Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 2, No. 8, Agustus 2020

 


HUBUNGAN POLA ASUH, PENYAKIT PENYERTA, DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI POSYANDU TERATAI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIASEM KABUPATEN SUBANG TAHUN 2020

 

Lina Rosliana, Retno Widowati dan Dewi Kurniati

Universitas Nasional

Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]

 

Abstrak

Kekurangan gizi merupakan akibat dari kebiasaan hidup yang kurang memikirkan nilai-nilai gizi karena daya beli yang kurang atau ketidaktahuan mengenai soal gizi. Prevalensi Balita menurut status gizi di Kabupaten Subang memiliki masalah gizi buruk dan gizi kurang yang masih sangat tinggi sebesar 15,1% dan 11, 1%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan Pola Asuh, Penyakit Penyerta, dan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian observasi cross sectional. Populasi pada penelitian ini balita umur 12-24 bulan di posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan rumus slovin. Teknik sampling menggunakan accidental sampling. Adapun analisis data menggunakan analisis chi square. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu dari 43 anak usia 12-24 bulan di Posyandu Teratai sebanyak 25,6% anak berstatus gizi kurang, hasil penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara adalah pola asuh ibu (p=0,000) dan pengetahuan ibu (p=0,001) terhadap status gizi. Sedangkan penyakit penyerta tidak ada hubungan bermakna (p=1,000). Pola asuh dan pengetahuan ibu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi. Ibu hendaknya lebih aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu setiap bulannya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan lebih aktif dalam mencari informasi tentang gizi balita melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan, konseling gizi dan melalui sumber informasi lainnya, bagi Puskesmas Ciasem hendaknya meningkatkan pemantauan status gizi dan perkembangan balita di setiap posyandu serta Pemberian Makanan Tambahan yang tepat sasaran.

 

Kata kunci: Gizi; Balita; Status Gizi

 

Pendahuluan

Gizi� adalah� satu� dari� sekian� aspek� yang� sangat� penting� padatumbuh� kembang manusia.� Serupa� dengan� hal� tersebut,� gizi� juga� acap� kali� dijadikan� sebab� kenapa seseorang� tidak� sehat,� sering� sakit� dan� tidak� dalam� pertumbuhan� yang� baik (Kurniawan, 2018). Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelibihan gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk yang menyimpang dari pola standar. Pertumbuhan fisik sering menjadi indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi (Noviyana, 2016).

Menurut (Noviyana, 2016), Masa pertumbuhan anak sejak dalam kandungan hingga usia tiga tahun merupakan masa yang sangat peka atas pengaruh gangguan kurang gizi yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan otak dan gangguan pertumbuhan intelgensia. Kekurangan gizi merupakan akibat dari kebiasaan hidup yang kurang memikirkan nilai-nilai gizi disamping kebiasaan hidup dilingkungan sederhana karena daya beli yang kurang atau ketidaktahuan mengenai soal gizi.

Menurut Global Nutrition Report melaporkan tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara teratas dari 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita.

Berdasarkan hasil Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia menurut indikator BB/U pada balita tahun 2016 adalah 11,1%, terdiri dari 8,0% gizi kurang dan 3,1% gizi buruk. Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang turun menjadi 10,2%. Tetapi masih dalam kategori rawan, karena suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi masyarakat apabila jumlah balita dengan status gizi kurang mencapai 10% dari jumlah balita yang ada.

Angka balita yang masuk kategori sangat kurus di Jawa Barat masih cukup tinggi yaitu 5,0% demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 5,9% dengan Kabupaten Subang sebagai salah satu Kabupaten dengan penyumbang angka tertinggi (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2017).

Status gizi adalah keadaan yang menunjukkan keseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Jumlah balita di Kabupaten Subang pada tahun 2019 sebanyak 12.618. Balita ditimbang atau dipantau pertumbuhannya 10.862 (86,08%). Cakupan D jumlah balita yang datang di timbang bulan ini dan S jumlah balita yang ada di posyandu (D/S) pada tahun 2015 sudah diatas target Nasional yaitu 80% dan mengalami kenaikan dibanding tahun 2014 yaitu 85.21%. Hal ini karena sudah semakin banyaknya Taman Posyandu yang terbentuk dimana pelaksanaannya posyandu terintegrasi dengan PAUD dan BKB (Dinkes Subang, 2020).

