini dilakukan dengan modus mengatur pemenang tender. Proses merekayasa yang dilakukan pun sangat rapih. Sehingga membuat tim kesulitan menemukan celah fraud. Hal ini mendorong Sentosa sebagai ketua tim untuk mencari tahu bagaimana cara merekayasa proses. Dengan bantuan temannya, akhirnya Sentosa mampu membuktikan adanya rekayasa proses tersebut.

Sentosa sering menerima berbagai ancaman karena sebagai senior, ia sering menghadapi kasus.� Ia pernah menerima ancaman secara verbal oleh preman. Percaya atau tidak bahkan ia pun pernah menerima ancaman berbau gaib. Kemudian suatu hari saat ia sedang menangani suatu kasus, tiba-tiba ada seorang penyusup masuk ke ruangannya. Meja kerja Sentosa berantakan dibuatnya. Untung saja tidak ada korban dan kehilangan barang.

c.    Citra Seorang Sentosa : Auditor Senior Handal

Dalam menangani segala kasus, Sentosa selalu berhasil menyelesaikannya dengan baik. Ini dikarenakan pengalamannya yang banyak dalam menghadapi kasus. Sebagai ketua tim, ia sangat diandalkan oleh anggotanya. Ketika anggota tim merasa stres, Sentosa berusaha untuk meringankan stres yang dirasakan. Ketika anggota tim merasa tidak mampu, maka Sentosa akan turun tangan membantu. Karena kepiawaiannya dalam membuktikan fraud, ia seakan ditakuti oleh para auditee yang pernah dihadapinya.

d.    Pengaruh Negatif dan Positif Menjalankan Profesi

Menjalani profesi sebagai auditor internal fungsi investigasi� memiliki dampak negatif tersendiri bagi Sentosa. Menurutnya walaupun menjalani profesi ini banyak berinteraksi dengan orang, tetapi profesi ini tidak populer. Sentosa juga mengaku tidak memiliki banyak teman. Karena teman-teman seprofesinya seolah menyalahkan tindakan yang dilakukan Sentosa.

Pengaruh positif juga diterima Sentosa karena menjalani profesi ini. Pertama, ia punya relasi dengan banyak orang diluar sana. Khususnya pejabat-pejabat dan aparat penegak hukum. Kedua, secara pribadi Sentosa mengaku tidak terlalu banyak berpikir. Baginya cukup mudah untuk mengelola stres karena ia telah berpengalaman dengan stres.

Benefit lain yang ia dapatkan yakni pergi dinas keluar kota. Dinas keluar kota baginya adalah jalan-jalan secara gratis. Diberi fasilitas mewah seperti hotel berbintang dan naik pesawat bagus. Walaupun diberi uang saku dengan jumlah minim itu tidak masalah baginya. Sentosa mengatakan bahwa minimal sebulan sekali ia dan tim audit melakukan dinas keluar kota.

4.    Doni : Auditor Internal Pendiam dan Murah Senyum

Subjek penelitian keempat dalam penelitian ini yakni Doni. Ia adalah seorang fresh graduated ketika menjabat sebagai auditor internal II pada tahun 2013 hingga sekarang.� Doni merupakan lulusan S1 akuntansi dari Universitas Negeri terkenal di Surabaya. Ketika lulus ia langsung melamar pekerjaan di perusahaan ini dan langsung diterima. Ia pun memutuskan untuk pindah ke Jakarta hingga sekarang. Pada saat itupun ia masih memiliki kewajiban sebagai asisten dosen dan harus pulang pergi Jakarta-Surabaya selama awal-awal bekerja. Walaupun belum memiliki pengalaman bekerja pada saat itu, akan tetapi ia dikenal mumpuni. Saat ini ia telah memiliki sertifikasi QIA, CFE, dan CfrA dengan pengalaman menangani kasus yang cukup banyak. Pria berusia 28 tahun ini telah beristri dan memiliki seorang putri berusia 1 tahun. Oleh kerabat seprofesinya ia dikenal sebagai sosok yang pendiam dan suka diledek oleh teman-temannya. Akan tetapi itu tak membuatnya merasa rendah diri, justru itu merupakan salah satu hiburannya.

a.    Tugas yang Dikerjakan

Doni menjelaskan tugas yang dikerjakan yakni melakukan audit investigatif berdasarkan sumbernya pengaduan, whistleblowing system, atau dari manajemen, dari audit operasional yang terindikasi fraud. Yang di audit pertama yakni ada anggaran, maka yang di audit terkait efisiensi penggunaan anggaran. Yang kedua terkait dengan tindak lanjut audit operasional. Ketiga terkait dengan strategic initiative, itu merupakan program corporate secara keseluruhan. Keempat, terkait dengan SSE (safety, security, environment).

