p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN:
2548-1398 |
Vol. 6, No. 3, Maret 2024 |
Tradisi
Peletakan Poster Ayat Al-Quran Pada Rumah Makan Di Sampit Provinsi Kalimantan
Tengah
1Ahmad
Fauziannur, 2Lukman Hakim
1.2Institut Agama
Islam Negeri Palangka Raya, Palangka Raya, Indonesia
email: [email protected] 1,
[email protected]2
Abstrak
Tulisan ini
berawal dari sebuah fenomena menarik yang penulis temukan
yakni hampir seluruh rumah makan yang berada sampit khusunya di rest area
sekitaran jalan trans Kalimantan yang menghubungkan kabupaten Kotawaringin
Timur dan Kota Palangaka Raya memiliki tradisi unik yakni meletakan ayat
al-Qur�an di dinding rumah makan tersebut yang dalam hal ini merupakan bagian
dari study living Qur�an. Dari hasil temuan penelitian diketahui bahwa living
Qur�an yang dilakukan dengan meletaknan ayat al-Qur�an oleh para pemilik rumah
makan tersebut merupakan sebuah bentuk komunikasi trasendental kepada
Allah SWT. Di mana dengan meletakan ayat al- Qur�an tersebut pemilik rumah
makan berharap Allah SWT dapat mencurahkan rahmatnya dan lindungan-Nya pada
keluarga dan tempat usaha yang dimiliki. Living Qur�an yang dilakukan juga
sebagai penegasan identitas diri dari para pemilik rumah makan tersebut sebagai
seorang muslim, dengan tujuan agar para pengunjung mengetahuinya dan dapat
membantu para pengunjung untuk mendapatkan makanan yang halal dan baik dimakan.
Kata Kunci : Tradisi Living Qur'an,
Komunikasi Transendental, Budaya dan Agama Islam di Indonesia
Abstract
This article begins with an interesting phenomenon that the author found, namely that almost all restaurants located in the rest area around the Trans Kalimantan road that connects Kotawaringin Timur district and Palangaka Raya City, have a unique tradition, namely placing verses of the Koran in the walls of the restaurant which in this case is part of the study living Qur'an. From the research findings, it is known that the living Qur'an, which is carried out by restaurant owners placing verses of the Qur'an, is a form of transcendental communication to Allah SWT. Where by placing the verses of the Qur'an, the owner of the restaurant hopes that Allah SWT can bestow His grace and protection on the family and place of business they have. The Living Qur'an is also carried out as an affirmation of the self-identity of the restaurant owners as Muslim, with the aim that visitors know about it and can help visitors get food that is halal and good to eat.
Keywords: Living Qur'an Traditions, Transcendental Communication, Culture and Islam in Indonesia
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan
keragaman budaya, tradisi, dan adat istiadat (Munir, 2021). Setiap daerah memiliki karakteristik
yang berbeda dalam menerapkan nilai-nilai tersebut, yang dipengaruhi oleh
sejarah dan unsur-unsur lainnya (Risdiany &
Dewi, 2021). Oleh karena itu, agama Islam di
Indonesia tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya masyarakatnya. Agama,
dalam pandangan ilmu sosial, merupakan suatu sistem nilai yang mencakup
berbagai konsepsi tentang pembentukan realitas (Nurandriani
& Alghazal, 2022). Oleh karena itu, agama memiliki
peran penting dalam menjelaskan struktur normatif dan sosial, serta dalam
memahami dan menafsirkan segala aktivitas masyarakat, baik yang terkait dengan
adat istiadat maupun kebiasaan, baik dalam hubungan sosial maupun hubungan
antara manusia dengan penciptanya (Kusherdyana,
2020).
Ini menjadikan agama Islam bukan sekadar agama
yang independen dari tradisi atau budaya lokal (Ainiyah &
Mardani, 2019). Sebaliknya, Islam adalah agama
yang dapat menampilkan karakter yang dinamis dan fleksibel dengan budaya-budaya
lokal yang ada dalam masyarakat, asalkan budaya tersebut tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip Islam (Andiko, 2011). Dengan kata lain, kehadiran Islam
tidak secara otomatis menghapus tradisi yang telah menjadi bagian dari
masyarakat. Namun, Islam selalu memperhatikan kelestarian adat dan tradisi
tersebut selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam (Nisa et al.,
2023).
