Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853e-ISSN : 2684-883X�����

Vol.1, No. 4 Agustus 2019

 


DIALEKTIKA BUDAYA SUNDA DAN NILAI-NILAI ISLAM (STUDI ATAS NILAI-NILAI DAKWAH DALAM BUDAYA PAMALI DI TATAR SUNDA)

 

Nurdin Qusyaeri dan Fauzan Azhari

Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAI Persis Bandung

Email:[email protected] dan [email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dialektika budaya Sunda dan nilai-nilai islam, untuk mengetahui makna pamali dan untuk menginformasikan bahwa dalam pamali memiliki nilai-nilai yang berkaitan dengan dakwah (keagamaan) untuk menjadi salahsatu metode dakwah. Analisis isi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari isi. Analisis isi ditujukan untuk untuk mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak, dan dilakukan secara objektif, valid, reliabel, dan dapat direplikasi (Eriyanto, 2015). Di sini peneliti bermaksud untuk mengidentifikasi isi pesan dari budaya pamali di tatar Sunda, yang kemudian isi pesan pamali itu ditinjau dari segi nilai-nilai dakwah. Dari hasil penelitian penulis, ada tiga nilai yang terkandung dibalik makna pamali, yaitu akidah, akhlak, dan syariah. Namun, dari ketiga nilai-nilai dakwah itu, ternyata pamali lebih dominan memiliki nilai-nilai akhlak, karena seperti makna lahirnya pamali itu sendiri untuk mengatur kehidupan manusia dengan sesama manusia, dan alam dalam hal adab, etika, dan tata krama. Dan hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mana Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak.

 

Kata kunci : dialektika budaya sunda, pamali

 

Pendahuluan

Di dalam keseharian, kita tidak akan pernah bisa lepas dari komunikasi. Baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal. Deddy Mulyana mengatakan dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, bahwa komunikasi adalah sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia (Mulyana, 2007).

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umatnya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Lebih jelas lagi, Ambaray (1997) menjelaskan bahwa Islam adalah agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah SWT yang ajaran-ajaran-Nya terdapat dalam kitab suci al-Qur�an dan Sunnah dalam bentuk perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat (Saefullah, 2013). Tujuan Hukum Islam sebenarnya adalah kemaslahatan hidup agar lebih bahagia dan selamat(Mariana, 2018).

Penyebaran agama tidak bisa lepas dari komuinikasi dengan budaya lokal tertentu, adanya persentuhan agama Islam dengan kebudayaan asli Indonesia, tentu merupakan pembahasan yang menarik, di mana Islam sebagai agama universal merupakan rahmat bagi semesta alam, dan dalam kehadirannya di muka bumi ini, Islam berbaur dengan beragam kebudayaan lokal (local culture), sehingga antara Islam dan kebudayaan lokal pada suatu masyarakat tidak bisa dipisahkan, keduanya merupakan bagian yang saling mendukung dan menguatkan.

Ada hal yang menarik ketika budaya disandingkan dengan agama, menurut St. Takdir Alisjahbana, bahwa budaya memiliki tiga nilai, yaitu nilai agama, seni dan solidaritas yang berkaitan dengan rasa dan bersendi pada perasaan, instuisi, dan imajinasi. Budaya ekspresif umumnya berwatak konservatif (Simuh, 2003).

Variasi Islam dengan kebudayaan lokal di Indonesia sudah menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari. Dimana Islam sebagai ajaran keagamaan yang lengkap, memberi tempat pada dua jenis penghayatan keagamaan, Pertama, eksoterik (dzahiri), yaitu penghayatan keagamaan yang berorientasi pada formalitas atau pada norma-norma dan aturan-aturan agama yang ketat. Kedua, esoterik (batini), yaitu penghayatan keagamaan yang berorientasi dan menitikberatkan pada inti keberagamaan dan tujuan beragama. Tekanan yang berlebihan kepada salah satu dari dua aspek penghayatan itu akan menghasilkan kepincangan yang menyalahi ekuibirium (tawazun) dalam Islam (Kahmad, 2000).

Budaya merupakan hasil dari pemikiran manusia. Budaya timbul dari cipta rasa dan karsa manusia yang dijadikan kebiasaan dalam kehidupannya. Sala satu produk budayanya yaitu Folklor. Folklor adalah bagian dari budaya yang bersifat lisan. Folklor terbagi menjadi tiga yaitu folklor lisan, folklor setengah lisan dan folklor non-lisan.

Folklor yang bersifat lisan sangat erat dengan kebudayaan yang hidup di dalam suku Sunda, hal ini dikarenakan tradisi lisan yang hidup lebih dulu dari tradisi tulis di dalam perkembangan budaya tanah Sunda. budaya masyarakatnya terhadap tradisi lisan terbukti dengan adanya karya-karya peninggalan sejarah yang cenderung lisan seperti pupuh, carita pantun, pamali, dongeng, wawacan, dan lain sebagainya (Widiastuti, 2015).

Dalam penelitian ini penulis meneliti salahsatu produk budaya yaitu pamali. Pamali merupakan salasatu produk folklor setengah lisan dalam bentuk kepercayaan masayarakat. Pamali adalah sering dianggap tabu oleh sebagian masyarakatnya, sering pula masyarakat menganggap pamali sebagai mitos atau sebatas warisan leluhur. Menurut Danadibrat, pamali adalah sebagai suatu larangan yang jika dilarang akan mendatangkan celaka. Dalam beberapa pembahasan pamali juga berperan sebagai aturan-aturan masyarakatnya hususnya masyarakat Sunda yang mengatur segala pola hidup masyarakatnya diluar kepercayaan masyarakat terhadap agama (Widiastuti, 2015)

Tentu ada alasan dibalik pamali yang para leluhur ajarkan dan percayai itu. Alasan itu bisa merupakan hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai norma dan etikasupaya menuntun ke arah yang benar dan baik. Kadang-kadang kata pamali jauh lebih ampuh dibanding dengan hukum atau aturan undang-undang. Jika ditelusuri dibalik kata pamali, memamg ada pesa-pesan moral yang terkandung didalamnya.

Pamali pada masyarakat Sunda sering digunakan oleh para orang tua mengajarkan norma, etika dan pendidikan terhadap anak melalui pamali tersebut. Sebagai contoh �ulah nambihan sangu deui lamun aya keneh sangu dina piring� yang berarti katanya nanti bakal mempunyai anak tiri. Dalam segi etika, pamali tersebut mengajarkan bahwa jangan menambah makan sebelum makanan tersebut habis, agar tidak kelihatan rakus yang berlebihan (israf).