Sistem kerja yang diterapkan pun sama dengan auditor lain. Walaupun menangani pengaduan di bidang yang berbeda karena sistemnya pooling, maka semua pengaduan yang masuk ditangani. Ketika kerja Doni dan tim selesai, sementara tim lain belum, maka Doni dan tim ikut membantu menyelesaikan kasus. Akan tetapi itu semua tergantung keputusan manajer dan ketua tim.

b.    Pengalaman Menghadapi Kasus

Doni menceritakan bahwa sejauh ia mengaudit paling banyak menghadapi kasus whistleblowing. Akan tetapi dari sekian kasus yang ia hadapi, belum ada satupun yang terpublikasi. Lalu ia menceritakan kasus yang baru-baru ia tangani yakni kasus pengadaan tabung LPG. Ketika terjun ke lapangan untuk memeriksa dokumen, tidak ditemukan tanda-tanda fraud. Ternyata, ketika menggunakan alternatif digital forensik melalui akuisisi data di laptop ditemukan fraud-nya. Proses menemukan fraud-nya dengan me-recovery data di laptop auditee. Setelah menemukan bukti yang cukup tim menyimpulkan bahwa bentuk fraud yang dilakukan yakni memilih vendor pabrikan tabung. Seharusnya semua pabrikan tabung diundang untuk ikut lelang.

Bagi Doni resiko profesi yang ia jalani cukup berat. Sejak awal menjadi auditor internal fungsi investigasi, banyak orang yang tidak suka. Saat dahulu pun Doni telah mengingatkan istrinya bahwa profesinya ini penuh resiko. Godaan yang ia terima pun banyak. Ia pernah ditawarkan sejumlah uang tunai oleh auditee, tetapi ia tolak. Kemudian ia juga pernah mendapat jebakan yakni di goda oleh perempuan. Doni mengatakan bahwa menjalani profesi ini benar-benar harus kuat iman.

c.    Tekanan yang Dihadapi

Menurut Doni, tekanan yang sering ia dihadapi berasal dari atasan. Itu disebabkan karena atasan-atasan juga mendapat tekanan dari atasan lain. Kemudian ia mengaku pernah mendapat ancaman dari vendor. Saat Doni sedang dinas di luar kota, ia pernah di intai oleh orang. Doni juga merasa khawatir karena ia memeriksa kasus anak perusahaan yakni rumah sakit dan terdapat fraud-nya. Khawatirnya jika ia mendapat ancaman langsung ketika ia melakukan medical check up, ia akan mendapat perlakuan tidak baik.

Doni pun cerita pernah saat melakukan audit tiba-tiba mengalami teror berupa telepon misterius. Ia pun khawatir jika keluarganya mendapatkan teror juga. Doni selalu mengingatkan keluarganya jika menerima telepon dari orang asing jangan di ladenin. Walaupun mendapat teror seperti itu tetap tidak mempengaruhi objektivitasnya. Maka dari itu ia selalu menjaga privasinya dengan hati-hati jika bermain media sosial.

d.    Tantangan Serta Tanggapan Menghadapi Kasus

Menurut Doni tantangan yang di hadapinya bukan pada kompleksitas kasus. Kompleksitas kasus bisa teratasi karena kerjasama tim. Tetapi tantangan disini adalah ketika mencoba mengkronologiskan suatu kasus. Mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti hingga membentuk suatu kesimpulan atas kasus yang dihadapi. Dalam proses penyusunannya, Doni seringkali mengalami kesulitan. Kesulitannya karena apa yang ia lihat belum tentu sama dengan yang anggota lain lihat. Akan tetapi menurutnya masih lebih sulit menghadapi tekanan serta ancaman yang diperoleh.

Tanggapan Doni mengenai kasus yang dihadapi yakni setidaknya ia telah berusaha mencegah fraud. Jika perusahaan untung maka ia pun mendapatkan keuntungan berupa insentif dan gaji. Tetapi lain halnya dengan menghadapi kasus whistleblowing tentu berpengaruh terhadap reputasinya. Teman-temannya memiliki asumsi tersendiri terhadapnya. Ia merasa terasingkan dengan menjabat profesi ini.