Setiap komunitas memiliki warisan tradisi yang
unik, yang memisahkan mereka dari komunitas lain, dan sebagian besar dari
tradisi ini didasarkan pada kepercayaan spiritual masyarakat (Tumbol &
Wainarisi, 2023). Oleh karena itu, setiap tradisi
yang muncul di tengah-tengah masyarakat dapat dianggap sebagai bentuk
komunikasi yang transendental, baik itu dengan Tuhan Sang Pencipta maupun
dengan hal-hal gaib lainnya (Sabila, 2021).
Istilah "komunikasi transendental"
merupakan konsep baru dalam studi komunikasi yang belum banyak dieksplorasi
oleh para ahli, karena sifatnya yang abstrak dan luar biasa (Hidayat, 2021). Komunikasi transendental adalah
proses berkomunikasi antara individu dengan sesuatu yang bersifat gaib, seperti
Tuhan (Allah), malaikat, Jin, atau iblis (Fauzi &
Hartanti, 2018; Muharom, 2023). Untuk memahami konsep komunikasi
transendental secara alami, kita dapat melihatnya melalui lensa filsafat Islam.
Deddy Mulyana menyatakan bahwa meskipun pembahasan tentang komunikasi ini minim,
namun bentuk komunikasi ini sangat penting bagi manusia karena keberhasilannya
dalam hal ini tidak hanya menentukan nasibnya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Apakah seseorang berhasil atau tidak dalam berinteraksi dengan Tuhan, atau
bagaimana ia diterima di surga nanti, bergantung pada pendekatan dan strategi
komunikasinya (Fauzi &
Hartanti, 2018).
Berkenaan dengan tradisi sebagai wujud
komunikasi trasindental ini, di Indonesia terdapat sebuah tradisi yang
dilakukan hampir oleh seluruh umat Islam bahkan tradisi ini tidak dapat
ditemukan di negara lain, yakni sebuah tradisi menggunakan ayat al-Qur�an yang
ditempelkan di dinding rumah, tuko, rumah makan dan tempat-tempat usaha lainya.
Tradisi ini dilakukan sebagai wujud pengharapan kepada sang maha kuasa agar
dapat memberikan keredaannya melalui pemasangan ayat al-Qur�an tersebut
sehingga makna yang terkandung dalam ayat al-Qur�an tersebut mampu meberikan
berkah tersendiri terhadap dirinya dan usaha yang di lakukan.�
Dalam bidang Pendidikan Islam, praktik seperti
ini dikenal sebagai "living Qur'an" atau "Qur'an yang hidup di
tengah-tengah masyarakat". Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
tradisi living Qur'an ini umum dilakukan oleh hampir semua masyarakat di
Indonesia, termasuk di Kalimantan Tengah. Secara khusus, di jalan trans
Kalimantan yang menghubungkan antara Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kota
Palangka Raya, tradisi living Qur'an ini sangat umum dijumpai. Hal ini
didasarkan pada hasil pengamatan penulis, di mana hampir setiap rumah makan di
sekitar rest area jalan trans Kalimantan yang menghubungkan kedua kabupaten
tersebut menerapkan tradisi living Qur'an ini. Fenomena ini menarik untuk
dipelajari lebih lanjut, terutama dalam konteks studi living Qur'an, agar kita
dapat memahami maksud dan tujuan di balik tindakan para pedagang, khususnya
pemilik rumah makan, yang memasang ayat al-Qur'an di dinding sebagai bagian
dari tradisi living Qur'an. Oleh karena itu, tujuan dari tulisan ini adalah
untuk menyelidiki makna dan tujuan dari pelaksanaan tradisi living Qur'an ini,
dengan fokus pada dimensi komunikasi transendental.
METODE PENELITIAN
Studi
ini merupakan sebuah penelitian lapangan yang menerapkan pendekatan kualitatif.
