�� Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 1, No. 6 Oktober 2019

 


ANALISIS INSTRUMEN PARAMETER PARTNERSHIP PDAM TIRTA SATRIA PADA PROGRAM SALURAN RAKYAT MASYARAKAT BERPENGHASILAN

 

Titi Rahmawati, Paulus Israwan Setyoko dan Muslih Faozanudin

Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhadi Setiabudi, Brebes, Indonesia dan Program Pascasarjana Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia

Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]

 

Abstrak

Strategi pembangunan infrastruktur publik menempatkan pemerintah sebagai pengelola aset publik sehingga pemerintah diharapkan dapat mendistribusikan resiko secara benar. Bentuk distribusi resiko salah satunya adalah hubungan partnership antara Pemerintah dan NGOs pada Program Saluran Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh PDAM Tirta Satria atas bantuan Dana Hibah AUS AID. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis biaya relatif, manfaat dan resiko sebagai instrumen parameter partnership. Hasil penelitian pada tiga level analisis menunjukan bahwa biaya relatif pada level strategi memiliki rasio diatas minimum nilai CBR (Cost Benefit Ratio); level taktikal memperoleh nilai PSC (Public Sector Comparator) lebih besar dibandingkan dengan PPPbid; level operasional mengacu pada model binsis conventional business partnerships, model kontrak interference, jenis perjanjian pembagian resiko cooperative renegotiation. Manfaat pada sektor publik dan partner sektor publik yang positif, dan resiko yang dapat diatasi sesuai dengan kesapakatan pada hubungan partnership.

 

Kata Kunci: Biaya Relatif; manfaat; ketidakbermanfaatan; resiko; program SR-MBR; parameter partnership

 

Pendahuluan

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam dunia bisnis mengharuskan pihak manajemen perusahaan untuk membuat strategi-strategi yang lebih baik dari perusahaan lain Untuk menjaga kesinambungan hidup perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ketat tersebut, diperlukan penanganan dan pengelolaan yang baik dan teratur (Pasca, 2019).

Partnership antara sektor publik dan partner sektor publik merupakan usaha dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta menghasilkan sebuah kepercayaan (Brinkerhoff, 2002), akuntabilitas dan kerjasama dalam perjanjian yang dibangun dengan kekuatan berbagi sama rata kepada seluruh partner sehingga dengan memanfaatkan otoritas sektor publik dalam pengelolaan sumber daya (Cadbury, 1993). Kecenderungan kebijakan partnership disisi lain menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah strategi partnership dapat menghasilkan pengetahuan dan mengumpulkan informasi secara bersamaan sehingga memberikan keuntungan bagi sektor publik dan partnernya (Brinkerhoff, 2002).

Efektifitas pelaksanaan program partnership tidak dapat diukur dengan kesetaraan kemampuan yang dimiliki masing-masing aktor (Blagescu & Young, 2005) melainkan fokus pada stakeholder sebagai karakteristik keberhasilan partnership yang dinilai dari status kepemilikan, kekuatan dan komitmen sebagai partner organisasional. Namun salah satu faktor ketidakefektifan partnership yang harus diperhatikan adalah Partner yang tidak dapat mendistribusikan nilai dan kepentingan bersama. Kondisi tersebut cenderung mempersulit pencapaian tujuan sebuah kesepakatan dalam perjanjian partnership.

Program SR-MBR merupakan bagian dari program partnership hibah air minum yang diberikan melalui Pemerintah Pusat dengan dana hibah AUSAID kepada Pemerintah Daerah. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dimaksud diukur dari kemampuan kepemilikan daya listrik yang diklasifikasikan 50% terdiri dari masyarakat dengan daya listrik ≤ 1300 VA dan 50% lainnya ≤ 900 VA. Partnership yang dibangun sektor publik dan NGOs lebih lanjut dapat dijelaskan dalam konsep Collaboration Motivation Action (CMA) (Austin, 2007) yang bergerak dengan motivasi pendanaan dan tipe hubungan transactional stage (Austin, 2007) serta tipe kelompok visi .Konsep kolaborasi antara publik dan NGOs dianggap sebagai motivasi dalam hubungan partnership (Glasbergen, 2007) yang mengembangkan kemampuan partner (Patricia, 2009) dan mempengaruhi kondisi satu sama lain.