Di Kabupaten Subang, dari balita yang ditimbang sebanyak 10.862 diketahui pravelensi kurang gizi (BB kurang + BB sangat kurang) sebesar 10,3%. Angka pravelensi ini sudah mencapai target yang ditetapkan menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Sustainable Development Goal�s (SDGS)� atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan bahwa pravelensi kurang gizi tidak boleh melebihi 15%. Balita dengan status gizi baik pada tahun 2019 ini sebesar 87% mengalami kenaikan dari tahun 2018 (85,2%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat sudah baik dalam pemenuhan Anak Usia 12 - 24 Bulan. Keluarga yang memiliki balita sudah memilki kemampuan untuk mengenal, mencegah bahkan mengatasi jika terjadi masalah gizi pada anggotanya. Untuk itu upaya peningkatan gizi masyarakat perlu lebih ditingkatkan (Subang, 2020).

Masalah gizi buruk yang terjadi disebabkan oleh banyak hal. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk adalah kemiskinan, kurangnya pendidikan dari orang tua, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Selain itu hal-hal yang menyebabkan gizi yang buruk yaitu dari penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya masalah gizi buruk adalah adanya asupan makanan yang kurang memenuhi gizi yang seimbang.� Penyebab tidak langsung terdiri dari persediaan makanan di rumah, serta pelayanan kesehatan. Sedangkan hal yang mendasar terjadinya gizi buruk adalah kurangnya pendidikan dan ketrampilan dari masyarakat, kurangnya pengetahuan dari masyarakat tentang pentingnya gizi yang seimbang untuk tumbuh kembang anak (Fakih, 2012).

Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya bagi daya tahan anak tapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta kondisi kesehatan anak. Perawatan anak sampai tiga tahun merupakan merupakan periode paling penting bagi anak-anak. Pola Asuh juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya bila pengasuhan kurang memadai terutama keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan yang di� terapkan ibu kepada anak yang berkaitan dengan� cara dan situasi� makan. Jumlah� dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu atau pengasuhnya yang� berkaitan� dengan kegiatan� pemberian� makan� yang� akhirnya akan� memberikan� sumbangan� status� gizi (Istiany, 2013).

Masalah status gizi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor secara langsung dan faktor tidak langsung. Faktor secara langsung yaitu konsumsi makanan dan penyakit. Faktor tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga dan pola pengasuhan anak yang kurang memadai (Waryono, 2010).

Pola asuh orang tua adalah perilaku orang tua dalam mengasuh balita. Pola asuh orang tua merupakan salah satu masalah yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada balita. Pola asuh orang tua yang kurang atau rendah memiliki peluang lebih besar anak terkena stunting dibandingkan orang tua dengan pola asuh baik (Aramico, Sudargo, & Susilo, 2016).

Menurut hasil penelitian (Aramico et al., 2016), terdapat hubungan bahwa kategori pola asuh kurang baik berisiko 8,07 kali lebih besar dibandingkan dengan pola asuh baik, masing-masing dengan persentase status gizi stunting 53% dan 12,3%. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan status gizi (p<0,001).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Renyoet et al (2012), menunjukan adanya hubungan yang signifikan pola asuh dengan kejadian stunting pada anak (p=0.000). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rahmayana, dkk., (2014), pola asuh menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting (p=0.000).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Ciasem penulis memperoleh data pada bulan Januari-Desember 2019 jumlah balita di Desa Ciasem Tengah Kecamatan Ciasem� dengan status gizi lebih sebanyak 46 balita, gizi baik 1.042 balita, gizi kurang 127 balita, dan gizi buruk tidak ditemukan. Data KIA, PKM Ciasem (2019). Berdasarkan wawancara dengan petugas gizi pengetahuan ibu, penyakit penyerta pada balita dan pola asuh ibu merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian status gizi kurang dan gizi lebih pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ciasem.