Menurut Muslimah, dkk, pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan melalui analisis deskriptif. Lebih
lanjut, menurut Abdul Qodir, pendekatan kualitatif dalam mengatasi masalah
penelitian dilakukan dengan cara deskripsi, yakni dengan menceritakan gejala
yang dapat diamati secara langsung, didengar, dirasakan, atau mungkin dirasakan
ketika peneliti berada di lapangan, dan menyampaikannya dengan kata-kata atau
simbol-simbol yang relevan dengan gejala tersebut.
Subjek
penelitian ini adalah pemilik rumah makan yang terletak di sepanjang jalan
trans Kalimantan yang menghubungkan kabupaten Kotawaringin Timur dan Kota
Palangka Raya. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Setelah itu, analisis data dilakukan melalui empat
tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi
data, sedangkan teknik validasi data dilakukan dengan menggunakan teknik
triangulasi sumber dan metode.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komunikasi Trasendental
Berdasarkan hasi penelitian yang penulis
lakukan memperoleh hasil penelitian yang beragam terkait setudi living Qur�an
tersebut, Sebagian besar pedagang menyatakan bahwa tradisi living Qur�an
tersebut adalah sebagai pelaris, yakni dengan menempelkan ayat al-Qur�an
seperti surah yasin, ayat seribu dinar dan lain-lain tersbut, para pedagang
berharap Allah SWT dapat mencurahkan rahmatnya pada tempat usaha yang dimiliki
dan pada akhirnya banyak pengunjung yang mendatangi rumah makan tersebut. Namun
tidak sedikit pemilik rumah makan yang menyatakan bahwa tradisi living Qur�an
tersebut di lakukan sebagi sebuai identitas, untuk menunjukan bahwa pemilik
rumah makan merupakan seorang muslim.
Mengacu pada dua hasil utama dalam penelitian
ini maka dapat dipahami bawa keduanya merupakan sebuah wujud komunikasi yaitu komunikasi
dengan Allah sang maha pencipta dan komunikasi pada sesama manusia yakni
komunikasi terhadap para pembeli. Menurut Palapah, M.O. & Atang, komunikasi
merupakan studi mengenai ekspresi manusia yang menggunakan simbol-simbolnya
yang memiliki arti, baik itu simbol verbal maupun nonverbal. Simbol verbal
adalah bentuk ekspresi yang menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun
tertulis. Sementara itu, simbol nonverbal adalah melalui gerakan tubuh yang
memiliki makna tertentu, seperti senyuman, mengedipkan mata, mengangkat tangan,
dan ekspresi wajah yang berubah. Semua ini adalah cara seseorang untuk
menyampaikan pesan, yang pada dasarnya adalah bentuk komunikasi (Palapah & Syamsudin, 1983).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tradisi living Qur�an yang dilakukan oleh para pemilik rumah makan benar-benar merupakan sebuah wujud komunikasi baik itu komunikasi kepada Allah SWT, yaakni mengharap keberkahan dari ayat yang di tempelkan didinding maupun sebagai sebuah identitas bagi para pedagang yang menunjukan bahwa pedagang adalah seorang muslim. Sehingga dengan meletakan ayat Al-qur�an pedagang berusaha menyampaikan pesan pada para pembeli bahwa dirinya adalah seorang musli, dengan demikian dengan meletakan ayat Al-Qur�an sebagai symbol para pedagang telah berusaha untuk memastikan bahwa penerima komunikasi yakni pembeli dapat memahami pesan yang disampaikan.