Partnership melibatkan pembangunan dan pendistribusian sebagai sebuah strategi atau susunan operasional proyek, meski tidak semua aktor terlibat dalam prosesnya (Osborne, 2000) sehingga diperlukan analisis dan perencanaan yang cepat serta keputusan dengan estimasi biaya yang tepat (Yascombe, 2007) meliputi level strategi, taktikal dan operasional (Cruz & Marques, 2013) dampak positif yang diukur tidak hanya memperdebatkan sisi finansial yang dapat diterima kedua belah pihak (Yascombe, 2007) dan usaha dalam mengatasi berbagai resiko dengan menyerahkannya kepada pihak yang dapat mengendalikannya dengan efektif (Yascombe, 2007). Oleh sebab itu, pada dasarnya kombinasi analisis biaya relatif, manfaat dan resiko merupakan dimensi parameter partnership sistem yang dapat menjaga stabilisasi dan memprediksi hubungan partnership serta memudahkan penentuan prioritas pembangunan infrastruktur publik.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif deskriptif yang digunakan menjelaskan dan mendeskripsikan Parameter Partnership (PP) dalam menganalisis hubungan partnership melalui dimensi biaya relatif, manfaat dan resiko. Teknik pemilihan informan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sasaran penelitian adalah kepala Bagian Perencanaan teknik dan staf Bagian Penelitian dan Pengembangan Teknik PDAM Tirta Satria, Central Project Management Unit (CPMU), Provincial Project Management Unit (PPMU), Project Implementation Unit (PIU) dan konsultan PT Mitra Duta Consultan. Teknik pengumpulan data menggunakan tiga cara yaitu wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model analisis Interaktif Miles, Huberman & Saldana (2014) (Sugiyono, 2008). Penelitian ini fokus pada analisis parameter partnership sistem yang diadopsi dari pendekatan partnership Yascombe; Cruz dan Marques; dan USAID yang meliputi beberapa dimensi dengan sub dimensi tertentu seperti pada tabel 1.

Tabel 1 Matriks Fokus Kajian Penelitian

Dimensi

Sub- Dimensi Penelitian

Indikator

Biaya Relatif

a.    Strategi

 

b.    Taktik

 

c.    Operasional

a)    Rasio biaya dan manfaat

 

a)  Siklus biaya operasional

 

a)    Model bisnis

b)   Model kontrak

c)    Perjanjian pembagian resiko

Manfaat

a.    Sektor Publik

 

 

 

 

b.    Sektor Privat

a)    Transparansi dan akuntabilitas

b)   Kemampuan dalam pengadaan

c)    Manajemen kontrol

d)   Contestability (persaingan)

 

a)    Efektivitas program Partnership for Growth (PFG)

b)   Memobilisasi modal sektor privat sebagai Development Credit Authority (DCA)

Ketidakmanfaatan

Resiko

Kompleksitas dan hambatan evaluasi

 

 

Manajemen proyek

a)   Kompleksitas kontrak keuangan

b)  Kompleksitas proyek jangka panjang

c)   Kompleksitas perpanjangan proyek

d)  Spesifik aset

 

a)    Resiko politik

b)   Resiko lokasi

c)    Resiko konstruksi

d)   Resiko penyelesaian kontrak

e)    Resiko operasional

Sumber : (Cruz dan Marques,2013: 14-15; Teicher, et al,2013: 19-20;Yascombe, 2007: 22-275; USAID, 2015: ii)

 