Terkait dengan hal diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai �Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Usia 12- 24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020�.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah observasi cross sectional, yaitu data yang menyangkut variabel dependen dan variabel independen dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020. Sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah data anak usia 12-24 bulan di Posyandu Teratai adalah sebanyak 43 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling yaitu accidental sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan timbangan dacin. Uji validitas menggunakan uji validitas Corrected Item-Total Correlation sedangkan uji realiabilitas dilakukan untuk� mengetahui reliabilitas kuesioner penelitian digunakan formula dari Alpha Cronbach�s. Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi, frekuensi dan presentase dari setiap variabel dependen dan independen yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square. Penelitian dilaksanakan di Penelitian ini di lakukan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Hasil

1.    Analisis Univariat

Tabel 1

Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Status Gizi

F

%

Gizi Kurang

11

25,6

Gizi Baik

32

74,4

Jumlah

43

100

 

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 43 orang anak usia 12 sampai 24 bulan yang diteliti di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang sebesar 25,6% memiliki status gizi kurang sedangkan 74,4% lainnya memiliki status gizi baik.

Tabel 2

Penyakit Penyerta pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Penyakit Penyerta

F

%

Ada

13

30,2

Tidak

30

69,8

Jumlah

43

100

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 43 orang anak usia 12 sampai 24 bulan yang diteliti di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang sebesar 30,2% mengalami sakit dalam satu bulan terakhir, sedangkan 69,8% lainnya sehat.

 

Tabel 3

Pola Asuh Ibu terhadap Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Pola Asuh

F

%

Kurang

12

27,9

Cukup

18

41,9

Baik

13

30,2

Jumlah

43

100

 

Tabel 3 menunjukkan bahwa pola asuh ibu terhadap Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang sebesar 43,9% memiliki pola asuh yang cukup baik , sedangkan 30,2% memiliki pola asuh yang sangat baik dan 27,9% lainnya memiliki pola asuh yang kurang baik.

 

Tabel 4

Pengetahuan Ibu dari Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Pengetahuan Ibu

F

%

Kurang

19

44,2

Cukup

16

37,2

Baik

8

18,6

Jumlah

43

100

 

Tabel 4 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu dari Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang mengenai gizi sebanyak 18,6% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 37,2% memiliki pengetahuan cukup dan 44,2% lainnya memiliki pengetahuan yang kurang.

 

2.    Analisis Bivariat

Tabel� 5

Hubungan Penyakit Penyerta dengan Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Penyakit Penyerta

Status gizi

Total

p-value

Baik

Kurang

F

%

f

%

F

%

Ada

10

76,9

3

23,1

13

100

1,000

Tidak Ada

22

73,3

8

26,7

30

100

Total

32

74,4

11

25,6

43

100

 

Berdasarkan tabel 5 Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang yang berstatus gizi kurang dan mengalami sakit dalam satu bulan terakhir adalah sebesar 23,1% sedangkan anak yang berstatus gizi kurang dan tidak memiliki riwayat sakit selama satu bulan terakhir adalah sebesar 26,7%, selanjutnya anak yang berstatus gizi baik dan tidak ada riwayat sakit selama satu bulan terakhir adalah sebesar 73,3% sedangkan 76,9% lainnya berstatus gizi baik dan ada riwayat sakit dalam sebulan terakhir.

Hasil dari analisa statistik hubungan antara penyakit penyerta dengan status gizi berdasarkan uji statistik chi-square dengan nilai signifikan p=0,804 maka dapat diartikan tidak ada hubungan antara penyakit penyerta dengan status gizi.

 

Tabel 6

Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Pola Asuh Ibu

Status gizi

Total

p-value

Baik

Kurang

f

%

f

%

F

%

Baik

12

92,3%

1

7,7%

13

100

0,000

Cukup

18

100

0

0

18

100

Kurang

2

16,7%

10

83,3%

12

100

Total

32

74,4

11

25,6

43

100

 

Berdasarkan tabel 4.6 ibu dari anak usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang yang memiliki pola asuh yang sangat baik dan anaknya berstatus gizi baik adalah sebesar 92,3, ibu yang memiliki pola asuh kurang baik dan anaknya berstatus gizi baik adalah sebesar 16,7%, sedangkan ibu yang memiliki pola asuh yang kurang baik dan anaknya berstatus gizi kurang baik adalah sebesar 83,3%.