Jika
di tinjau lebih jauh lagi komunikasi yang terjadi pada kegiatan living kuran
tersebut dapat di golongkan pada jenis komunikasi nonverbal. Komunikasi
nonverbal sebuah komunikasi yang bentuk prilaku atau kegiatan manusia yang
langsung dapat dilihat atau diamati oleh orang lain, komunikasi nonverbal
mengandung informasi yang dikirimkan oleh pelaku komunikasi yang hanya dapat
dipahami oleh penerima komunikasi dengan hanya melihatnya (Bilo & Harefa, 2019). Lebih lanjut dapat dipahami bahwa komunikasi nonverbal
adalah sebuah bentuk komunikasi tanpa menggunakan kata-kata dari pelaku
komunikasi. Sehingga pesan yang disampaikan melalu komuniasi nonverbal adalah
pesan yang tidak memuat kata-kata dalam pesan tersebut baik itu berupa kata,
ucapan, kalimat lisan maupun tulisan. Pesan nonverbal berupa isyarat, simbol,
lambang yang dikirim oleh seseorang kepada orang lain, pesan tersebut dapat
berupa isyarat menggunakan suara (vocal) ataupun pedan tanpa suara (nonvocal).
Hal
ini tentunya sangat sangat sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa dalam
peletakan ayat al-Quran yang dilakukan para pedagang bertujuan untuk
mengirimkan pesan pada para pengunjung yang menegaskan identitas para pedagang
itu sendiri sebagai seorang muslim. Disamping itu pelaksanaan living Quran ini
juga bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada sang maha kuasa dengan harapan
bahwa sang maha kuasa memberikan keberkahan pada usaha yang dilakukan memaluli
ayat yang al-Quran tersebut. Dari sisi komunikasi, komunikasi seperti ini
termasuk kedalam komuniksi trasendental yaitu sebuah komunikasi yang melibatkan
manusia dengan Tuhannya (Mulyana, 2001a).
Padje
memberikan definisi komunikasi transendental sebagai suatu bentuk komunikasi
yang ditujukan kepada sesuatu yang bersifat gaib, khususnya komunikasi dengan
Tuhan. Pengertian "gaib" di sini merujuk pada segala hal yang
memiliki karakteristik supernatural, metafisik, atau merupakan realitas yang
tidak dapat dijelaskan semata-mata dengan pengetahuan dunia ini. Manifestasi
dari hal gaib yang dimaksud di sini adalah Tuhan atau entitas lain yang
memiliki makna atau esensi yang setara dengan makna dari Tuhan tersebut.
Keterbukaan terhadap hal gaib diartikan sebagai keterbukaan terhadap kebaikan,
hal-hal yang positif, dan mulia. Kepercayaan terhadap hal gaib adalah keyakinan
manusia akan adanya kekuatan yang melingkupi kehidupannya, yang melebihi segala
bentuk kekuatan duniawi yang mempengaruhinya (Gea, 2012).
Dalam
ranah ilmu komunikasi, komunikasi transendental merupakan salah satu bentuk
komunikasi yang melengkapi berbagai jenis komunikasi lainnya, seperti
komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi,
komunikasi antar budaya, komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, dan
komunikasi massa. Sesuai dengan pandangan tersebut, Mulyana menyatakan bahwa komunikasi
transendental adalah interaksi antara manusia dengan Tuhan. Hubungan komunikasi
antara manusia dengan Tuhan merupakan aspek yang perlu diperdalam dalam studi
komunikasi, agar dapat dijelaskan secara rinci melalui penjelasan yang
menyeluruh mengenai sifat komunikasi tersebut. Mulyana juga menekankan bahwa
jenis komunikasi ini memiliki signifikansi penting bagi manusia, karena
kesuksesannya dalam hal ini tidak hanya berpengaruh pada kehidupan dunia,
tetapi juga pada kehidupan di masa depan (akhirat) (Mulyana, 2001b).
Kaitanya
dengan hasil penelitian ini adalah bahwa para pedagang melakukan kegatan living
Qur�an sebagai wujud komunikasi pada Allah SWT dengan mengharap keberkahan dari
ayat yang di tempelkanya. Hal ini dapat dimaknai bahwa para pedagang berusaha
berkomunikasi pada sang pencipta malalui kandungan dari ayat yang di tempelkan.
Lebih lanjut berkaitan dengan makna yang terkandung tersebut, salah satu subjek
menyatakan bahwa dengan menempelkan ayat al-Qur�an dalam hal ini surah yasian
beliau berharap keberkahan dari surah yasin tersebut mampu hadir pada keluarga
beliau. Beliau juga menegaskan bahwa dengan meletakan surah yasin tersebut
merupakan sebagai wujud ikhtiar untuk mendapat ridho dari sang maha kuasa.