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi hasil penelitian mengungkapkan bahwa dimensi parameter partnership yang terbagi menjadi tiga sub bagian pembahasan yaitu biaya relatifyang menjelaskan tiga sudut pandang analisis keuangan pada level strategi, level taktikal, dan level operasional. Dimensi pembahasan berikutnya ialah manfaat yang akan menjelaskan transparansi dan akuntabilitas sektor publik; kapasitas pengadaan; manajemen kontrol; contestability (persaingan) dan sektor NGOs yang secara singkat menjelaskan efektivitas program Partnership for Growth (PFG); memobilisasi modal privat sebagai Development Credit Authority (DCA). Dimensi terakhir akan menjelaskan resiko manajemen proyek yang secara rinci meliputi resiko politik; resiko lokasi; resiko konstruksi; resiko penyelesaian kontrak; resiko operasional.

1.      Biaya relatif

Dimensi biaya relatif merupakan model keuangan yang menghitung akumulasi berbagai jenis pembiayaan didalam sebuah proyek, dan digunakan sebagai metode dalam menumbuhkan kredit pembiayaan jangka panjang pada sebuah proyek (Yascombe, 2007). Analisis level strategi merupakan analisis tahap pertama yang akan menjawab pertanyaan tentang apakah proyek harus dijalankan. Prinsip perhitungan CBR adalah

1)        jika nilai CBR lebih rendah dari 1.0, hal tersebut berarti jumlah biaya melampaui jumlah manfaat sehingga proyek sebaiknya tidak dilakukan dengan kerangka kerjasama;

2)        jika nilai CBR lebih besar dari 1.0, proyek dapat berjalan karena hal tersebut merepresentasikan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat;

3)        jika nilai CBR sama dengan 1.0, Skenario yang terbentuk adalah jumlah biaya yang sama besar dengan jumlah manfaat.

Analisis akumulasi biaya yang dihitung pada level strategi dengan rumus CBA menghasilkan CBR dengan jumlah 1.45, maka jumlah tersebut sesuai dengan prinsip penghitungan CBR lebih dari 1.0 yang merepresentasikan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dan menjelaskan bahwa proyek SR-MBR PDAM Tirta Satria dapat segera dijalankan.

a.     Analisis level Taktikal merupakanperhitungan Public Sector Comparator (PSC) sebagai alat ukur kuantitatif yang dapat digunakan (Cruz & Marques, 2013), PSC merupakan teorisasi yang mengakumulasikan total biaya bagi sektor publik untuk membangun dan mengoperasionalisasikan infrastruktur atau layanan. Perhitungan nilai PSC memiliki fungsi forecast jangka panjang (Cruz & Marques, 2013) sekaligus mencari nilai partnership yang dibangun bersama partner. Hasil perhitungan PSC menunjukan bahwa nilai partnership (PPPbid) < PSC dan sebaliknya yang mana nilai PSC > nilai Partnership (PPPbid) yaitu (11.842..818.000,- > 11.516.000.000,-). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa program SR-MBR pada dasarnya dapat direalisasikan dengan sistem pengadaan berbentuk partnership.

b.    Analisis Level Operasional merupakan kombinasi informasi hasil perhitungan PSC dan CBA yang digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih model bisnis, model kontrak, dan perjanjian pembagian resiko (Cruz & Marques, 2013). Model bisnis yang memiliki karakteristik yang sesuai dalam pelaksanaan program SR-MBR yang dimaksud adalah Conventional Business Partnerships (CBPs). Karakteristik dan definisi beberapa klasifikasi kontrak manajemen yang dapat mendeskripsikanprogram SR-MBR adalah model interference yang mana sektor publik dipercaya sebagai pelaksanaan teknis. Kesesuaian karakteristik renegoisasi pada prpgram SR-MBR dapat dijelaskan mealalui model cooperative renegoitation yang fokus pada skema pembagian resiko pendapatan seperti konsekuensi perjanjian penggantian dana hibah.