Contoh lainnya adalah �ulah nyesakeun sangu dina piring�, yang berarti nanti bakal tidak punya sawah. Dalam segi etika dan norma dengan memahami pamali tersebut, saat makan harus menghabiskan makanan tersebut jangan sampai tersisa agara makanan tersebut tidak mubazir. Dalam segi adat dan kepercayaan, untuk tidak menyisakan nasi setelah makan adalah untuk menghormati dewi �Sri Pohaci� yaitu dewi pemberi hasil alam di masyarakat Sunda. Dialektika ini merupakan nasihat-nasihat yang tidak boleh dilakukan dan sudah menjadi norma budaya yang mengikatbagi seluruh masyarakat Sunda (Saefullah, 2013).

Dari fenomena di atas penyusun merasa tertarik untuk membahas fenomena pamali, terutama dalam kaitannya dengan sebuah metode untuk menyebarkan nilai-nilai dakwah kepada masyarakat, karena nyatanya masyarkat lebih takut melanggar pamali, daripada melanggar norma, undang-undang, bahkan aturan agama sekalipun. Maka, oleh sebab itulah penyusun mengambil judul �Dialektika Budaya Sunda dan Nilai-nilai Islam (Studi atas Nilai-nilai Dakwah dalam Budaya Pamali di Tatar Sunda)� guna meneliti nilai-nilai dakwah yang berada dalam budaya pamali, sehingga kiranya dapat diambil beberapa rumusan masalah: 1) apa yang dimaksud dengan dialektika budaya Sunda dan nilai-nilai islam? 2) Apa yang dimaksud budaya dengan pamali? 3) Apa pesan dakwah dibalik budaya pamali itu?.

 

Metode Penelitian

Analisis isi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari isi. Analisis isi ditujukan untuk untuk mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak, dan dilakukan secara objektif, valid, reliabel, dan dapat direplikasi (Eriyanto, 2015).

Di sini peneliti bermaksud untuk mengidentifikasi isi pesan dari budaya pamali di tatar Sunda, yang kemudian isi pesan pamali itu ditinjau dari segi nilai-nilai dakwah.

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka (Library Research) yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, melainkan melalui beberapa buku, dapat berupa buku-buku, majalah-majalah, dan jurnal-jurnal. Serta melakukan wawancara intens dengan tokoh budaya Sunda, dan da�i. Yang menjadi data primer atau sumber data utama dalam penelitian ini adalah karya-karya yang membicarakan tentang masyarakat sunda dan kebudayaannya, serta nilai-nilai keislaman. Kaitannya dengan penelitaian ini penulis mencari bahan lain yang berhubungan dengan pokok pembahasan yaitu berkenaan dengan budaya pamali, mitos, dan tentang dakwah.

 

Hasil dan Pembahasan

A.     Pamali di tatar Sunda����

Dalam pengajaran adat kepada masyarakatnya (Sunda) bisa belajar dengan percaya kepada nasihat orang tua, guru atau ratu, mereka mengajar ke jalan yang baik untuk menghindari sesuatu yang mengakibatkan kecelakaan, atau akan menimbulkan dosa, durhaka, atau kutukan. Oleh karena itu, kalau orang sengaja berbuat kecelakaan, orang itu akan disebut kurang ajar melanggar nasihat orang tua, atau durhaka, terkutuk oleh orang yang menasehatinya (Mustapa, 2010).

Dalam pengajaran adat itu, yang berhak mengajarinya adalah orang yang lebih tua umurnya daripada yang diajari karena banyak pengalamannya. Ada hubungan saudara atau keluarga yang masihg dekat. Karena itu, segala perbuatan harus sesuai dengan caranya. Terkadang ada juga tang pengajarannya itu diatur oleh perbuatan dirinya sendiri, perbuatan yang menjadi contoh kebaikan. Perbuatan tersebut akan diikuti oleh keturunannya yang lebih muda, yaitu jalan yang dipercaya dan dapat dijadikan contoh (Mustapa, 2010).

Kadang-kadang memberi nasihat dengan jalan menceritakan para leluhur dan menakut-nakuti dengan sesuatu yang mungkin menakutkan, dibujuk dengan sesuatu yang menarik hati mungkin akan lebih melekat dalam hatinya dan bertambah kepercayaan. Cukup dengan perkataan: �jangan melakukan sesuatu yang diangap pamali.�

Si anak itu bertanya: �Mengapa?��

Jawab orang tua: �Pamali� (tabu).

Anak itu bertanya lagi: �Apa sih akibatnya?�

Kalau anak itu memaksa menanyakan akibatnya, orang tua menjawabnya sambil membentak, �Akibatnya bakal mati di perantauan.�

B.     Analisis Isi (Content Analysys)

Dalam menganalisis pesan-pesan yang terdapat dalam pamali ini, penulis menggunakan metode Content Analysys. Dalam buku Eriyanto berjudul Analisis Isi, Barelson menyebutkan bahwa analisi isi adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis, dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest). Secara umum, analisis isi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari isi (Eriyanto, 2015).

Salah satu ciri penting dari analisis isi adalah objektif. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Peneitian ini menghilangkan bias, keberpihakan, atau kecenderungan tertentu dari peneliti. Anaisis isi memang menggunakan manuia (human), tetapi ini harus dibatasi sedemikian rupa sehingga subjektivitas ini tidak muncul. Hasil dari analisis isi adalah benar-benar mencerminkan isi dari suatu teks, dan bukan akibat dari subjektivitas (keinginan, bias, atau kecenderungan tertentu) dari peneliti (Eriyanto, 2015).

Selain objektif, juga harus sistematis. Sistematis ini bermakna, semua tahap dan proses penelitian telah dirumuskan secara jelas, dan sistematis. Dalam buku Eriyanto ini, diambul sebuah ilusttrasi penelitian mengenai sampul majalah wanita. Dalam contoh ini peneliti ingin mengetahui, tema apa yang menjadi topik utama dan dijual dalam sampul majalah wanita tersebut. Maka, penelitian ini disebut sistematis jika peneliti menggunakan definisi yang sama untuk semua bahan yang akan dianalisis. Penelitian juga meneliti bahan yang sama. Dal;am contoh itu, meneliti sampul majalah wanita, maka disini penulis pun meneliti bahan yang sama yakni teks-teks pamali di tatar Sunda (Eriyanto, 2015).