Hasil dari analisa statistik hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak berdasarkan uji statistik chi-square dengan nilai signifikan p=0,000 maka dapat diartikan ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak.

Tabel 7

Hubungan Pengetahuan ibu dengan Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020

Pengetahuan Ibu

Status gizi

Total

p-value

Baik

Kurang

f

%

F

%

F

%

Baik

8

100

0

0

8

100

0,001

Cukup

15

93,75

1

6,25

16

100

Kurang

9

47,4

10

52,6

19

100

Total

32

74,4

11

25,6

43

100

 

Berdasarkan tabel 7 ibu dari anak usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang kurang dan anaknya berstatus gizi kurang adalah sebesar 52,6%, ibu yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang cukup dan anaknya berstatus gizi kurang adalah sebesar 6,25% sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang cukup dan status gizi baik adalah sebesar 93,75%.

Hasil dari analisa statistik hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak berdasarkan uji statistik chi-square dengan nilai signifikan p=0,001 maka dapat diartikan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak.

B.  Pembahasan

1.    Analisis Univariat

Peneliti mendapatkan hasil bahwa dari 43 balita di Posyandu Teratai, sebanyak 25,6% anak usia 12- 24 bulan di posyandu teratai wilayah kerja puskesmas ciasem kabupaten subang memiliki status gizi kurang dan 74,4% berstatus gizi baik. Meskipun balita dengan status gizi baik lebih banyak dibandingkan dengan status gizi kurang, angka gizi kurang di Posyandu Teratai masih terbilang tinggi jika mengacu pada standar WHO (terkait gizi) yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan masyarakat dikatakan tinggi� jika� menyentuh �angka �lebih dari 10%,� jika� tidak �ditanggapi �dengan �serius �ini �dapat menjadi masalah serius, apalagi status gizi merupakan elemen penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut asumsi peneliti tingginya status gizi kurang pada balita dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi balita dan pola asuh gizi, karena dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebanyak 44,2% pengetahuan ibu tentang gizi adalah kurang dan 27,9% ibu memiliki pola asuh yang kurang baik. Dari hasil kuesioner yang dikumpulkan banyak pola asuh ibu mengenai pemberian makan tidak sesuai dengan rekomendasi IDAI, misalnya porsi makan anak hanya sedikit, sedangkan seharusnya minimal � mangkok ukuran 250 ml, selain itu ibu berasumsi bahwa asal anaknya mau makan maka diberikanlah makanan cepat saji atau makanan lainnya yang mengandung gizi kurang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori (Notoatmodjo, 2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat digunakan sebagai motivasi dalam bersikap dan bertindak sesuatu bagi orang tersebut. Serangkaian pengetahuan selama proses intraksi dengan lingkungannya menghasilkan pengetahuan baru yang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 69,8% balita di Posyandu Teratai tidak memiliki riwayat sakit dalam satu bulan terakhir sedangkan 30,2% lainnya memiliki riwayat sakit. Penyakit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyakit TBC, Campak, Diare dan ISPA. Dari hasil kuesioner tidak ditemukan balita yang memiliki riwayat sakit berat seperti TBC, Campak dan Diare terus menerus. Riwayat sakit semua balita di posyandu teratai sebulan terakhir adalah ISPA. Secara teori antara status gizi yang kurang dengan penyakit infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Anak yang mengalami gizi kurang maka daya tahan tubuh terhadap penyakitnya menjadi rendah sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Demikian pula sebaliknya, anak yang terkena penyakit infeksi dapat dengan mudah mengalami gizi kurang.

Praktiknya, untuk menanggulangi masalah gizi Puskesmas Ciasem sudah melakukan beberapa prosedur penanganan sesuai petunjuk dinas kesehatan Kabupaten Subang, di antaranya adalah:

1)   Anak dengan masalah gizi buruk dirujuk oleh bidan desa, kader, atau hasil online E-PPGBM, kemudian dilakukan penimbangan dan pengukuran ulang (validasi data/kroscek ulang) oleh bidan atau pelaksana gizi (TPG) hasilnya dibandingkan dengan BB/U, TB/U, BB/TB, setelah didapatkan hasil status gizinya dilakukan konseling mengenai pola makan, pola asuh, kondisi lingkungan tempat tinggal, keadaan ekonomi, kemudian diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), tetapi jika ada penyakit penyerta yang berat akan di konsultasikan kepada dokter puskesmas, bila tidak bisa ditangani maka akan dirujuk ke rumah sakit yang memadai.