2.      Manfaat

Dimensi manfaat merupakan pendekatan inovasi (innovatory approaches) yang digunakan sebagai kerangka dan metode dalam mendistribusikan pelayanan sektor publik dan diterima oleh partner sektor publik sebagai sebuah capaian pelaksanaan program bersama seperti:

a.     Sektor publik, manfaat disisi publik pada program SR-MBR PDAM Tirta Satria antara lain (Yascombe, 2007) munculnya transparansi dan akuntabilitas sektor publik, 2) meningkatkan kemampuan dalam pengadaan sektor publik, 3) memperbaiki manajemen kontrol, 4) munculnya costestability (persaingan).

b.    Sektor NGOs,Wujud partnership for growth pada bantuan dana hibah AUS AID program SR-MBR PDAM Tirta Satria merupakan salah satu fokus investasi dibidang infrastruktur yang mendorong tumbuhnya pengetahuan bisnis pada sektor publik yang fokus pada percepatan pengentasan kemiskinan, Memobilisasi Modal Privat sebagai Development Credit Authority (DCA) berarti membangun hubungan kerjasama yang baik dengan sektor privat dalsm mensukseskan program-program sektor publik.

3.      Ketidakbermanfaatan

Penerapan partnership seringkali menemui hambatan diantaranya : keuangan publik dan privat, akuntansi partnership oleh pemerintah, biaya transaksi, kompleksitas, dan hambatan pelaksanaan dalam mengevaluasi VFM dan resiko (Teicher, Neesham, & Profiroiu, 2013). Proyek pratnership antara sektor NGO�s dan BUMD PDAM Tirta Satria merupakan kontrak yang memerlukan penjelasan yang sangat detail. Beberapa hal yang menjadi pokok bahasan dalam hambatan pelaksanaan dan kompleksitas diantaranya: 1) kompleksitas keuangan dalam kontrak dimasa yang akan datang dapat mengurangi trasnparansi sehingga pemerintah harus menambah biaya sebagai upaya penguatan pengawasan; 2) kompleksitas proyek jangka panjang biasanya meiliki dampak yang buruk pada efektivitas kompetisi (kondisi tersebut terjadi jika mitra melakukan penawaran namun pemerintah tidak sanggup mengatasi perubahan kebutuhan dimasa yang akan datang); 3) kompleksitas dan proyek yang semakin panjang memberikan kemungkinan berhentinya langkah pemerintah jika terjadi kesalahan; 4) aset tertentu (gedung rumah sakit, sistem tekhnologi dan informasi) yang saling ketergantungan dan berkompetisi satu sama lain (Pulle, 2002).

4.      Resiko

Transfer resiko merupakan faktor penting dalam otoritas publik terutama sebagai alat menghitung Vfm (Value for Money) dalam proses pengadaan. Klasifikasi analisis resiko pada program SR-MBR PDAM Tirta Satria terdiri dari:

a.     Resiko politik: resiko politik pada program SR-MBR dititik beratkan pada otoritas sektor publik dalam mengimplementasikan kebijakan publik.

b.    Resiko lokasi: menunjukan kesiapan sektor publik dalam merealisasikan program hubungan partnership yang dibiayai oleh AUS AID seperti proses pembiayaan akuisisi lahan yang berjalan; kondisi daerah yang cukup memadai; perizinan (pembangunan konstruksi) yang telah direalisasikan; perizinan lingkungan dan resikonya yang telah diperhitungkan; akses jangkauan lokasi yang disesuaikan dengan kemampuan aliran iar; ketersediaan debit air yang memadai; penghubung antar daerah yang senantiasa diperbaiki; tidak adanya reaksi kelompok penolakan; tidak adanya masalah pembagian hasil lebih tanah pada program SR-MBR.