Ciri lain dari analisis isi yaitu ditujukan untuk membuat perangkuman/ summarizing. Analisis isi umumnya dibuat untuk membuat gambaran umum karakteristik isi/ pesan. Analisis isi dapat dikategorikan sebagai penelitian yang bertipe nomotetik yang ditujukan untuk membuat generalisasi dari pesan, dan bukan penelitian jenis idhiographic yang umumnya bertujuan membuat gambaran detail suatu fenomena (Eriyanto, 2015).

Analisis isi banyak dipakai untuk menggambarkan karakteristik dari suatu pesan. Dalam bahasa Holisti (1969: 28), analisis isi ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, �what, to whom, dan how� dari suatu proses komunikasi. Pertanyaan �what� berkaitan dengan penggunaan analaisis isi untuk menjawab pertanyaan mengenai apa isi dari suatu pesan, tren, dan perbedaan pesan dari komunikator yang berbeda. Pertanyaan �to whom� dipakai untuk menguji hipotesis mengenai isi pesan yang ditujukan untuk khalayak yang berbeda. Seentara �how� terutama berkaitan dengan penggunaan analisis isi untuk menggambarkan bentuk dan teknik-teknik pesan (misalnya, persuasi) (Eriyanto, 2015). Maka di sini penulis menggunaan metode analisis isi untuk mengupas pesan yang terdapat di dalam pamali khususnya tentang nilai-nilai dakwahnya.

C.     Makna dalam contoh-contoh Pamali

Dalam menemukan makna dibalik pamali, maka penulsi berdiskusi dengan beberapa orang tua yang memang dulu hidupnya begitu kental dengan kearifan lokal. Dalam hasil diskusi itu terdapatlah makna-makna pamali yang menurut penulis objektif .

1.      Ulah diangir sore-sore, matak maot di pangumbaraan. Maksudnya ini menunjukan waktu yang tanggung untuk berkeramas pada sore hari. Hal ini berkaitan dengan suhu udara sore hari yang mana merupakan peralihan antara siang menuju malam, yang apabila berkeramas pada waktu itu rentan terkena penyakit, yang kemudian sankinya berupa mati di perantauan itu menjadikan bahwa ketika badan menjadi rentan penyakit maka ketika bepergian/ merantau badan akan mudah sakit dan bisa saja meninggal.

2.      Ulah ditiung ranggap, matak kotokeun. Maksudnya, hal ini berkaitan dengan ke mubadziran dalam hal pakaian. Karena untuk apa memakai kerudung rangkap sampai dua, bukankah satu saja sudah cukup. Maka sanksinya berupa kotokeum (kurang awas pandangan) karena memakai dua kerudung sekaligus.

3.      Ulah diuk dina meja, matak loba hutang. Maksudnya, ini berkaitan dengan hal kedisiplinan dalam diri, larangan dilarang duduk di atas meja yang pertama karena meja itu bukan tempat duduk, dan jika di duduki tentu akan rusak. Oleh sebab itu sanksi berupa banyak utang itu karena memperbaiki meja memerlukan seuah biaya, kalau tidak puya maka jalan untuk memperbaikinya yakni berhutang.

4.      Ulah diuk dina nyiru, matak unggah balewatangan. Maksudnya, larangan ini berkaitan dengan kesopanan, nyiru yang berupa kata benda ini di urang Sunda digunakan sebagai tempat menjemur makanan berupa kerupuk mentah, nah jika di duduki maka tentu bukan hal yang semestimya. Maka sanskinya berupa unggah balewatangan yang artinya banyak tudingan atau fitnah bila melakukan duduk di atas nyirum karena hal itu tidak pantas.

5.      Ulah gunta-ganti tobas (piring alas), matak loba dunungan. Maksudnya tentu jika kita makan banyak mengganti piring akibatnya akan banyak piring atau wadah yang kotor dan menyebabkan banyaknya piring yang harus dicuci, hal ini seolah-olah seperti banyak majian yang menyuruh membersihkan banyak wadah. Maka cukup saja satu piring / wadah jika hendak makan.

6.      Ulah heheotan di imah, matak teu boga uyah. Maksudnya larangan ini karena berkaitan dengan etika di dalam rumah. Bersiul di dalam rumah tentu bisa menganggu orang yang berada di rumah karena bersik. Ada juga maksudnya bila bersiul itu seperti orang yang penganguran, maka sanksinya tidak punya garam, karena yang menganggur itu membeli garam pun sulit karena tidak ada uang.

7.      Ulah heheotan ti peuting, mayak disampeurkeun urang urang keuweung. Hal ini sama dengan yang di atas, bersiul malam hari pun dapat menganggu orang yang waktunya sedang istirahat, tentu berkaitan dengan etika. Maka sanskinya ditakuti dengan apabila bersiul malam hari akan diikuti suara siulannya oleh hantu.

8.      Ulah ka cai magrib, matak katerap panyakit. Maksudnya larangan ini adalah karena mandi di waktu maghrib itu rentan terkena penyakit, karena suhu cuaca magrhrib merupakan peralihan dari siang menuju malam.

9.      Ulah lalangkarakan di buruan, matak katinggang baliung. Maksud larangan ini adalah berkaitan dengan etika. Lalangkarakan yang artinya tiduran di halaman tentu akan menghalangi orang yang lewat. Maka sankisnya akan terkena atau tertindih baliung.

10.  Ulah mandi kurang lantis, matak dipacok oray. Maksud larangan ini adalah berkaitan dengan kebersihan diri, jika kita mandi kurang lantis atau kurang bersih, maka ditakuti akan dipatuk ular. Hal ini mengakarkan kita untuk menjaga kebersihan badan.

11.  Ulah mere ketan ka budak, matak cadel. Maksud larangan ini berkaitan dengan kedisiplinan dalam memerikan makanan kepada anak. Karena ketan itu bersifat lengket, maka ditakutkan si anak aka sakit perut dan panas di lidah. Maka sankinya ditakuti dengan bisi cadel, karena lidah panas mengakibatkan tidak bisa menyebut huruf R.

12.  Ulah meleum sapu panjaraan, matak tiiseun. Larangan ini maksudnya jika membakar sapu panjaraan atau sapu yang biasa dipakai untuk bersih-bersih, berakibat tiiseun atau sepi. Hal itu dikarenakan tidak ada yang membersihakan karena sapunya tidak ada, dan mengakibatkan halaman atau suatu tempat menjadi bala oleh sampah, dedauan, dan lain sebagainya. Hal demikian menyebabkan menjadi tiieun atau sepi.