2)   Anak dengan masalah gizi kurang, penanganan awal sama dengan anak gizi baik yaitu dilakukan validasi data kemudian diberikan konseling dan pemberian makanan tambahan serta dipantau setiap bulan berat badannya.

3)   Anak dengan gizi lebih, diberikan penanganan sama seperti masalah gizi lainnya kemudian diberikan konseling tetapi tanpa diberikan PMT.

2.    Analisis Bivariat

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebanyak 52,6% ibu yang memiliki pengetahuan kurang mengenai gizi memiliki anak dengan status gizi kurang, sedangkan hanya 6,25% ibu yang memiliki pengetahuan cukup dan memiliki anak dengan status gizi kurang dan terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi dengan nilai p=0,001. Dari hasil kuesioner diketahui jawaban salah terbanyak yaitu mengenai pengetahuan tentang zat gizi yang terkandung di dalam makanan. Menurut asumsi peneliti, kurangnya pengetahuan ibu mengenai zat gizi yang dibutuhkan oleh anaknya yang menyebabkan gizi yang terkandung di dalam makanan yang diberikan ibu kepada anaknya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh anak sehingga status gizi anak kurang

Hal ini sejalan dengan teori (Almatsier, 2010) yang menyebutkan bahwa masalah gizi pada balita ini disebabkan oleh berbagai penyebab, salah satu penyebab masalah gizi pada balita adalah akibat konsumsi makanan yang tidak baik sehingga energi yang masuk dan keluar tidak seimbang. Tubuh memerlukan pemilihan makanan yang baik agar kebutuhan zat gizi terpenuhi dan fungsi tubuh berjalan dengan baik. Status gizi dapat diartikan sebagai suatu keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat dari makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi normal dan tidak normal.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan (Oktalinda, R dan Triwibowo, 2012) tentang hubungan pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojosari Mojokerto terdapat 70 orang responden. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita dengan p value 0,001. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang di lakukan Wahyuni (2016) yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pleret, Bantul, Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta dengan tingkat keeratan rendah yang ditunjukan dari nilai p (value) = 0,000 (<0,05) dengan tingkat keeratan hubungan kedua variabel ditunjukan pada nilai koefisien korelasi = 0,222. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat digunakan sebagai motivasi dalam bersikap dan bertindak sesuatu bagi orang tersebut. Serangkaian pengetahuan selama proses intraksi dengan lingkungannya menghasilkan pengetahuan baru yang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Nisa�Saparudin & Rokhanawati, 2017) mengenai hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dengan Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta. Dari hasil Penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan status gizi balita di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta, dimana nilai p value = 0,009 (p < 0,05) yang berarti terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kejadian gizi kurang pada balita. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin mudah dalam menerima informasi. Menurut (Notoatmodjo, 2012) menyebutkan dengan pola pikir yang relatif tinggi, tingkat pengetahuan responden tidak hanya sekedar tahu (know) yaitu mengingat kembali akan tetapi mampu untuk memahami (comprehention), bahkan sampai pada tingkat aplikasi (aplication) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Hal ini menyebabkan semakin efektifnya� informasi dipahami sehingga tingkat pengetahuan akan relatif tinggi.

Pengetahuan adalah suatu hal yang berasal dari pancaindra dan pengalaman yang telah diproses oleh akal budi dan timbul secara spontan. Sedangkan untuk sifat dari pengetahuan itu sendiri terdiri dari tiga hal, yaitu spontan, intutif dan subjektif. Selain itu pengetahuan juga bersifat benar karena sesuai dengan realitas yang ada (Suryana, 2015). Menurut (Surjaweni, 2014) pengetahuan merupakan suatu landasan berfikir manusia dalam melakukan suatu hal yang berkaitan dengan pencarian jawaban atas pertanyaan yang ada, seperti berkaitan dengan status gizi anak atau balita