c.     Resiko konstruksi: kemungkinan terjadi kekurangan dalam penyelesaian kontrak (kerugian) dapat diantisipasi melalui proses pengecekan dan kelayakan teknis khususnya kondisi perpipaan dilapangan; kemungkinan munculnya biaya tambahan merupakan kondisi emergency yang tidak dapat diprediksi namun memerlukan proses penanganan yang cepat seperti bencana alam; dan bertambahnya pembiayaan dana dari investor tidak akan terjadi tanpa landasan peraturan yang tidak pernah disepakati dalam program dan hibah AUS AID pada program SR-MBR.

d.    Resiko konstruksi: kemungkinan terjadi kekurangan dalam penyelesaian kontrak (kerugian) dapat diantisipasi melalui proses pengecekan dan kelayakan teknis khususnya kondisi perpipaan dilapangan; kemungkinan munculnya biaya tambahan merupakan kondisi emergency yang tidak dapat diprediksi namun memerlukan proses penanganan yang cepat seperti bencana alam; dan bertambahnya pembiayaan dana dari investor tidak akan terjadi tanpa landasan peraturan yang tidak pernah disepakati dalam program dan hibah AUS AID pada program SR-MBR.

e.     Resiko Penyelesaian Kontrak: Komitmen yang tertuang dalam Surat Perjanjian Penyelesaian Hibah (PPH) dan Perjanjian Hibah Daerah diharapkan menjadi antisipasi yang baik dalam mengurangi resiko penyelesaian kontrak seperti keterlambatan waktu, pendapatan yang mungkin saja hilang, dan bertambahnya otoritas publik merupakan akibat yang seringkali merugikan. Oleh karena itu, resiko penyelesaian kontrak pada program SR-MBR dapat diantisipasi dengan baik melalui surat perjanjian penyelesaian hibah.

f.      Resiko Operasional: Analisis resiko operasional pada program SR-MBR seperti resiko pemakaian yang ditangani sesuai wilayah tanggung jawab antara PDAM dan masyarakat sebagai pelanggan; jaringan kerja yang terwujud sebagai struktur organisasi khusus yang dibentuk oleh PDAM Tirta Staria sebagai Tim Pelaksanaan Program Hibah Air Minum Perkotaan APBN Tahun 2016; pembayaran pendapatan yang diselesaikan tepat seperti perjanjian yang telah disepakati; beban usaha merupakan sisi finansial operasional; kelayakan dan kualitas layanan yang ditentukan melalui kontinuitas aliran air, kualitas air yang dihasilkan, spesifikasi teknis; resiko perawatan yang dititik beratkan pada bagian wilayah konstruksi milik PDAM, mulai dari kondisi jaringan, pemasangan dan pemakaiannya.

Parameter Partnership merupakan sebuah konsep yang dapat dipahami sebagai instrumen aid tool (alat bantu) yang diharapkan dapat menjelaskan aspek �aspek utama seperti biaya relatif, manfaat dan resiko dalam pelaksanaan sebuah proyek yang melibatkan sektor publik dan partnernya sehingga informasi kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dapat menjelaskan skenario kerjasama berupa model bisnis, model kontrak proyek dan model perjanjian pembagian resiko.

1.      Analisis Biaya Relatif dalam Parameter Partnership Program Saluran Rakyat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (SR-MBR) PDAM Tirta Satria

Esensi dasar teori CBA pada level strategi adalah perhitungan manfaat yang diartikan sebagai usaha meningkatkan nilai kegunaan dan biaya yang diartikan sebagai usaha mengurangi nilai ketidakbermanfaatan maka dari itu perhitungannya menggambarkan nilai seperti social cost dan social benefit sedangkan perhitungan PSC pada level taktikal dapat dipahami sebagai teori kalkulasi jumlah total biaya pelaksanaan dan operasional infrastruktur yang diselenggarakan oleh sektor publik.������������

Perhitungan PSC mencoba menjumlahkan nilai dari arus kas sehingga menjumlahkan Transferable risk, Competitif neutrality, Raw PSC, dan Retained risk. Kedua perhitungan tersebut selanjutnya digunakan dalam analisis operasional dalam menjelaskan skema partnership program SR-MBR PDAM Tirta Satria.