Mengingat sangat banyak sekali keberkahan yang ada dalam kandungan sura sayin
tersebut.
Dalam
kajian lain komunikasi trasendental yang dilakukan oleh para pedangang
ini bisa juga di sebut sebagai tawassul, yakni bertawasul denganmenggunakan ayat al-Quran,
Tawassul adalah salah satu cara berdoa dan salah satu pintu menghadap Allah
SWT, tujuan utamanya adalah Allah SWT. Sesuatu yang dilakukan kepada Wasilah
tidak lebih dari perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam
Al-Qur'an Allah SWT menyuruh kita mencari wasilah/penyambung (bertawassul)
sebagaimana firman Allah SWT.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ
ٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ
وَٱبۡتَغُوٓاْ
إِلَيۡهِ ٱلۡوَسِيلَةَ
وَجَٰهِدُواْ
فِي
سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
٣٥
Artinya: �Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan�
Bentuk wasilah kepada Allah SWT itu sendiri
bermacam-macam mulai dari Tawassul dengan Nabi Muhammad SAW, orang-orang yang
dicintai Nabi sebagai keluarga atau keturunannya (Habaib), saleh, kemudian
Sholeh Amal dll. Tawassul tersebut adalah membaca dari Surat Yasin berisi
Tawassul melalui amal saleh.
Berdasarkan ayat
di atas, maka dapat dimakanai bahwa pelaksaanaan living Qur�an yang dilakukan
oleh para pedagang dapat disyaratkan sessuai dengan syariat yang mana para
pedagang mengharapkan ridho pada sang maha kuasa memaluai fadilah dari surah
yasin tersebut. Dan hal ini dapat dikatakan sesuai syariat. Karean jika
ditinjau dari segi komunikasi sendiri pedagang berusah menyampaikan pesan pada
sang maha kuasa dalam hal ini Allah SWT akar memberkahi usaha dan melindungi
usaha yang dilakukan melalui Ini surah Yasin tersebut. Dalam hal inipara
pedangang menyadari bahwa kekuatan terbesar dan tertinggi adalah bersumber dari
sang maha kuasa sehingga para pedagang berusaha memohon kepada sang pemilik
kekuatan tersebut untuk memberikan keberkahan dan perlinngan-Nya kepada usaha
dan keluarga yang dimiki para pedagang. Inilah wujud komunikasi trasendental
yang berusah di komunikasikan para pedagang pada Allah SWT.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan living Qur�an yang di
lakukan oleh para pedagang tersebut merupakan sebuah bentuk komunikasi
trasendental kepada Allah SWT, melalui fadilah yang terkandung pada ayat
al-Qur�an atau bisa juga dikatakan sebagi sebuah tawassul kepada Allah SWT
melalaui ayat al-Qur�an.
Identitas
����������� Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan selain sebagai wujud komunikasi pada Allah SWT, peletakan ayat al-Qu�ran tersebut juga sebagai wujud komunikasi nonverbal yang disampaikan pedagang pada para pengunjung, untuk menyampaikan bahwa pedangag dalam hal ini pemilik rumah makan adalah seorang yang beragama Islam. Hal ini tentunya dapat dimakanai sebagi penegasan identitas yang disampaikan oleh para pedagang untuk menghilangkan keragu-raguan di hati para pegunjung khusunya yang beraga Islam, untuk makan dan minum di tempat tersebut.
Peegasan identitas ini tentunya sangat penting dilkaukan mengingat Indonesia khusnya Kalimantan memiliki corak agama yang sangat beragam, sehingga penegasan identitas diri sebagai seorang muslim sangat diperlukan. Mengingat islam merupakan sebuah agama yang memiliki aturan-aturan khusuns yang harus di taati oleh para pemeluknya, khususnya mengenai makanan yang halal dan baik untuk dikonsumsi.