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebanyak 23,1% dengan status gizi kurang memiliki riwayat sakit selama sebulan terakhir sedangkan sebanyak 76,2% anak dengan status gizi baik pernah mengalami sakit selama satu bulan terakhir, didapatkan nilai p=1,000 artinya tidak ada hubungan bermakna antara penyakit penyerta dengan status gizi anak. Menurut hasil kuesioner yang didapatkan tidak ada satupun anak balita di posyandu Teratai memiliki riwayat penyakit berat seperti TBC, Campak dan diare terus-menerus. Penyakit semua balita yang sakit sebulan terakhir adalah� ISPA (dengan gejala demam, flu dan batuk) yang tidak lebih dari 7 hari. Menurut asumsi peneliti penyakit tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat badan balita.

Menurut (Schaible & Stefan, 2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Nasikhah, n.d.) yang dilakukan di Kecamatan Semarang Timur yang menunjukkan bahwa riwayat penyakit infeksi dalam hal ini infeksi saluran pernapasan atas akut merupakan faktor resiko kejadian stunting yang tidak bermakna (p=0,297: OR =1,73) . (Nurcahyo & Briawan, 2010) dalam hasil penelitiannya juga di dapatkan hasil bahwa kejadian ISPA pada anak balita tidak ada hubungan dengan status gizi TB/U (p > 0,05).

Berbeda dengan teori (Junaidi, 2012) yang menyatakan bahwa status gizi yang baik merupakan syarat utama tewujudnya sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya terhadap balita. Balita yang mengalami gangguan atau kekurangan gizi pada usia dini akan mengganggu tumbuh kembang, menyebabkan kesakitan dan kematian. Gangguan gizi pada umumnya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan infeksi. Menurut (Meirita, 2000) keadaan ini disebabkan karena status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) lebih mencerminkan status gizi anak saat ini (akut). Hal ini disebabkan berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan, atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Pada penelitian ini didapatkan hasil Hasil Penelitian bahwa sebanyak 92,3% ibu yang memiliki pola asuh baik mempunyai anak yang berstatus gizi baik juga. Status gizi balita dalam penelitian mayoritas termasuk kategori normal atau baik. Hal ini diasumsikan karena sebagian besar ibu tidak bekarja (IRT) sehingga ibu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk anak dalam pemberian makan. Hal ini berbanding lurus dengan hasil penelitian ini yang menunjukan bahwa 83,3% ibu yang memiliki pola asuh kurang memiliki anak yang berstatus gizi kurang juga. Penulis berasumsi bahwa anak mulai mengalami masalah makan pada usia 12 bulan atau lebih. Para ibu mengeluh batita susah makan pada usia menginjak 1 tahun, anak tidak mau makan, kalaupun mau dalam jumlah sedikit serta pilih-pilih makanan serta jarang habis. Menurut hasil kuesioner banyak ibu yang salah dalam pola pegasuhan yaitu memaksa anak untuk makan yang menyebabkan anak menjadi trauma. Untuk itu ibu perlu melakukan pendekatan secara psikologis seperti membujuk anaknya agar mau makan serta membolehkan anaknya untuk makan sambil bermain sembari diberi pujian jika anak menghabiskan porsi makannya. Sesuai dengan penelitian ini terdapat hubungan antara rangsangan psikologis dengan status gizi. Dalam melatih kemandirian anak sebagian besar responden mengijinkan anak untuk mencoba makan sendiri sambil diawasi, jika si anak tidak menghabiskan makannya ibu akan berusaha membujuk agar mau menghabiskan makanannya. Demikian juga jika akhirnya si anak menghabiskan makanan. Rangsangan psikologi yang seperti dilakukan responden tersebut sesuai dengan yang dikemukakan anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kebutuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya.

Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh gizi ibu dengan status gizi anak dengan p=0,000. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa ibu yang memberikan pengasuhan yang efektif berkontribusi terhadap peningkatan status gizi anak. Terdapat hubungan antara pola asuh ibu dalam praktek memberikan makanan terhadap status gizi. Pemahaman ibu terhadap praktik memberikan makanan mulai dari penyiapan alat makanan yang bersih, cara mengolah bahan makanan yang bersih dan benar, pengaturan menu makanan serta cara pemberiaan maka Menurut (Mustapa, Sirajuddin, & Salam, 2013) salah satu faktor yang berperan penting dalam status gizi balita adalah pola asuh. Masalah gizi di pengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Salah satu yang mempengaruhinya yaitu ibu, keadaan gizi di pengaruhi oleh kemampuan ibu menyediakan pangan yang cukup untuk anak serta pola asuh yang di pengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga, pendidikan, prilaku dan jumlah saudara. Hal tersebut didukung dengan hasil dari (Husin, 2008) dengan 82 responden yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita umur 24-59 bulan.

 

Kesimpulan

Dari 43 anak usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang, didapatkan sebanyak 25,6% anak mengalami gizi kurang, 74,4% berstatus gizi baik dan sebanyak 30,23% anak mengalami riwayat sakit yang didominasi oleh penyakit ISPA, 69,8% anak berstatus sehat dalam sebulan terakhir, sebanyak 27,91% ibu memiliki pola asuh yang kurang baik, 41,9% memiliki pola asuh cukup baik, 30,2% memiliki pola asuh yang sangat baik, 44,19% ibu memiliki pengetahuan yang kurang, 37,2% berpengetahuan cukup dan 18,6% lainnya berpengetahuan baik mengenai gizi.

Hasil uji statistik, faktor-faktor yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan status gizi (BB/U) anak usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang adalah pola asuh dan pengetahuan ibu tentang gizi, sedangkan yang tidak berhubungan adalah penyakit penyerta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Almatsier, Sunita. (2010). Prinsip dasar ilmu gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

 

Aramico, Basri, Sudargo, Toto, & Susilo, Joko. (2016). Hubungan sosial ekonomi, pola asuh, pola makan dengan stunting pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 1(3), 121�130.

 

Fakih, M. (2012). Aspek Keperdataan �dalam pelaksanaan Tugas Tenaga Keperawatan di Bidang pelayanan Kesehatan di propinsi Lampung. Universitas Gadjah Mada.

 

Husin, Cut Ruhana. (2008). Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008.

 

Istiany, Ari. (2013). Rusilanti. Gizi Terapan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Junaidi. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, 25(3), 24�29.

 

Kurniawan, Wawan. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Tentang Gizi Dengan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Pada Balita Desa Cikoneng. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(1), 136�150.

 

Meirita. (2000). Hubungan Kuantitas dan Kualitas Waktu Ibu Untuk Pengasuhan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Rancamaya Kota Bogor. Institut Pertanian Bogor.

 

Mustapa, Yusna, Sirajuddin, Saifuddin, & Salam, Abdul. (2013). Analisis faktor determinan kejadian masalah gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gotontalo tahun 2013. Jurnal Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar.

 

Nasikhah, R. (n.d.). Faktor risiko kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College, 1(1).

 

Nisa�Saparudin, Asma Atun, & Rokhanawati, Dewi. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status Gizi Pada Balita Di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta. Universitas� Aisyiyah Yogyakarta.

 

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan (Cetakan VI). Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta.

 

Noviyana, Alfi. (2016). Pola Asuh Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Sokawera Wilayah Kerja Puskesmas Patikraja Banyumas. Prosiding Seminar Nasional & Internasional, 1(1).

 

Nurcahyo, Karlina, & Briawan, Dodik. (2010). Konsumsi pangan, penyakit infeksi, dan status gizi anak balita pasca perawatan gizi buruk. Jurnal Gizi Dan Pangan, 5(3), 164�170.

 

Oktalinda, R dan Triwibowo, H. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Balita dengan Status Gizi Balita (1-5 tahun) di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojokerto. Jurnal Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI, 1(3), 15 � 20.

 

Schaible, Ulrich E., & Stefan, H. E. (2007). Malnutrition and infection: complex mechanisms and global impacts. PLoS Med, 4(5), e115.

 

Subang, Dinas kesehatan kabupaten. (2020). Profil kesehatan kabupaten subang tahun 2019. Subang: Dinkes subang.

 

Surjaweni. (2014). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

 

Suryana, Y. (2015). Metodologi Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia.

 

Waryono. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.