13.  Ulah meleum suluh ti puhuna, matak malarat pakokolot. Maksud dari larangan ini berkaitan dengan ke mubadziran. Karena meleum suluh ti puhuna artinya membakar suluh dari bagian yang besarnya lebih dulu hal ini berkaitan dengan tungku yang memasak berbagai makanan, maka jika meleum suluhna banyak maka banyak pula makanan yang dimasak bahkan bisa menjadi mubadzir. Maka, makanan pun akan terbuang percuma yang megakibatkan melarat sampai tua.

14.  Ulah muruy (ngeunteung kana cai) dina sumur, matak titeuluem. Maksud larangan ini adalah larangan untuk tidak boleh main-main di sumur timba karena bukan tempat bermain, maka jika melanggar akan terperosok ke dalam sumur.

15.  Ulah nanggeuhkeun gulungan samak, matak gering-saimah-imah. Maksud larangan inu adalah harus menunda samak atau tikar di tempat yang aman, karena jika di simpan di asal tempat dan disimpannya berdiri hal itu bisa saja menimpa orang yang berada di dekatnya dan membuat orang seisi rumah panik.

16.  Ulah nangkarak dina taneuh, matak dilengkahan jurig. Maksud larangan ini berakitan dengan kebersihan dan etika. Karena untuk apa ngkarak atau tiduran di atas tanah, karena mengakibatkan kotor dan menghalangi jalan. Maka sanksinya ditakuti berupa dilewati oleh hantu.

17.  Ulah nangtang angin gede, matak ngabuang sorangan. Maksud larangan ini adalah jangan sombong dan takabur. Apalagi seolah menantang angin besar, karena jika menantang angin besar tentu orang lain akan lari ketakutan dan membuat orang yang menantang menjadi sendirian.

18.  Ulah neker gandawasi deukeut seuneu, matak malarat. Maksud dari larangan ini adalah jangan asal meneker atau menyepak benda dekat api, karena akan mengakibatkan melarat yakni kebakaran. Maka haruslah berhati-hati.

19.  Ulah nenjokeun nu ngising, matak totos seeng. Maksud dari laranga ini berkaitan dengan etika. Karena nenjokeun atau memperlihatkan yang sedang BAB itu tidak sopan dan jijik.

20.  Ulah nepakan tonggong, matak liar cacing. Maksud dari larangan ini adalah bahaya apabila menepuk-nepuk punggung, karena dapat mengakibatkan cacingan.

21.  Ulah nenggeul ku sapu, matak jingjingeun. Maksud dari larangan ini adalah jangan memukul dengan sapu, maka akan berakibat kelempreng atau tangan sakit sebelah. Artinaya dalam memukul pun ada etikanya.

22.  Ulah neuraan ka kolot (miheulaan nyokot dahareun nu lain hancengana), matak sapaherang. Maksud dari larangan ini adalah tidak boleh mendahului yang lebih tua apabila sedang makan bareng. Karena berkaitan dengan adab dan kesopanan.

23.  Ulah ngageberan seuneu, matak katarik perkara. Maksud dari larangan ini adalah kita tidak boleh ikut campur dalam hal yang sedang panas atau emosi, karena kita bisa saja ikutan celaka. Maka tidak boleh sembarangan ikut campur.

24.  Ulah ngadekan tihang, matak katideresa. Maksud dari larangan ini adalah kita tidak boleh sembarang memotong tiang atau semisalnya karena akan membahayakan.

25.  Ulah ngadiukan bantal, matak bisul. Maksud dari larangan ini adalah dalam hal etika, karena sejatinya bantal itu untuk kepala bukan untuk pantat.

26.  Ulah ngadiukan songsong, matak kabolosan di hareupeun mitoha. Maksud dari larangan ini kita tidak boleh menduduki songsong yaitu alat untuk memperbesar api dengan cara ditiup. Maka akibatnya karena songsong itu berupa kayu gelindingan apabila diduduki akan memutar dan membuat kita jatuh hingga malu seperti malu di hadapan mertua.

27.  Ulah ngaheureuyan bangkong, matak muriang. Maksud dari larangan ini adalah kita tidak boleh menggangu hewan contohnya katak, karena akan mengakibatkan penyakit.

28.  Ulah ngangin dinu lenglang, matak diguyurkeun palung. Maksudnya jangan mencari angin atau ngadem di tempat yang panas, hal itu akan menyebabkan kita malah menjadi pusing. Maka ini berkaitan dengan menjaga kesehatan tubuh.

29.  Ulah ngasah dina pijalaneun, matak geregeseun (pijaheut). Maksud dari larangan ini adalah kita tidak boleh sembarangan mengasah perkakas karena bisa saja menghalangi jalan orang lain atau dapat mengakibatkan celaka.

30.  Ulah ngawur-ngawur uyah, matak nyeri tuur. Maksud dari larangan ini adalah mubadzir apabila menghambur-hamburkan garam, apalagi ketika membersihkannya akan lama dan mengakibatkan lutut sakit.

31.  Ulah ngebutkeun buuk di cai, matak dipikabogoh ku jurig. Maksudnya yaitu berkaitan dengan kebersihan badan yakni rambut. Karena mengebutkan rambut ke air itu jorok. Oleh karena itu ditakuti dengan dicintai oleh hantu.

32.  Ulah ngepuk ku baju, matak kurap. Larangan ini berkaitan dengan kebersihan. Karena bisa saja ketika kita mengepukan baju ke badan kita, bajunya kotor hingga mengakibatkan kurap. Maka hendaklah menjaga kebersihan badan dengan tidak boleh sembarangan dalam membersihkannya.

33.  Ulah ngiihan ruhak, matak nyeri kiih. Maksud dari larangan ini berkaitan dengan hal kebersihan diri dan lingkungan. Untuk apa mengencingi dahak, itu mengakibatkan jijik dan kotor dan penyakit.

34.  Ulah ngising ngarendeng, matak parebut anak. Maksud dari larangan ini adalah berkaitan dengan kebersihan, karena apabila BAB bareng dan berdekatan maka akan berebut air.

35.  Ulah ngising nyanghareup ka hilir, matak guntur. Larangan ini masih sama yakni berkaitan dalam kebersihan. Karena apabila BAB mengadap ke hilir/ bawah menuruti aliran sungai, akan mengotori yang berada di hilir.

36.  Ulah noong kana bilik, matak tungguruwiseun. Maksud dari larangan ini adalah apabila kita mengintip ke dalam bilik akan berbahaya bagi mata kita karena bilik itu tajam.

37.  Ulah nulungan bancet ku oray, matak incok. Maksud dari larangan ini adalah berkaitan dengan keseimbangan dan kesesuain. Ulah nulungan bancet ku oray maksudnya jangan yang lemah malah menolong yang kuatatau yang kecil menolong yang lebih besar.