Conventional Business Partnerships merupakan model bisnis yang berusaha memperbaiki efisiensi dalam mendistribusikan pelayanan publik sehingga hadirnya peraturan pemerintah adalah memastikan meningkatnya efisiensi disisi publik dan memberikan akses yang baik bagi berbagai pihak. Tujuan utama CBPS adalah usaha yang fokus pada peningkatan efisiensi dalam pasar yang bersifat non-kompetitif. Model kontrak pada analisis operasional selanjutnya menjelaskan bahwa program SR-MBR memiliki kesesuain karakteristik dengan jenis kontrak interference.

Tipe kontrak manajemen interference pada dasarnya menganalisis dimensi operasional manajemen, manajemen hubungan dan administrasi manajemen dalam program SR-MBR sebagai proses pembagian fungsi dan peran yang baik dengan partnernya (NGOs). jenis perjanjian pembagian resiko secara spesifik pada program SR-MBR merupakan jenis cooperative renegotiation yaitu proses perjanjian program yang dirasionalisasikan sebagai kesempatan berbagai pihak untuk terlibat dalam proses perubahan ataupun usaha menyempurnakan kondisi perjanjian sebelumnya akibat hasil dan pelaksanaan proyek yang kurang sempurna (Cruz & Marques, 2013) seperti tabel 2.

Tabel 2. Skema partnership Program Saluran Rakyat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (SR-MBR)PDAM Tirta Satria

 

Publik

Ngos

Model Bisnis

Conventional Business Partnerships

 

Efisiensi

Pendapatan

Model Kontrak

Interference

 

Teknikal

Pendanaan

Perjanjian Pembagian Resiko

Cooperative Renegotiation

Inisiator & Implementor

Inisiator & Implementor

 

Tujuan efisiensi tersebut dapat dicapai melalui tiga kondisi dasar diantaranya: a) kontribusi perusahaan pada investasi modal atau menyediakan manajemen yang lebih efisien; b) hubungan partnership yang dijalankan dengan basis penggantian biaya; c) menyusun biaya optimal melalui peraturan. Namun kontrol model CBPs tergolong rendah jika dikaitkan dengan pendekatan pembangunan menurut (Reed & Reed, 2009).

Kondisi tersebut sesuai dengan kontrol sosial pada program SR-MBR yang hanya difasilitasi melalui forum diskusi yang bersifat insidental dan melibatkan berbagai elemen termasuk masyarakat. Terdapat dua aspek yang menjadi fokus dalam kontrak manajemen yaitu aspek manajemen resiko dan perencanaan dalam kontrak manajemen. Peran sektor publik sebagian besar bersifat teknis seperti terbentuknya organisasi pengelola pada level pusat, provinsi dan kabupaten sehingga berfungsi sebagai inisiator dan implementor pada perjanjian pembagian resiko.