Identitas sendiri menggambarkan cara individu dan kelompok dibedakan dalam hubungannya dengan individu dan kelompok lainnya (Jenkins, 2014). Barker mengemukakan bahwa identitas sosial adalah tentang kesamaan dan perbedaan, baik secara personal maupun sosial, mengenai hal-hal yang dibagikan bersama dengan orang lain dan hal-hal yang membedakan seseorang dengan orang lain (Setiawan, 2011).
Sehingga dengan menegaskan identitas diri para pedagang juga berusaha menyampaikan pesan bahwa dirinya bisa memberikan perlakuan-perlakuan sebagai seorang muslim khusnya dari jaminan kehalalan makanan yang di sajikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa para pedagang berusaha menunjukan persamaanya dengan para individu atau kolektivitas lain, sehingga individu atau kolektivitas dapat memahami dan merasa yakin tentang jaminan kehalalan makanan yang diberikan.
Dalam perspektif maqasid
al-syari'ah, hal ini dapat dimasukkan ke dalam upaya menjaga kebutuhan dasar
kelompok, yang merupakan perlindungan terhadap kebutuhan-kebutuhan hakiki dalam
kehidupan manusia. Keperluan yang mutlak adalah memelihara agama, jiwa, mental,
keturunan, dan harta dengan memastikan bahwa mereka tetap terjaga dan tidak
terancam. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi atau terancam, maka
eksistensi dari kelima aspek tersebut dapat terancam.
Kaitanya dengan hasil
penelitian ini adalah mengenai memelihara Jiwa (Hifz al-Nafs), hal
ini sebagaimana artikel online yang ditulis oleh Dr. Eko Siswanto, M.HI yang
menyatakan bahwa memelihara Jiwa (Hifz al-Nafs) dalam peringkat
daruriyyat, contoh: memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan (Siswanto, 2018). Sehingga
dengan demikian dapat dipahami bahwa dengan menegaskan diri sebagai seorang
muslim para pedagang berusaha membantu para pembeli untuk mempermudah
memperoleh makanan yang baik dan halal, agar para pembeli bisa dengan lega
memnikmati makanan tanpa harus merasa takut melanggar aturan-aturan agama
khusunya terkait makanan yang halal lagi baik dimakan, yang mana hal ini telah
di tegaskan dalam firman
Allah SWT yang� yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ
كُلُواْ
مِمَّا فِي
ٱلۡأَرۡضِ
حَلَٰلٗا
طَيِّبٗا
وَلَا تَتَّبِعُواْ
خُطُوَٰتِ
ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
إِنَّهُۥ
لَكُمۡ
عَدُوّٞ
مُّبِينٌ ١٦٨
Artinya: Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa pelaksanaan living
Qur�an yang dilakukan para pedagang selain sebagai wujud komunikasi trasendental
juga merupakan sebuah wujud penegasan identitas diri sebagai seorang muslim,
serta membantu sesama untuk menjaga diri perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama khusunya dari segi makanan.
KESIMPULAN
Living Qur�an yang dilakukan dengan meletaknan
ayat al-Qur�an oleh para pemilik rumah makan di sepanjang
jalan trans Kalimantan yang mehubungkan antara kota Palangka Raya dan kabupaten
Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah merupakan sebuah bentuk komunikasi trasendental
kepada Allah SWT dimana dengan meletakan ayat al- Qur�an tersebut pemilik
rumah makan berharap Allah SWT dapat mencurahkan rahmatnya pada tempat usaha
yang dimiliki dan pada akhirnya banyak pengunjung yang mendatangi rumah makan
tersebut. Selain itu dengan meletakan ayat al- Qur�an tersebut pemilik rumah
makan juga berharap agar keluarga dan tempat ushanya mendapt lindungan dari
Allah SWT.Selain sebagai wujud komunikasi trasendental Living Qur�an
yang dilakukan oleh para pemilik rumah makan juga merupakan sebuah penegasan identitas
diri dari para pemilik rumah makan tersebut sebagai seorang muslim. Dengan
tujuan agar para pengunjung mengetahuinya dan dapat membantu para pengunjung
untuk mendapatkan makanan yang halal dan baik dimakan.