38.  Ulah nyengseurikeun nu hitut, matak malarat. Maksudnya kita tidak boleh menertwakan yang kentut aatau menertawakan yang sedang melakukan yang membuat orang itu malu. Karena dapat membuat orang itu malu oleh kita. Intinyatidak boleh menertawakn orang lain.

39.  Ulah nyician cangkir pinuh teuing, matak dikulak deungeun. Maksud larangan ini adalah kita jangan menuangkan air terlalu penuh, karena akan mubadzir air dan tumpah.

40.  Ulah nyiduh sisi hawu, matak loba anak. Maksud larangan ini adalah dalam hal kebersihan, karena bila kita meludah dekat tungku maka akan basah dan mengakibatkan muncul banyak belatung.

41.  Ulah nyieun buburonan, matak dipentaan nyawa. Maksudnya jangan mencari masalah yang mengakibatkan kita dicari banyak orang.

42.  Ulah resep mencrong seuneu, matak jadi saksi padu. Maksudnya jangan ikut-ikutan melihat situasi yang sedang panas atau masalah, atau kita akan terbawa menjadi saksi.

43.  Ulah resep tatakolan, matak diturutan jurig. Maksud dari larangan ini adalah berkaitan dengan adab. Karena suka memukul-mukul benda hingga berbunyi akan meganggu orang lain.

44.  Ulah sapake jeung kolot, matak sapaherang. Maksudnya tidak pantas bila satu pakai dengan orang tua. Karena orang tua dan anak ada bagiannya masing-masing.

45.  Ulah sila dina taneuh, matak beak panghareupan. Maksudnya adalah bila duduk sila di atas tanah itu seperi melamun seolah habis harapan. Dan juga mengakibatkan kotor.

46.  Ulah sok miceun buuk gagabah, matak keuna ku wisaya. Maksudnya tidak boleh membuang sesuatu dengan sembarangan, karena bisa dituduh oleh orang lain.

47.  Ulah sok ngahurun balung, matak loba kabingung. Maksudnya jangan banyak melamun, lebih baik kerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat.

48.  Ulah sok nyebut ngaran kolot, matak hapa hui. Maksud dari larangan ini adalah tidak sopan dan tidak beradab, bila menyebut nama langsung kepafa orang tua.

49.  Ulah sok nyiduhan, matak jadi aul. Maksudnya adalah berkaitan dengan kesopanan dan ketidak beradaban. Meludah kepada orang lai merupakan hal yang sangat tidak terpuji.

50.  Ulah sok nyoo seuneu, matak gede raheut. Maksudnya jangan main apa yang dapat membahayakan bagi diri kita.

51.  Ulah dahar bari sidengdeng, matak nyorang wiwirang. Maksud dari larangan ini adalah adab ketika makan, tidak boleh sambil sidengdeng atau menggerak-gerakan kaki.

52.  Ulah dahar ceker hayam, matak goreng aksara. Maksud dari larangan ini adalah berkaitan dengan hal makanan yang mana kaki ayam itu ada yang mengatakan bagian yang kotor untuk dikonsumsi.

53.  Ulah dahar dina piring kohok, matak jadi cacah kuricakan. Maksudnya ketika makan gunakanlah piring yang baik jangan yang rusak karena akan membuat nasi berjatuhan dan berantakan. Jadi makan itu harus beradab pula wadahnya.

54.  Ulah dahar endog burung, matak burung kalakuan. Maksudnya adalah mmemakan endog burung itu, memakan telur yang belum jadi, hal itu dapat mengakibatkan penyakit dan menjadi jelek kelakuan. Artinya apa yang kita makan harus selalu di perhatikan gizinya.

55.  Ulah dahar jantung, matak belet. Maksudnya bisa saja makanan itu tidak ada vitaminnya untuk tubuh.

56.  Ulah dahar kakalangkangan, matak begang. Maksud dari larangan ini masih berkaitan dalam adab ketika makan, kita tidak boleh sambil jalan-jalan ketika makan.

57.  Ulah dahar mamaras hayam, matak guranyih. Maksud dari larangan ini kita tidak boleh riya dengan apa yang kita makan.

58.  Ulah dahar mamaras, (bayah sato bangsa manuk), matak loba kasusah. Maksud dari larangan ini adalah terlalu banyak makan sebangsa unggas akan mengakibatkan penyakit. Artinya tidak boleh berlebihan.

59.  Ulah dahar nodong dulang, matak dilebok maung. Maksudnya jangan makan serakah.

60.  Ulah dahar seupan bari, matak limpeuran. Maksudnya jangan makan makanan sisa yang sudah basi akibatnya akan mudah lupa. Artinya kita harus menjaga makanan yang kita konsumsi.

61.  Ulah nginum bari nangtung, matak loba teu dihampura. Maksudnya jangan tidak boleh minum sambil berdiri, akan berakibat air kemana-mana dan memang tidak diperbolehkan.

62.  Ulah nguliat mentas dahar, matak kandulan (pangedulan). Maksudnya tidak pantas apabila makan sambil menggeliat.

63.  Ulah nyocolan paisan, matak ngupat kaperego. Maksudnya bila makan hanya mencocol-cocol saja akan ketahuan bila sedang membicarakan orang lain. Artinya tidak boleh kita membicarakan atau ghibah orang lain.

64.  Ulah sokpipindahan ari keur dahar, matak gunta-ganti salaki/dunungan. Maksudnya jika sudah punya satu barang harus merasa cukup jangan israf.

65.  Ulah sok resep nguah, matak tiis panyarangan. Maksudnya jangan suka makan di wadah yang untuk semua, bisa saja yang lain tidak kebagian.

66.  Ulah ulin sareupna, matak dirawu kalong. Maksudnya karena waktu maghrib itu bukan waktunya untuk main.

67.  Ulah dahar make piring ngarangkep, matak dicandung. Maksudnya makan satu piring saja sudah cukup jangan di rangkap, artinya jangan boros.

68.  Ulah diuk dina lawang panto/ bangbarung, matak nongtot jodo. Maksudnya jangan menghalangi jalan di pintu. Artinya ini berkaitan dengan etika.

69.  Ulah make baju ngaleleke, matak teu boga anak. Maksud dari larangan ini adalah etika ketika berpakaian, jangan memakai baju yang rusak, tapi yang baik dan sopan.

70.  Ulah ngadahar buah urut kalong, matak rodek susu. Maksud dari pesan ini adalah tidak baik memakan makanan bekas hewan.

71.  Ulah sok nyeupah hareupeun semah, matak saresehan (hed keur pangantenan). Maksudnya tidak sopan apabila nyeupah di hadapan tamu. Harus menjaga sopan santun.