2.      Analisis Manfaat sebagai Parameter Partnership dalam Program SR-MBR PDAM Tirta Satria

Manfaat dalam hubungan partnership merupakan dampak positif yang diterima baik oleh sektor publik ataupun sektor NGOs pada program pembangunan SR-MBR. Manfaat yang diterima sektor publik adalah 1) hadirnya transparansi dan akuntabiltas yang terwujud sebagai laporan yang seringkali dikaitkan dengan siklus pertanggung jawaban pada program SR-MBR. Laporan Pelaksanaan Program per triwulan yang disusun oleh tim operasional Program Hibah Air Minum Perkotaan PDAM Tirta Satria yang secara rinci menjelaskan nama kegiatan, tanggal pelaksanaan, total biaya dan keterangan. Laporan tersebut selanjutnya menjadi pertanggung jawaban; 2) kemampuan pengadaan yang bersifat lebih terbuka dengan melibatkan sektor privat sebagai partner dalam teknis operasioanal pelaksanaan yang terdiri dari CV. Sumo Danko, CV Hayat Abadi, dan CV. Ambar Agung; 3) hadirnya manajemen kontrol internal ataupun eksternal, 4) munculnya daya saing (contestability) yang melibatkan berbagai pihak untuk kemudian menyesuaikan ketersediaan finansial dengan kualitas yang ditargetkan. Hadirnya manajemen kontrol internal dan eksternal pada program SR-MBR menjadi model hybrid yang mempelopori para aktor untuk dapat memberikan gagasan dan mendapatkan peluang yang lebih baik. Kondisi tersebut sekaligus berimbas pada sistem pelaksanaan program yang lebih agresif dan responsif dalam mencapai tujuan.

Manfaat yang diterima oleh sektor NGOs pada Program SR-MBR diantaranya (1) Partnership for Growth (PFG); (2) Development Credit Authority (DCA). Partnership for growth merupakan perwujudan tujuan utama Pemerintah Australia melalui bantuan dana AUS AID dalam merealisasikan human development . Pembangunan manusia merupakan konsep yang dipercaya dapat mempromosikan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan stabilitas sebuah negara ( Australia New Development Policy and Performance Framework : a summary). Development Credit Authority merupakan manfaat yang diterima oleh sektor NGOs sebagai wujud realisasi target private sector development. Lahirnya program �program pendanaan disisi lain meruapakan usaha Pemerintah Australia untuk menghimpun dan memobilisasi dana individu (privat) secara perseorangan ataupun kelompok yang ditargetkan mencapai 20% di tahun 2016-2017.

3.      Ketidakbermanfaatan

Kerjasama anatara PDAM Tirta Satria dan NGOs pada program SR-MBR cenderung memiliki komitmen yang baik dan terukur terkait pendanaan, sehinga fungsi pemerintah sebagai pelaksana menjadi fokus pada penyelesaian target kerja partnership. Kondisi kompleksitas jangka panjang telah diatur dalam perjanjian partnership dan telah melalui pencairan pendanaan secara bertahap karena telah tercapainya target kerjasama sebelumnya sehingga PDAM Tirta Satria dinilai mampu memenuhi target proyek jangka panjang. Pelaksanaan proyek jangka panjang memiliki keterikatan secara langsung dengan peraturan dan kebijakan pemerintah, kecenderungan penghentian terhadap ketidaksesuain pelaksanaan akan tetap ada sesuai kondisi sosial dan politik yang berjalan. Keterikatan beberapa instansi yang menjadi bagian dari pelaksanaan perjanjian partnership membentuk sebuah jaringan interaksi yang dapat menguntungkan dan merugikan semua pihak seperti keterlibatan beberapa CV pada pengadaan dalam proses pelaksanaan SR-MBR.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa biaya relatif pada level strategi menunjukan nilai CBR diatas rasio nilai minimum (1,00). Hal tersebut mengindikasikan proyek layak untuk berjalan dan memiliki dampak positif bagi sektor publik dan masyarakat. Level taktikal menunjukan nilai PSC lebih besar dari PPPbid yang menunjukan bahwa proyek dapat dijalankan dengan bentuk partnership; Level operasional menjelaskan skenario partnership seperti model bisnis dengan tipe Conventional Business Partnerships (CBPs) yang memiliki kontrol sosial yang rendah, model kontrak dengan tipe interference yang menunjukan adanya kepercayaan yang tinggi dan model perjanjian pembagian resiko dengan karakteristik cooperative renegotiation yang memfokuskan perjanjian pada pencapaian target proyek.