BIBLIOGRAFI
Ainiyah, Q., & Mardani, A. M. (2019). Akulturasi Islam
dan Budaya Lokal (Studi Kasus Tradisi Sedekah Bumi di Desa Karang Ploso
Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang). Qolamuna: Jurnal Studi Islam, 4(2),
231�248.
Andiko, T. (2011). Ilmu
Qawa�id Fiqhiyyah: Panduan Praktis dalam Merespon Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Teras.
Bilo, D. T., &
Harefa, M. A. N. (2019). Upaya Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Meningkatkan
Relasi Yang Baik Antara Anak Dan Orangtua. Phronesis: Jurnal Teologi Dan
Misi, 2(2), 101�123.
Fauzi, R., &
Hartanti, N. B. (2018). Pola Spasial Pemanfaatan Jalur Pejalan Kaki Oleh
Kegiatan Sektor Informal. AGORA: Jurnal Penelitian Dan Karya Ilmiah
Arsitektur Usakti, 16(2), 104�112.
Gea, A. A. (2012).
People, Environment, and Future Sebuah Tinjauan atas Kesimpulan Pesimis
Mengenai Lingkungan Hidup dan Masa Depan Manusia. Humaniora, 3(1),
332�344.
Hidayat, M. O. H. S.
(2021). Model Komunikasi Islam Pada Komunitas Tuli.
Jenkins, R. (2014). Social
identity. Routledge.
Kusherdyana, R.
(2020). Pengertian Budaya, Lintas Budaya, dan Teori yang Melandasi Lintas
Budaya. Pemahaman Lintas Budaya SPAR4103/MODUL, 1(1), 1�63.
Muharom, A. (2023).
Komunikasi Intrapersonal Pada Tradisi Ngerowot Santri di Pondok Pesantren
Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri. Prosiding AnSoPS (Annual Symposium on
Pesantren Studies), 2, 90�98.
Mulyana, D. (2001a). Nuansa-nuansa
komunikasi: meneropong politik dan budaya komunikasi masyarakat kontemporer.
PT. Ramaja Rosdakarya.
Mulyana, D. (2001b).
Nuansa Nuansa Komunikasi, Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat
Kontemporer, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
Munir, M. (2021).
Ragam budaya indonesia sebagai strategi dalam membangun literasi dan SDM
masyarakat. Ambarsa: Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 43�54.
Nisa, P. K., Asmawi,
A., & Misnan, M. (2023). Interelasi Qawaid Ushul Fiqh dalam Komunikasi
Dakwah pada Masyarakat. Ittishol: Jurnal Komunikasi Dan Dakwah, 1(2),
71�78.
Nurandriani, R., &
Alghazal, S. (2022). Konsep pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun dan
relevansinya dengan sistem pendidikan nasional. Jurnal Riset Pendidikan
Agama Islam, 27�36.
Palapah, M. O., &
Syamsudin, A. (1983). Studi Ilmu Komunikasi. Bandung: UNPAD.
Risdiany, H., &
Dewi, D. A. (2021). Penguatan Karakter Bangsa Sebagai Implementasi Nilai-Nilai
Pancasila. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(04), 696�711.
Sabila, S. M. (2021).
Makna Komunikasi Ritual Sedekah Laut di Pantai Parangkusumo Dalam Melestarikan
Nilai-Nilai Budaya. KOMUNIKA, 4(2), 162�175.
Setiawan, I. K.
(2011). Pemanfaatan pustaka budaya Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata
di Bali. Jurnal Konservasi Benda Cagar Budaya Borobudur, 5,
51�55.
Siswanto, E. (2018). Konsep
tujuan syari�ah (maqasid al-syari�ah).
Tumbol, S. N., &
Wainarisi, Y. O. R. (2023). Folk Christian Community pada Jemaat Kristen di
Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Resort Pendahara Katingan. Indonesian
Journal of Theology, 11(1), 1�31.
�
Achmad Junaidi, Lukman Hakim (2024) |
First publication right: |
This article is licensed under: |