1)   Pengalaman Rasa

Selama bekerja sebagai auditor internal, Yusuf pernah merasakan situasi dimana merasa berada di titik terendah. Yaitu ketika harus menerima bahwa laporan yang dibuatnya tersebar luas di media. Kala itu ia merasakan orang-orang di sekitarnya seolah menyalahkan dirinya atas kejadian itu. Padahal menurutnya dengan mempublikasikan laporan tersebut sama sekali tidak ada untungnya.

Hal yang sama dirasakan Doni dalam menghadapi whistleblowing sebagai sebuah pengorbanan, dimana ada reputasi yang dipertaruhkan. Hal tersebut terkait dengan hubungan pertemanan, yang menimbulkan perpecahan dan putusnya hubungan silaturahmi serta keakraban. Profesionalisme yang di pertahankan, membuat dirinya dipandang buruk oleh teman sekaligus auditee-nya.� Awalnya, tekanan batin ia rasakan, hingga akhirnya tersadar bahwa hal tersebut merupakan bagian dari resiko pekerjaan. Hingga lambat laun, membuatnya terbiasa akan hal itu. Tampaknya pengalaman rasa yang membuat dirinya menjadi tidak memperdulikan apa yang dipikirkan orang, sehingga membentuk pribadi yang acuh tak acuh.

Sama hal nya dengan Sentosa. Sebagai seorang senior auditor, Sentosa sudah banyak menghadapi kasus whistleblowing. Dimana ancaman-ancaman sudah menjadi hal biasa untuknya. Rasa stres tentu pernah ia rasakan, hanya saja sebagai ketua tim dirinya berusaha menyembunyikannya. Ia mampu mengelola rasa stres itu dengan cara tidak terlalu memikirkan apa yang dihadapi. Karena menurutnya, segala sesuatu yang dihadapi akan selesai seiring berjalannya waktu.

Atas pengalaman rasa tersebut, Merleau Ponty mengingatkan hal-hal berikut. Pertama, hubungan tersebut jangan dilihat sebagai hubungan antara dua fakta yang berbeda dan terpisah (distinct). Ponty menjelaskan cara pemahaman empirisisme, yakni sensasi sebagai keadaan atau kualitas tertentu (state of consciousness). Kedua, dalam kerangka hubungan itu, subjek sensasi bukanlah seorang pemikir yang menelaah kualitas-kualitas yang ada. Intelektualisme persis memusatkan subjek dengan rasionalitasnya pada hubungan rasa-merasa. Akibatnya, pengalaman rasa dimengerti sebagai pengetahuan atau kesadaran akan rasa (Ponty, 2004:235).

2)   Persepsi Tubuh

Berbagai kasus whistleblowing yang ditangani oleh Sentosa, secara bersamaan menimbulkan reaksi terhadap tubuhnya. Seperti kasus penghancuran tabung gas, ketika auditee dimintai keterangan, ia tidak mau mengakui melakukan itu. Sementara Sentosa telah mengetahui bahwa ialah pelakunya. Sentosa seketika menunjukkan reaksinya dengan membentak auditee untuk mengakui tindakannya. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang ditimbulkan Sentosa yakni atas dasar refleksivitas.

Pengalaman Desti bahkan lebih ekstrim, mulai dari kasus yang lazim dan tak lazim pernah dirasakannya. Misalnya, seperti kasus sesak nafas yang di artikan sebagai bentuk ancaman berupa santet. Dimana mindset mengenai hal-hal mistis yang terbentuk, membuatnya selalu merasa bahwa setiap hal buruk yang menimpanya dipengaruhi oleh hal-hal mistis. Sehingga timbul stigma berpikir dalam dirinya, ketika merasakan hal-hal aneh yang terjadi pada tubuhnya, ia jadi menyimpulkan bahwa itu pengaruh dari ancaman yang pernah dihadapinya.

Sejalan dengan pendapat Ponty bahwa tubuh adalah jangkar yakni merupakan sarana bagi berlangsungnya pengalaman perseptual. Dengan adanya makna pengalaman rasa, sensasi, organ perasa, dan hubungan rasa-merasa bukanlah hasil objektivikasi. Tubuh memakai bagian-bagiannya sendiri sebagai sistem untuk memaknai yang dirasakan (Marshall, 2008:128).