Manfaat yang dapat diterima dari Program SR-MBR baik oleh sektor publik dan partner sektor publik (NGOs) diantaranya, manfaat sektor publik pada Program SR-MBR menunjukan dampak yang besar seperti lahirnya transparansi dan akuntabiltas; kemampuan pengadaan gaya tradisional menjadi cenderung lebih terbuka; manajemen kontrol yang diwujudkan dengan kontrol internal dan eksternal; terdapat daya saing (contestability) secara efisien dan efektif berwujud kompetisi pada proses pengadaan.

Manfaat sektor NGOs adalah tercapainya partnership for growth (PfG) yang fokus pada human development dan terwujudnya development credit authority (DCA) dengan tercapainya program-program pendanaan dengan menghimpun dan memobilisasi dana individu (privat) secara perseorangan ataupun kelompok. Ketidakbermanfaatan pada program SR-MBR pada pendanaan dapat diatasi melalui model bisnis, model kontrak dan perjanjian pembagian resiko yang telah disepakati semenjak awal proyek dijalani.

Resiko pada Program SR-MBR secara umum: Resiko politik yang bergantung pada inisiatif pendanaan (Penyertaan Modal Pemerintah). Resiko lokasi pada Program SR-MBR menunjukan dampak yang kecil; Resiko konstruksi pada Program SR-MBR menunjukan kesesuaian dengan surat Perjanjian Penerusan Hibah (PPH); Resiko penyelesaian kontrak telah termuat dalam surat Perjanjian Penerusan Hibah (PPH); Resiko operasional pada Program SR-MBR menunjukan dampak yang kecil berkaitan dengan resiko pemakaian yang telah disesuaikan pada wilayah dan tanggung jawab PDAM Tirta Satria.

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Austin, James E. (2007). Sustainability through partnering: conceptualizing partnerships between businesses and NGOs. Partnerships, Governance and Sustainable Development: Reflections on Theory and Practice, 49�67.

 

Blagescu, Monica, & Young, John. (2005). Partnerships and Accountability: Current thinking and approaches among agencies supporting Civil Society Organisations. Overseas Development Institute.

 

Brinkerhoff, Jennifer M. (2002). Assessing and improving partnership relationships and outcomes: a proposed framework. Evaluation and Program Planning, 25(3), 215�231.

 

Cadbury, R. (1993). The partnership challenge. Public Policy Review, 1, 11�12.

 

Cruz, Carlos Oliveira, & Marques, Rui Cunha. (2013). Infrastructure Public-Private Partnerships_ Decision, Management and Development. Springer.

 

Glasbergen, Pieter. (2007). Setting the scene: the partnership paradigm in the making. Partnerships, Governance and Sustainable Development: Reflections on Theory and Practice, 125.

 

Osborne, Stephen. (2000). Public-private partnerships: Theory and practice in international perspective. Routledge.

 

Pasca, Yelsha Dwi. (2019). Pengaruh Pendapatan Usaha dan Biaya Operasional Terhadap Laba Bersih Survey Pada Perusahaan Jasa Sub Sektor Transportasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(9), 163�173.

 

Patricia, Rieker dan P. (2009). Partnership Evaluation. Division of Nutrition, Physical Activity, and Obesity (DNPAO).

 

Pulle, W. R. &. (2002). Public Private Partnerships: An Introduction. Economics, commerce and industrial relations group, parliament of Australia.

 

Reed, Ananya Mukherjee, & Reed, Darryl. (2009). Partnerships for development: Four models of business involvement. Journal of Business Ethics, 90(1), 3.

 

Sugiyono. (2008). Metode penelitian pendidikan:(pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D). Alfabeta.

 

Teicher, Julian, Neesham, Cristina, & Profiroiu, Marius. (2013). Sharing Concerns: Country Case Studies in Public-Private Partnerships. Cambridge Scholars Publishing.

 

Yascombe, E. .. (2007). Public Private Partnership: Principles of Policy and Finance. Elsevier Ltd.