72.  Ulah sok nyoo beas, matak dilaki kuda (digadabag ku dahuan) atawa matak dijual. Maksudnya karena beras itu bukan mainan, melainkan untuk dikonsumsi.

73.  Ulah teu babawaan lamun ka cai, matak teu dibawakeun nanaon ku pisalakieun. Maksudnya apabila hendak ke kamar mandi, haruslah sambil memersihkan yang lain agar bersih dan tidak kotor.

74.  Ulah ditiung ku baju, matak hese ngalahirkeun. Maksudnya hal ini adalah bukan semsetinya baju dipakai menjadi kerudung. Segala sesuatu harus dipakai pada tempatnya.

75.  Ulah lila-lila di cai, matak kalenger. Maksudnya jangan terlalu lama di kamar mandi, karena bisa jadi yang lainpun akan ke kamar mandi.

76.  Ulah ngalengkahan songsong, matak ngalahirkeun sungsang. Maksudnya harus hati-hati dalam berjalan takutnya terjatuh (untuk ibu hamil).

77.  Ulah nginum notor kendi, matak genteng beuheung budak. Maksudnya ketika minum itu harus memakai gelas jangan di totor langsung. Ini berkaitan dengan adab minum.

78.  Ulah sare teu make bantal, matak hese ngalahirkeun. Maksudnya ketuka tidur pun harus diperhatikan, karena waktunya bersitirahat.

79.  Ulah ngadahar nu haseum-haseum nalika panon poe geus surup, matak ditingalkeun maot ku indung. Maksudnya dalam mengkonsumsi makanan pun harus diperhatikan waktunya.

80.  Ulah ngahina kanu jadi kolot, matak durhaka. Maksudnya harus hormat kepada orang tua.

81.  Ulah ngalengkahan pare, matak meunang panyakit ti setan. Maksudnya jangan melewati padi, karena bila tidak hati-hati akan terluka karena tajam.

82.  Ulah sok luluncatan atawa turun rurusuan, matak cilaka ku pamolah sorangan. Maksudnya harus berhati-hati demgan perbuatan sendiri.

D.    Nilai-Nilai Dakwah dalam Pamali

Al-Qur�an memuat segala nilai yang ditetapkan oleh Allah SWT dan merupakan nilai-nilai resmi dari-Nya. Tetapi ada dua seumber nilai yang dapat dijadikan landasan. Pertama, nilai Ilahi, yakni nilai ini sudah tentu bersumber dari al-Qur�an dan as-Sunnah. Kedua, nilai Duniawi, yakni nilai ini bersumber dari ra�yu, adat istiadat, dan kenyataan alam.

����������� Dalam pembahasan ini penulis mengambil nilai duniawi sebagai sumber untuk menentukan nilai khusunya dalam berdakwah. Yakni nilai duniawi berupa adat istiadat yang telah mengakar dalam budaya Sunda, yakni pamali. Nilai dakwah merupakan substansi atau isi berupa pesan-pesan yang harus disampaikan. Karena, dakwah merupakan ajakan atau seruan kepada hal yang baik atau benar. Dalam landasan teoritis, penulis menuliskan tiga pokok nilai dakwah, yakni:

1.      Nilai Aqidah

Pamali

Nilai Dakwah

-         Ulah sok ngahurun balung, matak loba kabingung.

-         Ulah sila dina taneuh, matak beak panghareupan.

Pamali ini memuat harus yakin akan taqdir Allah.

 

2.      Nilai Akhlak

Pamali

Nilai Dakwah

-            Ulah diuk dina meja, matak loba hutang.

-            Ulah diuk dina nyiru, matak unggah balewatangan.

Pamali ini berkaitan dengan etika dan adab. Karena duduk itu ada tempatnya. Maka pamali ini memuat nilai akhlak dalam hal etika.

-            Ulah heheotan di imah, matak teu boga uyah.

-            Ulah heheotan ti peuting, mayak disampeurkeun urang urang keuweung.

Pamali berkaitan dengan etika dan tentunya tatakrama. Karena bersiul di rumah dan pada malam hari itudapat menganggu orang lain.

-            Ulah lalangkarakan di buruan, matak katinggang baliung.

 

 

Pamali ini berkaitan dengan adab dan sopan santun, karena lalangkarankan di halaman dapat mengahalangi jalan orang yang lewat.

-            Ulah lalangkarakan di buruan, matak katinggang baliung.

 

 

Pamali ini berkaitan dengan adab dan sopan santun, karena lalangkarankan di halaman dapat mengahalangi jalan orang yang lewat.

-            Ulah nanggeuhkeun gulungan samak, matak gering-saimah-imah.

Pamali ini berkaitan dengan bahwa kita harus menyimpan sesuatu pada tempatnya artinya harus disiplin.

-            Ulah neker gandawasi deukeut seuneu, matak malarat.

Pamali ini memuat nilai bahwa kita harus berhati-hati dalam melakuakn suatu perbuatan karena setiap perbuatan ada balasannya.

-            Ulah nenjokeun nu ngising, matak totos seeng

Pamali ini memmuat nilai tentang kesopanan dan menjaga etika kebersihan.

-            Ulah neuraan ka kolot (miheulaan nyokot dahareun nu lain hancengana), matak sapaherang.

Pamali ini memuat tentang sopan santun kepada orang tua.

-            Ulah nenggeul ku sapu, matak jingjingeun.

Pamali ini memuat bahwa dalam memukul itu mengandung nilai mendidik. Jangan asal memukul.

-            Ulah ngadekan tihang, matak katideresa.

Pamali ini memuat nilai bahwa jangan asal melakukan suatu perbuatan karena akan ada akibatnya. Jadi harus berhati-hati.

-            Ulah ngadiukan bantal, matak bisul.

-            Ulah ngadiukan songsong, matak kabolosan di hareupeun mitoha.

Pamali ini memuat nilai etika bahwa duduk itu harus pada tempatnya.

-            Ulah ngasah dina pijalaneun, matak geregeseun (pijaheut).

Pamali ini memuat nilai etika bahwa sesuatu harus pada tempatnya.

-            Ulah noong kana bilik, matak tungguruwiseun.

Pamali ini memuat nilai adab kesopanan bahwa mengintip itu tidak baik.

-            Ulah nulungan bancet ku oray, matak incok.

Pamali ini memuat nilai keseimbangan dan adil.

-            Ulah nyengseurikeun nu hitut, matak malarat.

Pamali ini memuat nilai tidak boleh membuat orang lain melarat.

-            Ulah resep mencrong seuneu, matak jadi saksi padu.