3)   Persepsi Tubuh Terhadap Dunia

Doni merasakan apa yang selama ini ia jalani cukup berat. Tak jarang karena kasus yang dihadapi membuatnya sulit mengontrol emosi. Sering merasa kesulitan untuk menyusun kronologi suatu kasus karena berbeda pendapat dengan teman satu timnya. Karena berdebat pendapat itulah yang menimbulkan reaksi sakit kepala. Banyaknya ancaman yang ia terima juga membuatnya overprotective� terhadap keluarganya. Itu juga membuatnya menjadi tipikal yang unsocial dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial karena bisa saja itu menjadi bumerang untuknya.

Hal yang sama juga dialami oleh Sentosa. Karena seringnya menghadapi kasus, ia juga pernah merasa stres. Akan tetapi karena stres itu ia menjadi lihai dalam mengelola rasa stres. Ia pun juga memiliki karismatik tersendiri. Ketika namanya didengar oleh auditee maka auditee menunjukkan reaksi takut bahkan ada yang sampai pingsan. Hal ini menunjukkan bahwa ia memang memiliki kredibilitas yang baik dalam menangani banyak kasus.

Maka dari itu tubuh adalah dasar atau asal bagi berlangsungnya eksistensi manusia dalam dunia. Ponty menjelaskan bahwa manusia dibentuk sekaligus membentuk dunia. Manusia mempengaruhi namun kerap dipengaruhi pula oleh dunia, serta memaknai bahkan dimaknai oleh dunia. Dengan adanya skema bertubuh, tubuh menjadi terbuka akan serangkaian pengalaman (Sebastian, 2016:95).

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan: Pertama, pengalaman rasa� merupakan suatu hal yang dirasakan oleh� auditor ketika menghadapi kasus yang timbul dari whistleblowing. Pengalaman rasa dipengaruhi oleh banyaknya kasus yang dihadapi oleh auditor internal. Sehingga itu mempengaruhi tindakan� auditor internal dalam mengelola dan menangani kasus-kasus selanjutnya.

Kedua, pengalaman menimbulkan persepsi di dalam tubuh. Karena para auditor internal menangani banyaknya kasus maka itu berdampak pula terhadap reaksi yang timbul pada tubuhnya. Reaksi yang timbul muncul karena adanya mindset yang melekat di dalam diri auditor internal.

Ketiga, persepsi tubuh terhadap dunia saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Banyaknya kasus yang ditangani mempengaruhi auditor� internal dalam kehidupan sosialnya. Hal itu juga mempengaruhi pandangan orang lain terhadap pribadi� masing-masing auditor internal.

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Audit, Yayasan Pendidikan Audit Internal. (2008). Fondasi Audit Internal. Jakarta: YPIA.

 

Devi, Anila, & Devi, Shila. (2014). Audit expectation gap between auditors and users of financial statements. European Journal of Business and Management, 6(14), 75�82.

 

Duska, R., B.S. Duska, dan J. Ragatz. (2011). Accounting Ethics (2nd Ed). Chichester: John Wiley & Sons.

 

Examiners, Association of Certi�fed Fraud. (2016). Report to the Nations. Global Fraud Study.

 

Lestari, Adisty Ayu. (2016). Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan Corporate Social Responsibility, Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Non Keuangan Go Public di Bursa Efek Indonesia.

 

Merleau-Ponty, Maurice. (2004). The world of perception. Routledge

.

Mulyadi. (2002). Auditing Buku I. Jakarta: Salemba Empat.

 

Semendawai, abdul haris, Dkk. (2011). Memahami Whistleblower. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

 

Setyadi, D. (2008). The Influnces of Organizational Commitment, Work Culture, Competitive Strategy, and Economically Members Participation to Work Motivation and Cooperative Performance in East Kalimantan Province. Dissertations. Surabaya: Post Graduate Airlangga University.

 

Sobur, Alex. (2013). Semiotika Komunikasi (cetakan kelima). Bandung: Rosda.

 

Tampubolon, Robert. (2005). Risk and Systems-Based Internal Audit. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 

Yusup, Junaedi. (2017). Analisis Perumusan Dan Penerapan Sistem Akuntansi Pada Usaha Kecil Menengah (Studi Kasus Ukm Bakso Pejagan). Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(11), 76�90.