Pamali ini memuat nilai tidak boleh sembarangan ikut campur masalah orang lain.

-            Ulah resep tatakolan, matak diturutan jurig.

Pamali ini memuat nilai kesopanan dan etika. Karena memukul-mukul benda yang bersuara dapat menganggu orang lain.

-            Ulah sapake jeung kolot, matak sapaherang.

Pamali ini memuat tentang adil, bahwa semua itu ada bagiannya masing-masing

-            Ulah sok miceun buuk gagabah, matak keuna ku wisaya.

Pamali ini memat nilai tentang kebersihan dan kesopaan terhadap orang lain/ tetanga.

-            Ulah sok nyebut ngaran kolot, matak hapa hui.

Pamali ini memuat harus sopan kepada yang menjadi orang tua.

-            Ulah sok nyiduhan, matak jadi aul.

Pamali ini memuat nilai kesopanan dan tatakrama kepada sesama dan lingkungan.

-            Ulah sok nyoo seuneu, matak gede raheut.

 

Pamali ini memuat nilai jangan melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri.

-            Ulah dahar bari sidengdeng, matak nyorang wiwirang.

-            Ulah dahar dina piring kohok, matak jadi cacah kuricakan.

-            Ulah dahar kakalangkangan, matak begang.

-            Ulah dahar nodong dulang, matak dilebok maung.

-            Ulah nguliat mentas dahar, matak kandulan (pangedulan).

-             

Pamali ini memuat nilai adab ketika makan.

-            Ulah dahar mamaras hayam, matak guranyih.

Pamali ini memuat nilai jangan riya terhadap apa yang kita makan.

-            Ulah nyocolan paisan, matak ngupat kaperego.

Pamali ini memuat tidak boleh ghibah.

-            Ulah sok resep nguah, matak tiis panyarangan.

Pamali ini memuat nilai jangan serakah.

-            Ulah diuk dina lawang panto/ bangbarung, matak nongtot jodo.

Pamali ini memat nilai tentang etika jangan menghalangi jalan.

-            Ulah sok nyeupah hareupeun semah, matak saresehan (hed keur pangantenan).

Pamali ini memuat nilai tentang tatakrama di hadapan tamu.

-            Ulah lila-lila di cai, matak kalenger.

Pamali inimemuat nilai tentang adab ketika di kamar mandi

-            Ulah nginum notor kendi, matak genteng beuheung budak.

Pamali ini memuat nilai adab ketika minum harus pada tempatnya.

-            Ulah ngahina kanu jadi kolot, matak durhaka.

Pamali ini memuat nilai kesopanan kepada orang tua.

-            Ulah ngalengkahan pare, matak meunang panyakit ti setan.

Pamali ini memuat nilai harus berhati-hati dalm berjalan, khusunya ibu hamil.

-            Ulah sok luluncatan atawa turun rurusuan, matak cilaka ku pamolah sorangan.

Pamali ini memuat nilai harus berhati-hati dengan peruatan sendiri

 

3.      Nilai Syariah

Pamali

Nilai Dakwah

-            Ulah diangir sore-sore, matak maot di pangumbaraan.

Pamali ini memuat nilai waktu syar�i untuk keramas dan bepergian.

-            Ulah ditiung ranggap, matak kotokeun.

Pamali ini memuat nilai jangan mubadzir memakai pakaian.

-            Ulah gunta-ganti tobas (piring alas), matak loba dunungan.

Pamali ini memuat nilai jangan mubadzir dalam pemakaian barang.

-            Ulah ka cai magrib, matak katerap panyakit.

 

Pamali ini memuat nilai syari dalam membersihkan badan karena ada waktu yang lebih di syariatkan, yaitu pagi.

-            Ulah mandi kurang lantis, matak dipacok oray

Pamali ini memuat nilai harus menjaga kebersihan badan.

-            Ulah mere ketan ka budak, matak cadel.

Pamali ini memuat nilai bahwa memberi asupan makan itu ada syariatnya.

-            Ulah meleum sapu panjaraan, matak tiiseun.

 

Pamali ini memuat nilai tentang pentingnya menjaga kebersihan. Karena bila sapunya di bakar, lingkungan akan menjadi berantakan dan terlihat sepi.

-            Ulah meleum suluh ti puhuna, matak malarat pakokolot.

Pamali ini memuat pesan jangan mubadzir dalam hal makanan.

-            Ulah muruy (ngeunteung kana cai) dina sumur, matak titeuluem.

Pamali ini memuat nilai bahwa sumur itu bukan tempat untuk bercermin. Ada tempatnya.

-            Ulah nangtang angin gede, matak ngabuang sorangan.

Pamali ini memuat nilai jangan sombong/ takabur dengan alam.

-            Ulah nepakan tonggong, matak liar cacing.

Pamali ini memuat nilai harus sayang kepada diri sendiri, jangan memancing penaykit.

-            Ulah ngageberan seuneu, matak katarik perkara.

Pamali ini memuat nilai jangan ikut campur seenaknya dengan suatu perkara.

-            Ulah ngaheureuyan bangkong, matak muriang.

Pamali ini memuat nilai harus menjaga sesama makhluk Allah.

-            Ulah ngawur-ngawur uyah, matak nyeri tuur.

Pamali ini memuat nilai tidak boleh kita mubadzir.

-            Ulah ngepuk ku baju, matak kurap.

Pamali ini memuat nilai harus menjaga kebersihan pakaian/ rasukan.

-            Ulah ngiihan ruhak, matak nyeri kiih.

-            Ulah ngising ngarendeng, matak parebut anak.

-            Ulah ngising nyanghareup ka hilir, matak guntur.

-            Ulah nyiduh sisi hawu, matak loba anak.

Pamali ini mengajarkan harus menjaga kebersihan.

-            Ulah nyieun buburonan, matak dipentaan nyawa.

Pamali ini memuat nilai harus berbuat baik kepada sesama

-            Ulah dahar ceker hayam, matak goreng aksara.

-            Ulah dahar endog burung, matak burung kalakuan.Ulah dahar jantung, matak belet.

-            Ulah dahar mamaras, (bayahsato bangsa manuk), matak loba kasusah.

-            Ulah dahar seupan bari, matak limpeuran.

Pamali ini memuat nilai harus menjaga kebersihan makanan.

-            Ulah nginum bari nangtung, matak loba teu dihampura.

 

Pamali ini memuat nilai bahwa tidak boleh minum sambil berdiri, karena sesuai syriat Nabi.

-            Ulah sokpipindahan ari keur dahar, matak gunta-ganti salaki/dunungan.

Pamali ini memuat nilai adab ketika makan.

-            Ulah ulin sareupna, matak dirawu kalong.

Pamali ini memuat nilai bahwa maghrib itu waktunta untuk beribadah bukan main.

-            Ulah dahar make piring ngarangkep, matak dicandung.

Pamali ini memuat nilai jangan mubadzir

 

-            Ulah make baju ngaleleke, matak teu boga anak.

Pamali ini memuat nilai adab syari dalam berpakaian.

-            Ulah ngadahar buah urut kalong, matak rodek susu.

Pamali ini memuat pentingnya menjaga kebersihan makanan.

-            Ulah sok nyoo beas, matak dilaki kuda (digadabag ku dahuan) atawa matak dijual..

Pamali ini memuat adab mengurus konsumsi.

-            Ulah teu babawaan lamun ka cai, matak teu dibawakeun nanaon ku pisalakieun.

Pamali ini memuat nilai kebersihan harus diuatamakan.

 

-            Ulah ditiung ku baju, matak hese ngalahirkeun.

Pamali ini memuat nilai harus memaki pakaian dengan semsetinya.

-            Ulah ngalengkahan songsong, matak ngalahirkeun sungsang.

 

Pamali ini memuat nilai kehati-hatian bagi perempuan yang sedang mengandung.

-            Ulah sare teu make bantal, matak hese ngalahirkeun.

Pamali ini memuat nilai memakai sesuatu itu harus sesuai kegunaannya.

-            Ulah ngadahar nu haseum-haseum nalika panon poe geus surup, matak ditingalkeun maot ku indung.

Pamali ini memuat nilai pentingnya memperhatikan asupan makanan bagi tubuh.

-            Ulah ngebutkeun buuk di cai, matak dipikabogoh ku jurig.

Pamali ini memuat nilai kebersihan karena menghindari bagian anggota badan dari hal yang jorok.

-            Ulah nyician cangkir pinuh teuing, matak dikulak deungeun.

Pamali ini memuat nilai tidak boleh mubazir.

 

����������� Setelah digali makna-makna dibalik pamali, maka terdapat nilia-nilai yang tentunya sangat selaras dengan ajaran Islam. Mulai dari segi akhlaq seperti kesopanan, adab, tatakrama, dan perilaku-perilaku yang mengarah kepada akhlaq terpuji. Serta dari segi akidah hanya terdapat dua narasi pamali yang memuat nilai aqidah yakni bahwa kita harus yakin akan takdir yang telah Allah tetapkan. Serta yang ketiga adalah nilai syariah, seperti tidak boleh mubadzir, harus hidup bersih, serta keselarsan hidup dengan manusia dan alam sekitar.

 

Kesimpulan

Ajaran tentang akidah, ibadah, dan akhlak dalam agama Islam sangat sesuai dengan jiwa urang Sunda yang dinamis. Kedua, kebudayaan asal yang menjadi �bungkus� agama Islam adalah kebudayaan timur yang tidak asing bagi urang Sunda. Oleh karena itu, ketika urang Sunda membentuk jati dirinya yang berbarengan dengan proses islmisasi, agam Islam menjadi bagian dari kebudayaan Sunda.

Islam dan Sunda itu jiga gula jeung peueutna, karena dalam kenyataanya perkambangan Islam di tara Sunda sealur dengan local genium masyarakat Sunda itu sendiri. Dalam perkembangannya, Islam lebih mudah betinteraksi dengan sistem ilai yang berlaku saat itu. Karena ciri khas dari agama ini adalah memberikan kebudayaannya berkembang sesuai dinamika. Islam Sunda Islam dapat dikatakan dua-duaning atunggal, dan sepertinya sudah sangat kental satu sama lainnya, sebab dalam beberapa hal ajaran-ajaran atau adat istiadat sinda adalah juga ajaran Islam.

Titik temu antara nilai-nilai Sunda dengan nilai-nilai Islam pada wilayah etika dan tata krama. Sistem muamalah yang diajarkan Islam merupakan realitas empirisnya dalam kehidupan masyarakat Sunda. Apa yang dicita-citakan masyarakat Sunda dengan cageur bageur, someah ka semah, nyaah ka sasama, seirama dengan ajaran Islam. Prinsip-prinsip ulah ngarawu ku siku dalam pemilikan harta dan jabatan, ulah kaleuleuwihi dalam makan dan minum, menemukan kesamaan sengan konsep zuhud dan qonaah dalam khazanah ajaran tasawuf.

Dalam hal dakwah, Islam dan budaya Sunda memiliki pola hubungan dialektika relasional, yakni saling berkaitan dan berintegrasi satu sama lainnya. Salah satu yang menjadi alasan dakwah mudah menyebar di tatar Sunda adalah adanya salah satu produk budaya Sunda yakni pamali, sebagai budaya setengah lisan. Dalam kehidupan masyarakat Sunda, justru kadang masyarakat lebih takut apabila melanggar pamali dari pada melanggar aturan agama. Masyarakat lebih takut akan akibat apabila melanggar pamali dari pada melanggar aturan agama.

Maka penulis meneliti pamali ini untuk dijadikan sebagai salah satu metode dakwah dengan pendekan nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam pamali. Dari hasil penelitian penulis, ada tiga nilai yang terkandung dibalik makna pamali, yaitu akidah, akhlak, dan syariah. Namun, dari ketiga nilai-nilai dakwah itu, ternyata pamali lebih dominan memiliki nilai-nilai akhlak, karena seperti makna lahirnya pamali itu sendiri untuk mengatur kehidupan manusia dengan sesama manusia, dan alam dalam hal adab, etika, dan tata krama. Dan hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mana Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak.

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Eriyanto. (2015). Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=bLo-DwAAQBAJ

 

Kahmad, D. (2000). Sosiologi Agama. Bandung: Rosdakarya 2000.

 

Mariana, M. (2018). PERLINDUNGAN HUKUM ISLAM TERHADAP ISTRI YANG DITUDUH MELAKUKAN ZINA OLEH SUAMI. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(2), 70�81.

 

Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Mustapa, H. H. (2010). Adat Istiadat Sunda, terj. M. Maryati Sastrawijaya. Bandung: Alumni.

 

Saefullah, U. (2013). Dialektika komunikasi, Islam, dan budaya Sunda. Jurnal Penelitian Komunikasi, 16(1), 71�80.

 

Simuh. (2003). Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju.

 

Widiastuti, H. (2015). Pamali dalam Kehidupan Masyarakat Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan (Kajian Semiotik dan Etnopedagogi). LOKABASA, 6(1).